• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Empat, 2000), 4. 1 Sri Susilo dan Tim, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Empat, 2000), 4. 1 Sri Susilo dan Tim, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Perbankan merupakan salah sektor yang mempunyai peranan penting di berbagai bidang, antara lain dalam kegiatan masyarakat khususnya di bidang financial, serta kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pribadi seseorang. Dewasa ini masyarakat seolah-olah tidak dapat dipisahkan dari dunia perbankan sebab sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa jasa perbankan sangat membantu kegiatan perekonomian. Berdasarkan pada penggolongan jenis bank maka menurut Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, jasa–jasa yang dapat dilakukan oleh bank umum salah satunya adalah transfer atau pemindahan uang. Fungsi bank dalam menjalankan operasional secara umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary atau lembaga keuangan1, sehingga bank dalam melakukan usahanya selalu berpedoman pada prinsip kehati–hatian (prudential banking regulation) atau pengaturan tentang prinsip–prinsip kehati-hatian pada bank, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup dan pengelolaan bank secara sehat sehingga mampu menjaga kepercayaan masyarakat serta

1

Sri Susilo dan Tim, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), 4

(2)

menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan pelayanan sistem pembayaran bagi perekonomian.2

Kebutuhan masyarakat muslim Indonesia adanya bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah, secara yuridis baru mulai diatur dalam Undang-undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan. Undang-undang tersebut eksistensi bank islam atau perbankan syariah belum dinyatakan secara eksplisit, melainkan baru disebutkan dengan istilah “bank berdasarkan prinsip bagi hasil”. Pasal 6 maupun pasal 13 tersebut yang menyatakan adanya bank berdasarkan prinsip bagi hasil terkesan hanya berupa sisipan, belum begitu tampak adanya kesungguhan untuk mengatur beroperasinya bank islam di Indonesia.

Praktik bisnis syariah di Indonesia mulai berkembang dengan perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebagian besar penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan syari’ah Islam pada awal tahun 1990-an. Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia dimulai dengan pembentukan perbankan syari’ah. Dalam perkembangan selanjutnya, praktik ekonomi syari’ah tidak hanya terbatas kepada praktik pendirian dan operasional perbankan saja, tetapi lebih meluas kepada kegiatan niaga lainnya, seperti pembiayaan dan lembaga keuangan non bank lainnya. Bidang-bidang usaha yang dikembangkan tersebut antara lain adalah Asuransi Syari’ah, Reksa Dana Syari’ah dan Obligasi Syari’ah, dan lain-lain.3

2

Perry Warjiyo, Bank Indonesia Sebagai Sebuah Pengantar, (Jakarta: PPSK BI, 2004), 145

3

Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah Titik Temu Hukum

(3)

Upaya terus menerus dilakukan semua pihak untuk mengembangkan dan melengkapi aturan hukum beroperasinya bank syariah ternyata membuahkan hasil. Landasan utama beroperasinya bank syariah di Indonesia, selain UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, juga UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.4 Kemudian diperkuat dengan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008. Dengan adanya undang-undang tersebut, maka semakin mantaplah keberadaan bank syariah di Indonesia sebagai lembaga perantara keuangan dalam menjalankan aktivitasnya dapat diterapkan secara optimal, konkrit dan seutuhnya.

Perbankan syariah di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Berdasarkan laporan terbaru Otoritas Jasa Keuangan yang dimuat dalam Laporan Statistik Perbankan Syariah November 2016 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah semakin bertambah. Saat ini terdapat 13 bank umum syariah (BUS), 21 unit usaha syariah (UUS), dan 164 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).

Seperti yang kita diketahui, bahwa prinsip syariah yang menjadi landasan bank syariah bukan hanya sebatas landasan ideologis saja, melainkan juga merupakan landasan operasionalnya. Berkaitan dengan hal itu bagi ekonomi syariah dalam menjalankan aktivitasnya tidak hanya kegiatan usahanya atau produknya saja yang harus sesuai dengan

4

Rifyal ka’bah, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Sebagai Sebuah

Kewenangan Baru Peradilan Agama, dalam varia peradilan, Tahun XXI Nomor 245

(4)

prinsip syariah, tetapi juga meliputi hubungan hukum yang tercipta dan akibat hukum yang timbul. Termasuk dalam hal ini jika terjadi sengketa antara pihak lembaga keuangan syariah dengan nasabahnya, semua harus didasarkan dan diselesaikan sesuai dengan prinsip syariah tersebut.5

Seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks akan melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama dalam berbisnis. Mengingat kegiatan berbisnis diakui semakin meningkat dari hari ke hari maka tidak mungkin menafikan akan terjadinya sengketa antara pihak yang terlibat baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Sengketa merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebenarnya dalam istilah “sengketa” seringkali disamakan dengan istilah konflik, keduanya hampir sama, akan tetapi keduanya dapat dibedakan. Kosa kata Conflict sudah diserap dalam bahasa Indonesia menjadi Konflik, sedangkan kosa kata dispute diterjemahkan dengan kosa kata sengketa. Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas. Sebuah konflik berubah menjadi sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas baik secara langsung kepada pihak yang di anggap sebagai penyebab kerugian.6 Jadi bisa disimpulkan bahwa Sengketa merupakan kelanjutan dari konflik.

5

Afnil Guza, Undang-Undang Perbankan Syariah (UU RI Nomor 21 Tahun

2008) dan Surat Berharga Syariah Negara (UU RI Nomor 19 Tahun 2008), Jakarta:

Asa Mandiri, 2008, 42.

6

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian sengketa di luar pengadilan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), 1.

(5)

Sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa bila tidak dapat terselesaikan. Konflik akan diartikan “pertentangan” di antara para pihak untuk menyelesaikan masalah yang kalau tidak terselesaikan dengan baik dapat mengganggu hubungan di antara mereka.

Dalam mempertahankan perkembangan perbankan syariah ke depan, dukungan hukum (legal support) terhadap perbankan syariah dari berbagai aspek sangat diperlukan. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah yang mungkin terjadi antara bank syariah, nasabah, dan pemangku kepentingan (stakeholders). Seperti bisnis lainnya, sengketa di perbankan syariah juga tidak dapat dihindarkan. Oleh karena perbankan syariah didasarkan pada prinsip syariah (syariah based), maka mekanisme penyelesaian sengketanya juga harus berdasarkan syariah (in compliance with shariah).

Ada berbagai permasalahan yang potensial timbul dalam praktek perbankan syariah antara bank dengan nasabah. Kemungkinan-kemungkinan sengketa biasanya berupa komplain karena ketidaksesuaian antara realitas dengan penawarannya, tidak sesuai dengan aturan main yang diperjanjikan, layanan dan alur birokrasi yang tidak masuk dalam draft akad, serta komplain terhadap lambatnya proses kerja dan juga sengketa mungkin saja terjadi dalam lingkup produk pengumpulan dana, seperti tentang jumlah atau angka tabungan/deposito, atau bila nasabah merasa bahwa keuntungan yang diterimanya tidak wajar atau menyalahi kesepakatan, juga dimungkinkan apabila nasabah tidak dapat menarik dananya pada waktu yang ditentukan dan sebagainya. Akan tetapi paling dominan kemungkinan terjadinya sengketa terdapat pada masalah pembiayaan.

(6)

Pada awalnya yang menjadi kendala hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa kemana penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadakah. Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya UU No. 50 Tahun 2006 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Maka apabila terjadi sengketa syariah, berdasarkan penjelasan di atas, lembaga yang berwenang mengadilinya adalah pengadilan agama. Meskipun demikian, ada kemungkinan sengketa perbankan syariah tidak diajukan ke pengadilan agama. Ini terjadi apabila dalam perjanjian atau akad produk telah ditentukan lembaga-lembaga lain atau cara lain yang akan menyelesaikan sengketa. Ini sejalan dengan ketentuan pasal 1338 KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak.7

Berbagai macam konflik atau sengketa yang mendasarkan pada syariat islam sering timbul di tengah-tengah masyarakat kita. Persengketaan tersebut tidak selalu dapat diselesaikan oleh mereka sendiri, sehingga mereka harus menyelesaikannya melalui lembaga peradilan. Hal ini disebabkan oleh kesepakatan yang mereka buat sendiri di dalam kontrak khususnya dalam dunia perbankan, selalu mencantumkan klausula penyelesaian sengketa melalui pengadilan, namun di peradilan manakah mereka harus menyelesaikan sengketa tersebut.

7

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2009), 166.

(7)

Di Indonesia, pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah adalah Pengadilan Agama. Semenjak tahun 2006, dengan diamendemennya UU No. 7 Tahun 1989 dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, kewenangan Peradilan Agama diperluas. Di samping berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawaninan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, dan shadaqah, Pengadilan Agama juga berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Kewenangan tersebut tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syariah saja, tapi juga di bidang ekonomi syariah lainnya. Kemudian, kewenangan Pengadilan Agama diperkuat kembali dalam Pasal 55 1 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

Dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 55 ayat (1) dapat dipahami, bahwa pada dasarnya kewenangan menyelesaikan sengketa dalam perbankan syariah adalah kewenangan Peradilan Agama, tetapi ayat (2) membuka peluang untuk menyelesaikan sengketa di luar Peradilan sepanjang yang diperjanjikan dalam akad. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 55 ayat (3) disebutkan, bahwa penyelesaian sengketa harus sesuai dengan prinsip syariah.

Proses penyelesaian sengketa secara litigasi dapat dilakukan melalui lembaga peradilan yaitu melalui pengadilan Agama. Sementara

(8)

proses penyelesaian secara non litigasi dapat dilakukan melalui beberapa institusi seperti yang dijelaskan dalam pasal 55 ayat 2 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah:

1. Musyawarah mufakat,

2. Mediasi BI (untuk penyelesaian sengketa antar bank), mediasi pada Dewan Pengawas Syariah (DPS) masing-masing bank syariah dalam hal penyelesaian sengketa antar bank syariah dengan nasabahnya,

3. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). 4. Melalui Peradilan Umum.8

Bagian terpenting dari penyelesaian sengketa perbankan syariah disebutkan dalam Pasal 55 ayat (3), yaitu tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Ini berarti lembaga manapun yang menyelesaikan sengketa dalam perbankan syariah ketentuan diberlakukan adalah hukum Islam.

Namun opsi tersebut dimanfaatkan oleh pihak bank syariah yang belum sepenuhnya percaya pada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah, sehingga masih banyak bank syariah yang masih memilih pengadilan umum sebagai forum/lembaga dalam menyelesaikan sengeketa.

Adanya opsi tersebut menyebabkan adanya dualisme kewenangan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum. Mahkamah konstitusi menegaskan bahwa penjelasan pasal 55 ayat 2 UU No tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum

8

Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan

(9)

mengikat. Penjelasan pasal tersebut yang selama ini menjadi pokok permasalahan kemunculan pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum) dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah khususnya pada sengketa dunia perbankan.9

Dualisme kewenangan dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah akhirnya menjadi kewenangan secara penuh oleh Pengadilan Agama setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 93/PUU-X/2012 yang diketuk pada tanggal 29 Agustus 2013, merupakan putusan yang menganulir penjelasan pasal 55 ayat (2) UU. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan, yang awalnya memberikan opsi dalam penyelesaian sengketa, setelah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengakhiri dualisme penanganan perkara perbankan syariah menjadikan Pengadilan Agama sebagai pengadilan yang mempunyai kewenangan secara penuh, akan tetapi masih ada perbankan syariah yang masih memilih Pengadilan Negeri sebagai pilihan forum penyelesaian sengketa secara litigasi.

Dengan dianulirnya penjelasan pasal 55 ayat 2 UU 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah maka choice of forum dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah yang awalnya dapat melalui musyawarah, media perbankan, arbitrase syariah nasional Indonesia atau badan arbitrase lainnya dan Peradilan Umum tidak berlaku lagi.

Adapun putusan MK tersebut juga menimbulkan problematika hukum baru berupa kekosongan hukum yaitu tidak adanya aturan mengenai penyelesaian sengketa melalui lembaga litigasi karena pasal yang mengatur masalah non litigasi sudah di hapus. Inilah realita

9

Lihat Salinan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomer 93/PUU-X/2012 Oleh Pemohon Dadang Achmad Direktur CV. Benua Enginering Consultant.

(10)

hukum yang terjadi dalam lingkup perbankan syariah. Lalu bagaimana cara penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui non litigasi sementara penjelasan pasal 55 ayat (2) telah dianulir.

Adapun kronologi kasus yang diputuskan dalam putusan PA Cilegon nomor 411/Pdt.G/2013/PA.Clg adalah sebagai berikut: Pada tanggal 26 Februari 2013, dengan surat Nomor 022/CLG/COMC/SP3/II/2013 Imal Fathullah, S.H, dengan memberikan kuasa kepada Herwanto, S.H, dan Andrie Pratama, S.E, S.H, dan Tota P Samosir, S.H menggugat PT BTN Syariah Cilegon karena menurut penggugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berupa pembatalan pemberian pembiayaan investasi BTN iB kepada Penggugat sebesar plafon Rp. 3.300.000.000,-(tiga milyar tiga ratus juta rupiah) sehingga bahwa akibat dari pembatalan tersebut Penggugat mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 220.000.000,- (dua ratus dua puluh juta rupiah) dan kerugian immateriil sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Disini penulis tertarik menganalisa putusan tersebut karena perkara yang diputuskan merupakan perkara ekonomi syariah yang masih menjadi sorotan banyak pihak terkait kompetensi hakim peradilan agama dalam menanganinya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah ini supaya memperoleh gambaran yuridis mengenai penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Pasca putusan MK No. 93/PUU-X/2012, karena perkara yang diputuskan merupakan perkara ekonomi syariah yang masih menjadi sorotan banyak pihak terkait kompetensi hakim peradilan agama dalam menanganinya. Selain itu

(11)

ketertarikan penulis mengenai kekosongan hukum pasca putusan MK yang menghapus cara penyelesaian sengketa sengketa melalui non litigasi tersebut.apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah yang sangat menyanjung keadilan bagi yang bersengketa agar tidak terjadi kerugian bagi kedua belah pihak tersebut. Untuk mengetahui lebih lanjut maka penulis melakukan penelitian dengan judul “PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH PASCA PUTUSAN MK No. 93/PUU-X/2012 (Analisis Putusan Pengadilan Agama Cilegon No. 411/Pdt.G/2013/PA.Clg)”

B. Identifikasi Masalah

1. Penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No. 93/PUU X/2012 di Pengadilan Agama Cilegon ?

2. Akibat hukum yang ditimbulkan terhadap akad yang memuat klausula penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui Pengadilan Negeri ?

3. Bagaimana putusan hakim Pengadilan Agama Cilegon terhadap sengketa Ekonomi Syariah pada perkara No. 411/Pdt.G/2013/PA.Clg ?

C. Batasan Masalah

Untuk memperjelas arah pembahasan tesis ini penulis membatasi hanya pada kajian penyelesaian sengketa perbankan syariah pasca putusan mahkamah konstitusi No.93/PUU X/2012 di Pengadilan Agama dan kedudukan choice of forum pasca putusan tersebut. Dan penulis juga akan menganalisis penyelesaian sengketa perbankan syariah yang diputuskan Pengadilan Agama Cilegon dalam putusan

(12)

No.411/Pdt.G/2013/PA.Clg. Adapun kasus ini merupakan kasus pertama yang ditangani Pengadilan Agama Cilegon tentang ekonomi syariah semenjak diresmikan pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2003 Masehi bertepatan dengan tanggal 22 Muharram 1424 Hijriyah sampai 2016.

D. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah dan untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana penyelesaian sengketa Ekonomi syariah pasca putusan

MK No. 93/PUU-X/2012 di Pengadilan Agama ?

2. Bagaimana putusan hakim Pengadilan Agama Cilegon terhadap sengketa perbankan syariah pada perkara No.411/Pdt.G/2013/PA.Clg ?

3. Apa akibat hukum yang ditimbulkan terhadap akad yang memuat klausula penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai insan akademik, selain itu penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai Penyelesaian sengketa di pengadilan agama pasca putusan MK No.93/PUU X/2012.

(13)

2. Menganalisa bagaimana putusan hakim Pengadilan Agama Cilegon terhadap sengketa perbankan syariah dalam perkara No. 411/Pdt.G/2013/PA.Clg.

3. Untuk mengetahui bagaimana hukum yang ditimbulkan terhadap akad yang masih memuat klausula penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Negeri.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu Ekonomi Syariah.

a. Manfaat Teoristis

1) Sebagai media pembelajaran metode penelitian hukum sehingga dapat menunjang kemampuan individu mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2) Menambah pengetahuan tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X/2012.

b. Manfaat Praktis

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang berkaitan dalam upaya penyelesaian sengketa pada ekonomi syariah.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti-peneliti lain yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai bidang yang sama, atau yang akan mengadakan penelitian sejenis.

(14)

G. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang sering disebutkan. Istilah-istilah tersebut adalah: penyelesaian sengketa, ekonomi syariah, kewenangan. Adapun yang dimaksud dengan istilah penyelesaian sengketa dalam penelitian ini adalah penyelesaian sengketa dalam bidang perdata ekonomi syariah yang dapat dilakukan dengan jalur litigasi dan non litigasi. Secara filosofis penyelesaian sengketa merupakan upaya untuk mengembalikan hubungan para pihak yang bersengketa dalam keadaan seperti semula. Dengan pengembalian hukum tersebut, maka mereka dapat mengadakan hubungan baik sosial maupun hubungan hukum. Istilah penyelesaian sengketa berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu dispute settlement of theory. Dalam bahasa belanda dikenal dengan theorie van de beslechting van geschillen. Sedangkan dalam bahasa jerman disebut dengan theory der streitbeilegung.10

Selanjutnya yang dimaksud dengan istilah ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah. Dalam tesis ini sengketa ekonomi syariah yang dimaksud dalam putusan adalah sengketa bank syariah yaitu sengketa antara nasabah dan Bank BTN iB Cilegon.

10

HS, Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada

(15)

Adapun istilah kewenangan dalam penelitian ini adalah kewenangan mengadili suatu lingkungan peradilan yang disebut dengan yurisdiksi atau kompetensi. Kewenangan mengadili itu sendiri ada yang bersifat absolut dan relatif, kewenangan absolut dalam penelitian ini diartikan sebagai kewenangan mengadili suatu pengadilan yang didasarkan pada jenis perkara yang boleh diadili sesuai dengan yang ditentukan dalam undang-undang. Sedangkan kewenangan relatif adalah kewenangan mengadili suatu pengadilan berdasarkan wilayah hukum dimana suatu pengadilan itu berada.11

Kerangka berpikir selanjutnya dalam penelitian ini adalah soal kewenangan suatu lingkungan peradilan yang bertujuan untuk memberi penjelasan tentang pengadilan mana yang benar dan tepat secara yuridis untuk mengadili suatu sengketa ekonomi syariah baik litigasi maupun non litigasi. Kemudian putusan sengketa ekonomi syariah yang ditangani oleh Pengadilan Agama Cilegon yang bertujuan untuk melihat pertimbangan hakim dalam pengambilan sumber hukum ekonomi syariah untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

H. Kajian Kepustakaan

Karya ilmiah ini berkenaan dengan Penyelesaian Sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama serta menganalisis sebuah putusan hakim tentang sengketa ekonomi syariah pada Pengadilan Agama Cilegon. Melihat kondisi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat, maka untuk mempertahankannya ke depan, dukungan hukum terhadap ekonomi

11

Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta : Rajawali, 1992), 25-27.

(16)

syariah dari berbagai aspek sangat diperlukan. Salah satunya mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah supaya mampu memberikan keadilan dan kepastian hukum kepada para pihak yang bersengketa dalam hal mengantisipasi dalam hubungan dunia bisnis dan usaha sehingga para pihak yang bersengketa dapat terselesaikan dengan baik.12

Setelah melakukan penelusuran terhadap beberapa literatur, karya ilmiah berupa skripsi dan tesis ada beberapa yang memiliki korelasi tema yang membahas mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Untuk dapat mendukung penelitian ini, maka peneliti akan kemukakan diantara selain buku-buku juga beberapa karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini:

Tesis yang ditulis oleh Ratna Sofianan yang berjudul “Implikasi Tugas dan Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Pasca Putusan MK No 93/PUU-X/2012 Tentang Pengujian Konstitusional UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah”. Dalam Tesisnyanya mengkaji tentang dua permasalahan, mengenai Kewenangan Badan Arbitrase Syariah Nasional terhadap penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum dan sesudah putusan MK No 93/PUU-X/2012 dan bagaimana implikasi tugas dan wewenang Badan Arbitrase Syariah Nasional dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No 93/PUU-X/2012 tentang pengujian konstitusional UU No 21 Tahun 2008 pasal 55 ayat 2 tentang perbankan syariah.Jenis penelitian ini

12

Ahmad Kamil, M Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan

(17)

adalah penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji berbagai dokumen atau literatur, penelitian ini juga bersifat deskriptif analisis.

Selanjutnya dalam skripsi yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Studi Kasus Pelaksanaan UU No 3 tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama oleh Pengadilan Agama Purbalingga” ditulis oleh Ikhsan Al Hakim yang membahas tentang pelaksanaan sengketa ekonomi syariah di pengadilan agama Purbalingga serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya pelaksanaan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di pengadilan agama purbalingga. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis.

Kemudian penelitian terdahulu yang memiliki korelasi tema dengan tesis penulis adalah tesis yang ditulis oleh Farhan Wildani yang berjudul “Pilihan Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi NO.93/PUU-X/2012 (Studi Kasus di PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sarana Prima Mandiri Pamekasan Madura)”, fokus dalam penelitian ini adalah penyelesaian sengketa di PT BPRS pasca putusan NO. 93/PUU-X/2012 dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pilihan forum penyelesaian sengketa. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis-empiris.

Dari penelitian terdahulu di atas belum penulis temukan secara khusus dan spesifik membahas tentang yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Cilegon. Karena itulah penelitian ini baru dan belum ada yang meneliti putusan sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Cilegon. Dimana dalam tesis ini membahas tentang bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah

(18)

di Pengadilan Agama pasca putusan MK No. 93/PUU-X/2012, kemudian menganalisa putusan hakim Pengadilan Agama Cilegon dengan perundang-undangan terkait serta kedudukan hukum yang masih menyelesaikan sengketa ekonomi syariah pada Pengadilan Negeri.

I. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau sistem untuk mengerjakan sesuatu secara sistematis dan metodologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses berfikir, analisis berfikir serta mengambil kesimpulan yang tepat dalam suatu penelitian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian hukum dengan subjek peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan dapat dikategorikan sebagai penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian inventarisasi hukum positif, asas-asas, penemuan hukum in concreto, sistem hukum dan sinkronisasi hukum.13

Metode pendekatan pada penelitian ini yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif. Dalam metode penelitian yuridis normatif tersebut akan menelaah secara mendalam terhadap asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan pendapat ahli hukum serta memandang hukum secara komprehensif. Artinya hukum bukan saja sebagai seperangkat kaidah yang bersifat normatif

13

Ronny Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), 106.

(19)

atau apa yang menjadi teks undang-undang (law in book) tetapi juga melihat bagaimana bekerjanya hukum (law in action).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang disebut bahan hukum. Yaitu berupa inventarisasi berkas Putusan Pengadilan Agama Cilegon No. 411/Pdt.G/2013/PA.Clg, peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur, jurnal dan dokumen yang berkaitan dengan pokok masalah.

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian dalam karya ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian deskriptif analisis yaitu Sifat penelitian yang digunakan penyusun adalah deskriptif analisis yaitu menguraikan dan menjelaskan data-data yang ada, konsepsi, serta pendapat- pendapat, kemudian menganalisisnya lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan kemudian menjabarkan dalam bentuk kata-kata.

3. Pendekatan penulis

Penelitian normatif mengenal beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengkaji setiap permasalahan. jenis-jenis pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:14

1) Pendekatan Undang-undang (statute approach). 2) Pendekatan Kasus (Case Approach)

3) Pendekatan Historis (Historical Approach) 4) Pendekatan Komparatif (Comparative Approach) 5) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Disini Penulis menggunakan dua (2) pendekatan dalam penelitian ini, yaitu Pendekatan :

14

(20)

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian di antaranya Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang kewenangan pengadilan agama, Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, putusan MK Nomor 93/PUU-X/2012 dan undang-undang yang berkenaan dengan sengketa ekonomi syariah.

b. Pendekatan kasus (case approach)

Adalah pendekatan yang didasarkan pada putusan-putusan pengadilan yang

sudah berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini putusan Pengadilan Agama Cilegon No. 411/Pdt.G/2013/PA.Clg.

4. Bahan hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder dengan bahan-bahan sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer berupa perundang-undangan termasuk Mahkamah Agung RI dan Fatwa Dewan Syariah Nasional yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, dan Yurisprudensi

(21)

Mahkamah Agung Republik Indonesia serta putusan-putusan hakim peradilan agama dalam perkara ekonomi syariah.

b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi,15 sebagai sumber bahan hukum penunjang yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya buku- buku teks atau karya ilmiah dari kalangan pakar hukum, kamus hukum dan jurnal hukum yang ada relevansinya dengan penelitian ini untuk mendukung bahan-bahan primer.

c. Bahan-bahan Tersier, yakni bahan-bahan pelengkap yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dll.

5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan cara pengumpulan dan pengelompokan peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, buku-buku, jurnal-jurnal, bahan dari internet dan referensi lain untuk memperoleh bahan hukum yang relevan dengan obyek penelitian yang dianalisis dan disusun secara sistematis menurut rumusan masalah dan tujuan penelitian ini. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran dan inventarisir studi kepustakaan guna mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Setelah bahan hukum terkumpul dan telah diklasifikasikan selanjutnya dipelajari materi-materi yang berkesesuaian dengan pokok bahasan, dari peraturan

15

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Penerbit Banyumedia, 2006), 181.

(22)

perundang-undangan yang berlaku, putusan-putusan pengadilan, buku-buku, jurnal-jurnal, bahan dari internet dan referensi lain yang relevan seperti kamus dan ensklopedi dengan permasalahan yang akan dibahas. Selanjutnya, bahan hukum tersebut dicari kaitan satu dengan lainnya dan selanjutnya diinterpretasi dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran dari permasalahan dalam penelitian ini dan kemudian diuraikan secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penulisan ini.

6. Analisa Bahan Hukum

Analisa bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu analisis yang tidak mempergunakan angka-angka melainkan memberikan gambaran-gambaran (deskripsi), dengan mendasarkan Peraturan Perundang-Undangan hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua bahan hukum yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi.16 Kemudian bahan hukum dikelompokkan atas bahan hukum yang sejenis, untuk kepentingan analisis. Oleh karena itu bahan hukum yang dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan penelitian ini. Analisis penelitian ini menggunakan metode induktif atau dari khusus ke umum, yakni hal-hal yang ideal yang berasal dari referensi/bahan hukum digunakan untuk mengkaji permasalahan umum. Analisis tersebut mencerminkan sistem analisis hukum dan logika berpikir hukum yang menjadi kekhasan dari penelitian ini.

16

Samiaji Sarosa, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Indeks, 2012), 70.

(23)

7. Lokasi penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Pengadilan Agama cilegon Jl. Jend. A. Yani Kel. Sukmajaya Kec. Jombang - Cilegon, Banten.

J. Sistematika Pembahasan

Penulis membagi tulisan tesis ini menjadi ke dalam 5 (lima) bab dan terdiri atas beberapa sub bab. Susunan bab tersebut secara sistematis adalah sebagai berikut :

Bab pertama berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian kepustakaan, metodelogi penelitian dan diakhiri dengan sistematika pembahasan. Selain itu dalam bab ini juga dipaparkan tentang posisi tesis dalam ranah ilmu pengetahuan yang orisinal dengan tetap dijaga hubungan kesinambungan dengan ilmu pengetahuan masa lalu. Dengan demikian disimpulkan bab ini menjadi dasar atau titik acuan metodologis dari bab-bab selanjutnya.

Bab kedua berisikan tentang tinjauan umum Pengadilan Agama, sejarah terbentuknya Pengadilan Agama, kewenangan serta kedudukan Pengadilan Agama dan UU mengenai Ekonomi Syariah dan gambaran umum mengenai putusan MK No.93/PUU-X/2012.

Bab ketiga memuat kajian pustaka atau kajian teori yang meliputi pengertian ekonomi syariah, sengketa ekonomi syariah serta penyelesaian sengketa dan mengkaji pasca putusan MK No.93/PUU-2012.Landasan teori ini berisi teori-teori sebagai hasil dari studi pustaka. Teori-teori yang didapat akan menjadi landasan bagi penulis untuk menteorikan hubungan yang terlibat dalam permasalahan yang diangkat pada penelitian, melakukan pembahasan untuk pengambilan

(24)

kesimpulan mengenai judul yang penulis pilih serta pengajuan hipotesis.

Bab keempat memuat pembahasan tentang hasil penelitian yang terkait dengan tema Penyelesaian sengketa ekonomi syariah pasca putusan MK No.93/PUU-X2012 serta menganalisis kajian putusan penyelesaian sengketa perbankan syariah pada Pengadilan Agama Cilegon. Dan bab ini juga berisi semua temuan-temuan atau data-data yang didapatkan dalam penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data, serta analisis penulis tentang penyelesaian sengketa di Pengadilan Agama Cilegon yang disajikan secara jujur, apa adanya dan keterbatasan penelitian.

Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan jawaban ringkas dan analisis terhadap rumusan masalah yang diajukan pada bab I, II, III, dan IV dan saran-saran atau rekomendasi, kemudian dilanjutkan dengan daftar rujukan dan lampiran-lampiran. Bab ini berisi tentang inti sari dari hasil penelitian yang dikerucutkan, kemudian berdasarkan pada bab-bab sebelumnya dijabarkan implikasi teoritis dan praktis dari hasil penelitian ini yang ditindaklanjuti dengan pemberian beberapa rekomendasi ilmiah.

Referensi

Dokumen terkait

Kalau sudah halus, ditumis dengan sedikit minyak kemudian masukkan kacang yang sudah ditumbuk bersama air asam jawa dan gula merah.. Aduk terus sampai tidak lengket

Dalam proses tersebut tidak menuntut kemungkinan bahwa yang bakal terjadi ialah kekuatan social politik dominant akan lebih kuat menentukan isi sebuah produk Undang-Undang dari

Jika hingga waktu yang telah ditetapkan diatas penyedia tidak dapat menghadiri Pembuktian Kualifikasi atau tidak dapat menunjukkan dokumen asli, legalisir atau tanda tangan dan

Variasi pengaruh dari keempat variabel bebas diketahui berdasarkan nilai R 2 yang senilai 0,997, jadi variasi pengaruh DPK, PDRB SBK dan NPL terhadap kredit yang

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas komite audit (AC_QUAL) yang diproksikan dengan empat indikator yaitu independensi komite

[r]

Untuk melihat hasil dari inputan Kepala Sekolah Anda yang sudah menginput instrumen AKPK, pilih menu.. Pada kolom status

[r]