• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide-ide penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo,dkk. 1985:46) sedangkan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:588), konsep adalah gambaran mental dari objek,

proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep deiksis, deiksis persona, dan novel Laskar Pelangi

2.1.1 Deiksis

Istilah deiksis dipinjam dari istilah Yunani Kuno, yaitu deiktikos yang bermakna “hal penunjukkan secara langsung” dalam istilah Inggris deictic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai lawan dari istilah elentic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung (Purwo, 1984:2).

Lyons (dalam Purwo 1977:636) mengatakan bahwa deiksis adalah lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa, proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara atau yang diajak bicara.

(2)

2.1.2 Deiksis Persona

Deiksis persona adalah referen yang ditujukan oleh kata ganti persona yang berganti- ganti tergantung dari peranan yang dibawakan oleh peserta tindak ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama, apabila dia tidak berbicara lagi , dan kemudian menjadi pendengar maka ia disebut persona kedua, orang yang tidak hadir dalam pembicaraan tetapi menjadi bahan pembicaraan disebut persona ketiga (Purwo,1984:22).

2.1.3 Novel Laskar Pelangi

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Novel Laskar Pelangi merupakan perjalanan hidup dari pengarang mengenai masa kecil yang dihabiskannya di tanah kelahirannya yaitu Pulau Belitong yang terkenal dengan timahnya. Budaya Melayu Belitong dengan kemiskinan masyarakat daerah pertambangan menjadi warna yang pekat melatarbelakangi kisah yang dituturkannya. Namun, kepandaian bercerita Andrea mampu menampilkan segala kekurangan dan keterbatasan hidup bukan hanya sebagai ironi dan tragedi, melainkan juga bisa berbentuk duka dan sukacita, angan dan kebahagian (Wikipedia Indonesia ; 2008).

(3)

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik

Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki si penutur ( Cahyono, 1955: 213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana.( Levinso 1983 dalam Soemarmo 1988: 183).

Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada deiksis.

2.2.2 Deiksis

Istilah deiksis dipinjam dari istilah Yunani kuno, yaitu deiktikos yang bermakna “hal penunjukan secara langsung”.Dalam logika istilah Inggris dectic dipergunakan sebagai istilah untuk pembuktian langsung sebagai lawan dari istilah elenctic, yang merupakan istilah untuk pembuktian tidak langsung (Purwo,1984:2)

Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkanya kata itu (Purwo,1984:1) seperti kata saya,

aku,sini,sekarang.

Menurut Chaer dan Leoni (2004 : 57) deiksis adalah hubungan antara kata yang digunakan di dalam tindak tutur dengan referen kata itu yang tidak tetap atau berubah dan berpindah. Kata-kata yang referennya bisa menjadi tidak tetap inilah disebut kata-kata deiksis, kata-kata-kata-kata yang referennya deiksis ini antara lain kata-kata-kata-kata berkenaan dengan persona (seperti aku, saya, kamu), tempat (di sini,di sana,di situ),dan waktu (tadi, besok,nanti, kemarin).

(4)

Menurut Siregar (1996:32) deiksis lazim juga diartikan sebagai salah satu segi makna dari kata atau kalimat yang memiliki referen tidak tetap (seperti saya, sini,

sekarang), maka kata atau kalimat itu mempunyai makna deiksis. Berbeda halnya

dengan kata-kata seperti: buku, gedung, dan pisau, di mana pun dan oleh siapa pun kata- kata itu diucapkan, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari

kata saya, sini, sekarang baru dapat diketahui jika diketahui tempat, oleh siapa, dan

pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.

Contoh-contoh berikut dikatakan (Purwo dalam Asrul 1996: 24-25) akan memperjelas apa yang dimaksud dengan deiksis

Andaikan Anda seorang wanita muda yang berjalan seorang diri, lalu mendengar bunyi siulan, dan Anda merasa seolah-olah ingin menyatakan reaksi Anda kepada si pembunyi siulan itu bahwa Anda merasa sebal atau marah terhadap apa yang dilakukan si penyiul itu. Apa yang hendak Anda lakukan? Situasi seperti ini sebenarnya ada dua ketidakpastian. Pertama,Anda tidak tahu siapa yang menyuarakan siulan itu. Kedua,anda barangkali bukanlah orang yang dituju oleh orang yang membuat siulan itu. Jika Anda memalingkan wajah Anda dan mencemberuti si penyiul itu, berarti Anda mengakui bahwa siulan itu memeng dialamatkan kepada anda. Perbuatan yang Anda lakukan itu dapat dianggap perbuatan “ge-er”, terlalu cepat merasa “dibegitukan”.Arti semantis dari siulan itu sendiri jelas. Yang tidak jelas identitas si pengirim berita dan penerima berita; dengan kata lain aspek deiksis personanya tidak jelas.

Contoh berikut, aspek deiksis personanya jelas .Anda ingin bertemu seseorang di tempat bekerja ketika sampai dikantornya, anda melihat sepotong kertas tertempel pada pintunya yang bertuliskan “kembali dua jam lagi “ beritanya jelas, identitas si pengirim

(5)

berita juga jelas, dan yang dituju pun jelas, yang kurang jelas pada informasi itu adalah waktu berita itu ditulis dengan kata lain, deiksis waktunya tidak jelas.

Purwo (1984:22) mengatakan bahwa deiksis persona adalah referen yang ditujukan oleh kata ganti persona yang berganti-ganti tergantung dari peranan yang dibawakan oleh peserta tindakan ujaran. Orang yang sedang berbicara mendapat peranan yang disebut persona pertama. Apabila dia tidak berbicara lagi dan kemudian menjadi pendengar, maka ia disebut persona kedua. Orang yang tidak hadir dalam pembicaraan, tetapi menjadi bahan pembicaraan disebut persona ketiga.

Levinson (dalam Antilan, 2002:33) mengatakan bahwa deikisis persona adalah penyandian peran partisipan di dalam peristiwa bahasa. Pengertian yang sama dengan Levinson dibuat oleh Nababan. Nababan (1984:41) mengemukakan bahwa di dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peran peserta di dalam peristiwa berbahasa.

Deiksis Persona adalah pemberian bentuk kepada peran peserta dalam kegiatan berbahasa. Dalam kategori deiksis persona yang menjadi kriteria adalah peran/peserta dalam peritiwa berbahasa itu. Peran dalam kegiatan berbahasa itui dibedakan menjadi tiga macam yaitu, persona pertama, persona kedua, persona ketiga ( Halliday dan Hasan, 1984:44). Dalam sistem ini, persona pertama kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, persona kedua ialah kategorisasi rujukan pembicara kepada pendengar, dan persona ketiga adalah kategorisasi rujukan kepada orang atau benda yang bukan pembicara dan lawan pembicara.

Penggunaan sistem deiksis persona dalam tindak komunikasi tidak hanya menguasai kaidah bahasanya, tetapi juga harus memperhatikan latar budaya bahasa tersebut, tanpa memperhatikan dua hal ini dapat dimungkinkan tindak komunikasi tidak

(6)

akan berhasil. Sebagai contoh seorang mahasiswa Australia menggunakan bentuk kamu untuk memanggil seorang dosen di Indonesia. Bentuk tersebut dirasa kurang tepat karena bentuk ganti persona tersebut umumnya digunakan oleh pembicara yang mempunyai hubungan akrab dengan lawan bicara atau dari orang yang lebih tua ke yang muda. Sementara itu ada bentuk lain yang sama-sama untuk merujuk pada orang kedua tetapi khusus untuk memanggil seorang dosen yaitu Bapak atau Ibu sehingga apabila bentuk kamu yang dipilih komunikasi akan terganggu bahkan mungkin akan terputus

Dalam kaitannya dengan kompetensi pragmatik, dalam setiap tuturan pemakai bahasa dituntut untuk menggunakan deiksis persona secara tepat. Karena faktor deiksis persona ini termasuk salah satu faktor penentu di dalam tindak komunikatif dengan ungkapan lain, dalam setiap peristiwa berbahasa pemakai bahasa dituntut dapat menggunakan deiksis persona sesuai dengan kaidah sosial dan santun berbahasa dengan tepat. Sebagai contoh pertama aku dan saya masing-masing memiliki perbedaan dan pemakaian. Kata aku hanya dapat dipakai dalam situasi informal, misalnya di antara dua peserta tindak ujaran yang saling kenal atau akrab hubungannya. Sedangkan kata dipergunakan saya dalam situasi formal, misalnya dalam situasi ceramah, kuliah, atau di antara dua peserta tindakan ujaran yang belum saling kenal, tetapi kata saya juga dapat dipakai dalam situasi informal seperti kata aku. Leksem-leksem yang menjadi bahan pembicaraan dalam deiksis persona adalah bentuk-bentuk nomina dan pronominal persona (Purwo 1984: 22).

(7)

2.2.3 Bentuk-bentuk deiksis persona

Sehubungan dengan ketepatan pemilihan bentuk deiksis persona, maka harus diperhatikan fungsi bentuk-bentuk kata ganti persona dalam bahasa Indonesia. Ada tiga macam kata ganti persona, yaitu:

1.Kata Ganti Persona pertama

Kata ganti persona adalah kategorisasi rujukan pembicara kepada dirinya sendiri. Dengan kata lain kata ganti persona pertama merujuk pada orang yang sedang berbicara. Kata ganti persona pertama dibagi menjadi dua, yaitu kata ganti persona pertama tunggal dan kata ganti persona pertama jamak

Kata ganti persona pertama tunggal mempunyai tiga macam bentuk, yaitu aku, saya, daku (Purwo, 1984:17). Kata ganti persona pertama aku merupakan kata ganti yang sebenarnya (asli), sedangkan bentuk saya merupakan kata ganti persona pinjaman dari sahaya (Slametmuljono, 1957:54). Bentuk aku mempunyai dua varaiasi bentuk, yaitu -ku dan ku-, sedangkan bentuk saya tidak mempunyai variasi bentuk. Berdasarkan distribusinya sintaksisnya bentuk -ku merupakan bentuk lekat kanan, sedangkan bentuk ku- merupakan bentuk lekat kiri.

Selain bentuk kata ganti persona, digunakan pula nama orang untuk merujuk persona pertama tunggal (Samsuri,1987:238). Anak-anak biasa memakai dia untuk merujuk, pada dirinya sendiri misalnya seorang anak bernama Agus suatu ketika dia ingin makan dan dia mengucapkan “Agus mau makan” yang berarti ‘aku mau makan’ (bagi diri agus). Akan tetapi apabila kalimat itu diucapkan oleh seorang ayah atau seorang ibu dengan nada bertanya “Agus mau makan?” maka nama Agus tidak lagi merujuk pada pembicaraan tetapi smerujuk pada personanya kedua tunggal (mitra diri).

(8)

Dalam hal pemakainya, bentuk persona pertama aku dan bentuk saya ada perbedaan. Bentuk saya adalah bentuk yang formal dan umumnya dipakai dalam tulisan atau ujaran yang resmi untuk tulisan formal pada buku non-fiksi, pidato, dan sambutan. Bentuk saya banyak digunakan bahkan pemakaian bentuk saya sudah menunjukkan rasa hormat dan sopan. Namun, demikian tidak menutup kemungkinan bentuk saya dipakai dalam situasi non-formal Sebaliknya dengan aku lebih banyak dipakai dalam situasi yang tidak formal serta lebih menunjuk keakraban antara pembicara dan lawan bicara. Dengan kata lain bentuk saya tak bermarkah, sedangkan bentuk aku bermarkah keintiman (purwo, 1983:23).

Bentuk dan fungsi persona pertama tunggal berbeda dengan bentuk dan fungsi kata ganti persona jamak. Bentuk kata ganti persona jamak meliputi kami dan kita. Dalam bahasa Inggris, baik untuk merujuk bentuk kami dan kita hanya menggunakan satu bentuk, yaitu we. Bentuk we yang berarti kami akan meliputi (I, she, he, dan they) tanpa you sebagai lawan bicara sedangkan bentuk we yang berarti kita meliputi (I, she,

he, they, dan you) (Haliday dan Hasan, 1984:50)

Bentuk persona jamak kami merupakan bentuk yang bersifat ekslusif artinya bentuk persona tersebut merujuk pada pembicara atau penulis dan orang lain dipihaknya, akan tetapi tidak mencakup orang lain di pihak lawan bicara, selain bentuk kami juga sering digunakan dalam pengertian tunggal untuk mengacu kepada pembicara dalam situasi yang formal. Dengan demikian, kedudukan kami dalam hal ini menggantikan persona pertama tunggal , yaitu saya (Purwo, 1988:174). Hal ini berhubungan dengan sikap pemakai bahasa yang sopan mengemukakan dirinya dan karenanya menghindari bentuk saya. Sebaliknya dengan bentuk kita, bentuk ini bersifat inklusif bentuk pronominal tersebut merujuk pada pembicara atau penulis, pendengar

(9)

dan pembaca dan mungkin pihak lain (Leech, 1979:84). Oleh karena itu, bentuk kita biasanya digunakan oleh pembicara sebagai usaha untuk mengakrabkan atau mengeratkan hubungan dengan lawan bicara.

Dalam situasi yang berbeda bentuk kami memiliki rujukan dan makna yang berbeda. Sebagai contoh bentuk kami yang digunakan oleh seorang presiden atau seorang raja saat berbicara dengan rakyatnya bukanlah untuk merujuk pembicara tunggal, tetapi guna mencapai kesopanan tersebut mewakili dirinya (raja dan presiden) dengan segenap pembantunya dan kekuasaan. Bentuk persona pertama jamak selain merujuk pada pembicara. Kemungkinan juga merujuk pada lawan bicara (persona kedua). Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan konteks pertuturan.

Contoh :

Wah bajuku baru ! Pantas gayanya lain.

Bentuk kata ganti persona pertama –ku pada kalimat diatas merujuk pada lawan bicara bukan untuk merujuk pembicara. Penggunaan bentuk deiksis semacam ini biasanya digunakan oleh seorang pembicara yang sudah dewasa kepada anak kecil atau untuk menyinggung lawan bicara karena lawan bicaranya memakai baju baru

2. Kata Ganti Persona Kedua

Kata ganti persona kedua adalah kategorisasi rujukan pembicara kepada lawan bicara. Dengan kata lain bentuk kata ganti persona kedua baik tunggal maupun jamak merujuk pada lawan bicara.

Bentuk pronominal persona kedua tunggal adalah kamu dan engkau. Kedua bentuk kata ganti persona kedua tunggal tersebut masing-masing mempunyai bentuk variasi -mu dan kau-. Bentuk persona ini biasanya digunakan oleh:

(10)

b. Orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi untuk menyapa lawan bicaranya yang satusnya lebih rendah.

c. Orang yang mempunyai hubungan akrab, tanpa memandang umur atau status sosial

( Purwo 1984 : 23). Contoh :

1 “Kau tak usah ragu tentang hal itu. Baiklah aku akan mengganti pertanyaan ini kalau kau mau”

2 “……….Maukah kau membikin aku segelas teh”

Sebutan ketaklaziman untuk pronomina persona kedua dalam bahasa Indonesia banyak ragamnya, seperti anda, saudara, leksim kekerabatan seperti bapak, ibu, kakak. Bentuk bapak/ pak, ibu/ bu yang merupakan bentuk sapaan kekeluargaan menandakan dua pengertian. Pertama, orang yang memakai hubungan akrab dengan lawan bicaranya. Kedua, dipergunakan untuk memanggil orang yang lebih tua atau orang yang belum dikenal. Dengan kata lain pengertian kedua menandakan hubungan antara pembicara dengan lawan bicara kurang akrab, sedangkan bentuk saudara, anda biasanya digunakan untuk menghormati dan adanya jarak yang nyata antara pembicara dan lawan bicara. Khusus untuk bentuk ketakziman anda biasanya dimaksudkan untuk menetralkan hubungan, Meskipun kata itu telah lama dipakai kata ganti tersebut. Pada saat ini kata ganti tersebut dipakai :

1. Dalam hubungan yang tak pribadi sehingga bentuk anda tidak diarahkan pada satu orang khusus

2. Dalam hubungan bersemuka tetapi pembicara tidak ingin terlalu formal ataupun akrab.

(11)

Contoh:

a. “Ibu mau ke mana?”

b. “Bu Mus dan Tun ke mana, Bu ?” c. “Saudara harus ikut sekarang…”

d. “Saudara …Saudara. Bung tono, bukan ?”

Khusus untuk leksim kekerabatan seperti ibu, bapak, dan kakak disamping merujuk pada lawan bicara ( persona kedua) dapat juga merujuk pada pembicara (persona pertama) dan orang yang tidak terlibat langsung dalam tindak komunikasi (persona ketiga).

Contoh :

a. “Ibu masih kangen..engkau anak nakal tak bisa dikangeni.”

b. “Memang mungkin ibu akan sulit mendapatkan sawah ibu kembali.”

c. Bapak tidak akan pulang dari sorga. Mari kita pulang manis, mari kita pulang manis.”

d. Nanti kalau ibu sudah ketemu dia bapak akan datang menjemput Ikal dan Lintang.

Pada konteks kalimat (a) dan (b), bentuk ibu tidak lagi digunakan untuk merujuk pada lawan bicara seperti biasanya orang menggunakan tetapi digunakan untuk merujuk pembicara. Demikian juga pada kalimat (c), bentuk bapak pada kedua kalimat tersebut bukan untuk merujuk pada lawan bicara tetapi untuk merujuk pada orang ketiga yang tidak hadir pada saat tuturan tersebut diucapkan.

Leksem kekerabatan yang merujuk pada pembicara dan orang ketiga biasanya digunakan apabila antara pembicara dan lawan bicara memiliki hubungan kekeluargaan atau hubungan kerabat yang akrab. Misalnya, orang tua biasanya akan menggunakan

(12)

bentuk yang disesuaikan dengan kedudukannya dalam kelurga (bapak atau ibu) apabila sedang berbicara dengan anaknya atau orang lain yang masih memiliki hubungan kelurga.

Bentuk persona kedua di samping mempunyai bentuk tunggal seperti tersebut di atas juga mempunyai bentuk jamaknya, yaitu kalian, dan bentuk persona kedua tunggal yang ditambah dengan kata sekalian, seperti anda sekalian, kamu sekalian. Meskipun bentuk kalian tidak terikat pada tata krama sosial, yang status sosialnya lebih rendah umumnya tidak memakai bentuk itu terhadap yang lebih tua atau orang yang berstatus sosial lebih tinggi.

3. Kata Ganti Persona Ketiga

Bentuk kata ganti persona ketiga merupakan kategorisasi rujukan pembicara kepada orang yang berada di luar tindak komunikasi. Dengan kata lain bentuk kata ganti persona ketiga merujuk orang yang tidak berada baik pihak pembicara maupun lawan bicara.

Bentuk kata ganti persona ketiga dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu bentuk tunggal dan bentuk jamak. Bentuk tunggal pronominal persona ketiga mempunyai dua bentuk, yaitu ia dan dia yang mempunyai variasi -nya. Meskipun bentuk ia dan dia dalam banyak hal berfungsi sama, namun ada perbedaan tertentu yang dimiliki oleh kedua jenis kata ganti persona ketiga perbedaan tersebut adalah membawa ciri penegas atau penekanan.

Dalam hal pemakaiannya, bentuk dia dan ia berbeda dengan bentuk beliau. Bentuk dia dan ia umumnya digunakan oleh pembicara tanpa ada maksud untuk menghormati orang yang dirujuk, sedangkan bentuk beliau digunakan oleh pembicara

(13)

untuk merujuk kepada orang lain yang patut untuk dihormati walaupun lebih muda dari pembicaraan

Contoh:

a. Dia, kan yang memegang sawah ibu?” b. “lho, apa dia belum tahu dia itu anak siapa ?” c. “Ia bersembunyi di gang pintu keluar kereta. d. ,,Ibu yang menggadaikan sawah itu kepadanya

Bentuk persona ketiga jamak adalah mereka. Di samping arti jamak, bentuk mereka berbeda dengan kata ganti persona ketiga tunggal dalam acuannya. Pada umumnya bentuk pronominal persona ketiga hanya untuk merujuk insan. Akan tetapi pada karya sastra, bentuk mereka kadang-kadang dipakai untuk merujuk binatang atau benda yang dianggap bernyawa. Bentuk pronomina persona ketiga jamak ini tidak mempunyai variasi bentuk. Penggunaan bentuk persona ini digunakan untuk hubungan yang netral, artinya tidak digunakan untuk lebih menghormati atau pun sebaliknya.

Contoh:

a. “Mau mereka? Bisa tidur lho”

b. “Sejak dua hari terakhir itu mereka berdatangan.”

Kata ganti persona ketiga selain merujuk pada orang ketiga juga kemungkinannya merujuk pada persona pertama dan persona kedua. Adanya kemungkinan rujukan lain merupakan akibat perbedaan konteks penuturan.

Contoh:

a. Seperti penulis sebutkan diatas… b. Namanya siapa? Tinggalnya dimana ?

(14)

Pada kalimat (a) bentuk penulis tidak merujuk pada persona ketiga, tetapi merujuk pada si pembicara,sedangkan pada kalimat (b) bentuk -nya merujuk pada lawan bicara (persona ketiga ) bukan pada persona ketiga.

2.2.4 Konteks

Konteks berhubungan dengan intraksi linguistik dalaam ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam tuturan, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Leoni, 2004: 48). Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yaitu S-P-E-A-K-I-N-G Hymes (dalam Chaer dan Leoni, 2004:48) komponen tersebut itu adalah:

1. S (setting and scene) setting berkaitan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung,sedangkan scene adalah situasi tempat dan waktu

2. P (participant) pihak –pihak yang terlibat dalam tuturan 3. E (ends) meujuk pada maksud dan tujuan pertuturan

4. A (Act sequence) mengacu pada bentuk ujuran dan isi ujaran

5. K ( keys) menbacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati.

6. I (instumentalis) mengacu pada jalur bahas yang digunakan

7. N (norm af interaction and interpretatioan ) mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur

(15)

2.2.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai deiksis bukanlah yang baru, tetapi sudah ada peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus tentang dieksis persona di dalam novel laskar pelangi belum pernah diteliti. Penelitian yang relevan dengan ini adalah:

1. Krisna (2000) dengan skripsinya yang berjudul Deiksis dalam Bahasa Batak

Toba, dia menyimpulkan bahwa bahasa batak Batak Toba mengenal deiksis

persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Dalam membicarakan deiksis persona membagi tiga bagian yaitu kata ganti persona pertama tunggal seperti

ahu, iba; pertama jamak seperti hamu; kata ganti persona tunggal seperti ibana,ketiga jamak seperti nasida

2. Sitepu (1999) dengan skripsinya yang berjudul Deiksis Persona Dalam

Cerpen Bromocorah. Ia hanya meneliti deiksis persona pada cerpen, maka

deiksis yang didapatinya hanya terbatas apa yang terdapat pada cerpen tersebut. Deiksis persona yang dibahasnya hanya terbatas pada persona yang sering muncul seperti kata dia (persona ketiga tunggal), dan mereka (persona ketiga jamak)

3. Marli wahyudi (1999) dengan judul Deiksis Persona Dalam Bahasa Jawa, ia menyimpulkan bakwa bahasa Jawa mengenal deksis persona yang dibagi dalam bentuk-bentuk kata ganti persona dan perilaku pada tingkat tutur Ngoko, tingkat tutur Madya, tingkat tutur Krama yang dikenal dengan istilah

(16)

4. Supinah (2006) dengan judul skripsinya Deiksis Waktu Dalam Bahasa Jawa, ia menyimpulkan bahwa deiksis waktu dalam bahasa Jawa dirangkaikan dengan kata iki,iku dan dalam bahasa Jawa iki menunjuk (secara luat tuturan ) pada waktu sekarang, sedangkan yang dirangkaikan dengan kata iku menunjukkan waktu yang lampa

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan ini dilbagi menjadi dua bagian, yaitu di dalam ruangan dan di lapanagan, di dalam ruangan dijelaskan tentang teori ergonomi dan akibat yang akan dirasakan oleh

Berdasarkan tujuan penelitian, maka manfaatnya adalah dapat mengetahui pola penyebaran petir tipe CG- di wilayah Bali pada bulan-bulan basah di tahun 2009, sehingga

Penelitian yang dilaku kan merupakan penelitian pengembangan yang menghasilkan produk berupa media pembelaja ran video tutorial dengan menggunakan software adobe

Jika dilihat secara keseluruhan, lebih dari 50% siswa melakukan kelima perilaku metakognisi selama pemecahan masalah dengan rincian: memeriksa setiap langkah pada

Orang-orang Paighami mengatakan bahwa saya begitu berpusat hanya pada ilham saja – yaitu ru-ya yang menjadi dasar beliau mendakwakan diri sebagai Mushlih Mau’ud – padahal bukan

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik interaktif (wawancara, focus group discussion) dan teknik non interaktif (dokumentasi dan observasi tidak berperan),