RANCANGAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
TENTANG
PENYELENGGARAAN KERJA SAMA OPERASIONAL (KS0) PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) KEMENTERIAN KESEHATAN
YANG MELAKSANAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PPK-BLU)
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 14 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Kerjasama Operasional (KSO) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan yang Melaksanakan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik lndonesia tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik IndonesIa tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik lndonesia tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
PMK 8/2006 tentang Kewenangan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum
PMK 33 tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara
6. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005. MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PENYELENGGARAAN KERJA SAMA OPERASIONAL (KS0) PADA UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) KEMENTERIAN KESEHATAN YANG MELAKSANAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM (PPK-BLU)
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kerjasama Operasional (KSO) adalah suatu bentuk kerja sama antara Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dengan mitra KSO untuk jangka waktu tertentu dalam rangka mengembangkan pelayanan dengan memanfaatkan kemampuan para pihak, menyediakan barang/jasa
dan/atau mengelola aset BLU melalui pengalokasian sumber daya, resiko, dan pembagian keuntungan dan kerugian secara bersama-sama .
Nb. Narasi Ulang
2. Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum selanjutnya disebut UPT PPK-BLU
3. Mitra Kerjasama Operasional adalah badan usaha atau badan hukum yang berkerjasama dengan UPT PPK-BLU untuk melaksanakan Kerjasama Operasional
Pasal 2
Kerjasama operasional yang dimaksud dalam peraturan ini tidak termasuk pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan bangunan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah
Nb. Narasi ulang
BAB II
PRINSIP DAN TUJUAN Pasal 3
Penyelenggaraan Kerjasama Operasional dilaksanakan dengan prinsip: a. Saling menguntungkan
b. Netral c. Objektif d. Akuntabel e. Terbuka
f. Memperhatikan efektifitas dan efisiensi Pasal 4
Pengaturan penyelenggaraan Kerjasama Operasional bertujuan untuk:
(1) Memberikan pedoman bagi UPT PPK-BLU dalam membuat kerjasama Operasional dengan Mitra Kerjasama Operasional;
(2) Memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan kerjasama Operasional;
(3) Mengoptimalkan perolehan manfaat dan keuntungan bersama dalam penyelenggaraan Kerjasama Operasional.
BAB III PERSYARATAN
Pasal 5
KSO dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut :
(1) BLU memerlukan jasa, aset tetap dan atau fasilitas untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tetapi BLU tidak mempunyai dana, SDM dan atau sumber daya lainnya yang cukup untuk menyediakan aset atau jasa tersebut;
(2) BLU mempunyai aset tetap tetapi tidak mempunyai dana, SDM dan atau sumber daya lainnya yang cukup untuk memaksimalkan penggunaan aset dimaksud;
(3) BLU mempunyai aset tetap tetapi tidak mempunyai dana, SDM dan atau sumber daya lainnya yang cukup untuk memaksimalkan pemanfaatan aset dimaksud;
(4) Jangka waktu pelaksanaan KSO aset tetap, tidak boleh melebihi masa manfaat aset tetap yang bersangkutan, kecuali bagi tanah dan bangunan maksimal 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal 6
Penyelenggaraan Kerjasama Operasional harus didahului dengan dicantumkannya di dalam Rencana Strategis Bisnis Badan Layanan Umum
Pasal 7
(1) Pelaksanaan KSO antara BLU dan mitra KSO tidak boleh mengakibatkan utang yang pembayarannya berasal dari pendapatan BLU maupun APBN. (2) Utang sebagaimana dimaksud pada butir (1) adalah utang selama KSO
maupun sesudah perjanjian KSO berakhir. BAB IV TAHAPAN
Pasal 8
Penyelenggaraan Kerjasama Operasional pada UPT PPK-BLU dilakukan melalui tahapan-tahapan:
(1) Perencanaan
(2) Pemilihan Mitra Kerjasama Operasional (3) Pelaksanaan
(4) pelaporan
Bagian Kesatu Perencanaan
Pasal 9 Tahapan Perencanaan terdiri dari:
a. Pembentukan tim penyusun kerjasama b. penyusunan Term of Refference (TOR)
c. penyusunan Business Plan (owner estimated)
d. penyusunan rencana kerja dan syarat-syarat (RKS) Pasal 10
(1) Term of Refference (TOR) sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 butir b memuat Studi Kelayakan Kerjasama Operasional sebagai bahan pertimbangan bagi Pimpinan BLU dan/atau Dewan Pengawas
(2) Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud P butir 1 (satu) sekurang-kurangnya memuat:
a. maksud dan tujuan
b. jenis dan bentuk aset yang dikerjasamakan;
c. analisis pendapatan dan biaya yang timbul dalam pelaksanaan KSO; d. proyeksi peningkatan manfaat keuangan selama periode KSO;
e. proyeksi peningkatan pelayanan yang diharapkan akan dicapai selama periode KSO;
f. analisa resiko KSO.
Bagian Kedua
Pemilihan Mitra Kerjasama Operasional Pasal 11
Pemilihan mitra kerja Kerjasama Operasional harus dilakukan secara terbuka, transparan dan akuntabel
Pasal 12
(1) pemilihan Mitra Kerjasama Operasional dilaksanakan dengan mekanisme
Beauty Contest dengan minimal 3 (tiga) peserta calon Mitra Kerjasama
Operasional.
(2) Apabila objek yang dikerjasamakan hanya dimiliki oleh satu calon Mitra Kerjasama Operasional, maka harus dibuat suatu surat pernyataan
Pasal 13
Pemilihan Kerjasama Operasional dituangkan di dalam dokumen tertulis yang memuat:
a. Biodata calon peserta Mitra Kerjasama Operasional b. Berita acara pemilihan Mitra Kerjasama Operasional
c. Pertimbangan yang digunakan dalam memilih Mitra Kerjasama Operasional
Bagian Ketiga Pelaksanaan
Pasal 14
Pelaksanaan Kerjasama Operasional dilaksanakan berdasarkan Surat perjanjian antara UPT PPK-BLU dengan mitra Kerjasama Operasional yang sekurang-kurangnya memuat :
a. pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian Kerjasama Operasional; b. obyek Kerjasama Operasional;
c. jenis/bentuk Kerjasama Operasional; d. jangka waktu Kerjasama Operasional;
e. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian Kerjasama Operasional;
f. force majeur;
g. persyaratan lain yang dianggap perlu. Pasal 15
Tim Penyusun Surat Perjanjian Kerjasama Operasional sebagaimana dimaksud pada pasal terdiri dari unsur:
a. Direksi;
b. keuangan (akutansi); c. Hukum;
d. Pelayanan;
e. Pengguna (user);dan/atau f. Pengadaaan.
Pasal 16
Dalam menyusun Surat Perjanjian Kerjasama Operasional, Tim Penyusun sebagaimana dimaksud pada Pasal.. melibatkan bagian yang menangani masalah hukum pada unit utama yang membawahi UPT PPK-BLU yang menyelenggarakan Kerjasama Operasional dan diketahui oleh Dewan Pengawas Badan Layanan Umum.
Pasal 17
Kerjasama Operasional yang mengakibatkan pengalihan kepemilikan aset Kerjasama Operasional kepada UPT PPK-BLU harus dituangkan dalam berita acara tentang serah terima barang kepada UPT PPK-BLU.
Bagian Keempat Pelaporan
Pasal 18
Pelaksanaan Kerjasama Operasional dilaporan kepada Dewan Pengawas dan Menteri Kesehatan setiap setahun sekali
Pasal 19
Aset Kerjasama Operasional dilaporkan di dalam neraca Badan Layanan Umum sebagai aset lainnya setiap semester dan tahunan
Pasal 20
Pendapatan yang diperoleh dari hasil Kerjasama Operasional merupakan pendapatan Badan Layanan Umum yang dilaporkan dalam laporan operasional Badan Layanan Umum
BAB V
KEWENANGAN PENETAPAN Pasal 21
Pejabat yang berwenang untuk menandatangani kerjasama operasional sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan ini ditentukan berdasarkan besaran nilai kerjasama:
a. KSO yang melibatkan aset tetap dan atau aset lainnya sampai dengan Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan/atau Sumber Daya Manusia ditetapkan oleh Pemimpin BLU dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan, penilaian aset dilaksanakan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Pimpinan BLU.
b. KSO yang melibatkan aset tetap dan atau aset lainnya di atas Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sesudah mendapat persetujuan Menteri Keuangan, penilaian aset dilaksanakan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Pimpinan BLU.
c. KSO yang meIibatkan aset tetap dan atau aset lainnya di atas Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Penilaian aset dilaksanakan oleh Tim Penilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELESAIAN Pasal 22
(1) Penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan Kerjasama Operasional dilaksanakan dengan cara:
a. Musyawarah; b. Mediasi;
c. Upaya hukum
(2) Hasil penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat 1(satu) dituangkan dalam Keputusan Bersama yang bersifat final dan mengikat.
BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI Pasal 23
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan KSO dilakukan oleh Pimpinan UPT PPK-BLU setiap bulan
Pasal 24
Pemimpin UPT PPK-BLU harus segera mengambil Iangkah-Iangkah penyeIesaian termasuk dan dapat melakukan pembatalan Kerjasama Operasional apabila terdapat pelaksanaan Kerjasama Operasional yang tidak sesuai dengan Surat perjanjian
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25
Seluruh rumah sakit yang telah melaksanakan kerjasama operasional harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah peraturan ini ditetapkan.
BAB IX PENUTUP
Peraturan Menteri Kesehatan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KESEHATAN, ttd NAFSIAH MBOI Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, AMIR SYAMSUDIN