• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama (Presiden RI, 2009).

Penyalahgunaan NAPZA dapat berakibat buruk pada tubuh, kejiwaan, dan kehidupan sosial pemakainya, maupun keluarga dan masyarakat umum di sekitarnya (Pusat Promkes Kemenkes RI, 2012). Akibat penyalahgunaan NAPZA yang fatal adalah kematian akibat overdosis atau AIDS (BNN, 2009).

Laporan tahunan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) 2013 menyebutkan bahwa pada tahun 2011, diperkirakan antara 167 sampai dengan 315 juta orang (3,6 - 6,9% dari populasi penduduk dunia yang berumur 15 - 64 tahun) menggunakan narkoba minimal sekali dalam setahun. Berdasarkan hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI Tahun 2011 tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia telah mencapai 2,23% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia

(2)

10 - 59 tahun). Tahun 2015 jumlah penyahguna narkoba diproyeksikan ± 2,8% atau setara dengan ± 5,1 - 5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang rawan terhadap permasalahan penyalahgunaan NAPZA. Dari hasil penelitian BNN dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI, pada tahun 2011, prevalensi penyalahguna NAPZA di DIY sebesar 2,8% dari jumlah penduduk rentan atau sekitar 69.700 orang, dengan kategori maksimal coba pakai 27.414 orang, teratur pakai 40.384 orang, pecandu suntik 1.717 orang, dan pecandu bukan suntik 24.822 orang dengan distribusi kelompok penyalahguna adalah pekerja, pelajar, wanita pekerja seksual, dan anak jalanan. Jenis narkoba yang paling banyak disalahgunakan adalah ganja, ekstasi, shabu, dan pil koplo (BNNP DIY, 2015). Selain itu, berdasarkan data kasus NAPZA yang telah diungkap oleh BNNP DIY diproyeksikan penyalahgunaan NAPZA dari tahun 2010 hingga Juli 2014 sebagai berikut 327 pada tahun 2010, 351 pada tahun 2011, 479 pada tahun 2013, dan 268 dari Januari sampai Juli 2014 tersangka penyalahgunaan NAPZA.

Sesuai ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Amanah Undang-undang tersebut diperkuat dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 07 Tahun 2009 Tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi dan diperkuat juga dengan ditandatanganinya Peraturan Bersama tentang Pelaksanaan Rehabilitasi bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika oleh Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa

(3)

Agung, Kepala Kepolisian RI (Mahkumjakpol), Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Kepala BNN pada tanggal 11 Maret 2014. Garis besar Peraturan Bersama tersebut menekankan pada pentingnya rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika dibandingkan pemenjaraan.

Rehabilitasi bukanlah menjadi jaminan penyalaguna NAPZA akan sembuh dari ketergantungannya. Banyak pengguna yang meskipun telah menjalani program rehabilitasi di panti, belum bisa benar-benar meninggalkan NAPZA atau sembuh (BNN, 2013). Data menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan masih sangat tinggi. Penelitian yang dilakukakan oleh Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kekambuhan mencapai 90% (Pertiwi, 2011). Angka relapse juga masih tinggi di beberapa negara, 33% di Nepal, 55,8% di Cina, 60% di Swiss, dan 60-90% di Bangladesh pengguna NAPZA mengalami kekambuhan antara satu bulan dan satu tahun setelah keluar dari program pengobatan (Maehira et al., 2013).

Sebagian besar penyebab utama siswa mengalami relapse karena siswa kembali bergaul dengan teman sesama pengguna. Siswa yang berada dalam lingkungan yang berisiko (lingkungan pergaulan pengguna NAPZA) akan mengalami rentan terpengaruh untuk menggunakan NAPZA kembali (Setyowati, 2010). Stres akut maupun kronis juga memainkan peran penting dalam peningkatan ketergantungan dan kekambuhan dalam penggunaan NAPZA (Alim et al., 2012).

Relapse tidak hanya berdampak pada pengguna NAPZA, tapi juga bagi keluarga korban, yang berarti menghilangkan harapan keluarga tehadap

(4)

kesembuhan korban (BNN, 2013). Korban penyalahgunaan NAPZA membutuhkan adanya kekuatan untuk mempertahankan kepulihannya pasca rehabilitasi. Kekuatan dimana mereka dituntut untuk bisa lepas dan bersih dari NAPZA dan bertahan agar tidak relapse, serta dapat menjalani serangkaian program rehabilitasi yang penuh dengan tekanan, yang menuntut kualitas yang ada pada diri mereka untuk tetap pulih, agar dapat melanjutkan hidupnya, sekaligus mampu memiliki pandangan yang positif terhadap kehidupan dan diri mereka sendiri (Pertiwi, 2011). Kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup tersebut dinamakan resilience (Grotberg, 2003 dalam Pertiwi, 2011).

Resilience merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan mengatasi masalah dan mempertahankan kesehatan dalam menghadapi lingkungan yang beresiko (Setyowati, 2010). Resilience menurut Grotberg (2000) dalam Parinyaphol dan Chongruksa (2008) adalah kapasitas individu untuk menghadapi, mengatasi, diperkuat dan bahkan diubah oleh pengalaman yang kurang menyenangkan. Adanya resilience memungkinkan individu untuk berkembang menjadi lebih kuat setelah mengalami pengalaman yang kurang menyenangkan. Individu dengan resilience tinggi adalah individu yang mampu menyesuaikan diri dengan efektif ketika menghadapi kemalangan dan kesulitan hidup. Keadaan penuh tekanan dalam kehidupan yang pada akhirnya memunculkan berbagai emosi negatif, seperti rasa marah, kecemasan, dan depresi, akan dapat diatasi oleh individu dengan resilience tinggi (Setyaningsih, 2011). Residen (penyalahguna NAPZA) yang memiliki tingkat resilience yang tinggi

(5)

mampu dan memiliki kekuatan untuk mempertahankan diri bersih dari NAPZA, dan memiliki daya tahan terhadap dalam menjalani serangkaian kegiatan rehabilitasi (Pertiwi, 2011).

Persyaratan utama adanya resilience adalah adanya faktor risiko dan faktor protektif yang membantu membawa hasil yang positif atau mengurangi atau menghindari hasil yang negatif (Fergus dan Zimmerman, 2005). Faktor risiko meliputi faktor biologis dan faktor lingkungan sedangkan faktor protektif meliputi faktor individual, faktor keluarga, dan faktor masyarakat (Zolkoski dan Bullock, 2012).

Penelitian menunjukkan bahwa individu yang resilience cenderung memiliki dukungan sosial yang lebih daripada individu tidak resilience. Selain itu, orang-orang dengan dukungan sosial yang tinggi adalah 40% sampai 60% lebih resilience dibandingkan individu dengan dukungan sosial yang rendah (Ballenger-Browning dan Johnson, 2010). Dukungan sosial merupakan sumber utama resilience. Memiliki dukungan sosial merupakan salah satu sumber yang paling konsisten terhadap tingkat resilience seseorang. Individu yang memiliki keluarga yang mendukung, hubungan baik dengan teman-teman atau bahkan hubungan positif terhadap kelompok-kelompok agama, kelompok masyarakat, atau organisasi serupa lainnya pada umumnya akan cenderung menunjukkan tingkat resilience yang lebih dalam menghadapi kesulitan (Robertson, 2012).

Penerimaan lingkungan merupakan faktor paling dominan berhubungan dengan kekambuhan. Penerimaan lingkungan dalam arti luas, antara lain meliputi dukungan dari keluarga, dukungan dari orang-orang terdekat yang mempunyai arti

(6)

khusus, serta dukungan dari masyarakat sekitar sangat berperan. Hal tersebut membuat mantan penyalahguna merasa diterima dengan utuh/apa adanya sehingga membuat perilakunya secara sosial dapat diterima dan dapat meminimalkan proses kekambuhan serta kembali sehat secara fisik, psikologik, sosial, dan spiritual/keagamaan (Prasetyaningsih, 2003). Dukungan sosial dapat mempengaruhi kesehatan psikologis serta mempertahankan keadaan abstinance. Berbagai aspek dukungan sosial telah terbukti berhubungan dengan pemulihan dan mempertahankan keadaan abstinance pada pasien dengan ketergantungan alkohol yang kronis (Mutscler et al., 2013).

Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) merupakan salah satu dari 16 panti rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA di Indonesia yang digunakan sebagai lokasi pilot project penerapan peraturan bersama mengenai layanan rehabilitasi. Program pelayanan terapi dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA di PSPP Yogyakarta merupakan program terpadu “One Stop Center” yaitu penanganan masalah NAPZA mulai dari residen menjalani tahap detoksifikasi, tahap pemulihan awal (entry unit), tahap rawatan awal (primary stage), tahap resosialisasi (re-entry stage), sampai dengan tahap pembinaan lanjut dan terminasi.

Berdasarkan studi pendahuluan berupa wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 28 Januari 2015 dengan Kepala Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta diperoleh informasi bahwa beberapa residen merasakan kebosanan, tekanan, dan stres selama menjalani rehabilitasi di PSPP. Rasa bosan dirasakan residen terhadap rutinitas kegiatan yang terjadwal meskipun pihak PSPP telah

(7)

berusaha melengkapi berbagai fasilitas dan memberikan kebebasan kepada responden untuk menyusun jadwal kegiatan. Tekanan dan stres dirasakan residen karena belum beradaptasinya residen terhadap kondisi di PSPP dan terbatasnya interaksi dengan lingkungan luar dan orang-orang terdekatnya. Sementara hasil studi pendahuluan berupa wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 23 Februari 2015 dengan pekerja sosial di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta diperoleh informasi bahwa sebanyak 20% residen pernah mengalami relapse. Hal tersebut dikarenakan adanya black label baik dari keluarga atau masyarakat sehingga residen disingkirkan dari pergaulan disertai dengan adanya sistem sosial yang membangun sehingga residen mengalami diskriminasi yang mengakibatkan residen cenderung kembali menggunakan NAPZA (relapse).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah : “Bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan resilience korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan resilience korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta.

(8)

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui gambaran dukungan sosial yang diperoleh korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta. b. Untuk mengetahui gambaran dukungan yang diperoleh korban

penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta berdasarkan karakteristik responden.

c. Untuk mengetahui gambaran resilience korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta.

d. Untuk mengetahui gambaran resilience korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta berdasarkan karakteristik responden.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Menambah khasanah bagi ilmu kesehatan jiwa dan ilmu keperawatan jiwa mengenai hubungan dukungan sosial dengan resilience korban penyalahgunaan NAPZA.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA

(9)

b. Bagi Keluarga Korban Penyalahgunaan NAPZA dan Masyarakat

Mengetahui gambaran dukungan sosial dan resilience korban penyalahgunaan NAPZA sehingga dapat memaksimalkan fungsi keluarga dan masyarakat sebagai sumber dukungan sosial dan berperan aktif dalam upaya meningkatkan resilience korban penyalahgunaan NAPZA.

c. Bagi Keperawatan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan mutu pelayanan keperawatan, serta sebagai pertimbangan dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk pasien penyalahguna NAPZA baik pasien baru maupun pasien yang relapse. d. Bagi Panti Rehabilitasi

Memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga rehabilitasi NAPZA dalam meningkatkan pelayanan yang komprehensif khususnya bagi sisi psikologi residen sehingga dapat membantu proses pemulihan.

e. Bagi Peneliti

Merangsang peneliti untuk memperkaya wawasan dalam melaksanakan penelitian dan mengadakan serta mengembangkan penelitian yang lebih luas di masa yang akan datang.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian terkait hubungan antara dukungan sosial dengan resilience korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi

(10)

Putra (PSPP) Yogyakarta belum pernah diteliti. Beberapa penelitian yang hampir serupa pernah dilakukan antara lain :

1. Penelitian Lestari (2007) mengenai hubungan antara bentuk-bentuk dukungan sosial dengan tingkat resiliensi penyintas gempa di Desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara bentuk-bentuk dukungan sosial dengan tingkat resilience penyintas gempa di Desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala resilience, skala sikap terhadap dukungan emosional, sikap terhadap dukungan penghargaan, sikap terhadap dukungan informasi, sikap terhadap dukungan instrumental, dan sikap terhadap dukungan jaringan sosial yang disebarkan kepada 100 subjek penelitian. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif antara dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial dengan tingkat resilience penyintas gempa di Desa Canan sedangkan dukungan instrumental tidak memiliki hubungan dengan tingkat resilience penyintas gempa. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu dukungan sosial, resilience, desain penelitian deskriptif analitik korelasional, dan rancangan penelitian cross sectional. Sedangkan perbedaan kedua penelitian ini adalah subjek penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah Penyintas Gempa Di Desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten sedangkan subjek pada penelitian yang akan dilakukan adalah korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta.

(11)

2. Penelitian Hasyim (2009) mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap resiliensi napi remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap resilience napi remaja. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Dalam pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan skala. Sampel diambil dengan menggunakan teknik sampel random acak dan diperoleh 40 orang. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang positif atau signifikan antara dukungan sosial dengan resilience. Pengaruh dukungan sosial terhadap resilience napi remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar sebesar 33%. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat yang diteliti yaitu resilience dan dukungan sosial, metode penelitian kuantitatif. Sedangkan perbedaannya penelitian ini adalah subjek penelitian dimana pada penelitian Hasyim menggunakan subjek penelitian remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan subjek penelitian korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta. Selain itu teknik pemilihan sampel juga berbeda dimana pada penelitian Hasyim menggunakan teknik sampling random acak sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik sampling jenuh.

3. Penelitian Pertiwi (2011) mengenai dimensi religiusitas dan resiliensi pada residen narkoba di BNN Lido. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi religiusitas terhadap resilience pada residen narkoba di BNN Lido. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif

(12)

dengan analisis regresi berganda. Subjek penelitian sebanyak 124 orang yang terdiri dari 64 residen primary green, 31 residen primary hope, dan 29 residen re-entry. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi religiusitas thankfulness terhadap resilience, serta pada fase primary green, ditemukan dimensi religiusitas social religiousity juga berpengaruh terhadap resilience. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang diteliti yaitu resilience, desain penelitian deskriptif analitik korelasional, rancangan penelitian cross sectional, dan penggunaan alat ukur resilience yang didasari oleh teori Grotberg (2003). Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat yang diteliti, lokasi penelitian, dan analisis data yang digunakan.

4. Penelitian Putra (2011) mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan motivasi untuk sembuh pada pengguna NAPZA di Rehabilitasi Madani Mental Health Care. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi untuk sembuh pada pengguna NAPZA di rehabilitasi Madani Mental Health Care. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Subjek penelitian sebanyak 60 orang yang terdiri dari 45 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial terhadap motivasi untuk sembuh pada pengguna NAPZA di rehabilitasi Madani Mental Health Care. Seluruh aspek dukungan sosial memberikan sumbangsih 27,5% terhadap motivasi untuk sembuh. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat yang diteliti yaitu

(13)

dukungan sosial, desain penelitian deskriptif analitik korelasional, rancangan penelitian cross sectional, dan penggunaan alat ukur dukungan sosial dalam penelitian yang menggunakan “Social Previsions Scale”. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti, lokasi penelitian, dan analisis data yang digunakan.

5. Penelitian Seswita (2013) mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resiliensi dalam menghadapi stres akademik pada mahasiswa UPI perantau. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resilience dan stres akademik sebagai variabel mediator pada mahasiswa UPI perantau yang berasal dari luar Pulau Jawa. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen dukungan sosial yang diturunkan langsung oleh peneliti berdasarkan teori House, instrumen Stres Akademik yang diadaptasi dari Stress-Life Student Inventory oleh Gadzella dan instrumen resilience yang diadaptasi dari Resilience Quotient oleh Reivich dan Shatte. Hasil dari penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara dukungan sosial dengan tingkat resilience pada mahasiswa UPI perantau dengan nilai korelasi 0,450 dan stres akademik tidak memediasi hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat resilience pada mahasiswa UPI perantau. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas dan terikat yang diteliti yaitu resilience dan dukungan sosial, serta pendekatan penelitian kuantitatif dengan

(14)

metode korelasional. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitian dimana pada penelitian Seswita menggunakan subjek penelitian mahasiswa UPI perantau sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan subjek penelitian korban penyalahgunaan NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) Yogyakarta. Teknik pemilihan sampel juga berbeda, pada penelitian Seswita menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik sampling jenuh, dan instrumen penelitian yang digunakan juga berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

Transplantasi sel punca adalah pengobatan khusus yaitu sel-sel yang diambil dari sumsum tulang atau darah tali pusat donor yang sehat diberikan kepada pasien dengan IDP tertentu

Tujuan dari penelitian ini bagaimana merancang transmisi roda gigi yang diaplikasikan pada PLTA pico hydro1. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam merancang

Setiap paradigma selalu mempunyai metode analisis tertentu, yang kadang-kadang sama dengan paradigma yang lain, tetapi selalu ada metode analisis data yang khas

Hal ini sesuai dengan UU 32/2004 yang menyatakan bahwa wilayah laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi berarti sepanjang 4 (empat) mil laut dari

Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian Komposisi Pohon Di Hutan Batu Busuak Kelurahan Lambuang Bukit Kecamatan Pauh Padang.. Dengan diketahuinya komposisi pohon di hutan

Majelis Gereja telah memutuskan bahwa kebaktian di Gedung Induk Papringan mulai hari ini Minggu, 13 Juni 2021, pukul 08.00 WIB, telah dibuka kembali melalui tatap muka dengan

Berdasarkan hasil dari proses pemilihan kombinasi komponen penyusun Slicing unit pada mesin pembuat keripik kentang ini dapat disimpulkan bahwa dari proses

setiap sel darah dari morfologi (luas area, perbandingan luas area, rasio diameter, dan rasio kebundaran sel) sehingga akan terlihat mana sel darah merah yang normal dan