• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Kalau dulu itu belum ada tempat yang dinamakan coffee shop, karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Kalau dulu itu belum ada tempat yang dinamakan coffee shop, karena"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Charles J. Metelka yang dikutip oleh Sugiarto dan Sulartiningrum (1996) :

Coffee shop adalah suatu usaha di bidang makanan yang dikelola secara

komersial yang menawarkan kepada para tamu makanan atau makanan kecil dengan pelayanan dalam suasana tidak formal tanpa diikuti suatu aturan service yang baku (sebagaimana executive dining room). (p.93). Kalau dulu itu belum ada tempat yang dinamakan coffee shop, karena dulunya kalau orang mau menikmati kopi itu di warung kopi atau biasa disebut dengan warkop. Warung-warung kopi ini sering terlihat di pinggir-pinggir jalan raya. Budaya minum kopi awalnya itu minuman kopinya berwarna hitam pekat, rasanya pahit dan panas. Selain itu, karena tempatnya berupa sebuah warung yang suasana tempatnya juga panas dan penuh dengan orang-orang maka orang yang minum kopi merasakan panasnya. Penikmat kopi dulunya itu orang-orang tua yang bisa membuat mereka merasakan dan menikmati panasnya setelah minum kopi.

Untuk saat ini di zaman modernisasi tidak asing lagi soal gaya hidup. Gaya hidup disini gaya hidup saat menikmati minuman kopi tetapi pada budaya minum kopi, sudah muncul istilah baru untuk menyebut warung kopi dengan sebutan coffee shop. Gaya hidup yang lebih modern, dalam arti sudah mengikuti perkembangan zaman yang tidak mau ketinggalan. Perubahan gaya hidup ini paling mencolok jika dilihat yang terjadi pada masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Gaya hidup yang berubah itu tentang budaya minum kopi yang dahulu

(2)

dan sekarang. Di kota-kota besar, bisa dikatakan cepat sekali mengikuti gaya hidup yang modern sehingga menikmati minuman kopi itu dijadikan suatu gaya hidup bagi masyarakat modern.

Perubahannya juga bisa dilihat dari tindakan masyarakatnya, misalkan kalau dulu pada jam istirahat biasanya hanya menggunakan waktu untuk hanya sekedar makan atau minum di tempat yang biasa saja. Tetapi, lama-kelamaan bisa memanfaatkannya dengan makan atau minum di tempat-tempat yang lebih menarik, salah satunya yang dinamakan coffee shop. Orang-orang sekarang ini lebih tertarik dengan mengunjungi coffee shop karena sekarang ini keberadaan

coffee shop sangat mudah ditemukan.

Pastinya sering sekali dijumpai coffee shop karena keberadaan coffee shop kini kian menjamur. Coffee shop ini memang paling banyak ditemui hampir di setiap mall dan juga membuka lahan sendiri di tempat-tempat yang dekat dengan area kampus dan perkantoran. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyaknya penikmat kopi di kalangan masyarakat modern.

Dulunya memang minuman kopi itu identik dengan orang-orang tua, tetapi kini minuman kopi sudah bisa diolah dengan sedemikian rupa sehingga penikmatnya mulai dari remaja maupun orang dewasa. Tidak hanya itu saja, sekarang ini coffee shop bisa dijadikan tempat untuk berkumpul atau sekedar mengobrol dengan teman, rekan, bahkan keluarga. Sering dijumpai di coffee shop, para pengunjungnya betah untuk berlama-lama karena menikmati fasilitas yang disediakan, seperti fasilitas wi-fi.

Untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup masyarakat saat ini terutama di bidang coffee shop ini, para pengusaha harus berlomba-lomba dalam menyajikan

(3)

dan menawarkan fasilitas yang mampu menarik pengunjung penikmat minuman kopi. Muncullah gerai-gerai coffee shop di mana-mana, mulai dari membuka usaha sendiri sampai franchise. Walaupun saat ini banyak bermunculan coffee

shop yang disenangi oleh anak kuliahan yang dijadikan tempat untuk nongkrong

dengan harga yang miring, tetapi coffee shop yang sudah ada sejak dulu dan menawarkan harga yang tidak murah ternyata juga diminati. Salah satunya, seperti starbucks coffee walaupun menjual berbagai minuman dan makanan ringan beragam dengan harga yang tidak murah tetap saja diminati oleh anak kuliah.

Apabila mendengar salah satu coffee shop yang sudah mendunia, starbucks

coffee pasti yang ada di benak masyarakat adalah coffee shop yang ditawarkan

bagi orang-orang berduit karena tidak semua kalangan bisa menikmati sajian yang ditawarkan di starbucks coffee. Starbucks adalah bentuk dari Starbucks

Corporation (NASDAQ: SBUX) yang merupakan jaringan kedai kopi dari

Amerika Serikat yang bermarkas di Seattle, Washington. Starbucks adalah perusahaan kedai kopi terbesar di dunia, dengan 15.012 kedai di 44 negara. Starbucks menjual kopi, minuman panas berbasis espresso, minuman dingin dan panas lainnya, makanan ringan, serta cangkir dan biji kopi1.

Starbucks coffee merupakan salah satu spesialis kopi yang sangat terkenal di dunia dengan lebih dari 15.000 lokasi ritel di Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, Timur Tengah dan Pasifik. Perjalanan starbucks coffee bisa sampai muncul di Indonesia karena PETA di Indonesia pemimpin dalam merek ritel waralaba, memenangkan kesepakatan Guru Lisensi untuk beroperasi di Starbucks Indonesia. PETA menunjuk ahli perhotelan berpengalaman Anthony Cottan untuk memulai

1 http://asalasah.blogspot.com/2012/05/fakta-fakta-menarik-dari-starbucks_27.html diakses pada

(4)

dan mengelola merk. Anthony dengan 8 tim dari Jakarta pergi untuk belajar selama tiga bulan di Seattle sebelum membuka toko pertama pada Mei 20022.

Setelah dijelaskan sedikit asal mula terbentuknya starbucks dan perjalanan starbucks sampai di Indonesia, maka mengambil salah satu coffee shop yang menarik untuk dijadikan bahan penelitian. Dan starbucks coffee yang dipilih untuk melakukan penelitian ini. Alasan memilih starbucks sebagai coffee shop yang diteliti karena starbucks ini salah satu coffee shop yang memiliki harga untuk minuman dan snack-nya cukup tinggi, tetapi sekelompok mahasiswa sendiri suka mengunjungi starbucks coffee. Padahal, kantong bagi sekelompok mahasiswa dan orang yang sudah bekerja itu cukup berbeda. Harga di starbucks coffee itu bisa dikatakan cukup susah untuk dijangkau bagi sekelompok mahasiswa, tetapi untuk memenuhi gaya hidup sekarang ini harga barang sudah tidak dihiraukan lagi. Melainkan, apakah merasa lebih mementingkan bisa terlihat lebih mencolok dibandingkan dengan yang lain.

Merujuk dari penelitian sebelumnya dengan judul “ Kehampaan Perilaku Konsumen (Studi Pada Konsumen Breadtalk Delta Plaza Surabaya )” yang diteliti oleh Widya Astriani Kusuma Putri mahasiswa jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya. Dalam penelitian tersebut dengan hasil analisisnya menyatakan bahwa konsumen breadtalk mengalami kehampaan makna dalam mengkonsumsi breadtalk karena tidak mengerti betul alasan mengkonsumsinya. Hanya dapat mengatakan enak sedangkan enak yang seperti apa mereka tidak dapat menjelaskan. Lapisan ekonomi memperjelas kehampaan makna tersebut. Karena di era globalisasi perusahaan makanan asing

2 http://letsdoit-girls.blogspot.com/2009/11/tugas-dasar-pengantar-bisnis.html diakses pada tanggal

(5)

tidak hanya menjual food saja (produk makanannya) melainkan food and style (produk makanan dan gaya yang mencerminkan makanan tersebut). Dalam penelitian tersebut menggunakan teori dari George Ritzer tentang globalization of

nothing.

Dari penjelesan tentang hasil analisis dari penelitian yang menjadi rujukan dalam meneliti gaya hidup santai sekelompok mahasiswa Universitas Negeri penikmat coffee shop, alasan mengambil rujukan dari penelitian dengan judul “Kehampaan Perilaku Konsumen Breadtalk (Studi Pada Konsumen Breadtalk Delta Plaza Surabaya)” karena bisa digunakan sebagai rujukan penelitian tentang “Gaya Hidup Santai Sekelompok Mahasiswa Universitas Negeri Penikmat Coffee

Shop di Starbucks Coffee”.

Selain itu juga ada penelitian dari mahasiswi Petra dengan judul

“Pengaruh gaya hidup terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam memilih Cafe Lontar pada kelompok anak muda di Surabaya”. Dalam penelitian tersebut

dijelaskan tentang anak muda dalam melakukan pemilihan cafe karena saat ini

coffee shop sedang menjamur di mana-mana dan suka menghabiskan

waktu di cafe dan membelanjakan uangnya untuk membeli produk cafe tersebut. Penelitian ini tidak seberapa memfokuskan pada teori tentang gaya hidup yang terjadi pada anak muda penikmat cafe tetapi hanya menjelaskan gambaran umum tentang fenomena yang terjadi pada anak muda dalam menikmati gaya hidup dengan memilih cafe untuk menghabiskan uang.

Cara-cara orang menikmati minuman kopi itu bermacam-macam bisa dengan cara membuat sendiri di rumah dengan membeli dalam bentuk sachet dengan harga yang relatif murah dan mudah dijangkau. Dengan bisa membuat

(6)

sendiri minuman kopi di rumah tanpa harus mengunjungi coffee shop yang lebih mahal harganya dan membuang-buang waktu harus memutuskan untuk pergi mengunjungi coffee shop. Tetapi yang terjadi pada sekelompok mahasiswa ini sebaliknya, lebih memilih tidak masalah apabila harus pergi mengunjungi coffee

shop yang menghabiskan waktu dan uang. Dengan begitu, berarti para

sekelompok mahasiswa penikmat coffee shop ini bukan lagi melihat apa yang sedang dikonsumsi melainkan bagaimana cara mereka untuk mengkonsumsi di

coffee shop.

Menjadikan sekelompok mahasiswa sebagai masalah untuk diteliti karena sekelompok mahasiswa sendiri merupakan bagian juga dari penikmat coffee shop. Sekelompok mahasiswa paling banyak penikmat coffee shop karena sering terlihat berkumpul dengan teman-temannya, bisa untuk sekedar mengobrol atau mengerjakan tugas bersama-sama, dan menghabiskan waktu. Sekelompok mahasiswa juga lebih banyak memiliki waktu luang dibandingkan anak sekolah karena waktu yang dimiliki mahasiswa cukup senggang saat menunggu jam kuliah tiba.

Dalam pemilihan coffee shop-pun, dipiilih starbucks sebagai coffee shop yang diteliti. Ini disebabkan karena starbucks merupakan salah satu coffee shop yang sudah terkenal dan mendunia dengan harga yang terbilang tidak murah. Yang diteliti adalah sekelompok mahasiswa sendiri yang belum bekerja dan mempunyai uang sendiri rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya untuk menikmati sajian kopi yang ditawarkan. Memang bagi sekelompok mahasiswa mengunjungi starbucks bisa dikatakan merupakan golongan yang berkelas tinggi

(7)

dan ini juga sbisa merupakan salah satu tuntutan atau bagian dari kehidupan sehari-hari untuk menikmati gaya hidup santai.

Sekelompok mahasiswa yang menjadi penikmat coffee shop ini digolongkan dalam The leisure class oleh Thoerstein Veblen. Leisure class sendiri bermaksud untuk menguraikan fungsi-fungsi laten konsumsi dan pemborosan secara berlebih-lebihan menjadi simbol status tinggi dan percobaan untuk memperbesar gengsi individual melalui perlombaan (K.J. Veeger, 1985: 105). Penelitian ini untuk mengetahui alasan sekelompok mahasiswa penikmat coffee

shop dalam mengikuti gaya leisure class (kelas penikmat). Sekelompok

mahasiswa dianggap sebagai salah satu bukti kelas penikmat karena gaya hidup santai mereka yang menikmati keberadaan coffee shop. Dari beberapa artikel di internet menunjukkan pendapat sekelompok mahasiswa tertarik memilih coffee

shop itu karena tertarik dengan suasana tempatnya dan rasa minuman yang enak,

selain yang sering dilakukan itu mengerjakan tugas bisa juga dijadikan bagian gaya hidup. Padahal bila dilihat sebenarnya tujuan mereka menikmati minuman kopi yang mahal itu sebagai bentuk pemenuhan gaya hidup yang mewah atau penikmat kopi sungguhan yang sampai rela mengeluarkan uang banyak untuk hanya sekedar menikmati kopi.

I.2 Fokus Penelitian

Dari beberapa rujukan yang diperoleh mengenai gaya hidup sekelompok mahasiswa dalam menikmati coffee shop ini melihat masih jarang yang memfokuskan pada sekelompok mahasiswa dilihat sebagai leisure class. Menjadi persoalan karena sekelompok mahasiswa ini tidak membutuhkan apa yang

(8)

dimakan tetapi sekelompok mahasiswa ini yang hanya dengan statusnya sebagai mahasiswa bisa menjadi bagian dari kelompok eksklusif karena bisa menikmati minuman kopi di starbucks coffee. Starbucks coffee menjadi bagian dari pemenuhan gaya hidup sekelompok mahasiswa yang mengikuti leisure class (kelas penikmat). Kelas penikmatnya adalah sekelompok mahasiswa penikmat

coffee shop. Dengan mengambil tempat penelitian di starbucks ini,

memungkinkan munculnya leisure class di sekelompok mahasiswa penikmat

coffee shop. Akhirnya penelitian ini memfokuskan pada apa alasan secara sosial

dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee.

I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan Umum

Dengan banyaknya kemunculan coffee shop sekarang ini di tengah-tengah masyarakat makin menunjukkan bahwa memang semakin banyak penikmat kopi, mulai dari kopi asli yang berwarna hitam dan pahit sampai sudah divariasi sedemikian rupa. Walaupun dengan kemunculan berbagai macam coffee shop yang berbeda-beda inilah, masih sedikit penelitian yang meneliti mengenai coffee

shop, khususnya starbucks coffee. Coffee shop ini semakin menarik untuk diteliti

karena akan banyak realitas sosial yang bisa ditemui pada sekelompok mahasiswa penikmat coffee shop sendiri.

Masi jarang penelitian tentang gaya hidup leisure class pada sekelompok mahasiswa penikmat coffee shop di starbucks coffee. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada gaya hidup pada leisure class, leisure class yang berarti

(9)

orang-orang menghabiskan uang yang banyak dan waktu luangnya. Sekelompok mahasiswa ini yang menjadi kelas penikmat dalam menikmati coffee shop di starbucks coffee. Dengan ditawarkannya berbagai macam coffee shop yang ada di kota-kota besar khususnya di Surabaya maka menjadikan coffee shop ini sebagai salah satu gaya hidup bagi para sekelompok mahasiswa.

Coffee shop sendiri memiliki fungsi sebagai tempat untuk berkumpul

dengan teman, rekan dan keluarga, tidak hanya itu, tetapi bisa juga sekedar mengisi waktu luang dengan minum kopi. Di coffee shop sekarang ini menawarkan design tempat yang nyaman, dingin, dan tenang. Tetapi, bisa tidak menjadi tenang apabila lokasi coffee shop berada di dalam sebuah mall. Sekelompok mahasiswa penikmat coffee shop tidak mempermasalahkan lokasi

coffee shop berada di dalam mall yang memungkinkan lokasinya juga ramai

dengan melihat orang-orang yang berjalan-jalan. Coffee shop yang dipilih adalah starbucks coffee, memang starbucks ini pengunjungnya identik dengan kalangan orang-orang eksklusif yang sudah bekerja. Tetapi, disini meyakinkan bahwa pengunjung starbucks juga di dalamnya termasuk sekelompok mahasiswa. Coffee

shop sendiri sekarang ini sudah menjadi salah satu bagian gaya hidup leisure class

pada sekelompok mahasiswa penikmat coffee shop. Secara umum penelitian ini bisa melihat bahwa sekelompok mahasiswa itu termasuk dalam leisure class dalam menikmati coffee shop di starbucks coffee. Di dalam penelitian ini dapat menunjukkan bahwa sekelompok mahasiswa itu juga termasuk dalam leisure

class, yaitu kelas pemboros atau kelas penikmat dan ini merupakan salah satu

realitas yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bagian dari gaya hidup mereka.

(10)

I.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu untuk mengetahui alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa sering terlihat pengunjung starbucks coffee kebanyakan adalah orang-orang eksklusif yang bisa dilihat orang-orang yang sedang berjalan-jalan. Tetapi, kenyataannya ada sekelompok mahasiswa yang mengunjungi starbucks coffee. Penelitian ini melihat realitas bukan apa yang dimakan tetapi bagaimana cara menikmati makanan, yaitu sekelompok mahasiswa dalam menikmati hidangan yang ditawarkan di starbucks coffee.

I.4 Manfaat Penelitian

Sadar akan pentingnya penelitian ini, maka diperlukan usaha dalam penelitian ini dengan cara melakukan wawancara pada informan tentang ” alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee ”. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut :

a. Manfaat secara akademik

1. Untuk mendidik sekelompok mahasiswa agar mampu memahami alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee.

(11)

2. Untuk mengembangkan wawasan dan disiplin ilmu baik secara teori maupun praktek tentang permasalahan gaya hidup santai yang dilakukan leisure class pada sekelompok mahasiswa dan seluk-beluknya agar tidak bersifat abstraksi.

3. Untuk mengetahui dunia penelitian sesuai ilmu yang telah diperoleh di dalam bangku perkuliahan.

b. Manfaat secara praktis

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.

2. Membantu memberikan informasi kepada masyarakat maupun mahasiswa terhadap permasalahan mengenai alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan dan menambah pandangan masyarakat yang terjadi di lingkungan sosialnya. Serta mencoba mengkaji secara teoritis tentang permasalahan gaya hidup santai sekelompok mahasiswa yang dilakukan leisure class di starbucks coffee.

I.5 Tinjauan Pustaka

Sebelum menjelaskan tentang konsep-konsep masyarakat konsumsi dan gaya hidup dalam penelitian ini, akan dijelaskan tentang konsep-konsep gaya hidup dari penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa yang bernama Widya Astriani Kusuma Putri, jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial

(12)

dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surabaya yang berjudul ”Kehampaan Perilaku Konsumen (Studi Pada Konsumen Breadtalk Delta Plaza Surabaya)” menjelaskan gaya hidup tidak terlalu banyak, hanya menjelaskan tentang gaya hidup yang terjadi pada masyarakat modern yang tinggal di kota besar. Juga dikatakan bahwa di era globalisasi perusahaan makanan asing tidak hanya menjual food saja (produk makanannya) melainkan food and style (produk makanan dan gaya ) yang mencerminkan makanan tersebut.

Dalam penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa informannya tidak mengerti betul alasan mengkonsumsi breadtalk. Hanya dapat mengatakan enak sedangkan enak yang seperti apa mereka tidak dapat menjelaskan.

I.5.1. Gaya Hidup Lama Sampai Konsumsi Baudrillard

Bagi Baudrillard, yang menandai transisi konsumsi tradisional menjadi konsumerisme adalah pengorganisasian konsumsi ke dalam suatu sistem tanda. Masyarakat sekarang semakin tidak mengidentifikasi diri mereka mengikuti pola-pola pengelompokan tradisional, namun cenderung mengikuti produk-produk konsumsi, pesan dan makna yang tersampaikan. Oleh karenanya orang-orang saat ini mencari pemenuhan diri melalui konsumsi. Lebih lanjut bahwa identitas personal sekarang tidak lagi terikat dengan tradisi-tradisi yang kaku, konsumsi memberikan kesempatan bagi perkembangan nilai kedirian dan menunjukkan identitas diri.

Menurut Baudrillard, pola konsumsi masyarakat modern ditandai dengan bergesernya orientasi konsumsi yang semula ditujukan bagi ”kebutuhan hidup” menjadi ”gaya hidup”. Mengambil pernyataan dari Veblen dimana kelas

(13)

menengah merupakan ”kelas penikmat” yang dapat mengkonsumsi produk-produk kapitalis di pasaran. Lambat-laun pola konsumsi masyarakat mengalami perubahan, konsumsi yang mereka lakukan bukan lagi berorientasi pada kebutuhan hidup melainkan gaya hidup. Bagi Baudrillard, masyarakat lebih terpaku pada konsumsi simbol daripada kegunaannya.

Gaya hidup (Engel, Blackwell, Miniard, 1990 : 342) adalah :

” Lifestyles are defined as patterns in which people live and spend time and money ”.

(Konsep gaya hidup didefinisikan sebagai pola manusia menghabiskan waktu dan uangnya dalam hidup.)

Definisi gaya hidup lainnya, (Kotler, 1991 : 171) adalah :

” ...pattern of living in the world as expressed in the person’s activities, interests and opinions ”.

(Gaya hidup merupakan pola hidup manusia di dunia yang dinyatakan dalam aktifitas, minat dan opini / pendapat seseorang.)

Tetapi, sebenarnya dari beberapa definisi dari gaya hidup itu masih kabur. Namun, bila dikaitkan dengan budaya konsumen istilah tersebut dikonotasikan dengan individualitas, ekspresi diri serta kesadaran diri yang stylistik. Tubuh, busana, gaya pembicaraan, aktifitas rekreasi, makanan dan minuman dsb adalah beberapa indikator dari individualitas selera konsumen.

Gaya hidup dalam perspektif sosiologi ini dibicarakan dalam teori sosial post modern yang tidak bisa dilepaskan dari karya-karya Jean Baudrillard (1929). Pernyataan pokok Baudrillard mengatakan bahwa objek (konsumsi) menjadi tanda (sign). Baudrillard (1998 : 32-33) menyatakan, situasi masyarakat kontemporer dibentuk oleh kenyataan bahwa manusia sekarang dikelilingi oleh faktor konsumsi. Pada kenyataannya manusia tidak akan pernah merasa terpuaskan atas kebutuhan-kebutuhannya.

(14)

Ada dua pendekatan yang menonjol untuk menyoroti gaya hidup, yaitu ideologis dan sosio-kultural (Piliang, 1998: 210-212). Pendekatan ideologis berasal dari analisis sosial Marxisme. Menurut pandangan kaum Marxist, gaya hidup dilandasi oleh ideologi yang menentukan bentuk dan arah gaya hidup. Pendekatan sosio-kultural memandang gaya hidup sebagai refleksi dari kesadaran kelas kelompok atau bentuk ungkapan makna sosio dan kultural.

Gaya hidup yang dahulu dan sekarang sangatlah berbeda. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin maju, gaya hidup sangat erat hubungannya dengan masyarakat konsumsi. Perubahan pola dan perilaku konsumsi terjadi seiring perkembangan infrastruktur masyarakat. Berbagai penemuan kemajuan di bidang teknologi. Produksi barang secara massal membuat proses produksi mengalami percepatan. Begitu pula usaha untuk menghabiskan uang dan menggunakan barang. Zaman ini memunculkan masyarakat baru yakni masyarakat konsumen.

Dalam teori konsumsi Baudrillard, masyarakat konsumeris pada masa sekarang tidak didasarkan kepada kelasnya tetapi pada kemampuan konsumsinya. Siapapun bisa menjadi bagian dari kelompok apapun jika sanggup mengikuti pola konsumsi kelompok tersebut. Konsumsi menurut Baudrillard adalah tindakan sistematis dalam memanipulasi tanda, dan untuk menjadi objek konsumsi, objek harus mengandung atau bahkan menjadi tanda.

Dalam mengkonsumsi objek tertentu otomatis juga mengkonsumsi tanda yang sama, dan secara tidak sadar mirip atau bahkan seragam dengan banyak orang yang berlomba-lomba mengkonsumsi tanda serupa. Inilah yang dimaksud dengan kode mengontrol apa yang dikonsumsi. Bagi orang biasa, dunia konsumsi

(15)

agaknya cukup bebas. Kalau seseorang mempunyai uang, agaknya bebas membeli apa yang diinginkan. Namun, bebas untuk mengonsumsi hanya semata-mata obyek dan tanda yang berbeda. Di dalam konsumsi, masyarakat consumer merasa sangat unik (berbeda dengan sebagian orang), namun identik dengan orang lain dalam kelompok sosial.

I.5.2 Gaya Hidup dan Leisure Class

Gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana seseorang membentuk

image-nya di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya.

Tidak memperdulikan status sosialnya tinggi atau rendah. Untuk memperlihatkan

image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan

dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.

Sebelumnya sudah dijelaskan tentang definisi gaya hidup sampai pada konsumsi Baudrillard. Kemudian pada penelitian ini gaya hidup akan dihubungkan dengan leisure class yang merupakan permasalahan dalam penelitian ini. Gaya hidup sendiri sangat erat hubungannya dengan uang, waktu dan kelompok sosial. Gaya hidup juga sudah merupakan bagian dari hidup seseorang pada zaman yang modern sekarang ini khususnya bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Mengambil dari definisi leisure class sendiri oleh Thorstein Veblen, yaitu suatu kelas pemboros yang mengeluarkan banyak uang demi mewujudkan keinginan dalam memenuhi waktu luangnya. Ciri utama dari leisure class ini adalah menghabiskan banyak uang demi meningkatkan status sosial mereka.

(16)

Dengan mengambil definisi dari leisure class, gaya hidup merupakan bagian dari kelompok leisure class tersebut.

Di dalam gaya hidup juga berhubungan dengan waktu dan uang, demikian juga dengan leisure class yang menghabiskan waktu mereka dengan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Jadi, bisa dikatakan bahwa kelompok yang dimasukkan dalam leisure class ini menjadikan gaya hidup merupakan bagian dari diri mereka. Bertujuan untuk meningkatkan status sosial, entah itu mereka dengan sadar atau tidak sadar dan berlomba-lomba dalam memanfaatkan barang yang dinilai bernilai tinggi di masa sekarang ini.

I.5.3 Teori Tentang Kelas Sosial, The Leisure Class, Konsumsi Berlebihan dan Masyarakat Konsumer dari Jean Baudrillard

Dalam penelitian ini permasalahan yang diteliti menggunakan teori tentang leisure class dari Thoerstein Veblen dan juga dihubungkan dengan konsep konsumsi oleh Baudrillard. Penelitian ini lebih menekankan pada teori leisure

class sesuai dengan fokus permasalahannya sehingga leisure class ini sebagai

teori utama. Dan didukung oleh gaya hidup dan konsep konsumsi dari Baudrillard yang lebih menjelaskan lagi tentang masyarakat konsumsi dalam menikmati gaya hidup.

1) Kelas Sosial

Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang leisure class dalam hubungannya dengan permasalahan dalam penelitian ini tentang kelas sosial. Leisure class sendiri juga merupakan bagian dari kelas sosial oleh karena itu terlebih dahulu dijelaskan tentang kelas sosial. Dalam bahasa umum, "kelas sosial", merupakan istilah yang biasanya identik dengan "kelas sosial-ekonomi," didefinisikan

(17)

sebagai: "orang yang memiliki status sosial, ekonomi, atau pendidikan yang sama," misalnya, "kelas pekerja"; "bermunculan profesional kelas "3.

Kelas sosial seseorang yang bisa dilihat saat ini memang ditentukan oleh kedudukan sosial dan ekonominya dalam masyarakat, seperti kekayaan dan penghasilan, jenis pekerjaan, pendidikan, identifikasi diri, dan pengakuan oleh orang lain.

Kelas sosial merupakan kenyataan sosial yang penting dan sangat menentukan masa depan karena ditentukan oleh jenis pekerjaan dan pendidikannya dalam perkembangan kepribadian seseorang. Kebahagiaan seseorang bisa dan tidak tergantung pada kekayaan mereka, tetapi berkaitan dengan keberadaannya sebagai seseorang yang termasuk dalam kelompok orang kaya di dalam masyarakat.

2) The Leisure Class

The Leisure Class ini berangkat dari pemikiran salah satu tokoh Sosiologi,

yaitu Thorstein Veblen. Berasal dari kata leisure yang berarti ”waktu luang” dan berarti leisure class sendiri teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang dalam memanfaatkan waktu luang mereka. Definisi leisure class sendiri ada hubungannya dengan waktu luang. Pada akhirnya istilah ”leisure class” diterjemahkan menjadi kelas pemboros. Dari beberapa pengertian yang berbeda-beda pada akhirnya jika dihubungkan akan menghasilkan makna tentang leisure

class. Jadi, apabila dari beberapa pengertian istilah tersebut dijadikan satu, maka

3

(18)

leisure class itu berarti suatu kelas pemboros yang mengeluarkan banyak uang

demi mewujudkan keinginan untuk memenuhi waktu luangnya.

Untuk lebih jauh memahami tentang leisure class dapat diambil dari inti buku ”The Theory of the Leisure Class” yang bermaksud untuk menguraikan fungsi-fungsi laten konsumsi dan pemborosan secara berlebih-lebihan menjadi simbol status tinggi dan percobaan untuk memperbesar gengsi individual melalui perlombaan. Sehingga ciri pokok dari kelas sosial ini adalah pemborosan yang berlebihan dalam meningkatkan status sosial mereka. Mereka memboroskan uang, waktu, tenaga kerja, dan menikmati gengsi.

3) Konsumsi Berlebihan

Setelah menjelaskan tentang leisure class yang didefinisikan sebagai kelas pemboros, pastinya akan menghasilkan konsumsi yang berlebihan. Veblen sendiri mendefinisikan konsumsi berlebihan sebagai penggunaan uang atau sumber daya lain untuk menampilkan status sosial lebih tinggi daripada yang lain, misalnya penggunaan peralatan perak saat makan. Tetapi, dalam penelitian ini meneliti tentang sekelompok mahasiswa yang sebagai leisure class dalam mengkonsumsi minuman kopi dan makanan ringan/snack yang disediakan di starbucks coffee, padahal di starbucks menawarkan harga yang tidak murah.

Veblen menyusun kembali mereka sebagai makhluk rasional yang mengejar status sosial dengan sedikit untuk kebahagiaan mereka sendiri. Veblen yang "meniru" para anggotanya lebih dihormati dari kelompok mereka untuk mendapatkan status lebih. Beberapa merk dan toko dianggap sebagai "kelas tinggi" daripada yang lain, dan orang mungkin membeli mereka ketika mereka

(19)

tidak mampu untuk melakukannya, meskipun barang yang lebih murah mungkin memiliki utilitas yang sama (K.J. Veeger, 1985: 105).

Konsumsi berlebihan dapat didefinisikan sebagai "tindakan membeli banyak hal, terutama hal-hal mahal yang tidak perlu, dengan cara pemberitahuan pada orang" (Longman Amerika Dictionary, 2000, hal. 296). Selain itu, arti yang lebih jelas diberikan oleh Trigg menunjukkan bahwa konsumsi mencolok adalah perilaku dimana seorang individu dapat menampilkan kekayaan melalui kegiatan rekreasi yang luas dan mewah pengeluaran pada konsumsi dan jasa. Juga ada pendapat dari Duesenberry bahwa konsumsi berlebihan individu tidak hanya tergantung pada tingkat sebenarnya dari pengeluaran tetapi juga menghabiskan uang yang berlebihan dibandingkan dengan orang lain.

4) Masyarakat Konsumer menurut Jean Baudrillard

Bagi Baudrillard, konsumsi diradikalkan menjadi konsumsi tanda. Menurutnya masyarakat konsumen tidak lagi terikat oleh suatu moralitas dan kebiasaan yang selama ini dipegangnya. Mereka kini hidup dalam suatu kebudayaan baru, suatu kebudayaan yang melihat eksistensi diri mereka dari segi banyaknya tanda yang dikonsumsi dan ditawarkan saat ini.

Masyarakat konsumen akan melihat identitas diri ataupun kebebasan mereka sebagai kebebasan mewujudkan keinginan pada barang-barang industri. Konsumsi dipandang sebagai usaha masyarakat untuk merebut makna-makna sosial atau posisi sosial. Relasi bukan lagi terjadi antara manusia, tetapi antara manusia dengan benda-benda konsumsi. Oleh Baudrillard, moralitas hedonis yang mengedepankan individualisme ini dihubungkan dengan masyarakat konsumen, yang pasif dan mendasarkan identitasnya pada tanda yang berada di belakang

(20)

barang komoditi yang dikonsumsinya. Hal ini tentunya menjadi mungkin karena dalam kapitalisme global kegiatan produksi sudah bergeser dari penciptaan barang konsumsi, ke penciptaan tanda (Baudrillard, 1998: 72-75).

Menurutnya, konsumsi kini telah menjadi faktor fundamental dalam ekologi spesies manusia (Baudrillard, 1970: 29). Baudrillard menyatakan bahwa mekanisme sistem konsumsi pada dasarnya berangkat dari sistem nilai-tanda dan nilai-simbol, dan bukan karena kebutuhan atau hasrat mendapat kenikmatan (Baudrillard, 1970: 47). Dengan pernyataan ini Baudrillard sama sekali tidak bermaksud menampik pentingnya kebutuhan. Ia hanya ingin mengatakan bahwa dalam masyarakat konsumer, konsumsi sebagai sistem pemaknaan tidak lagi diatur oleh faktor kebutuhan atau hasrat mendapat kenikmatan, namun oleh seperangkat hasrat untuk mendapat kehormatan, prestise, status dan identitas melalui sebuah mekanisme penandaan.

Dalam bukunya Baudrillard menjelaskan:

What is sociologically significant for us, and what marks our era under the sign of consumption, is precisely the generalized reorganization of this primary level in a system of signs which appears to be a particular mode of transition from nature to culture, perhaps the specific mode of our era. (Baudrillard, 1970: 47).

(Apa yang secara sosiologis penting bagi kita, dan apa yang menjadi tanda zaman bahwa kita tengah berada dalam era konsumsi, sebenarnya adalah sebuah fenomena umum tentang pengaturan kembali faktor konsumsi sebagai aspek primer dalam suatu sistem penandaan, yang kemudian tampil sebagai fenomena perubahan dari yang Alamiah (nature) menjadi produk Budaya (culture), yang mungkin merupakan wajah khas zaman kita sekarang).

Masyarakat konsumer yang berkembang saat ini adalah masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi, kegunaan dan pelayanan bukanlah motif terakhir tindakan konsumsi. Melainkan lebih kepada produksi dan manipulasi tanda-tanda sosial. Individu menerima identitas mereka dalam hubungannya dengan orang lain bukan dari siapa dan apa yang dilakukannya, namun dari tanda

(21)

dan makna yang mereka konsumsi, memiliki dan menampilkan dalam interaksi sosial. Dalam masyarakat konsumer, tanda adalah cerminan aktualisasi diri individu yang paling meyakinkan.

I.5.4 Asal Mula Konsumerisme4

Beberapa disiplin ilmu telah menganalisa konsumerisme dan masyarakat konsumen. Bahasan ini bahkan menjadi fokus perhatian dalam studi sosiologi sejak tahun 1980an. Terdapat perdebatan yang luas menyangkut munculnya masyarakat konsumen. Asal mula konsumerisme dikaitkan dengan proses industrialisasi pada awal abad ke-19. Karl Marx menganalisa buruh dan kondisi-kondisi material dari proses produksi. Menurutnya, kesadaran manusia ditentukan oleh kepemilikan alat-alat produksi.

Kapitalisme yang dikemukakan Marx adalah suatu cara produksi yang di premiskan oleh kepemilikan pribadi sarana produksi. Kapitalisme bertujuan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, terutama dengan mengeksploitasi pekerja. Realisasi nilai surplus dalam bentuk uang diperoleh dengan menjual produk sebagai komoditas. Komoditas adalah sesuatu yang tersedia untuk dijual di pasar.

Kapitalisme adalah suatu sistem dinamis yang secara mekanisme didorong oleh laba mengarah pada revolusi yang terus berlanjut atas sarana produksi dan

4 https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:VB_-GuN0XSwJ:eprints.undip.ac.id/9820/1/POSMODERNISME_DAN_BUDAYA_KONSUMEN.doc+awal+mu la+gaya+hidup+%28life+style%29&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjwOQKJfI5gjJRP4fXfytXyUTO D40WR2rlx2aNaYwKeg0LTQtZJ7Qx-AeaHt6qx2qbYjITTlP1oORw3zWrbvCTzjAMX_NFyPtPhxSrb0pSLyVw94U26qwbF96CGSXBGEDWON 9-S&sig=AHIEtbSviBNYLWuxOWgXtC1ChPxOfm5vxA diakses pada tanggal 26 Sepetember 2012 pukul 13.15 WIB

(22)

pembentukan pasar baru. Pembagian kelas yang mendasar dalam kapitalisme adalah antara mereka yang menguasai sarana produksi, yaitu kelas borjuis, dengan mereka yang karena menjadi kelas proletar tanpa menguasai hak milik, harus menjual tenaga untuk bertahan hidup.

Dalam pemikiran Baudrillard, yaitu bahwa konsumsi membutuhkan manipulasi simbol-simbol secara aktif. Bahkan menurut Baudrillard yang dikonsumsi bukan lagi use atau exchange value, melainkan “symbolic value”, maksudnya orang tidak lagi mengkonsumsi obyek berdasarkan karena kegunaan atau nilai tukarnya, melainkan karena nilai simbolis yang sifatnya abstrak dan terkonstuksi.

Konsumsi pada era ini dianggap sebagai suatu respon terhadap dorongan homogenisasi dari mekanisasi dan teknologi. Orang-orang mulai menjadikan konsumsi sebagai upaya ekspresi diri yang penting, bahasa umum yang digunakan untuk mengkomunikasikan dan menginterpretasikan tanda-tanda budaya. Ilmuwan yang lain berargumen bahwa konsumerisme merupakan fenomena abad-20 yang dihubungkan dengan munculnya komunikasi massa, bertumbuhnya kesejahteraan dan semakin banyaknya perusahaan modern. Konsumerisme menjadi sarana utama pengekspresian diri, partispasi dan kepemilikan.

Konsumerisme juga terjadi seiring dengan meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap perubahan dan inovasi, sebagai respon terhadap pengulangan yang sangat cepat dari hal-hal yang lama atau pencarian terhadap hal yang baru : produk baru, pengalaman baru, dan citra baru. Penting dari analisa ini adalah adanya perubahan bertahap pada abad ke-20 dari sentralitas produksi barang-barang menjadi kepentingan politis dan budaya dari produksi kebutuhan.

(23)

Analisa Baudrillard tentang masyarakat disarikan melalui analisa dari disiplin semiotika, psikoanalisa dan ekonomi politik dalam produksi tanda. Menurut Baudrillard, sistem komunikasi berperan sangat penting dalam

masyarakat konsumen, terutama menyangkut produksi tanda. Sependapat dengan rekan-rekan pemikir posmodernisme Perancis lainnya, Baudrillard juga

mengungkapkan kritik terhadap teori Marx. Kritisme paling utama dari Baudrillard terhadap teori Marx mungkin berkenan dengan perubahan dari produksi obyek menjadi produksi tanda, dari alat-alat produksi menjadi alat-alat konsumsi atau “the simultaneous production of the commodity as sign and the sign as commodity”.

Dominasi tidak lagi terjadi dalam bentuk kontrol terhadap alat-alat produksi, namun dominasi lebih banyak terjadi pada alat-alat konsumsi. Terlebih lagi, dominasi tersebut terjadi pada tingkatan model signifikansi (dulunya model produksi) dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, menurut Baudrillard, masyarakat konsumen tidak lagi digerakkan oleh kebutuhan dan tuntutan konsumen,

melainkan oleh kapasitas produksi yang sangat besar.

Bagi Baudrillard, yang menandai transisi konsumsi tradisional menjadi

konsumerisme adalah pengorganisasian konsumsi kedalam suatu sistem tanda.

Masyarakat sekarang semakin tidak mengidentifikasi diri mereka mengikuti pola-pola pengelompokan tradisional, namun cenderung mengikuti produk-produk konsumsi, pesan dan makna yang tersampaikan. Berkonsumsi, oleh karena itu, dilihat sebagai upaya pernyataan diri, suatu cara untuk bertindak dalam dunia ini, cara pengekspresian identitas seseorang. Konsumsi didorong oleh

(24)

hasrat untuk menjadi sama dan sekaligus berbeda, menjadi serupa dengan.. dan berbeda dari.

I.5.5 Tentang Teori Konsumsi5

I.5.5.1 Autopsi atas Homo Economicus

Ada satu kisah : “satu saat seorang manusia hidup dalam kelangkaan. Setelah sering berpetualang dan melakukan perjalanan panjang melintasi ilmu pengetahuan ekonomi, ia bertemu dengan masyarakat kelimpahruahan”. Mereka menikah dan memiliki banyak kebutuhan. Kecantikan homo economicus, kata A.N. Whitehead, adalah bahwa kita tahu apa yang dia cari. Fosil manusia zaman keemasan yang lahir pada masa modern dalam pertemuan yang menguntungkan pertumbuhan Alam Insani dan Hak-hak Asasi Manusia, memiliki prinsip yang kuat tentang rasionalitas bentuk yang membawanya :

1. Untuk mencari kebahagiannya sendiri tanpa bayangan keraguan.

2. Untuk memberikan kesenangannya pada objek yang akan memberinya kepuasan maksimal.

Semua pembicaraan baik oleh orang awam maupun ilmuwan tentang konsumsi diartikulasikan dalam rangkaian yang merupakan urutan mitologi dari sebuah cerita : Manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang membawanya menuju pada objek yang memberinya kepuasan. Karena bagaimanapun juga manusia itu tidak pernah merasa puas, cerita yang sama berulang terus dengan kenyataan yang sudah hilang dari cerita-cerita kuno.

5

(25)

Apa yang benar bukanlah kebutuhan sebagai buah dari produksi, tetapi SISTEM KEBUTUHAN ADALAH PRODUK DARI SISTEM PRODUKSI. Hal ini sungguh berbeda, melalui sistem kebutuhan-kebutuhan, dapat dimengerti bahwa kebutuhan tidak dibuat satu per satu dalam hubungan dengan objek-objek lain tetapi dibuat produksi sebagai kekuatan konsumtif, sebagai kesediaan secara global dalam lingkup yang lebih umum dari kekuatan-kekuatan produktif. Dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa teknostruktur melebarkan kekuasaannya. Tatanan produksi tidak “berusaha” mendapatkan keuntungan pada aturan pemakaian (sebenarnya ini tidak mempunyai makna). Tatanan produksi

mengingkari tatanan pemakaian dan menggantinya dengan cara mengatur kembali semuanya dalam sebuah sistem kekuatan produktif. Bisa diikuti urutan sejarah sistem industrial silsilah/asal-usul konsumsi :

1. Tatanan produksi menghasilkan mesin/kekuatan produktif, sistem teknik yang secara radikal berbeda dengan alat tradisional.

2. Ia menghasilkan modal/kekuatan produktif yang masuk akal, sistem investasi dan sirkulasi nasional yang secara mendasar berbeda dengan “kekayaan” dan model perdagangan sebelumnya.

3. Ia menghasilkan kekuatan tenaga kerja bergaji, kekuatan produktif yang abstrak, tersistematisasi, yang secara mendasar berbeda dengan pekerjaan nyata dan dengan “pekerjaan” tradisional.

4. Terakhir ia melahirkan kebutuhan-kebutuhan, SISTEM kebutuhan, permintaan/kekuatan produktif sebagai kumpulan yang dirasionalkan, disatukan, diawasi, melengkapi tiga hal yang lain dalam proses pengawasan total dengan kekuatan produktif dan dengan proses produksi.

(26)

I.5.5.2 Pengingkaran Terhadap Kenikmatan (Jouissance)

Konsumsi didefinisikan sebagai kenikmatan yang eksklusif. Sebagai logika sosial, sistem konsumsi didirikan di atas dasar pengingkaran kenikmatan. Di sana kenikmatan tidak lagi muncul sama sekali sebagai tujuan yang rasional, tetapi sebagai rasionalisasi individu pada suatu proses yang bertujuan lain. Kenikmatan akan memberi batasan konsumsi bagi dirinya, otonom, dan akhir konsumsi. Padahal konsumsi tak pernah seperti itu. Orang bernikmat-nikmat untuk dirinya sendiri, tetapi ketika orang lain yang mengkonsumsi, kenyataannya tidak bisa sendirian (inilah ilusi konsumen, yang dijaga dengan cermat oleh semua

pembicaraan ideologi terhadap nilai, dimana semua konsumen dilibatkan secara timbal balik tanpa menghiraukan diri mereka sendiri).

Tidak perlu mengatakan bahwa tidak ada kebutuhan, utilitas alami dan lain-lain. Sekarang harus melihat bahwa konsumsi, sebagai konsep spesifik masyarakat kontemporer, tidak ada, karena hal ini berlaku untuk semua

masyarakat. Berarti secara sosiologis untuk kita, dan yang menandai zaman kita di bawah tanda-tanda konsumsi adalah justru reorganisasi menyeluruh dari tingkat dasar pada sistem tanda, itulah yang menampakkan diri menjadi salah satu model spesifik, barangkali model spesifik perubahan keadaan alam dalam kebudayaan kita di zaman kita.

(27)

I.6 Metode dan Prosedur Penelitian I.6.1 Paradigma Penelitian

Berdasarakan fokus penelitiannya, penelitian ini menggunakan paradigma interpretatif dalam penelitian yang berupaya untuk memahami apa makna terhadap perilaku kehidupan manusia, baik manusia sebagai individu sendiri maupun sebagai manusia yang berinteraksi dengan komunitas dan masyarakat lainnya. Paradigma ini biasanya digunakan dalam penelitian yang mecoba melihat masalah yang berkaitan dengan perilaku dan peranan manusia. Paradigma ini dipilih karena dengan melihat fokus penelitian yang ingin mengetahui alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class di starbucks coffee berkaitan juga dengan konsep konsumsi Baudrillard. Fokus studi interpretatif yang mencoba menganalisis tentang kelas sosial yang terjadi pada sekelompok mahasiswa dalam menikmati gaya hidup di coffee shop yang bermakna melalui observasi secara langsung pada orang-orang di dalam lingkungan aslinya dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pemahaman dan interpretasi tentang alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai yang dilakukan

leisure class dalam menikmati coffee shop di starbucks coffee.

Metode penelitian ini mencakup proses berjalannya penelitian yang dilakukan untuk memahami subyek penelitian. Tidak hanya itu saja di dalam penjelasan metode penelitian ini hampir setiap data yang diperoleh dari hasil lapangan bisa secara langsung dianalisis agar segera diketahui jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

(28)

I.6.2 Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan paradigma yang digunakan dalam penelitian ini, maka pendekatan penelitian yang tepat untuk menjalankan dan menganalisis penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang dapat diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5).

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, ingin menggambarkan setiap pandangan dari pengalaman seseorang dengan mengutip pernyataan dari orang yang terlibat di dalamnya dan bukan meringkas keseluruhan yang dikatakan informan. Penelitian ini bermaksud untuk memberikan deskripsi tentang alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class.

Selain itu penelitian kualitatif ini lebih mementingkan pada proses penelitian dibandingkan dengan hasil penelitian, oleh karena itu bukan pemahaman mutlak yang dicari, tetapi pemahaman mendalam tentang kehidupan sosial khususnya tentang alasan mehasiswa mengikuti gaya hidup leisure class dalam menikmati coffee shop di starbucks coffee.

Dalam konteks ini, penelitian kualitatif yang mampu memberikan suatu gambaran dan penjelasan yang terperinci tentang suatu fenomena. Dalam penelitian ini orang yang diteliti tidak lagi dijadikan sebagai suatu obyek penelitian, melainkan harus menjadikan dirinya sendiri sebagai suatu obyek penelitian, dan sebaliknya peneliti tidak selalu menempatkan dirinya sebagai suatu subjek penelitian yang melakukan penelitian dengan melakukan wawancara atau

(29)

mengamati obyek penelitian yang akan diteliti. Diharapkan hubungan antara peneliti dengan yang diteliti lebih bersifat intens dan aktif antara peneliti dengan obyek penelitiannya. Penelitian kualitatif juga berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandangnya sendiri dan dalam penelitian kualitatif juga berusaha mendapatkan informasi lebih mendalam yang berkaitan dengan fenomena yang menjadi fokus penelitian yaitu tentang alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan leisure class.

I.6.3 Konsep-konsep Penelitian

Dalam rangka untuk melakukan penelitian yang bersifat mendalam ini, sentral, dan terarah maka telah ditentukan konsep-konsep penelitian agar memperoleh hasil penelitian yang terarah sesuai dengan fokus penelitian yang sudah ditentukan. Untuk itu, konsep-konsep penelitian digunakan untuk memudahkan dalam proses analisis, konsep-konsep penelitian yang dimaksud, yaitu

1. Kondisi sosial dan ekonomi dari informan yang berstatus mahasiswa dalam menikmati gaya hidup santai sebagaimana yang dilakukan

leisure class.

2. Alasan mengkonsumsi di starbucks coffee yang meliputi, perbedaan starbucks dengan coffee shop lain, tanggapan setelah mengkonsumsi, minuman/snack yang biasanya dipesan, alasan suka membeli jenis minuman/snack, rasa yang sudah diberikan starbucks, sejak kapan informan suka mengkonsumsi minuman/snack, bersama siapa biasanya

(30)

informan ke starbucks, hal apa saja yang dilakukan saat di starbucks, sebanding atau tidak rasa dengan harga yang diberikan, dan perbedaan rasa minuman/snack dengan coffee shop lain.

3. Kualitas dan kuantitas starbucks coffee, untuk mengetahui kualitas dan kuantitas yang sudah diberikan starbucks yang seperti apa yang bisa digemari sekelompok mahasiswa dalam menikmati gaya hidup santai. Serta juga bisa menjelaskan dampak yang dihasilkan setelah mengkonsumsi, bisa berupa ekspresi, kenyamanan, kebosanan, keinginan untuk berhenti dan harga yang sudah diberikan.

I.6.4 Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian tentang alasan secara sosial dan ekonomi sekelompok mahasiswa mengikuti gaya hidup santai yang dilakukan leisure class akan mengambil lokasi penelitian di starbucks coffee. Tidak ditentukan lokasi starbucks yang dipilih karena hanya ingin mengetahui informan lebih menyukai starbucks coffee yang didatangi dengan intensitas jarang maupun sering. Belum diketahui informan lebih senang berada di starbucks coffee yang mana, oleh karena itu tidak ditentukan starbucks mana untuk lokasi penelitiannya. Dengan tidak menentukan lokasi starbucks coffee ini ingin melihat realitas yang terjadi tentang sekelompok mahasiswa sebagai leisure class dalam menikmati coffee

shop di starbucks coffee. Tidak menutup kemungkinan bahwa informan dalam

penelitian ini memilih starbucks yang berbeda-beda sesuai dengan kenyamanan dan kebiasaan informan.

(31)

I.6.5 Penentuan Subyek Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah sekelompok mahasiswa yang memiliki intensitas waktu beberapa kali dan bahkan sering mengunjungi dan menikmati sajian minuman/snack dan fasilitas yang disediakan di starbucks

coffee. Khususnya mahasiswa yang berasal dari Universitas Negeri di Surabaya.

Awal penentuan informan dilakukan dengan cara sudah diketahui sebelumnya kebiasaan dari informan yang pernah ke starbucks coffee. Kemudian untuk informan-informan selanjutnya juga ditentukan sendiri dan memperoleh informasi dari informan sebelumnya dan dari teman-teman. Jumlah informan ditentukan dari jangkauan dan kedekatan dengan informan agar lebih mudah dilakukannya wawancara, serta dalam penelitian ini penentuan jumlah informannya kurang dari sepuluh tetapi lebih dari lima.

I.6.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, mengumpulkan dua macam data, yaitu data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder dan data primer melalui:

1. Data sekunder diperoleh dari teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi yaitu proses pengamatan langsung kepada subyek dan

digunakan media handphone dan laptop untuk dokumentasi sebagai hasil observasi. Dilakukan pengamatan dengan cara menanyakan secara langsung mahasiswa yang pernah beberapa kali atau suka ke starbucks coffee bisa itu dengan perantara atau tidak. Sudah diketahui sebelumnya informan yang dipilih dan mendapatkan informasi dari informan lainnya.

(32)

b. Mengamati langsung kegiatan informan yang dipilih sebagai sumber informasi data penelitian.

c. Data-data sekunder berupa data-data mahasiswa yang pernah dan suka ke starbucks coffee dari Universitas Negeri yang ada di Surabaya informasinya diperoleh dari mahasiswa lainnya yang memiliki teman untuk kriteria yang bisa dijadikan informan maupun mahasiwa lainnya yang sudah dikenal.

d. Studi pustaka atau literatur, menggunakan buku-buku dalam kaitannya dengan kajian teoritik yang dapat menjelaskan tentang

leisure class dan masyarakat konsumsi.

Peranan peneliti sebagai pengamat dalam hal ini tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta tetapi masih melakukan fungsi pengamatan. Hanya mengamati secara langsung informan yang diteliti. Peranan demikian masih membatasi para subyek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia.

2. Data primer diperoleh dari teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara yaitu proses menggali data terhadap informan dengan

menggunakan pedoman wawancara terbuka dan disertai dengan wawancara lebih mendalam terhadap informan (indepth interview). Dalam hal ini terdapat wawancara terbuka, yaitu :

· Wawancara terbuka memungkinkan informan menggunakan cara-cara unik mendefinisikan dunia mereka dalam menikmati gaya hidup santai.

(33)

· Wawancara terbuka mengasumsikan bahwa tidak ada urutan tetap pertanyaan yang sesuai untuk semua informan

· Wawancara terbuka memungkinkan informan membicarakan isu-isu penting yang berhubungan seputar gaya hidup yang sedang mereka lakukan yang tidak terjadwal.

Wawancara yang dilakukan lebih menyerupai suatu dialog antara peneliti dan subyek penelitian yang dilakukan dengan suasana keakraban dan santai dengan menggunakan pedoman wawancara atau guide interview. Dalam proses wawancara menyesuaikan lokasi wawancara sesuai keinginan informan, seperti di kampus, di tempat main atau di rumah informan itu sendiri. Dengan cara ini bisa memperoleh sebanyak mungkin informasi sehingga memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya dan lebih memungkinkan mendapatkan informasi yang unik dan jujur. Dalam proses wawancara tidak terpaku pada pedoman wawancara yang sifatnya baku tetapi juga mengikuti alur pembicaraan subyek penelitian dan memungkinkan bisa dikembangkan pertanyaannya. Pada saat melakukan percakapan wawancara, diberi kebebasan kepada informan apapun pendapat mereka dan tidak untuk memotong perkataan informan.

Untuk memudahkan proses wawancara dan hasil wawancara dapat terekam dengan baik, ada bukti telah melakukan wawancara kepada informan, maka digunakan media handphone untuk hasil wawancara dan kamera digital sebagai media untuk mengabadikan suatu realitas yang terjadi di lapangan.

(34)

I.6.7 Teknik Analisis Data

Terdapat tiga jalur analisis data kualitatif yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi dari data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih peneliti.

1) Reduksi data, merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.

2) Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3) Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama berada di lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan, alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan-kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka, tetapi kesimpulan sudah disediakan. Yang awalnya belum jelas kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan kokoh.

(35)

Dari tiga proses untuk menganalisis data bisa membantu dalam hal memberikan jawaban yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah dalam menganalisis data yang diperoleh.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga diharapkan memberikan informasi dan masukan kepada para perawat di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya untuk lebih memperhatikan pengembangan

Dalam penelitian ini, gugus -NH 2 yang terdapat dalam CMChi di-grafting dengan benzaldehid yang diharapkan dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dan menambah berat

Bertolak belakang dengan penelitian tersebut, Katz et al menyatakan bahwa penggunaan deksametason pada wanita dengan HELLP syndrome tidak menunjukkan perbedaan yang

1) Enkulturasi penuh, masyarakat di lokasi penelitian mempunyai pemahaman yang baik untuk mengelola konservasi penyu di Pantai Kili- Kili karena sebelumnya mereka adalah

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antihiperkolesterolemia kombinasi ekstrak kering daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan ekstrak

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi ilmiah tentang kemampuan berbagai dosis pupuk hayati (biofertilizer) dan media tanam yang berbeda dalam

Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam rangka memperkaya pengetahuan maupun memperluas wawasan bagi para akademisi maupun masyarakat umum mengenai

tertarik untuk melakukann penelitian ini karena pada saat usia tersebut merupakan usia emas anak, merupakan usia saat anak mulai menggunakan kalimat dengan ujaran tiga