• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial untuk membentuk Reputasi: Analisis Sastra Hikmat Amsal 22:1-2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial untuk membentuk Reputasi: Analisis Sastra Hikmat Amsal 22:1-2"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 2, No. 1 (Desember 2020): 52-71 DOI: 10.46817/huperetes.v2i1.46

Submitted: 04 November 2020 // Revised: 19 November 2020 // Accepted: 13 Desember 2020

Copyright © 2020 HUPĒRETĒS; e-ISSN: 2716-0688, p-ISSN: 2716-4314

Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial untuk membentuk Reputasi:

Analisis Sastra Hikmat Amsal 22:1-2

Farel Yosua Sualang1; Eden Edelyn Easter2

Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Yogyakarta1; Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Bali2

Korepondensi: sualangfarel@gmail.com; edenedelyneastersttii@gmail.com

Abstrak: Artikel ini menjelaskan mengenai integrasi integritas dan lingkungan sosial yang

membentuk reputasi seseorang berdasarkan studi Amsal 22:1-2, yang mana menggunakan metode penelitian analisis sastra hikmat dengan 4 (empat) penafsiran, yaitu: penafsiran literal, konteks, struktur dan kiasan. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan suatu konsep dan penerapan secara berkelanjutan terhadap integrasi integritas dan lingkungan sosial terhadap reputasi seseorang. Sekalipun banyak penafsir (seperti Solomon Olusola Ademiluka, Kathrine J. Dell dan Allen P. Ross, dan lain-lain) hanya menekankan suatu proses searah dari reputasi kepada lingkungan sosial. Namun, reputasi bukan sebuah konsep tunggal, melainkan berangkat dari faktor integritas dan lingkungan sosial dalam penggunaannya Amsal 22:1-2. Proses ini didasarkan kepada penjelasan penulis mengenai faktor integritas (Integritas ke arah Kepribadian, Integritas ke arah Kecerdasan Emosional) dan faktor lingkungan sosial (Lingkungan Sosial ke arah Relasi Sosial dan Lingkungan Sosial ke arah Murah Hati) yang saling berkaitan satu dengan lainnya.

Kata kunci: Kitab Amsal, integrasi, integritas, lingkungan sosial, reputasi

Abstract: This article describes the integration of integrity and the social environment that shapes a

person's reputation based on the study of Proverbs 22:1-2, which uses the research method of wisdom literature analysis with 4 (four) interpretations, namely: literal interpretation, context, structure and figures of speech. This study aims to discover a concept and a sustainable application of integrity and the social environment to one's reputation. Even so, many interpreters (such as Solomon Olusola Ademiluka, Kathrine J. Dell and Allen P. Ross, and others) only emphasized a one-way process from reputation to social environment. However, reputation is not a single concept but departs from the factor of integrity and the social environment in its use of Proverbs 22:1-2. This process is based on the author's explanation of the factors of integrity (Integrity towards Personality, Integrity towards Emotional Intelligence) and social environmental factors (Social Environment towards Social Relations and Social Environment towards Generosity) which are interrelated with one another.

(2)

53

PENDAHULUAN

Tulisan sastra hikmat Orang Ibrani adalah satu genre yang dapat ditafsirkan dengan berbagai pendekatan di dalam susunan kitab-kitab PL. Robert L. Alden mengatakan bahwa kitab-kitab hikmat banyak mencatat bagian-bagian yang memfokuskan pada hal-hal yang

theocentric, dimana manusia mendapatkan

hikmat berdasarkan ajaran-ajaran yang berasal dari Tuhan.1 Namun begitu, Douglas Stuart,

Gordon D. Fee, Dave Bland dan Claudia V. Camp menganggap bahwa kitab-kitab hikmat khususnya kitab Amsal banyak menggunakan kata-kata bijak yang berisi tentang karakter-karakter anthtropocentric.2 Hal ini mengingat

bahwa ajaran-ajaran dalam kitab Amsal banyak memiliki penekanan kepada ucapan-ucapan berupa amsal, didaktik, dan berdasarkan pengalaman.3 Khususnya Bagian Amsal

10:1-22:16 memberikan bagian-bagian anthropocentric, yang mana mengajarkan suatu karakter moral dalam pola kehidupan sehari-hari, berdasarkan dengan pengalaman atau ajaran manusia di

1Kitab Amsal bersifat sangat teologis karena kitab

ini mengajar tentang hikmat, dan dasar hikmat ialah “takut akan Tuhan” sebagaimana tema besarnya (1:7;2:5;9:10;15:33;19:23). Robert L. Alden, Tafsiran

Praktis Kitab Amsal: Ajaran untuk Memiliki Kehidupan Teratur dan Bahagia (Malang: Literatur SAAT, 2011), 10.

2Hikmat adalah kemampuan untuk membuat

pilihan-pilihan yang saleh dalam kehidupan. Jadi, hikmat mempunyai segi pribadi. Hikmat bukanlah sesuatu yang teoritis dan abstrak-melainkan adalah sesuatu yang hanya ada ketika seorang berpikir dan bertindak menurut kebenaran ketika ia membuat sekian banyak pilihan yang dituntut oleh kehidupan. Manusia ingin merumuskan jenis-jenis rencana, yaitu membuat jenis-jenis pilihan, yang akan menolong menghasilkan suatu karakter dalam kehidupannya. Douglas Stuart, Gordon D. Fee,

Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat

(Malang: Gandum Mas, 2011), 207; Dave Bland, Proverbs

and the Formation of Character (Eugene: Wipf and Stock

Publishers, 2015), 179; Claudia V. Camp, “Proverbs and the Problems of the Moral Self,” Journal for the Study of the

Old Testament 40, no. 1 (2015): 25–42, https://doi.org/

10.1177/0309089215605785.

3Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand

Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co, 1983), 4-5, 290-291.

daerah pedesaan maupun juga perkotaan.4 Oleh

sebab itu, penekanan terhadap integritas (berdasarkan pada “takut akan Tuhan”) dan terapannya di dalam lingkungan sosial merupakan nuansa yang khas di dalam kitab Amsal, khususnya di dalam Amsal 22:1-2.

Banyak penafsir menekankan hubungan searah tentang reputasi seseorang pada lingkungan sosial, seperti: Salomon Ademiluka yang menulis bahwa Amsal 22:1 memberikan suatu interpretasi mengenai pentingnya “reputasi” sebagai suatu kesadaran terhadap signifikansi sosial dalam kehidupan sehari-hari.5

Kathrine J Dell juga menekankan bahwa Amsal 22:1-2 mengajarkan tentang reputasi atau nama baik sebagai suatu pengaruh dalam menggerakan dan menjaga tatanan lingkungan sosial.6 Begitu

pula dengan Allen P. Ross, secara singkat memberikan interpetasinya pada Amsal 22:1-2 terhadap pengaruh reputasi dalam situasi sosial.7 Ketiga penafsir menekankan bahwa

reputasi berasal dari integritas seseorang. Bukan hanya hal itu, Salomon Ademiluka, Kathrine J Dell dan Allen P. Ross memberikan sisi searah terhadap reputasi kepada lingkungan atau situasi sosial. Sekalipun adanya tendensi pembauran antara integritas, reputasi dan lingkungan sosial, ketika memperhatikan analisa struktur khususnya pola perkataan (karakter-evaluasi dan

4Katharine J. Dell, “Wisdom and Folly in the City:

Exploring Urban Contexts in the Book of Proverbs,”

Scottish Journal of Theology 69, no. 4 (2016): 389–401,

https://doi.org/10.1017/S0036930616000375; Kichiro Yuasa, “A Classification of the Solomonic Proverbs,” The

Old and New Testament Student 13, no. 3 (2014): 147–53,

http://www.jstor.org/stable/3157285; Johanna Stiebert, “The Inculcation of Social Behaviour in Proverbs,” Old

Testament Essays 2, no. 17 (2004): 282–93.

5Solomon Olusola Ademiluka, “Interpreting

Proverbs 22:1 in Light of Attitude to Money in African Perspective,” Old Testament Essays 31, no. 1 (2018): 181, https://doi.org/10.17159/2312-3621/2018/v31n1a9.

6Kathrine J. Dell, The Book of Proverbs in Social and

Theological Context (Cambridge: Cambridge University

Press, 2006), 144-145.

7Allen P. Ross, “Proverbs” in The Expositors Bible

Commentary: Proverbs-Isaiah Ed. Tremper Longman III &

(3)

54

item-evaluasi) dalam Amsal 22:1-2.8 Jika reputasi

memiliki dampak terhadap lingkungan sosial, maka seharusnya ada proses timbal baik yang saling terintegrasi antara keduanya, karena ini merupakan penekanan utama terhadap pembentukan karakter dari integritas seseorang dalam analisis sastra hikmat kitab Amsal.9 Dalam

pandangan umum, reputasi juga merupakan penilaian seseorang tentang sesuatu. Pendapat ini dibentuk dan berkembang, serta diperbaharui dalam interaksi sosial. Reputasi juga dibangun melalui integritas seseorang, karena interaksi seseorang dan lingkungan sosialnya akan membawa dampak yang besar.10

Oleh sebab itu, bagaimana penerapan integrasi integritas dan lingkungan sosial dalam nama baik seseorang berdasarkan Amsal 22:1-2? Melalui artikel ini penulis menunjukan bahwa reputasi bukan sebuah konsep tunggal, melainkan berangkat dari beberapa faktor yang kompleks dalam penggunaannya pada analisis sastra hikmat Amsal 22:1-2.

METODE

Karya ilmiah ini akan memakai metode dengan pendekatan analisis sastra hikmat dalam kitab Amsal.11 Prosedur-prosedur analisis sastra

8D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old

Testament Codes: A Guide Interpreting the Literary Genres of the Old Testament (Nashville: Broadman & Holman

Publishers, 1995), 236.

9Greg Schmidt Goering, “Poetic Ethics in Proverbs:

Wisdom Literature and the Shaping of the Moral Self by Anne W. Stewart,” The Catholic Biblical Quarterly 80, no. 1 (2018): 127–29, https://doi.org/10.1353/cbq.2018.0014.

10Cameron Anderson and Aiwa Shirako, “Are

Individuals’ Reputations Related to Their History of Behavior?,” Journal of Personality and Social Psychology 94, no. 2 (2008): 320–33, https://doi.org/10.1037/0022-3514. 94.2.320.

11Pengelompokan Genre dalam Alkitab biasanya

terdiri dari Hukum, narasi, puisi, hikmat, Injil-injil, wacana logis, dan nubuatan), yang mana masing-masing genre sastra memiliki prosedur analisisnya tersendiri Richard J. Clifford, The Wisdom Literature (Nashville: Abingdon Press, 1998), 46-48; Douglas Stuart, Gordon D. Fee, Hermeneutik-Menafsirkan Firman Tuhan Dengan Tepat, 214-219; Roland E. Murphy, The Wisdom Literature (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co, 1983), 50-53; Roy B. Zuck, Hermeneutik: Basic Bible Interpretation (Malang: Gandum Mas, 2014), 137-145.

ini menggunakan 4 (empat) penafsiran, yaitu: penafsiran literal, konteks, struktur, penggunaan kata-kata kiasan.12 Pertama, Penafsiran literal.

Penafsiran ini akan mengekspos arti dari kata-kata atau frase-frase penting Amsal 22:1-2, mengingat bahwa sifat dari kitab Amsal yang sulit untuk dimengerti, karena sifat amsal yang begitu egigramatik (pendek, berisi hikmat, tetapi sering berparadoks).13 Kedua, Penafsiran

Konteks. Berbeda dengan sastra-sastra yang lain, sastra Hikmat dalam kitab Amsal memberikan prinsip-prinsip hikmat yang sesuai dengan topiknya masing-masing (Misalnya tentang topik reputasi dalam Amsal 22:1-2 ataupun tentang topik kemalasan, ketekunan, kekayaan, kemiskinan, dan lain-lain). Khususnya Amsal 10-31, bagian ini terletak secara berdampingan dengan topik-topik yang umum, namun seringkali amsal-amsal tersebut bersambung dari satu topik ke topik yang lain tanpa hubungan jelas diantaranya. Oleh sebab itu, para penafsir diharapkan untuk memperhatikan konteks antar topik. 14 Ketiga, Penafsiran Strukur. Seorang

Penafsir harus memperhatikan pola-pola struktur

12Grant Osborne, Spiral Hermeneutika: Pengantar

Komprehensif bagi Penafsiran Alkitab (Surabaya: Momentum,2012), 294-298; Sandy, Ronald L. Giese, Jr,

Cracking Old Testament Codes, 240-249; Sonny Eli Zaluchu,

“Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani,”

Evangelikal: Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat

3, no. 1 (2019): 21, https://doi.org/10.46445/ ejti.v3i1.123; Farel Yosua Sualang, “Prinsip-Prinsip Hermeneutika Genre Hikmat Dalam Kitab Amsal: Suatu Pedoman Eksegesis,” Jurnal PISTIS 1, no. 3. Old Testament, Genre of Wisdom, Hermeneutics (2019): 93– 112, https://doi.org/10.31227/ osf.io/xmk6h.

13Stuart dan Gordon D. Fee, Hermeneutik, 29;

Saparman, Belajar Alkitab (Yogyakarta: STII Press, 2007), 89.

14Perhatikan Amsal 10:1-5, ayat pertama berbicara

mengenai anak-anak bijaksana dan anak-anak bodoh, ayat kedua, berbicara tentang “harta yang diperoleh dengan kefasikan,” ayat ketiga, mengenai kelaparan, sedangkan ayat keempat dan kelima mengenai kemalasan. Dalam hal ini, para penafsir sangat diharapkan untuk membaca konteks dekat untuk melihat jika ada sesuatu yang membahas topik atau subjek yang sama atau sesuai dengan pembahasan tersebut. Tremper Longman III, Making Sense

of the Old Testament (Malang: Literatur SAAT, 2012), 29;

Richard J. Clifford, “Reading Proverbs 10–22,”

Interpretation: A Journal of Bible and Theology 63, no. 3

(2009): 248–53, https://doi.org/10.1177/0020964309063 00303.

(4)

55

dasar yang terletak dalam kitab Amsal, seperti: Pola satu baris (monostich/monocolon), dua baris (distich), tiga baris (tristich), empat baris (tetrastich), Lima baris (Pentad), hingga sampai pada unit yang lebih besar (large unit).15 Selain

itu, seorang penafsir memperhatikan Paralelisme (bentuk kesejajaran) dalam kitab Amsal, Seperti: paralelisme sinonim, antitesis, sintesis, perbandingan dan emblematik.16 Keempat,

Penafsiran kiasan. Kitab Amsal sering kali menggunakan bahasa-bahasa kiasan, seperti: Hiperbola, gaya bahasa perbandingan (simile, metafora, dll), metonimia dan paradoks. 17

Semua prosedur ini akan dipakai oleh penulis untuk menemukan integrasi integritas dan lingkungan sosial dalam Amsal 22:1-2.

PEMBAHASAN

Amsal 22:1-2 berisi tentang pengajaran mengenai kekayaan yang dibandingkan dengan reputasi atau nama baik dan “perkenanan orang lain.” Dengan kata lain, penulis Amsal juga mementingkan reputasi seseorang daripada kekayaan itu sendiri. Reputasi atau nama baik seseorang menjadi pembelajaran yang menarik dalam pembentukan karakter. Oleh sebab itu, kedua ayat ini merupakan salah satu kajian yang penting untuk dibahas, supaya penulis dan pembaca dapat menemukan beberapa faktor-faktor mengenai reputasi seseorang, serta hubungannya dengan lingkungan sosial.

15Roland Meynet, Rethorical Analysis: An Introduction

to Biblical Rhetoric (Sheffield: Sheffield Academic Press,

1998), 225-227.

16Ted Hildebrandt, “Motivation and Antithetic

Parallelism in Proverbs 10-15,” Journal of the Evangelical

Theological Society 35, no. 4 (1992): 433–44; Knut M.

Heim, “Prov 26 : 1-12 : A Crash Course on the Hermeneutics of Proverb Reception and a Case Study in Proverb Performance Response," Die Welt Des Orients 40, No. 1 ( 2010 ): 34-53.

17E. W. Bullinger, Figures of Speech used in the Bible

(Michigan: Baker Book Company, 1968), 536-608, 726-744.

Analisis Sastra Hikmat Amsal 22:1-2

Penafsiran Literal dan Catatan Teks Pada pemaparan ini, penulis mempunyai 2 (dua) catatan teks yang patut untuk dicermati secara saksama. Pertama, kata kerja

rx"åb.nI

(nibµar) yang dapat diartikan sebagai “dipilih atau diputuskan.”18 Penulis lebih mengusulkan kata

Ibrani ini diterjemahkan sebagai kata kerja “dipilih.”19 Tampaknya penulis Amsal memilih

kata “nama” sebagai penekanan bahwa kekayaan akan lebih bermakna jika seseorang mempunyai reputasi yang baik. Hal ini dapat diperhatikan bahwa kehormatan pribadi atau nama baik sangat ditekankan oleh orang Israel pada masa lampau untuk menjaga kekerabatan dengan banyak orang.20 Bahkan lebih dari itu, menurut

Whybray, nama baik akan selalu berhubungan dengan karakter-karakter baik seseorang yang ditunjukkan kepada sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu, penekanan terhadap reputasi yang baik seseorang sangat ditekankan oleh penulis Amsal, walaupun tidak mengesampingkan juga sifat bijak seseorang terhadap harta dengan takut akan Tuhan, ketekunan, kerendahan hati dan lain-lain.21

18Dari kata kerja dasar rx;B' (b¹µar) nifal partisip

maskulin tunggal

.

TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.

19Francis Brown, S. R. Driver, dan Charles A. Briggs

Hebrew and Lexicon with an Appendix Containing the Biblical Aramic (Oxford: Clarendon Press, 1980),104. Terjemahan

kata yang diusulkan di atas lebih baik daripada “lebih berharga “ (TBI). Beberapa penafsir seperti Whybray dan R. B. Y Scott menambahkan kata “baik” kepada kata “nama dipilih” karena dianggap “nama baik” yang identik dengan reputasi baik dan dikenang orang. R.N. Whybray,

The Cambridge Bible Commentary: The Book of Proverbs

(Cambridge: Cambridge University Press, 1972), 124. R. B. Y Scott, Proverbs-Ecclesiastes Introduction: Translation and

Notes (New York: Doubleday & Company, 1965), 217.

20Robert L.Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal-Ajaran

untuk Memiliki kehidupan Teratur dan Bahagia, 212-213.

21R. N Whybray, Wealth And Proverty In The Book of

(5)

56

Teks Ibrani Terjemahan

br"_ rv,[oåme ~veâ rx"åb.nI

.1

`bAj) !xEå bh'ªZ"miW÷ @s,K,îmi

`hw")hy> ~L'äku hfeÞ[o WvG"+p.nI vr"äw" ryviä['

.2

1. Nama dipilih melebihi kekayaan besar, perkenanan orang lebih baik daripada emas dan perak.

2. Orang kaya dan orang miskin bertemu, yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan.

Tabel 1. Teks Ibrani dan Terjemahannya

Kedua, kata benda

!xEå

(µ¢n) dapat diterjemahkan sebagai “perkenanan atau kebaikan hati.”22 Namun, kata benda ini lebih

pantas diterjemahkan sebagai “perkenanan.”23

Melalui gaya puisi yang dipakai dalam amsal ini, “nama baik” pada ayat 1a memiliki kesamaan dengan “perkenanan orang lain” dalam ayat 1b.24

Keduanya merupakan hasil dari hikmat, seperti juga dengan emas, perak, permata dan kekayaan-kekayaan lainya, tetapi semua kekayaan-kekayaan itu kurang penting bila dibandingkan dengan reputasi yang baik dan perkenanan orang lain.

Penafsiran literal Amsal 22:2 juga dipaparkan melalui 1 (satu) catatan teks utama, yaitu melalui pemakaian kata kerja

WvG"+p.nI

(nipgâšû). Kata kerja ini dapat diartikan sebagai “bertemu, berjumpa atau menghadapi.”25

Namun, penulis lebih menerjemahkan kata tersebut sebagai “bertemu.” Dalam ayat 22a, kekayaan memang dibandingkan dengan kemiskinan. Orang kaya dan orang miskin bertemu (2a). Istilah Ibrani yang dipergunakan untuk kata “bertemu” dalam ayat ini memiliki

22Kata

WvG"+p.nI

(nipgâšû) muncul 3 kali dalam

Mazmur 85:11 dan Amsal 22:2;29:13 diartikan sebagai bertemu, berjumpa dan menghadapi. John J. Owens,

Analytical Key to the Old Testament (Grand Rapids: Baker

Books, 2000),579.

23Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix

Containing the Biblical Aramic, 336.

24Memang dalam ayat ini tidak disebutkan “nama

yang baik.” LXX mencatumkan kata-kata Yunani yang bermakna “nama yang baik” bagi kata nama dalam Teks Masoretik. Akan tetapi, dapat dipahami bahwa nama yang dimaksudkan adalah “nama yang baik” bila ayat 1a dibandingkan dengan ayat 1b. “Nama” diletakkan secara sintesis dengan “perkenanan orang,” tentu saja orang yang memiliki nama baik yang mendapatkan perkenanan orang lain. Michael Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With

Introduction And Commentary (New Haven: Yale University,

2009), 694.

25TWOT Lexicon, Bibleworks 9. Copyright © 2011

bibleworks, LLC Version 9.0.

arti bahwa orang kaya dan miskin bertemu dalam kesejajaran. Kata kerja yang sama dan bentuk yang sama (kata kerja bentuk nifal) dipergunakan untuk kesejajaran antara “kebenaran” dan “kebaikan” (Mzm. 85:11).26

Kesejajaran yang dimaksud sebaiknya dipahami berdasarkan teologi penciptaan pada kalimat hikmat berikutnya, “… karena keduanya sama-sama ciptaan Tuhan (ay. 22b).” Orang kaya dan miskin memiliki kesejajaran sebab keduanya adalah ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, Orang kaya harus melihat posisi orang miskin sebagai ciptaan Tuhan, karenanya orang kaya tidak boleh mengeksploitasi (memanfaatkan bagi kepentingan dirinya sendiri) kepada orang miskin.27

Menurut Roland E. Murphy, kata kerja

WvG"+p.nI

(nipgâšû) juga menjelaskan masalah masyarakat yang padanya terdapat jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin, seperti masyarakat Israel kuno. Oleh karena itu, kedua pihak terutama orang kaya harus mengingatkan kesejajaran keduanya di mata Tuhan dan memberikan pertolongan kepada orang miskin.28

Hal tersebut juga ditekankan oleh Bruce K. Waltke, dimana kata kerja

WvG"+p.nI

(nipgâšû) dapat bermakna sebagai sikap saling menghormati, saling membantu di antara orang kaya dan miskin.29 Keduanya harus saling menghormati

26Brown, Hebrew and Lexicon with an Appendix

Containing the Biblical Aramic, 803.

27Whybray menjelaskan bahwa guru hikmat tidak

berpihak kepada orang kaya atau orang miskin, tetapi guru hikmat berbicara bagi orang miskin karena mereka tidak bisa berbicara bagi mereka sendiri. Whybray, Wealth And

Proverty In The Book of Proverbs, 42.

28Roland E. Murphy, Word Biblical

Commentary-Volume 22- Proverbs (Colombia: Thomas Nelson Publishers,

1998), 165.

29Bruce K. Waltke, The Book of Proverbs: Chapter

16-31 (Grand Rapids: William B. Eerdmans Publication,

(6)

57

dan melakukan tanggung jawab masing-masing, orang kaya tidak boleh merendahkan orang miskin dan orang miskin tidak diperkenankan untuk cemburu kepada orang kaya.

Pengajaran tentang pentingnya nama baik dan perkenanan orang dalam ayat ini dilatarbelakangi oleh kehidupan sosial yang mementingkan kekerabatan (seperti kebudayaan orang Israel pada masa kuno, yaitu: murah hati).30 Dalam masyarakat sekarang ini, setiap

orang sangat mementingkan nama baik dan perkenanan orang lain. Memiliki keduanya ditambah kekayaan tentulah baik, tetapi apa gunanya memiliki kekayaan jika terasing dalam masyarakat yang sistem kekrabatannya masih demikian kuat.31 Jika memperhatikan setiap

kalimat dari paragraf di atas, maka ada 2 (dua) pelajaran yang didapatkan melalui analisis terjemahan dalam ayat 2 ini. Pertama, Amsal ini mengajarkan kepada setiap pembaca untuk menyadari bahwa orang kaya dan miskin adalah ciptaan Tuhan. Tuhan tidak membedakan antara orang kaya dan miskin, kesejajaran ini dipandang sama oleh Tuhan sebagai ciptaanNya sendiri. Kedua, penulis Amsal juga mengajarkan setiap pembaca, supaya orang kaya dan orang miskin memiliki hubungan untuk saling membantu, menghormati dan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Penafsiran Konteks

Pada pemaparan analisis konteks ini, penulis memperhatikan bahwa Amsal 22:2 tidak dapat dipisahkan dari 22:1. Walaupun, ayat 1-6 menjelaskan mengenai kekayaan dan didikan bagi orang muda, tetapi masing-masing ayat mempunyai penjelasan tentang subtopik yang berbeda-beda.32 Ayat 1 dan 2, bukan hanya

30Risnawaty Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal

10:1-22:16, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 390.

31Alden, Tafsiran Praktis Kitab Amsal, 213.

32Kata kunci “kekayaan” hanya ditemukan pada ayat

1-2 (berisi tentang “reputasi seseorang” dan “orang kaya dan miskin berasal dari Tuhan”), ayat 1-6 diikat oleh topik yang berkesinambungan tentang kekayaan dan didikan bagi orang muda. Ayat 1 dan 2 berbentuk kalimat hikmat yang berisi pengajaran mengenai kekayaan bagi orang muda. Kemudian dalam ayat 3, 5, 6 diperlihatkan

menjelaskan tentang kesejajaran antara orang kaya dan orang miskin di hadapan Tuhan, tetapi menekankan nama baik dan perkenanan orang. Nama baik jauh lebih penting daripada kepemilikan atau ketidakpunyaan materi, hal ini dilatarbelakangi oleh konteks kehidupan sosial Israel kuno yang sangat mementingkan kekerabatan.33

Sebaliknya, jika memperhatikan pada konteks yang jauh, maka Amsal 22:2 mempunyai keterkaitan antara amsal-amsal lain yang memiliki penjelasan yang sama tentang kesejajaran di hadapan Tuhan antara orang kaya dan miskin, di antaranya seperti: Amsal 29:13; 14:31; 17:5.34 Khususnya Amsal 22:2 sangat

memiliki hubungan topik yang sama dengan Amsal 29:13. Hal ini dapat diperhatikan ketika kedua ayat ini memakai kata kerja

WvG"+p.nI

(nipgâšû) untuk menjelaskan bahwa orang miskin dan orang kaya (penindas) bertemu, oleh karena Tuhan yang menciptakan keduanya (Ams. 29:13b).35 Lebih dari itu, Allah

memberikan keduanya kehidupan secara bersama-sama, bahkan memenuhi rancangan-rancangan pemeliharaanNya melalui orang-orang yang berbeda kemampuan, kedudukan ataupun status sosial yang ada di dunia.36

Paparan terhadap analisis konteks Amsal 22:2 telah menunjukkan bahwa orang miskin dan orang kaya dipandang sejajar oleh Tuhan. Penulis Amsal tidak mengunggulkan orang kaya oleh karena kekayaannya, tetapi mensejajarkan keduanya sebagai ciptaan Tuhan. Dengan kata lain, penulis Amsal menekankan kepada seseorang yang hidup secara vertikal dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Ini secara alami dimasukkan dalam konteks ayat 4 (empat), yang menegaskan bahwa semua hal baik dalam

pentingnya didikan bagi orang muda. Sinulingga, Tafsiran

Alkitab: Amsal 10:1 - 22:16, 387.

33Dell, The Book of Proverbs in Social and Theological

Context, 53.

34Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With

Introduction And Commentary, 694.

35Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22-

Proverbs, 164-165.

(7)

58

hidup berasal dari kerendahan hati dan takut akan Tuhan.37

Penafsiran Struktur

Amsal 22:1 mempunyai karakteristik secara struktur dengan membentuk suatu pola dua baris (distich), yaitu Stich A dan Stich B yang memiliki paralelisme secara synthetic

(perpaduan/sintesis).38 Dengan kata lain, Stich A:

“Nama dipilih melebihi kekayaan besar” merupakan gagasan utama yang diperjelas kembali oleh Stich B: “perkenanan orang lebih baik daripada emas dan perak,” sehingga ayat ini memiliki satu pengertian bahwa kehormatan seseorang adalah lebih bernilai daripada semua harta benda. Selain itu, ayat ini juga membentuk suatu chiasme antar frase yang memiliki suatu model, yaitu: a-b-a’-b’.39 Tabel di

bawah ini akan memperjalas kembali analisis struktur yang dimaksud oleh kalimat-kalimat di atas.

Stich A- Nama dipilih melebihi (frase a) kekayaan besar (frase b) Stich B- Perkenanan orang lebih baik (frase a’) daripada emas dan perak (frase b’)

Tabel 2. Analisis Struktur Amsal 22:1

Dengan memperhatikan paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa frase a-a’ memiliki penekanan pada sifat atau karakter bijak seseorang yang menjaga reputasi baiknya dan perkenanan orang lain dalam suatu kelompok masyarakat.40 Tampaknya pemahaman

ini sangat mementingkan seseorang untuk menjaga nama baiknya agar dapat diterima pada suatu komunitas tertentu. Sebaliknya, frase b-b’

37Duane A. Garrett, The New American

Commentary:An Exegetical and Theological Exposition of Holy Scripture Proverbs, Ecclesiastes, Song of Songs (Nashville:

Broadman & Holman Publishers, 1993), 169.

38Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16,

389.

39Meynet, Rethorical Analysis, 231.

40Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16,

390. Ademiluka, “Interpreting Proverbs 22:1 in Light of Attitude to Money in African Perspective,” Old Testament

Essays 31, no. 1 (2018): 164–183.

merupakan penilaian (evaluasi) terhadap kekayaan yang masih lebih mementingkan nama baik seseorang.41 Kekayaan tidak akan bernilai

jika seseorang tidak menjaga nama baiknya di hadapan komunitas tertentu. Oleh sebab itu, Amsal 22:1 merupakan kalimat hikmat yang memakai pola perkataan karakter-evaluasi.42 Hal

ini dapat diperlihatkan dengan maksud dan tujuan yang ditekankan oleh penulis Amsal mengenai “nama baik dan “perkenanan orang lain” sebagai ajaran karakter dari Amsal 22:1. Tabel di bawah ini akan memberikan maksud yang lebih lanjut.

Stich Frase Karakter Frase Evaluasi A a Nama dipilih

melebihi

b kekayaan besar

B a’ Perkenanan orang lebih baik

b’ daripada emas dan perak

Tabel 3. Tipe Perkataan Karakter-Evaluasi

Sedangkan, Amsal 22:2 memakai pola dua baris (distich) yang terdiri dari Stich A dan Stich B.43 Kedua baris ini membentuk suatu

paralelisme secara synthetic (perpaduan/ sintesis).44 Perpaduan dari amsal ini dapat

diperhatikan ketika Stich A: “Orang kaya dan orang miskin bertemu” merupakan gagasan utama yang diperjelas kembali oleh Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan.” Dengan kata lain, Stich B: “yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan” hanya melanjutkan gagasan dari Stich A: “orang kaya dan orang miskin bertemu” dan menambahkan

41Amy Platinga Pauw, Proverbs and Ecclesiastes: a

theological commentary on the bible (Kentucky: Wesminster

John Knox Press, 2015), 101.102.

42D. Brent Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old

Testament, 236.

43Secara teknis, istilah yang dipakai bagi puisi

memiliki satu baris tunggal adalah stich (diungkapkan “stick”). Dua baris parallel yang membentuk satu unit yang dikenal diantara para sarjana sebagai couplet (bait) atau

distich. Tiga garis parallel membentuk sebuah tristich. Oleh

sebab itu, baris pertama dari sebuah tristich adalah “A” dan dua baris berikut yang mengikutinya berturut-turut adalah “B” dan “C.” Willian W. Klein, Craig Blomberg, dan Robert L. Hubbard, Introduction to Biblical Interpretation 2 (Malang: Literatur SAAT, 2013), 138.

44Sinulingga, Tafsiran Alkitab: Amsal 10:1-22:16,

(8)

59

keterangan dari gagasan utama. Penulis Amsal bukan hanya menjelaskan mengenai kesejajaran antara orang miskin dan kaya, namun memperjelas kembali peran Tuhan yang menciptakan (melindungi dan memelihara) keduanya. Oleh sebab itu, Amsal 22:2 memiliki satu pengertian bahwa Tuhan menciptakan orang kaya dan orang miskin, tanpa memihak salah satu dari antara kedua status sosial ini. Tabel di bawah ini akan memberikan maksud yang lebih lanjut mengenai analisis struktur Amsal 22:2.

Stich A- Orang kaya dan orang miskin bertemu (paralelisme Sintesis)

Stich B- yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan

Tabel 4. Analisis Struktur Amsal 22:2

Perpaduan Stich A dan Stich B memberikan suatu evaluasi terhadap status sosial ekonomi antara orang kaya dan miskin. Hal ini dapat diperhatikan ketika penulis Amsal menilai kesejajaran keduanya sebagai ciptaan Tuhan (dengan memperhatikan bahwa kedua baris dari ayat ini tidak memiliki pertentangan ataupun perbandingan). Tabel di bawah ini akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pola perkataan item-evaluasi.

Stich Item Stich Evaluasi A Orang kaya dan

orang miskin bertemu

B yang menciptakan mereka semua adalah Tuhan

Tabel 5. Tipe Perkataan Item - Evaluasi

Jika memperhatikan paparan dari kalimat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Amsal 22:2 mempunyai karakteristik kepenulisan Amsal, yaitu pola-perkataan. Secara khusus ayat ini memberikan pengertian yang lengkap dengan menggunakan pola perkataan item-evaluasi.45

Sebagai bentuk evaluasi, selain membahas tentang orang kaya dan orang miskin yang mempunyai kesejajaran sebagai ciptaan Tuhan, Masalah masyarakat juga terdapat jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin,

45Sandy, Ronald L. Giese, Jr, Cracking Old Testament

Codes, 236.

seperti masalah Israel kuno. Oleh sebab itu, kedua pihak terlebih orang kaya harus mengingat kesejajarannya dengan orang miskin di hadapan Tuhan dan memberi pertolongan (Amsal 14:31; 17:5a).46

Penafsiran Kata-Kata Kiasan

Amsal 22:1 merupakan kalimat hikmat yang memiliki karakteristik dengan bahasa-bahasa kiasan. Hal ini dapat diperhatikan bahwa Amsal ini mempunyai bahasa kiasan yang berhubungan dengan penambahan atau amplifikasi.47

Khususnya Amsal 22:1 memakai kiasan secara

inclusio, yaitu kiasan yang diawali dan diakhiri

dengan kata, frase ataupun dengan klausa yang sama (serupa).48 Kiasan inclusio dapat

ditunjukkan melalui kata “nama” yang dikembangkan atau diulangi dengan kata “perkenanan.” Pengembangan pikiran ini dijelaskan oleh penulis Amsal untuk menekankan tentang reputasi seseorang dalam kehidupan sosial, sehingga pengajaran ini sangat mementingkan nama baik ataupun kehormatan seseorang di hadapan banyak orang. Sebaliknya, ada pengembangan pikiran melalui Amsal 22:1 antara “kekayaan besar” dan “emas dan perak.” Kedua bagian ini menjelaskan hal yang sama mengenai kekayaan atau harta yang besar. Bahkan menurut penulis, Amsal ini juga memakai bahasa kiasan yang berhubungan dengan penggantian, yaitu metonimi subjek.49

Hal ini dapat diperhatikan bahwa kata “emas dan perak” dalam ayat 1b merupakan kata benda

46Murphy, Word Biblical Commentary-Volume 22-

Proverbs, 165. Fox, Proverbs 10-31: A New Translation With Introduction And Commentary, 694.

47Amplifikasi dapat diartikan sebagai

pengembangan berupa uraian, penjelasan atau penggunaan banyak kata oleh pembaca kemudian masuk ke dalam salinan berikutnya. R. Suyoto Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Batam: Karisma Publishing Group, 2006), 28.

48Douglas Stuart, Eksegese Perjanjian Lama (Malang:

Gandum Mas, 2012), 36.

49Metonimi subjek: subjek atau kata benda yang

disebutkan sebagai penggantian bagi atribut atau sisipannya, yaitu tempat atau yang mengandungnya disebutkan untuk menggantikan apa yang ada di dalamnya. Carl A. Reed, Diktat kuliah: Eksposisi kitab Yesaya; Puisi Kitab Dalam Perjanjian Lama, Sem. II, 2015.

(9)

60

yang disebutkan sebagai penggantian bagi yang berhubungan dengannya. Dengan kata lain, emas dan perak yang dimaksud disini mengandung arti sebagai daya tarik seseorang terhadap kekayaan.50 Oleh sebab itu, pengajaran

terhadap amsal ini sangat mementingkan seseorang untuk menjaga nama baiknya sebagai orang yang dihormati oleh sahabat-sahabatnya atau lingkungannya. Walaupun kekayaan memiliki daya tarik bagi orang-orang di sekelilingnya (Ams. 19:4), namun jika orang tersebut tidak diterima oleh lingkungan sosialnya karena reputasinya yang tidak baik, maka kekayaannya tidak memiliki kegunaan sama sekali.

Reputasi merupakan salah satu hal yang selalu disoroti dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting untuk dipahami dalam dimensi Alkitab. Kitab Amsal, diawali secara singkat mengenai Raja Salomo. Catatan sebagai orang yang paling bijaksana serta reputasinya yang teruji, telah menyita kekaguman dunia. Reputasi selalu mengarah kepada seseorang, yang dinilai dari sudut pandang etika dan moral. Sesuai dengan pemaparan analisa sebelumnya, pembentukan karakter dalam Kitab Amsal ini menawarkan perspektif yang sangat bernilai dan berkaitan dengan upaya-upaya yang mendidik seseorang.

Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial

Osborne menjelaskan hikmat sebagai: tindakan hati-hati, dipertimbangkan, dialami dan kompeten untuk menaklukkan dunia dan untuk menguasai berbagai masalah kehidupan

50Di dunia kuno, harta benda berbicara tentang

kekayaan, pengakumulasian barang-barang bernilai oleh seseorang. Sebagai contoh, Raja Hizkia memamerkan apa yang dimilikinya di dalam rumah perbendaharaannya: emas, perak, rempah, minyak berharga dan harta lainnya (2 Raj. 20:13; Yes. 39:2). Penggunaan harta benda untuk menunjukkan kekayaan jasmaniah adalah hal yang lazim dan ekstensif (mis. Kej. 43:23; 1 Taw. 29:3; Ams. 15:16; Pkh. 2:8). Leland Ryken, James C. Wilhoit, Tremper Longman III, Kamus Gambaran Alkitab (Surabaya: Momentum, 2011), 278, 347. Lih. W. Stuart Owen, P.A. Grist, R. Dowling, Kamus Lambang dan Kiasan Dalam

Alkitab (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2014),

64.

dan hidup itu sendiri.51 Ketika seseorang

memiliki reputasi yang baik, lingkungan sosial dapat mempercayainya. Faktor kepercayaan ini adalah bentuk keseimbangan antara seseorang dengan komunitasnya. Amsal 22:1-5 menjelaskan mengenai nama baik dan kekayaan. Ayat 6-16, mengajarkan anak-anak mengenai kekayaan. Walaupun isi pembahasan terlihat berkesinambungan, namun masing-masing ayat memiliki penjelasan perihal subtopik yang berbeda-beda. Jika melihat pada bagian ayat 1 dan 2, maka di dalam tulisan bahasa Ibrani dikenal sebagai sintetik paralelisme. Di mana pikiran dalam ayat kedua bersambung dengan pikiran ayat pertama.52 Itulah sebabnya

pembahasan dalam artikel ini, penulis hanya menyoroti bagian dari ayat 1 dan 2 saja.

Ajaran kebijaksanaan itu bukan hanya akal sehat, tetapi mempelajari penilaian reflektif tentang realitas yang memberikan pengetahuan, yang dapat diandalkan, ditransmisikan ke generasi berikutnya tentang bagaimana hidup baik, aman, bertanggung jawab dan bahagia.53

Untuk menerapkan hal tersebut, pemaknaan hikmat Alkitab pun harus dipandang sebagai menghidupi kehidupan di dalam dunia Allah dengan peraturan Allah.54 Fungsi utama yang

disoroti dalam Amsal adalah mempersiapkan orang-orang dengan pikiran terbuka untuk hidup bertanggung jawab secara moral. Hikmat merekatkan kepentingan terbesar pada kebutuhan mengadopsi sikap yang benar untuk hidup secara umum berdasarkan pada komitmen religius.55 Setiap orang pun perlu menyadari

bahwa Allah adalah sumber hikmat, sehingga seseorang dapat menjalani realitas hidup secara komprehensif. Agar dapat merefleksikan ajaran hikmat yang praktis, sangatlah penting

51Osborne. Spiral Hermeneutika, 283.

52Harold H. Rowley, The Literature of the Old

Testament, in Peake’s Commentary on the Bible, ed. Harold H.

Rowley dan Matthew Black (Wokingham: Van Nostrand Reinhold, 1982), 89.

53Bruce C. Birch, Walter.B, Terrance E.F, David,

L.P . A Theological Introduction to the Old Testament, edisi ke 2. (Nashville: Abingdon, 2005), 383.

54Osborne, Spiral Hermeneutika, 283.

55R. E. Clements, “Wisdom and Old Testament

Theology,” in Wisdom in Ancient Is-Rael (ed. John Day, dkk; (Cambridge: Cambridge University Press, 1995), 281.

(10)

61

menggunakan sarana-sarana eksegesis untuk menegaskan apa maksud asli dari suatu teks sebelum menerapkannya pada situasi modern.56

Bagi orang yang bijaksana, penting menjalani hidup bertanggung jawab dihadapan Allah dan orang lain. Hal menarik yang ditemukan dalam kitab Amsal adalah: Orang bijak sangat berfokus pada kepentingan proses pendewasaan, karena hal ini melibatkan pola perilaku yang konsisten dalam rentan waktu yang panjang. Pilihan terhadap prinsip-prinsip moral akan menentukan tindakan seseorang dengan menyesuaikan situasi yang ada.57 Menyadari

ragam kompleksitas kehidupan, hikmat adalah bagian yang tidak bisa diabaikan untuk membentuk karakter yang benar, karena hal ini tidak hanya memberi informasi pembelajaran tetapi juga nilai-nilai nyata di dalamnya.

Kebenaran memang tidak dapat disejajarkan dengan norma karena pengertian kebenaran adalah keadaan yang sesuai dengan sesungguhnya,58 sedangkan norma lebih

mengacu kepada aturan atau kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur yang menilai sesuatu.59

Kebenaran tidak dapat dipahami maknanya tanpa menegaskan nilai sebuah norma. Karena untuk menemukan prinsip mengenai reputasi seseorang serta hubungan kekayaan dan kemiskinan, pencapaiannya pun merupakan sebuah proses yang berlangsung terus menerus. Wujud dari kebenaran memerlukan sebuah bentuk tindakan yang nyata. Menurut Nowak dan Sigmund, membangun reputasi yang baik memainkan peran penting dalam evolusi altruisme timbal balik melalui timbal balik tidak langsung.60

Gagasan McKinnon pun berpendapat bahwa orang harus dilatih untuk mengembangkan jenis keterampilan dan menanamkan jenis disiplin

56Osborne, Spiral Hermeneutika, 285.

57Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan

Faktor-Faktor di Dalamnya (Jakarta: Gunung Mulia, 2002),

25.

58Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia, 73.

59Ibid, 554.

60Ryo Oda et al., “An Eye-like Painting Enhances

the Expectation of a Good Reputation,” Evolution and

Human Behavior, 2011, https://doi.org/10.1016/ j.evolhumbehav.2010.11.002.

yang akan memungkinkan mereka untuk mengasah keunggulan, serta memberikan karakteristik dari fungsi sekutu dan orang yang baik secara etis. Belajar menjadi orang baik jauh lebih sulit daripada belajar melakukan apa yang diperintahkan hukum moral.61 Hikmat

menempatkan reputasi yang berhubungan dengan perkenanan orang lain di jangkauan yang bisa dicapai dalam kehidupan. Melalui pernyataan di atas membawa penulis kepada sebuah pertanyaan, bagaimanakah penerapan moral yang sesuai dengan Amsal 22:1-2?

Reputasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Teknik yang digunakan dalam artikel ini adalah proses analisa melalui penjabaran dalam perspektif sastra hikmat dan diskusi dengan rekan sejawat. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk bagan. Diskusi ini dilakukan untuk menemukan faktor kebenaran yang berkaitan dengan tema penulisan. Berikut merupakan pembahasan dari masing-masing faktor dan sub-faktor.

Faktor Integritas (22:1)

Integritas dikemukakan penulis sebagai sub-ordinasi (penggabungan dua unsur, yang saling terikat) dari bagian lain yang ada di dalam jiwa seseorang. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, integritas adalah kejujuran, mutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki kemampuan memancarkan kewibawaan.62 Adapun

kewibawa-an ini berkaitkewibawa-an dengkewibawa-an reputasi. Integritas bagi Pedersen adalah bertindak benar yang berarti, tidak bertindak menurut aturan yang dipaksakan kepada manusia dari luar. Orang baik bertindak dengan tepat, karena dia bertindak sepenuhnya sesuai dengan kodrat jiwanya. Tetapi jiwa hanya ada sebagai penghubung dalam sebuah perjanjian; ia mempertahankan sifatnya dengan

61Christine McKinnon, Character, Virtue Theories,

and the Vices (Ontario, Canada: Broadview Press, 1999),

230.

62Bakir, Sigit Suryanto, Kamus Lengkap Bahasa

(11)

62

memelihara perjanjian.63 Kant pun menjelaskan,

tindakan integritas dilakukan dengan jiwa yang teguh, terpisah dari kepentingan melihat keuntungan apapun di dunia ini, bahkan di bawah godaan terbesar dari kebutuhan.64

Tindakan inilah yang menghasilkan sebuah reputasi yang baik dalam lingkungan sosial. Calhoun pun sependapat bahwa integrasi integritas memiliki daya tarik intuitif. Ini menyatakan bahwa orang-orang berintegritas, memutuskan apa yang dipertahankan dan memiliki alasan sendiri untuk mengambil sikap yang dilakukannya. Mereka bukan orang dangkal yang tulus, juga tidak begitu lemah. Tindakan orang-orang yang berintegritas mengekspresikan identitas jelas yang didefinisikan sebagai agen evaluasi. 65 Menurut Waltke, sebuah nama

melambangkan mutu atau karakter baik seseorang, karena sering berfungsi sebagai metonimi untuk reputasi.66 Hal ini pun semakin

memperkuat interpretasi Salomon Ademiluka, Kathrine J. Dell dan Allen P. Ross bahwa sebuah reputasi berasal dari integritas seseorang.

Adalah hal yang penting untuk memahami bagaimana cara seseorang mengembangkan komitmen untuk mewujudkan suatu nilai. Biasanya seseorang mengembangkan komitmen dalam berbagai hal melalui interaksi di lingkungan sosial, interaksi sesama individu dan pilihan-pilihan pribadi. Untuk melihat kaitan antara integritas dan reputasi, Anderson dan Shirako berpendapat bahwa: reputasi sering mengacu secara khusus mengenai integritas seorang individu atau virtuous, seseorang yang bermakna, jika ia memiliki reputasi baik, berarti dia bisa dipercaya dan etis.67 McFall pun

memberikan konseptual kebenaran bahwa integritas pribadi membutuhkan komitmen

63Johannes Pedersen, Israel: Its Life and

Culture (London: Oxford University Press, 1953–54), 339.

64Immanuel Kant. The Cambridge Edition of the Works

of Immanuel Kant: Practical Philosophy. terj. Mary J. Gregor. (New York: Cambridge University Press. 1999), 65.

65Cheshire Calhoun, “Standing for Something,”

Journal of Philosophy, 1995, 237, https://doi.org/10.2307/

2940917.

66Waltke, The Book of Proverbs, Chapters 16-31, 198. 67Anderson and Shirako, “Are Individuals’

Reputations Related to Their History of Behavior?,” 321.

tanpa syarat yang memberikan identitas pada orang tersebut.68 Jika melihat kondisi saat ini,

penerapan integritas sebenarnya hal yang mudah untuk dilakukan. Dibutuhkan sebuah pola keseharian untuk menciptakan keberanian bagi setiap orang mengambil sebuah keputusan. Integritas harus diambil dalam integrasional rasa atau sebagai "integrasi antara unsur-unsur karakter."69 Dengan kata lain, integritas adalah

sebuah istilah yang secara khusus, menunjukkan tingkat moral kepercayaan dalam interaksi manusia. Ketika kebenaran ditempatkan tepat di dalam diri setiap orang, nilai klarifikasi pembentukan karakter akan terlihat semakin tajam. Pembentukan integritas dalam reputasi dapat digambarkan sebagai bentuk keterbukaan terhadap Allah dan hikmat, yang dapat dilihat hasilnya pada refleksi diri yang diperoleh seseorang dari kehidupan bermasyarakat. Seseorang perlu menerapkan disiplin ini sebagai pusat keputusan moral dan intelektual yang selalu dimulai dari hati. Pemahaman tentang hikmat dari Allah, akan sangat menolong seseorang untuk menjaga integritasnya. Oleh sebab itu, jika seseorang mampu mempersonifikasikan hikmat, maka hal yang perlu disepakati bersama adalah: semuanya bersumber dari takut kepada Tuhan.

Sisi lain dari integritas adalah penggabungan antara nilai kebenaran dan kebiasaan sehari-hari yang seseorang lakukan atau putuskan. Sesuai dengan penafsiran literal dan terjemahan teks dalam Amsal 22:1, “nama baik atau reputasi” sangat menekankan nilai yang mengarah kepada normatif kualitas. Dengan kata lain, hal ini sangat mengacu pada kualitas internal individu dan terefleksi secara jelas pada eksternal perilakunya. Integritas membutuhkan konsistensi dari tindakan yang teridentifikasi dengan nilai-nilai tertentu. Tingkat konvensional integritas adalah kemampuan untuk mengamati kehidupan. Keterampilan dalam faktor ini pun disadari sebagai suatu usaha yang diasah setiap hari di dalam ruang lingkup pengalaman, relasi

68Lynne Mc. Fall, Integrity.” Ethics Vol. 98, No. 1

(1987), 16.

69Robert Audi and Patrick E. Murphy, “The Many

Faces of Integrity,” Business Ethics Quarterly, 2006, 9, https://doi.org/10.5840/beq20061615.

(12)

63

dan komunitas lingkungan sosial. Dalam peningkatan nilai moral, harus disadari oleh setiap orang bahwa memiliki kekayaan adalah baik, tetapi nama baik atau reputasi yang teruji adalah hasil dari sebuah pengembangan integritas yang konsisten, dan ini pun akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik. Hal berlatih menjaga konsistensi kebenaran dan integritas inilah yang coba dijelaskan penulis Amsal dalam bagian ini. Tindakan khas yang dihasilkan integritas cenderung terjadi tanpa adanya pertimbangan, meskipun pertimbangan diperlukan untuk menentukan apa yang akan diputuskan.

Integritas selalu berdasarkan identitas moral seseorang, bukan berdasarkan situasi. Menurut Korch, tindakan manusia memiliki konsekuensi yang dibangun pada literatur kebijaksanaan yang merefleksikan dan mengartikulasikan hubungan erat antara “kontruksi-tindakan baik-berkat” dan “kontruksi-aksi jahat-bencana.”70 Maksudnya

ialah tindakan baik akan menghasilkan berkat, sedangkan aksi yang jahat akan mendatangkan bencana. Pendapat ini pun dipertegas Korch bahwa peristiwa yang terjadi atas kemauan mereka sendiri, memfasilitasi penyelesaian sesuatu, telah digerakkan oleh tindakan manusia sebelumnya.71 Dan ajaran hikmat sangat tertarik

pada membentuk seluruh karakter dari pendengaran untuk seluruh kehidupan termasuk materi, fisik, moral, dan aspek sosial.72

Reputasi dan perkenanan orang lain sangatlah sempit jika dipahami hanya sebagai objek yang dapat diperoleh. Karena pencapaian dalam bagian ini membutuhkan proses dan ketekunan yang sifatnya berkesinambungan. Kaitan menjaga reputasi sesuai dengan nilai-nilai hikmat akan memiliki kontribusi yang sangat berpengaruh untuk kesejahteraan keluarga dan komunitas. Penekanan kepada reputasi

70Klaus Korch, “Is There a Doctrine of Retribution

in the Old Testament?,” in Theodicy in the Old Testament, ed. James L. Crenshaw, terj. T. H. Trapp, Issues in Religion and Theology 4 (Philadelphia: Fortress Press, 1983), 64.

71Ibid, 61.

72Timothy J. Sandoval, The Discourse of Wealth and

Poverty in the Book of Proverbs, Biblical Interpretation Series

77 (Leiden; Boston: Brill, 2006), 47.

seseorang lebih diutamakan daripada nilai kekayaan itu sendiri, karena kekayaan adalah sebuah konsekuensi dari pengejaran hikmat. Konseptualisasi kebenaran di dalam kepribadian dan kecerdasan emosional pun sudah seharusnya dimasukkan di dalam faktor integritas, karena tendensi konsekuensinya selalu mengarah kepada perilaku yang benar dan nyata dalam kehidupan lingkungan sosial. Adalah baik jika pembaca melihat pengamatan kitab Amsal sebagai sumber yang memberikan wawasan ke dalam cara yang unik serta menolong setiap orang mengenai pandangan akan kebijaksanaan yang harus selalu dikembangkan dan dijaga. Ada beberapa sub-kecil yang dapat dijadikan acuan sederhana untuk mengukur integritas yang menghasilkan nama baik atau reputasi seseorang, dalam ruang lingkup komunitas bermasyarakat.

Integritas ke arah Kepribadian

Integrasi integritas dan kepribadian bertujuan untuk mencapai sebuah pola karakter yang dapat menghasilkan nama baik. Kepribadian didefinisikan sebagai sifat yang menunjukkan beberapa keunikan individu kehidupan, serta menjelaskan perbedaan perilaku lintas waktu dan situasi.73 Karakter ini

dibentuk sebagian besar melalui perilaku kebiasaan yang akhirnya menjadi internalisasi ke dalam kebajikan,74 atau bisa dikategorikan

sebagai konsep pengendalian diri seseorang. Salah satu cara kita menghormati seseorang, karena ia telah membuktikan bahwa mereka telah melakukan keunggulan karakter.75

Melihat dalam keseluruhan Kitab Amsal, ada sebuah sikap ambivalen terhadap kekayaan dan kemiskinan. Ini karena dari pandangan Hikmat sendiri, tidak melihat kekayaan sebagai sesuatu

73Brent McFerran, Karl Aquino, and Michelle

Duffy, “How Personality and Moral Identity Relate to Individuals’ Ethical Ideology,” Business Ethics Quarterly, 2010, 38, https://doi.org/10.5840/beq20102014.

74Marvin W. Berkowitz and Melinda C. Bier,

“Research Based Character Education,” Annals of the

American Academy of Political and Social Science, 2004,

https://doi.org/10.1177/0002716203260082.

75Douglas Walton, Character Evidence, An Abductive

Theory, Profiles of Drug Substances, Excipients, and Related Methodology, 2011, 2.

(13)

64

yang baik atau buruk. Sebaliknya, itu tergantung pada kepribadian orang yang menggunakan kekayaan tersebut. Identitas kepribadian dapat dicermati sebagai representasi mental dari seseorang yang dilakukan secara internal dan diproyeksikan kepada orang lain. Orang bijak memberikan prioritas pada kebijaksanaan di atas kekayaan dan kehormatan.76 Reputasi baik dan

perkenanan orang lain adalah dasar penting untuk kehidupan di masyarakat daripada nilai kekayaannya. Namun, jika melihat prinsip Timur Dekat Kuno dan Mediterania, maka seseorang mendapatkan kehormatan dan disebut orang kaya karena memiliki kekuatan politik atau kekayaan ekonomi.77 Kekuatan kekayaan

memang secara tidak langsung memberdayakan orang untuk memperoleh kekuatan sosial, tetapi kepribadian orang yang teruji integritasnya akan mencoba untuk selalu memperoleh keuntungan diri mereka, bukan dengan harta, melainkan dengan relasi dan kebajikan sosial dalam lingkup kekerabatan yang erat.

Seseorang yang memperoleh reputasi yang berpengaruh pada perkenanan orang lain dikarenakan orang tersebut telah menunjukkan kualitas yang mengagumkan dari kepribadiannya dan hal ini mungkin akan terus dilakukannya. Amsal 22:1-2 memperlakukan kebenaran dalam menjaga nama baik lebih sebagai nilai kepribadian daripada sebagai norma sosial saja. Pernyataan ini bukan menyangkal kesamaan dari dua hal ini, hanya saja kitab ini mencoba melihat dan mengamati bagian di setiap sisinya, dimana hikmat adalah dasar pengembangan kepribadian yang berintegritas.

Integritas ke arah Kecerdasan Emosional

Dalam kehidupan sosial, kecerdasan emosional memainkan peran yang sangat penting dalam menjaga reputasi seseorang, melingkupi penguasaan diri, relasi dengan

76Domeris W.R, Old Testament Essays (SOUTH

AFRICA: Old Testament Society of South Africa (OTSSA), 1995), 95.

77Julian A. Pitt-Rivers, “Honour and Social Status,”

in Honour and Shame: The Values of Mediterranean Society, editor John G. Peristiany, Nature of Human Society Series (Chicago: University of Chicago Press, 1966), 38.

keluarga dan kesantunan kepada masyarakat.78

Hal yang sama pun dikemukakan oleh Mayer dan Salovey bahwa kemampuan untuk merasakan emosi secara akurat menggunakan emosi untuk meningkatkan cara berpikir, memahami label emosi, dan mengatur emosi dalam diri sendiri dan orang lain.79 Dalam

pengamatan Sandoval, hal ini menekankan ikatan erat berdasarkan ikatan keluarga dan hubungan masyarakat, karena kerabat atau teman-teman meniru cara kebijaksanaan seseorang yang sangat membantu dan saling mendukung dalam kesulitan.80 Kecerdasan

emosional inilah yang akan menolong hubungan komunal yang stabil pada kalangan sosial persahabatan atau hubungan kekerabatan. Kitab Amsal adalah kumpulan ajaran yang penuh dengan saran mengenai interaksi sosial, sebagai sebuah contoh: mengenai bagaimana bersikap mengendalikan diri (Ams. 12:16; 16:32; 29:11), menjaga perdamaian (Ams. 12:20; 15:18; 17:9; 21:14) dan mencari nasihat (Ams. 12:15; 13:10; 19:20; 20:18). Ayat-ayat tersebut merupakan ajaran-ajaran yang sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional seseorang. Orang yang matang dalam kecerdasan emosional, pada dasarnya akan selalu mendorong diri mereka sendiri untuk melatih kebajikan-kebajikan dalam lingkungan sosial yaitu mendirikan hubungan persahabatan dan kekerabatan. Hal inilah yang menjadi sebuah langkah lanjutan dari menjaga sebuah reputasi atau nama baik. Kitab Amsal pun menjelaskan bahwa pembaca hendaknya menjaga nama baiknya atau reputasi yang berhubungan dengan perkenanan orang lain, bukan berdasarkan kekayaan tapi hubungan komunal yang dilandaskan pada kebajikan sosial. Dalam menjalin kekerabatan dengan orang lain, membuat keputusan moral dijelaskan oleh interaksi keinginan, pengetahuan, dan tunduk

78Clifford, “Reading Proverbs 10–22.”

79Zorana Ivcevic, Marc A. Brackett, and John D.

Mayer, “Emotional Intelligence and Emotional Creativity,”

Journal of Personality, 2007, 200, https://doi.org/10.1111/

j.1467-6494.2007.00437.x.

80Sandoval, The Discourse of Wealth and Poverty in the

(14)

65

pada otoritas eksternal.81 Jika melihat kecerdasan

emosional yang berkaitan dengan reputasi, Stewart berpendapat bahwa retorika kehormatan merupakan sebuah motivasi simbol yang seharusnya cara ini diprioritaskan dalam kebajikan sosial dan setiap orang bijak harus menerjemahkannya ke dalam status sosialnya.82

Reputasi dapat diperoleh melalui penggunaan yang tepat dari kekayaan dan kekuasaan, dengan kecerdasan emosional yang ditunjukan dalam kebijaksanaan dan moralitas yang tepat.

Salah satu cara untuk melihat pedagogis dalam Amsal adalah bagaimana cara seseorang melihat upaya kecerdasan emosional akan menciptakan sebuah sikap dan rasa yang semakin tajam terinternalisasi dengan baik, dimana sangat membangun kapasitas diri yang jauh lebih baik melalui keputusannya dalam lingkungan sosial. Amsal 22:1 memberikan sebuah prediksi kemampuan bahwa dalam menjaga reputasi, keberhasilan dan membuat pilihan moral harus didasarkan pada kematangan kecerdasan emosional. Hal ini merupakan bagian dari pengejaran hikmat secara berkelanjutan dan berkembang.

Faktor Lingkungan Sosial (22:2)

Jenis instruksi dari satu bagian Amsal dengan bagian lainnya memiliki keragaman yang dipandang sangat berbeda. Dengan demikian, konteks sosial dalam setiap bagian Amsal harus dipandang juga dengan cara yang berbeda. Sesuai dengan penjabaran pada analisa struktur Amsal 22:2, terlihat bahwa penulis Amsal tidak hanya menjelaskan mengenai kesejajaran antara orang miskin dan kaya, namun memperjelas kembali peran Tuhan yang menciptakan (melindungi dan memelihara) keduanya. McKane berpendapat bahwa kaya dan miskin dipertemukan berdampingan di setiap

81Carol A. Newsom, “Models of the Moral Self:

Hebrew Bible and Second Temple Judaism,” Journal of

Biblical Literature, 2012, 12–13, https://doi.org/10.2307/

23488209.

82Anne W. Stewart, Poetic Ethics in Proverbs: Wisdom

Literature and the Shaping of the Moral Self. (New York:

Cambridge University Press, 2016). 110–111.

komunitas.83 Pertemuan itu pun harus

dimengerti sebagai kehidupan umum yang diberikan kepada mereka dari Tuhan.84 Whybray

menginterpretasikan bahwa orang bijak tidak berniat untuk membenci kekayaan, tetapi menyarankan bahwa status sosial yang disimbolkan dengan nama atau reputasi, lebih penting untuk suksesnya kehidupan daripada sebuah status ekonomi yang diwujudkan melalui pencapaian kekayaan.85 Banyak ditemukan

kecenderungan setiap orang untuk memisahkan bagian lingkungan sosial dan integritas seseorang. Padahal, jika pembaca dapat memahami secara dewasa, maka tendensi fungsi dari hikmat sebenarnya adalah sebuah konsep pengajaran yang terikat satu sama lain dan dianggap sebagai pusat ajaran pendidikan dan pembentukan moral. Pola pembentukan moral mencakup segala aspek, karena ini memiliki dampak pada kemajemukan lingkungan mereka bersosialisasi. Kemajemukan tersebut tidak mungkin terjadi tanpa kesepakatan atas nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran, kesopanan, proses demokrasi, dan penghormatan pada kebenaran.86 Pertemuan antara kaya dan miskin

dianggap sebagai suatu yang tidak dapat dihindari keterlibatannya antara pihak yang tidak sama dalam ekonomi dan sosial.

Jika memperhatikan ayat satu dan dua dalam Amsal 22 ini, tampaknya merupakan refleksi dewasa tentang sifat kebijaksanaan seseorang yang membangun reputasinya serta berdampak bagi lingkungan sosial. Bagian ini pun, memiliki warna karakter yang sangat berbeda dengan sekian banyak perbandingan kaya dan miskin dalam bagian-bagian pengajaran yang terdapat dalam keseluruhan teks Amsal. Retorika kekayaan atau kaya dan miskin telah menjadi salah satu pembahasan yang menarik dalam sastra Alkitab, terutama dalam Amsal. Hal ini dikarenakan topik-topik kekayaan dan

83William McKane, Proverbs: A New Approach. The

Old Testament Library. (Philadelphia: Westminster Press, 1970), 569.

84Murphy, Proverbs, 165 85Whybray, Proverbs, 317-18

86Thomas Lickona, Educating for character – How our

schools can teach respect and responsibility (New York: Bantam

(15)

66

kemiskinan disebutkan lebih sering dalam kitab ini daripada dalam bagian lain dari Kitab Perjanjian Lama.87

Penekanan ajaran-ajaran moral pada keluarga dan hubungan pribadi dalam komunitas kecil akan membentuk suatu pengaturan perilaku di lingkungan sosial. Ada beberapa sub-kecil yang dapat dijadikan acuan sederhana untuk mengukur faktor lingkungan sosial yang berpengaruh pada bagaimana setiap orang memahami. Tuhan menciptakan orang kaya dan orang miskin tanpa memihak salah satu dari antara kedua status sosial ini. Amsal dengan jelas menanamkan tingkah laku yang mempromosikan lingkungan sosial yang tenang. Ini dicapai dengan mempertahankan ikatan rekan (relasi) dan hirarki sosial di mana setiap anggota mengetahui tempatnya.88 Ada dua

sub-kecil yang dapat dijadikan acuan sederhana, untuk mengukur pola lingkungan sosial yang menghasilkan nama baik atau reputasi seseorang.

Lingkungan Sosial ke arah Relasi Sosial

Relasi sangat menentukan kesan dari sebuah kekerabatan. Menurut penulis, motivasi dari sebuah relasi pun mengacu pada alasan yang mendasari atau insentif yang menyertai secara implisit atau eksplisit. Kekuatan relasi ditarik dari pengalaman dalam mempelajari keragaman individual. Secara tidak langsung, relasi pun akan menjadi pusat dalam meringkas pengalaman setiap orang dalam hal intelektual, status, sikap dalam lingkungan sosial, perasaan dan moralitas. Hal ini merupakan sumber yang sangat memainkan peran kunci dalam jangkauan sosial dari orang-orang yang menyimpulkan ciri-ciri kepribadian dan sosial yang kompleks dalam berbagai karakteristik. Komunikasi dalam relasi merupakan salah satu kunci keberhasilan berkomunitas. Komunikasi adalah sesuatu yang dinamis, berkelanjutan dan suatu proses yang

87Harold C. Washington, Wealth and Poverty in the

Instruction of Amenemope and the Hebrew Proverbs, SBL

Dissertation Series 142 (Atlanta: Scholars Press, 1994), 33.

88Stiebert, “The Inculcation of Social Behaviour in

Proverbs,” 291.

bertanggapan.89 Esensi relasi sosial yang tepat

diterapkan dalam seni komunikasi akan membuat setiap orang saling menghormati dan bertindak berdasarkan prinsip yang diinternalisasi.

Dalam Amsal, setiap ajaran-ajaran moral banyak digunakan sebagai sebuah intruksional yang menolong setiap orang untuk memiliki relasi yang sangat baik. Adapun caranya dengan mempengaruhi setiap tindakan relasi berdasarkan kebenaran. Relasi persahabatan atau kekerabatan adalah tema yang sering muncul dalam literatur Perjanjian Lama, karena seorang teman atau relasi dalam interaksi sosial memiliki makna yang sangat berharga. Dalam Amsal 22:2, penulis mengemukakan bahwa seharusnya tendensi pemikiran setiap pembaca diarahkan kepada status sosial seseorang dan bukanlah standar prinsip atau acuan motif perilaku untuk menentukan bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain dalam sebuah lingkungan sosial. Tetapi, membangun kekerabatan itulah yang akan sangat berpotensi memberikan informasi tentang tindakan apa yang perlu seseorang amati, lakukan, hindari bahkan percayai. Karena kekuatan relasi yang diciptakan seseorang sangat mudah dinilai dari penampilan yang handal dalam lingkungan interaksi sosial masyakarat.

Lingkungan Sosial ke arah Murah Hati

Kewajiban untuk menjaga orang miskin dan tak berdaya tidak hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab lingkungan masyarakat. Dalam prinsip yang berkaitan dengan kehormatan, hal ini harus disertai dengan kemurahan hati dan kebajikan.90 Analisa

Amsal 22:2 memiliki tendensi bukan untuk memperbaiki ketimpangan sosial, tetapi untuk melembutkan sistem yang ada dari kekuasaan dan hak istimewa, dengan menyadari bahwa orang kaya dan miskin memiliki kesejajaran sebab keduanya adalah ciptaan Tuhan. Menurut Wright, ada dua sikap terhadap kekayaan:

89Harianto GP, Komunikasi dalam Pemberitaan Injil,

(Jakarta: ANDI Offset, 2012), 3.

90Mark R. Sneed, The Social World of the Sages: An

Introduction to Israelite and Jewish Wisdom Literature

(16)

67

seseorang harus mengumpulkan kekayaan berdasarkan standar moral, tetapi juga menggunakan kekayaan dengan benar melalui sedekah.91 Hal ini dimaksudkan agar setiap

orang kaya tidak mencari keuntungan ekonomi yang dapat mengakibatkan status sosial terkesan lebih tinggi, tetapi memahami bahwa nama baik dan perkenanan orang lain jauh lebih penting daripada harta. Dapat dikatakan, orang kaya dan miskin adalah dua kutub yang sangat berlawanan dalam status ekonomi, tetapi mereka berdiri dalam satu kesatuan tubuh sosial. Bagi Clifford sangat dibutuhkan sebuah paradoks dari pernyataan berani yang menyatukan kata-kata kontradiktif namun pada pemeriksaan yang lebih dekat terbukti memiliki makna dan kebenaran.92

Berikut ini adalah diagram yang menjelaskan tentang integrasi integritas dan lingkungan sosial berdasarkan Amsal 22:1-2. Proses pembuatan diagram ini didasarkan kepada penjelasan penulis di atas mengenai faktor integritas (Integritas ke arah Kepribadian, Integritas ke arah Kecerdasan Emosional) dan faktor lingkungan sosial (Lingkungan Sosial ke arah Relasi Sosial dan Lingkungan Sosial ke arah Murah Hati).

91Benjamin G. Wright, “Praise Israel for Wisdom

and Instruction: Essays on Ben Sira and Wisdom, the Letter of Aristeas and the Septuagint,” Supplements to the

Journal for the Study of Judaism, 2008, 564–65.

92Richard J. Clifford, “Your Attention Please!

Heeding the Proverbs,” Journal for the Study of the Old

Testament, 2004, 159, https://doi.org/10.1177/0309089

20402900203.

Diagram 1. Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial

Dari hasil diagram dan penjabaran masing-masing faktor dan sub-faktor, dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Amsal 22:1-2 adalah topik pembahasan dalam artikel ini. Tahap selanjutnya adalah proses intepretasi yang memakai 4 analisis utama, yaitu: analisis literal, struktur, konteks dan kiasan. Setelah proses ini diselesaikan, penulis menemukan 2 faktor sebagai penerapan reputasi seseorang, yaitu: Integritas dan Lingkungan Sosial. Integritas, berkaitan dengan kepribadian dan kecerdasan emosional. Lingkungan Sosial pun berkaitan dengan relasi sosial dan murah hati. (2) Analisa sederhana pada diagram menghasilkan sebuah prinsip keberartian reputasi yang sangat terikat dari dua faktor penerapan ini. (3) Berdasarkan diagram di atas, maka faktor-faktor tersebut dapat dianalisa. (a) Jika faktor Integritas berubah, maka respon Lingkungan sosial akan berubah. Karena tanda garis putus-putus pada kedua faktor ini menandakan hubungan antara satu bagian dengan bagian lainnya. Tanda positif dari kedua faktor ini pun akan menjadi garis lurus searah. Apabila integritas baik, maka lingkungan sosial juga meningkat dengan linear yang sejajar. (b) Nilai konstan masing-masing sub faktor memiliki bobot yang sama, karena faktor dan

Gambar

Tabel 1. Teks Ibrani dan Terjemahannya
Tabel 2. Analisis Struktur Amsal 22:1
Tabel  di  bawah  ini  akan  memberikan  maksud  yang  lebih  lanjut  mengenai  analisis  struktur  Amsal 22:2
Diagram 1. Integrasi Integritas dan Lingkungan Sosial

Referensi

Dokumen terkait

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan

Hasil menunjukan persepsi masyarakat pada elemen fisik kota yang sudah sesuai adalah : penggunaan lahan, bentuk dan massa bangunan, jalur pejalan kaki, papan penanda serta

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Meskipun demikian, sesuai dengan hakikat manusia itu sendiri, sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, maka pendidikan karakter untuk meningkatkan mutu siswa

gonorrhoeae sebesar 17 dari 18 isolat (94,4%) dan yang resisten sebesar 1 dari 18 isolat (5,6%) dengan subjek penelitian adalah pasien yang datang berobat ke URJ Kulit dan

Berikut ini beberapa pengertian hasil belajar menurut beberapa ahli, sebagai berikut:.. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Terakhir, untuk semua pihak yang belum penulis sebutkan, dan telah membantu penulisan laporan ini secara langsung maupun tidak langsung, baik memalui doa ataupun

Parameter yang divariasikan pada model yang digunakan adalah jarak antara silinder yang menggunakan helical strakes dengan splitter plate (G) dan lebar