• Tidak ada hasil yang ditemukan

BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BALAI POM DI BATAM KATA PENGANTAR RENCANA STRATEGIS Assalamu alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera untuk kita semua,"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

BALAI POM DI BATAM

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang telah ditetapkan tanggal 8 Januari 2015. Dengan acuan Undang-undang dan RPJMN tersebut serta berpedoman pada Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019 maka Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam menyusun Rencana Strategis Tahun 2015-2019.

Rencana Strategis Balai POM Di Batam Tahun 2015-2019 secara umum memuat kebijakan dan strategi operasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan yang meliputi pengawasan keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya; Pengawasan keamanan, manfaaat dan mutu produk Terapetik/Obat dan Perbekalan Rumah Tangga; Pengawasan keamanan, manfaat dan mutu ObatTradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan; Pengetatan pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif/Rokok; Pemberdayaan konsumen/masyarakat di bidang Obat dan Makanan; Peningkatan kapasitas managemen; Perangkat hukum dan profesionalisme sumber daya manusia dan sarana; Penyidikan dan Penegakan hukum di bidang Obat dan Makanan; Penguatan kapasitas Laboratorium Balai; serta Pemantapan dan Peningkatan koordinasi Jejaring Lintas Sektor di wilayah kerja Provinsi Kepulauan Riau.

Rencana Strategis Balai POM di Batam tahun 2015-2019 merupakan rencana lima tahun yang disusun dengan mempertimbangkan faktor internal maupun faktor eksternal antara lain : kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai. Oleh karena itu, tujuan utama dalam penyusunan Renstra ini adalah untuk menjadi acuan dalam penyusunan rencana

(3)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam ii kinerja, penyusunan rencana kerja dan anggaran, perjanjian kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan, serta penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Balai POM di Batam tahun 2015-2019.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam merampungkan Renstra ini tepat pada waktunya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan bimbingan kepada kita semua dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sehingga semua dapat terlaksana dengan baik dan semoga Rencana Strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam tahun 2015-2019 bisa memberikan manfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Batam, Maret 2015

Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

Dra. Setia Murni, Apt

NIP. 19580817 198703 2 001

(4)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

BALAI POM DI BATAM

iii

DAFTAR ISI

K A T A P E N G A N T A R . . . i D A F T A R I S I . . . i i i D A F T A R G A M B A R . . . i v D A F T A R T A B E L . . . v K E P U T U S A N K E P A L A B A L A I P O M D I B A T A M . . . v i B a b I P E N D A H U L U A N . . . 1 1.1 KONDISI UMUM ... 1

1.1.1 Peran BPOM berdasarkan Peraturan Perundang undangan……….2

1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia………..6

1.1.3 Capaian Kinerja Balai POM di Batam Periode 2010-2014…………..10

1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN………12

1.2.1Permasalahan……….13 1.2.2 Lingkungan Strategis………15 B a b I I V I S I , M I S I D A N T U J U A N O R G A N I S A S I . . . 3 8 A. VISI ... 39 B. MISI ... 39 C. BUDAYA ORGANISASI ... 43 D. TUJUAN ... 43 E. SASARAN STRATEGIS ... 44 B a b I I I A R A H K E B I J A K A N , S T R A T E G I , K E R A N G K A R E G U L A S I D A N K E R A N G K A K E L E M B A G A A N . . . 5 0 3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM ... 50

3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI POM DI BATAM ... 54

3.3 KERANGKA REGULASI ... 57 3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN ... 60 B a b I V T A R G E T K I N E R J A D A N K E R A N G K A P E N D A N A A N . . . 6 2 4.1 TARGET KINERJA ... 62 4.2 KERANGKA PENDANAAN ... 65 B a b V P E N U T U P . . . 6 8 L A M P I R A N . . . 6 9

(5)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

BALAI POM DI BATAM

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Struktur Organisasi Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam ... 7 Gambar 1.2 : Profil Pegawai Balai POM di Batam berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014 ... 9 Gambar 1.3 : Kebutuhan SDM Balai POM di Batam Tahun 2015-2019 berdasarkan Analisis Beban Kerja ... 10 Gambar 1.4 : Peta Wilayah Pengawasan Obat dan Makanan di Propinsi Kepulauan

Riau ... 13 Gambar 1.5 : Pola Pikir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB)………..26 Gambar 1.6 : Diagram Permasalahan dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini dan

Dampaknya ………34 Gambar 1.7 : Peta Bisnis Proses Utama Balai POM di Batam Sesuai Peran dan

Kewenangan………...36 Gambar 1.8 : Penjabaran Bisnis Proses Utama Kepada Kegiatan Utama Balai POM

di Batam………36

Gambar 2.1 : Peta Strategis BPOM periode 2015-2019………38 Gambar 3.1 : Log Frame Balai POM di Batam ... 56

(6)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

BALAI POM DI BATAM

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Profil Pegawai Balai POM di Batam berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014 ... 8 Tabel 1.2 : Capaian Kinerja Balai POM di Batam periode 2010-2014 ... 11 Tabel 1.3 : Luas Wilayah dan Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun

menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Kepulauan Riau ... 23 Tabel 1.4 : Tabel Sarana Produksi dan Distribusi Obat………30 Tabel 1.5 : Tabel Sarana Produksi dan Sarana Distribusi Obat Tradisional,

Kosmetik, Pangan, dan Bahan Berbahaya……….31 Tabel 1.6 : Rangkuman Analisis SWOT... 33 Tabel 1.7 : Penguatan Peran Balai POM di Batam tahun 2015-2019 ... 37 Tabel 2.1 : Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai POM di

Batam periode 2015-2019 ... 47 Tabel 3.1 : Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/Kegiatan, dan

Indikator Balai ... 56 Tabel 4.1 : Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai POM di Batam ... 62 Tabel 4.2 : Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan Balai POM di

(7)
(8)
(9)
(10)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam

BALAI POM DI BATAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 KONDISI UMUM

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L).

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi organisasi, Balai POM di Batam menyusun Rencana Strategis 2015 – 2019. Rencana Strategis Balai POM di Batam disusun berdasarkan Rencana Strategis Badan POM RI yang kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kinerja Tahunan Balai POM di Batam. Penyusunan Renstra Balai POM di Batam 2015 – 2019 dilakukan berdasarkan Peraturan Perundang – undangan dan hasil evaluasi pencapaian kinerja Balai POM di Batam tahun 2010 – 2014. Selanjutnya diharapkan Renstra Balai POM di Batam tahun 2015 – 2019 ini dapat meningkatkan

(11)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 2 kinerja Balai POM di Batam dibandingkan pencapaian periode berikutnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

Adapun kondisi umum Balai POM di Batam pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :

1.1.1 Peran Balai POM di Batam berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Balai POM di Batam sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.3592 Tahun 2007 tentang perubahan kedua atas keputusan Kepala Badan POM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor : 14 Tahun 2014 Balai POM di Batam termasuk Balai POM tipe B.

Sebagaimana ditetapkan pada Pasal 2 Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Balai POM di Batam mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan berbahaya. Dan di dalam Pasal 3 Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Balai POM di Batam mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu

produk secara mikrobiologi.

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh, dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi.

e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

(12)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 3 i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

Secara garis besar, fungsi Balai POM di Batam sama dan melekat pada fungsi Badan POM yaitu melakukan: (1) Pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar

(pre-market evaluation) melalui peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat

dan Makanan dalam rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Penguatan kapasitas laboratorium; (2) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan sampel dan pengujian; b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh kota dan kabupaten Provinsi Kepulauan Riau, termasuk Pasar Aman dari Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di Pusat dan Balai melalui : a)

Public Warning; b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi, dan

Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), Program pasar aman dari bahan berbahaya, peningkatan kegiatan Badan POM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat.

Sebagai unit pelaksana teknis Badan POM di Provinsi Kepulauan Riau, dengan luas wilayah sebesar 252.601 Km2, terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, dengan karakteristik Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam, Balai POM di Batam memiliki tantangan tersendiri dalam mengawal tugas fungsi BPOM. Oleh karena itu Balai POM di Batam harus mampu bersinergis dengan Pemerintah Daerah/Provinsi Kepulauan Riau dan melakukan revitalisasi dalam pengawasan obat dan makanan dalam rangka meningkatkan kinerja melindungi Kesehatan Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. 1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Sesuai Peraturan Kepala Badan POM No 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

(13)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 4 Badan POM, yang secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama dan dipimpin oleh seorang Kepala.

Struktur organisasi Balai POM di Batam sebagai berikut :

Gambar 1.1 : Struktur Organisasi Balai POM di Batam Tugas masing – masing seksi/ sub bagian sebagai berikut :

a. Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.

b. Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya, dan Mikrobiologi mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan, bahan berbahaya, dan mikrobiologi.

c. Seksi Pemeriksaan, Penyidikan, Sertifikasi, dan Layanan Informasi Konsumen mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan:

1) pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, sarana pelayanan kesehatan, serta penyidikan pelanggaran hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya; dan

2) pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu, serta

Kepala Balai POM di Batam

Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Kepala Seksi Pemeriksaan, Penyidikan,

Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen

Kepala Seksi Pengujian Produk Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, Kosmetika dan

Produk Kompelen

Kepala Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya

dan Mikrobiologi

(14)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 5 layanan informasi konsumen.

d. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di lingkungan Balai.

e. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk mendukung tugas-tugas Balai POM di Batam sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Balai POM di Batam untuk melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2014 sebanyak 50 orang pegawai.

Jumlah pegawai Balai POM di Batam berdasarkan tingkat pendidikan dijelaskan pada tabel 1.1 di bawah ini :

Tabel 1.1

Profil Pegawai Balai POM di Batam berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014

No Unit Kerja Pendidikan S3 S2 Apt S1 Bio S1 D3 D3 Total Lain Farm /AK Lain 1 2 3 4 5 6 7 8 17 1 Kepala - - 1 - - - - 1

2 Sub. Bagian Tata

Usaha - 1 - - 1 2 4 8

3

Seksi Pemeriksaan dan Penyidikan, Sertifikasi dan LIK

- 1 10 1 2 7 - 21 4 Seksi Pengujian Pangan, Bahan Berbahaya dan Mikrobiologi - - 5 1 2 1 - 9 6

Seksi Pengujian Prod. Terapetik, OT, Kosmetik dan Produk

Komplemen

- - 5 - - 6 - 11

(15)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 6 Dari Tabel 1.1 di atas dapat diketahui bahwa 42,00% pegawai Balai POM di Batam adalah Apoteker, di urutan kedua sebesar 32,00% merupakan D3 Farmasi/Akademi. Dari data di atas dan berdasarkan analisis beban kerja (ABK), Balai POM di Batam masih kekurangan pegawai dengan latar belakang pendidikan S1 Lain dan D3 Lain.

Di bawah ini gambar 1.2 : grafik komposisi persentase SDM Balai POM di Batam menurut pendidikan.

Gambar 1.2

Profil pegawai Balai POM di Batam Berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014

Dari komposisi SDM Balai POM di Batam sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.1 dan gambar 1.2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Balai POM di Batam, sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun ke depan.

Untuk mendukung tugas-tugas Balai POM di Batam sesuai dengan peran dan fungsinya, diperlukan sejumlah SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi yang baik. Jumlah SDM yang dimiliki Balai POM di Batam untuk melaksanakan tugas dan fungsi

(16)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 7 pengawasan obat dan makanan sampai tahun 2014 sebanyak 50 orang yang tersebar di seluruh seksi/ sub bagian.

Pada tahun 2014, Balai POM di Batam belum didukung dengan SDM yang memadai dan masih kekurangan SDM sejumlah 22 orang, dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dari target yang ditetapkan. Pada bulan Mei 2015 direncanakan Balai POM di Batam akan menerima 6 orang CPNS tahun 2014. Dengan demikian Balai POM di Batam masih kekurangan SDM sejumlah 16 orang. Berikut ini adalah profil kebutuhan pegawai berdasarkan analisis beban kerja.

Gambar 1.3

Kebutuhan SDM Balai POM di Batam Tahun 2015 – 2019 Berdasarkan Analisis Beban Kerja

Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai selama selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pegawai Balai POM di Batam sejumlah 16 pegawai dalam lima tahun tersebut, sementara beban kerja makin meningkat. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2014 2015 2016 2017 2018 2019 72 72 72 72 72 72 50 50 56 56 56 56 0 6 0 0 0 0 22 16 16 16 16 16 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Kebutuhan SDM (berdasarkan ABK 2014) 72 72 72 72 72 72 SDM yang Tersedia 50 50 56 56 56 56 Penambahan SDM 0 6 0 0 0 0 Kekurangan SDM 22 16 16 16 16 16

Kebutuhan SDM Balai POM di Batam Tahun 2015 – 2019 Berdasarkan Analisis Beban Kerja

(17)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 8 1.1.3. Capaian Kinerja Balai POM di Batam periode 2010-2014

Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Balai POM di Batam mempunyai tugas mengawasi peredaran Obat dan Makanan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Dalam menjalankan tugas tersebut, beberapa kegiatan yang dilaksanakan dan dimasukkan dalam Renstra Balai POM di Batam periode 2010-2014, yaitu : Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Balai POM di Batam tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.2 Capaian Kinerja Balai POM di Batam periode 2010-2014

NO INDIKATOR SATUAN TARGET 2014 2014 REALISASI 2013 REALISASI 2012 REALISASI 2011 REALISASI 2010 REALISASI % CAPAIAN 2014 a b c d e f g h I j 1 Persentase kenaikan Obat yang memenuhi standar Persen 0,1 -1,7 -1700 -2,61 0,23 0,61 97,35 (baseline) 2 Persentase kenaikan Obat Tradisional yang memenuhi standar Persen 0,25 -19,0 -7600 -34 -26,67 -0,04 84 (baseline) 3 Persentase kenaikan Kosmetik yang memenuhi standar Persen 0,25 -4,33 -1732 0,88 2,76 1,80 96 (baseline) 4 Persentase kenaikan Suplemen Makanan yang memenuhi standar Persen 0,5 -7,23 -1446 4,44 -0,25 95,56 (Baseline) Tidak ada sampel 5 Persentase kenaikan Makanan yang memenuhi standar Persen 3,75 -6,82 - 181,87 -13,59 -2,35 1,1 97,15 (baseline) 6 Proporsi Obat yang Memenuhi Standar (Aman, Manfaat & Mutu) Persen 99,63 95,65 96,01 95,56 97,96 97,22 99,23 7 Proporsi Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) Persen 1 0,71 129 0,01 1,35 8,41 4

(18)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 9 8 Proporsi Kosmetik yang Mengandung Bahan Berbahaya Persen 1 5,45 -345 0,74 1,00 4,85 3 9 Proporsi Suplemen Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat Keamanan Persen 2 11,67 -383,50 16,98 0 2,78 4 10 Proporsi Makanan yang Memenuhi Syarat Persen 90 90,33 100,37 91,17 94,97 98,24 75 Catatan:

Sumber: LAKIP dan LAPTAH Balai POM di Batam Tahun 2011, 2012, 2013, dan RHPK 2014

Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun 2010-2014 tersebut di atas, kinerja Balai POM di Batam mengalami penurunan dari tahun 2011 sampai 2014. Hal ini disebabkan, realisasi hasil tahun 2010 dijadikan sebagai baseline. Pada tahun 2010 peralatan laboratorium yang ada di Balai POM Batam belum memenuhi standar minimal peralatan, kompetensi penguji dan parameter uji yang di uji masih sangat terbatas sehingga tidak semua parameter kritis dapat diuji sehingga realisasi tahun 2010 yang ditetapkan sebagai baseline, terlalu tinggi, sehingga persentase capaian tahun 2014 bernilai negatif. Hal ini menunjukan keterbatasan Balai POM di Batam dalam perencanaan dan penetapan target dan perlu menjadi fokus perbaikan dalam penyusunan Renstra 2015-2019.

Di sisi lain, dengan masih ditemukannya produk Obat dan Makanan illegal/palsu/substandar, mengindikasikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Balai POM di Batam harus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan post

market merupakan hal yang tak dapat dielakkan lagi.

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 dan merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia, mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau dengan 40% belum memiliki nama dan

(19)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 10 berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, 95% merupakan lautan dan hanya 5% yang merupakan wilayah daratan.

Gambar 1.4

Peta Wilayah Pengawasan Obat dan Makanan di Propinsi Kepulauan Riau Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil di mana letak satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh perairan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

ARAH TIMUR Malaysia Timur dan Provinsi Kalimantan Barat ARAH BARAT Singapura, Malaysia dan Provinsi Riau

ARAH UTARA Vietnam dan Kamboja

ARAH SELATAN Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Jambi

Kebijakan Pemerintah menerapkan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun sejak bulan April 2009, pengelolaan pertumbuhan ekonomi makin bebas dan terbuka. Berbagai insentif yang diberikan di kawasan bebas ini mendorong pelaku usaha menanam modal/melakukan aktifitas bisnis di kawasan FTZ. Otonomi daerah juga mendorong keberhasilan perdagangan dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, masuknya produk obat dan makanan dari luar juga semakin meningkat, masuknya produk-produk substandar, produk palsu maupun produk yang mengandung bahan berbahaya ke wilayah FTZ semakin mudah. Kondisi tersebut menuntut adanya sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang efektif dan optimal dalam melindungi masyarakat dari produk-produk yang beresiko terhadap kesehatan. Pengawasan obat dan makanan harus lebih diintensifkan, cakupan pengawasan sarana distribusi berdasarkan analisis resiko harus ditingkatkan. Komitmen seluruh petugas Balai POM di Batam sangat

(20)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 11 diperlukan, kompetensi dan jumlah SDM, kualitas pengujian laboratorium terus ditingkatkan dan penerapan sistem manajemen mutu secara konsisten dan dikembangkan secara berkesinambungan. Penguatan koordinasi dengan lintas sektor yang mempunyai kewenangan dalam memberikan ijin impor dan pemasukan serta pengeluaran barang dari/ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, harus ditingkatkan.

1.2.1 Permasalahan

a. Jumlah dan kompetensi SDM masih kurang

Jumlah pegawai Balai POM di Batam per 31 Desember 2014 adalah 50 orang (13 laki-laki dan 37 perempuan), sebagian besar berumur di bawah 35 tahun (46 orang atau 92%). Berdasarkan klasifikasi pendidikan, pegawai Balai POM di Batam terdiri dari : Pasca Sarjana (2 orang), Apoteker (20 orang), Sarjana Biologi (3 orang), Sarjana Kimia (2 orang), Sarjana Ekonomi (1 orang), Sarjana Hukum (1 orang), Sarjana Teknologi Pertanian (1 orang), D3 Farmasi (11 orang), D3 Analis Kimia (5 orang), D3 Komputer (1 orang) dan D3 Akuntasi (2 orang), D3 Manajemen Informatika (1 orang). Berdasarkan ruang golongannya jumlah pegawai golongan IV : 3 orang, golongan III : 28 orang dan golongan II : 19 orang.

Jumlah pegawai Balai POM di Batam seluruhnya 50 orang dengan rincian menduduki jabatan struktural sebanyak 5 orang dan jabatan fungsional umum 45 orang. Kompetensi kerja pegawai Balai POM di Batam perlu terus ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan teknis maupun pelatihan manajemen.

b. Kapasitas Laboratorium Belum Optimal

Dalam mencapai laboratorium yang sesuai dengan Standar laboratorium tahun 2014, untuk mengawal semua produk Obat dan Makanan yang beredar di wilayah Kepulauan Riau, maka Balai POM di Batam secara terus menerus dan berkesinambungan terus memperkuat kapabilitas dan profesionalisme SDM maupun sarana dan prasarana laboratorium seperti peralatan laboratorium, pengembangan metoda analisa, reagensia, baku pembanding dan suku cadang.

c. Cakupan Pengawasan Sarana Produksi Pangan dan Distribusi Obat dan Makanan Belum Optimal

(21)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 12 Jumlah dan kompetensi SDM perlu terus ditingkatkan, sehingga pengawasan dapat dilaksanakan dengan optimal termasuk koordinasi dengan SKPD terkait untuk menindaklanjuti hasil pengawasan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Mempertimbangkan luas dan kondisi geografis Propinsi Kepulauan Riau serta meningkatnya jumlah sarana produksi dan distribusi seperti UKM Produk Pangan, khususnya importir pangan, Balai POM di Batam perlu meningkatkan cakupan Inspeksi agar dapat menjamin bahwa produk obat dan makanan yang dihasilkan didasarkan kepada kaidah produksi dan distribusi yang baik. Peningkatan tindak lanjut/respon oleh SKPD adalah hal yang menjadi krusial dalam meningkatkan cakupan pengawasan Obat dan Makanan di Propinsi Kepulauan Riau.

Jenis sarana yang harus diawasi oleh Balai POM di Batam meliputi sarana produksi dan distribusi obat, makanan, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen serta Sarana Pelayanan Obat/Pelayanan Kesehatan. Jumlah sarana yang diawasi lebih dari 3.000 sarana. Jumlah sarana produksi sediaan farmasi dan makanan yang terdata dan yang diawasi oleh Balai POM di Batam menurut Kab/Kota Tahun 2014 di Propinsi Kepulauan Riau sebanyak 1202 sarana, jumlah sarana distribusi obat dan sediaan farmasi dan makanan yang terdata dan diawasi di Kab/Kota Tahun 2014 di wilayah Propinsi Kepulauan Riau sebanyak 1646 sarana.

d. Pelaksanaan Sampling Belum Representatif dan Belum Berdasarkan pada Pendekatan Analisis Risiko

Dalam rangka fungsi pengawasan post market yang dilakukan melalui pengambilan sampel Obat dan Makanan berdasarkan pada produk yang berpotensi masalah terhadap kesehatan masyarakat. Sistim pengambilan sampel yang diterapkan ini menyebabkan tidak terwakilinya produk yang beredar di pasaran, belum berdasarkan pendekatan analisis risiko dan belum optimalnya pelaksanaan prioritas sampling.

e. Pemberdayaan Masyarakat Belum Optimal

Pembinaan masyarakat produsen dan masyarakat konsumen yang dilakukan belum optimal, dapat dilihat dari masih tingginya produk Obat dan Makanan TMS yang beredar. Hal ini antara lain disebabkan pembinaan kepada produsen belum tepat sasaran, masih banyak produsen yang memproduksi/mennghasilkan produk yang

(22)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 13 TMS/sarana yang TMK, belum menjadi sasaran dalam penyebaran informasi/penyuluhan. Disisi lain masih banyak konsumen yang menggunakan/membeli produk yang TMS tersebut. Pembinaan produsen khususnya UMKM sepenuhnya diserahkan kepada Dinkes Kabupaten/Kota.

f. Penegakan Hukum di Bidang Obat dan Makanan Belum Menimbulkan Efek Jera

Selama ini upaya penegakan hukum yang dilakukan dinilai belum efektif. Rendahnya putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada pelanggar hukum tindak pidana bidang Obat dan Makanan merupakan salah satu penyebab tidak efektifnya upaya penegakan hukum. Belum adanya Peraturan perundang-undangan khusus tentang pengawasan obat dan makanan yang dapat memberikan sanksi yang berat sehingga memberi efek jera terhadap pelaku tindak pidana. Kesetaraan kapasitas kelembagaan (eselonisasi) antara Balai POM di Batam dengan lintas sektor terkait seperti aparat penegak hukum dari kejaksaan dan kepolisian akan meningkatkan koordinasi PPNS Balai POM di Batam dan instansi penegak hukum dalam melengkapi berkas perkara pelanggaran di bidang Obat dan Makanan.

1.2.2 Lingkungan Strategis

Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global, permasalahan dan tantangan yang dihadapi di wilayah Propinsi Kepulauan Riau semakin kompleks. Arus globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan jasa. Percepatan arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai sumber daya alam. Hal ini menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Balai POM di Batam dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan di Propinsi Kepulauan Riau.

Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Balai POM di Batam terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Balai POM di Batam baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut :

(23)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 14 1.2.2.1 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut.

Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu.

Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau Balai POM di Batam untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif.

Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Balai POM di Batam dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan bermutu di Propinsi Kepulauan Riau.

Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut. Beberapa permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu obat adalah koordinasi seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat yang beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk industri farmasi dalam hal tingkat kematangannya dalam penerapan CPOB. Terkait meluasnya penggunaan jamu dan obat--obat tradisional, serta pengobat--obatan secara tradisional di masyarakat diperlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut.

(24)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 15 Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali. Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan.

Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Balai POM di Batam untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di Propinsi Kepulauan Riau. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Balai POM di Batam selama ini melakukan kontrol dalam bentuk pengawasan post market dan memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.

1.2.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya.

Dalam hal ini peran Balai POM di Batam akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan post-market melalui pengawasan penerapan CDOB. Dari sisi penyediaan (supply side) JKN, kapasitas dan kapabilitas laboratorium pengujian Balai POM di Batam harus terus diperkuat. Begitu pula dengan pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM Pengawas Obat dan Makanan (penguji, pengawas,

(25)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 16 maupun inspektur), serta kuantitas SDM yang harus terus ditingkatkan sesuai dengan beban kerja.

1.2.2.3 Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Terkait Goal 2. End hunger, achieve food security and improved nutrition, and promote sustainable agriculture, selain ketahanan pangan, kondisi yang harus diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khusus mengandung Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan olahan yang telah diinspeksi dan dibina Balai POM di Batam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat BPOM/Standar Nasional Indonesia/standar internasional. Tantangan bagi Balai POM di Batam ke depan adalah pengawalan mutu, manfaat, dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada masyarakat.

Terkait Goal 3.Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk

di dalamnya akses masyarakat terhadap obat dan vaksin yang aman, efektif, dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi Balai POM di Batam untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan.

(26)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 17 Hal ini bisa tercapai hanya jika PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi Balai Pom di Batam ke depan adalah intensifikasi pengawasan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya.

1.2.2.4 Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional

Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.

Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free

Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia,

Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free Trade

Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), India Free Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan

negara-negara tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut. Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun 2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar negeri.

Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan harus

(27)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 18 ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan negara-negara lain tersebut.

Program pemberlakuan Free Trade Zone ( FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun sejak 1 April 2009 mempercepat pembangunan Propinsi Kepulauan Riau. Pemberlakuan FTZ banyak dimanfaatkan oleh importer dan distributor untuk mengimpor dan mendistribusikan produk makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut.

Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di pelosok desa dan perbatasan. Kebutuhan obat dan makanan yang tinggi, ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat masih ditemukan obat dan makanan yang tidak mempunyai ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Dengan adanya kebijakan

Free Trade Zone (FTZ), maka Balai POM di Batam harus memperkuat pengawasan post market, pemberdayaan masyarakat terkait resiko obat dan makanan yang tidak

memenuhi persyaratan, peningkatan daya saing produk melalui bimbingan dan pembinaan dalam penerapan cara produksi dan distribusi yang baik. Pemberian sanksi yang jelas dan memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran merupakan hal penting yang harus dilaksanakan secara konsisten.

Kerjasama lintas sektor terkait dalam pengawasan dan tindak lanjut pengawasan sampai pada pemberian sanksi hukum sangat diperlukan, terutama dengan penegak hukum.

(28)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 19 1.2.2.5 Perubahan Iklim

Perubahan iklim dunia, dirasakan oleh sektor pertanian, dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Balai POM di Batam dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Ditambah dengan letak Propinsi Kepulauan Riau bertetangga dengan Negara lain, kondisi ini menuntut kerja keras dari Balai POM di Batam melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat dan makanan khususnya produk impor.

1.2.2.6 Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat

Perdagangan produk palsu dan business obat keras di jalur illicit, semakin mewarnai dunia usaha produk terapetik Indonesia, dengan alasan utama penyediaan komoditi murah. Tingginya permintaan masyarakat akan produk obat dan makanan juga mendorong pelaku usaha untuk memproduksi dan atau mengedarkan produk-produk ilegal seperti tanpa ijin edar (TIE) atau mengandung bahan berbahaya/dilarang. Selain itu masih ditemukan produk yang perijinannya tidak sesuai, seperti produk obat tradisional tetapi perijinannya sebagai produk industri rumah tangga pangan. Peredaran produk ilegal dan palsu diperkirakan akan tetap marak seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat ini dimana daya beli masyarakat masih kurang memadai. Menghadapi tantangan ini Balai POM di Batam dalam melakukan pengawasan

post market kedepan harus lebih optimal.

1.2.2.7 Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Kemajuan teknologi informasi serta komunikasi membuka wawasan masyarakat tentang pola hidup modern, yang menyebabkan tradisi budaya bangsa mulai berangsur-angsur dilupakan. Kehidupan modern juga memicu peningkatan kesibukan masyarakat dalam upayanya meningkatkan kesejahteraannya. Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang mendorong pergeseran demand konsumen

(29)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 20 akan makanan ke arah jenis makanan yang siap saji (fast food). Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan akan obat tradisional dan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Di samping itu, kecanggihan teknologi promosi dapat menutupi berbagai kelemahan produknya, keadaan ini semakin menurunkan tingkat kewaspadaan konsumen yang sudah tereksploitasi oleh dorongan permintaan. Kecenderungan perubahan demand ini semakin kuat, baik di tingkat nasional maupun di dunia internasional. Mendunianya trend ini dapat menjadi potensi gangguan kesehatan tanpa adanya pengawasan yang cukup terhadap keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari produk-produk yang meningkat konsumsinya. Hal ini merupakan tantangan nyata terhadap fungsi Balai POM di Batam dalam memberdayakan masyarakat melalui intensifikasi upaya sosialisasi dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) agar masyarakat memiliki kemampuan untuk menyaring berbagai informasi.

Jumlah penduduk di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2013 sebanyak 1.861.373 jiwa dengan tingkat rata-rata laju pertumbuhan penduduk 56.284. Penyebaran penduduk di Provinsi Kepulauan Riau masih bertumpu di Kota Batam yakni sebesar 1.094.623 penduduk, Kabupaten Karimun sebesar 4.28 persen dan Kota Tanjung Pinang sebesar 5.12 persen sedangkan kabupaten yang lainnya dibawah 10 persen dengan nilai terendah di Kepulauan Lingga sebesar 0.68 persen. Sementara dilihat dari Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Batam yakni sebanyak 47.089 dan yang paling rendah adalah Kabupaten Lingga sebesar 385. Dilihat dari sisi laju pertumbuhan selama sepuluh tahun terakhir (2000-2010) Propinsi Kepulauan Riau sebesar 4,99 persen lebih tinggi dari pertumbuhan nasional penduduk nasional (1,49%) dan merupakan provinsi dengan nilai laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Sumatera.

Tabel 1.3

Luas Wilayah dan Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk Per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Kepulauan Riau

Kabupaten/Kota Luas Daratan Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk Tahun 2013 Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun 2012 s/d 2013 Karimun 1.524,00 220,882 2,407

(30)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 21 Bintan 1.739,44 149,120 1,908 Natuna 2.814,26 72,527 1,073 Lingga 2.117,72 87,867 385 Kepulauan Anambas 590,14 39,374 541 Batam 1.570,35 1,094,623 47,089 Tanjungpinang 239,50 196,980 2,881 Jumlah 10.595,41 1,861,373 56,284 Sumber: LAPTAH Balai POM di Batam tahun 2014

Semakin bertambahnya jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Riau, kebutuhan Obat dan Makanan meningkat, membuka peluang pasar bagi produsen lokal maupun luar (Negara tetangga) meningkatkan volume produksi dan variasinya. Hal ini tentu menuntut peran Balai POM di Batam lebih besar lagi dalam melakukan pengawasan dan pembinaan.

1.2.2.8 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan kebijakan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan. Desentralisasi dan otonomi daerah, berdampak pada pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu komando), sehingga apabila terdapat suatu produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat dapat segera ditindaklanjuti.

Kondisi yang ada di lapangan, desentralisasi menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan obat dan makanan, dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah kurang sehingga tindak lanjut hasil pengawasan obat dan makanan belum optimal.

Untuk menunjang tugas dan fungsi pengawasan Balai POM di Batam, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari lintas sektor, masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound governance). Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi Balai POM di Batam secara konsisten meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait dalam pengawasan oabat dan makanan.

(31)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 22 1.2.2.9 Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang cukup pesat, ditambah dengan letak Propinsi Kepulauan Riau yang berdekatan dengan Negara tetangga, sehingga distribusi obat dan makanan secara masal dapat dilakukan lebih cepat. Hal ini berdampak pada pengawasan peredaran obat dan makanan semakin berat dan kompleks.

Perkembangan teknologi di bidang produksi pangan yang semakin berkembang, perubahan iklim, juga ikut mendorong berbagai inovasi perkembangan teknologi menciptakan rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum teruji.

Perkembangan teknologi informasi, promosi secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat terhadap produk obat dan makanan yang beredar, mendorong masyarakat lebih konsumtif, menjadi tantangan bagi Balai POM di Batam untuk melakukan pengawasan terhadap produk obat dan makanan yang dipasarkan secara online.

1.2.2.10 Implementasi Program Fortifikasi Pangan

Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran industri dan Pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting.

Fortifikasi pangan merupakan salah satu cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kurang yodium (GAKI). Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010– 2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar 29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami kenaikan, yaitu berkisar 4%-23%.

Untuk mengawal program ini, BPOM mendapatkan mandat strategis baik dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) maupun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG), utamanya pada Pokja III Bidang Mutu dan Keamanan Pangan.

(32)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 23 Kegiatan Intensifikasi pengawasan produk fortifikasi Nasional (tepung terigu dan garam) merupakan upaya pengawasan produk pangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan (compliance) maupun surveilan keamanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui sampling dan pengujian.

1.2.2.11 Jejaring Kerja

Balai POM di Batam menyadari dalam pengawasan obat dan makanan tidak dapat menjadi single player, ditambah lagi dengan keterbatasan SDM, luasnya cakupan pengawasan, dan permasalahan pengawasan yang semakin kompleks. Penguatan dan pengembangan jejaring dengan pemangku kepentingan baik di pusat dan daerah merupakan tantangan yang harus dilakukan Balai POM di Batam dalam melaksanakan tugas fungsi pengawasan.

1.2.2.12 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Balai POM di Batam melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand

Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan Balai POM di Batam

merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana gambar 1.5 di bawah ini :

(33)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 24

Gambar 1.5

Pola Pikir Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, Balai POM di Batam merupakan UPT dari BPOM. Untuk mendukung pengawasan obat dan makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang sulit dijangkau dari ibukota provinsi, Balai POM di Batam perlu melakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan Balai POM Batam ke depan adalah melakukan evaluasi terhadap eselonisasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Balai POM di Batam.

b. Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, Balai POM di Batam berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan Quality Management System ISO 9001:2008 dan Akreditasi

(34)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 25 Laboratorium IEC 17025 : 2005. Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan Balai POM di Batam, di antaranya melalui e-procurement dan Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT). Berbagai sistem mutu dan pengembangan e-government yang dapat meningkatkan kinerja Balai POM di Batam tersebut seyogyanya dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

c. Penataan Peraturan Perundang-undangan dan Penegakkan Hukum

Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi Balai POM di Batam. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan obat dan makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang.

Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan obat dan makanan dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral.

Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota.

Pada level operasional, Balai POM di Batam telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerapkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.

Tantangan ke depan, Balai POM di Batam harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free

(35)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 26 Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.

d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Balai POM di Batam telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi LAKIP dari Inspektorat tahun 2013 memperoleh nilai A.

Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja Balai POM di Batam. Namun, Balai POM di Batam masih perlu melakukan penyempurnaan dalam penatausahaan manajemen pemerintahan (keuangan dan BMN) dalam mewujudkan pemerintahan yang akuntabel.

e. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Melalui upaya pengawasan yang dilakukan Balai POM di Batam, diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan Balai POM di Batam serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.

Pengawasan yang dilakukan Balai POM di Batam antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), dan pendayagunaan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dalam perencanaan dan penganggaran. f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan

(36)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 27 bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai Balai POM d Batam dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka

Pengembangan pegawai yang dilakukan Balai POM di Batam berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian. Saat ini, SDM Balai POM di Batam telah memiliki kualitas yang cukup memadai, namun dari sisi kuantitas SDM Balai POM di Batam belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi di wilayah kepulauan Riau.

g. Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, Balai POM di Batam telah membentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai Balai POM di Batam secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB.

Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi. 1.2.2.13 Cakupan Pengawasan Sarana Produksi dan Sarana Distribusi

Jenis sarana yang harus diawasi oleh Balai POM di Batam meliputi sarana produksi dan distribusi obat, makanan, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Jumlah sarana yang diawasi yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau yaitu sebanyak 2821

(37)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 28 sarana. Peningkatan jumlah dan kualitas SDM, respon tindaklanjut pengawsan dari SKPD merupakan faktor krusial dalam mengoptimalkan pengawasan Obat dan Makanan di Propinsi Kepulauan Riau.

Tabel 1.4

Tabel Sarana Produksi Dan Distribusi Obat Obat

Produksi Distribusi Fasilitas Kesehatan

IF PBF IFK RS Puskesmas Apotek Toko Obat Klinik

0 32 8 27 74 222 267 213

Tabel 1.5

Tabel Sarana Produksi dan Sarana Distribusi Obat Tradisional, Kosmetik, Pangan dan Bahan Berbahaya

Obat Tradisional Kosmetik Pangan

Produksi

Distribusi Produksi Distribusi Produksi Distribusi

IOT IKOT UMOT MD IRTP

0 0 0 321 0 100 19 1183 355

Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai POM di Batam telah diupayakan secara optimal untuk mencapai target yang ditetapkan. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat. Permasalahan tersebut antara lain masih banyaknya ditemukan Obat dan Makanan tidak memenuhi standar, tanpa ijin edar, palsu termasuk illegal; sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera; penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk pangan karena ketidak tahuan; dan praktek-praktek yang baik pada produksi dan distribusi Obat dan Makanan tidak diterapkan.

Adanya dinamika perubahan lingkungan strategis, ditetapkan upaya-upaya strategis yang dapat dilakukan Balai POM di Batam, dengan menganalisa kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan tantangan eksternal. Arah strategis dan kebijakan Balai POM di Batam kedepan untuk mewujudkan kinerja sesuai tujuan dan sasaran organisasi dan dituangkan dalam Renstra Balai POM di Batam Periode 2015-2019.

Balai POM di Batam saat ini memiliki SDM yang profesional dan cukup kompeten dalam melakukan pengujian dan pengawasan produksi dan peredaran produk obat dan

(38)

Balai Pengawas Obat dan Makanan di Batam 29 makanan. Dari segi pelayanan publik, SDM Balai POM di Batam memiliki integritas yang baik dan dirasakan oleh masyarakat konsumen dan masyarakat pelaku usaha maupun lintas sektor terkait. Di sisi lain, Balai POM di Batam telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas sebagai acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, sehingga seluruh kegiatan pengawasan tersebut telah memiliki standar baku, baik untuk Obat dan Makanan, juga faktor-faktor mutu lainnya, seperti standar produksi dari industri farmasi, standar distribusi dan standar produk pangan lainnya. Komitmen pimpinan dalam mewujudkan visi dan misi, tujuan dan peran Balai POM di Batam dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan kesehatan masyarakat khususnya masyarakat di Propinsi Kepulauan Riau merupakan kekuatan CBalai POM di Batam.

Level eselonisasi kelembagaan Balai POM di Batam yang lebih rendah dari SKPD yang ada di Propinsi Kepulauan Riau adalah salah satu yang perlu direvitalisasi dan merupakan kelemahan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan. Sarana dan prasarana dan jumlah serta kualitas SDM kurang memadai. Jumlah sarana produksi dan distribusi obat dan makanan yang menjadi cakupan pengawasan terdiri dari 1202 sarana produksi dan 1920 sarana distribusi. Selain pengawasan sarana, juga dilakukan pengawasan iklan/promosi,label/penandaan, dan sampling obat dan makanan untuk dilakukan pengujian di laboratorium. Dengan jumlah SDM Di Balai POM Batam yang berjumlah 50 (lima puluh) orang termasuk struktural, dibandingkan dengan umlah sarana yang diawasi, perlu ditingkatkan.

Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Balai POM di Batam perlu di dukung dengan struktur organisasi dan penataan tata kerja yang mengikuti prinsip structur follow

function follow strategy, sehingga struktur organisasi dan tata kerja (fungsi) dapat

mewujudkan tujuan organisasi. Penyiapan sarana dan prasarana termasuk teknologi yang canggih harus mengikuti perkembangan teknologi Obat dan Makanan yang semakin canggih.

Ekspektasi masyarakat dan lintas sektor terhadap peran dan fungsi Balai POM di Batam cukup tinggi, merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan Balai POM di Batam. Koordinasi dengan instansi penegak hukum belum optimal, sanksi yang ditetapkan belum memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran di bidang Obat dan Makanan. Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi Balai POM di Batam. Tantangan

Gambar

Gambar 1.1 : Struktur Organisasi Balai POM di Batam
Tabel 1.2 Capaian Kinerja Balai POM di Batam periode 2010-2014
Tabel 1.6: Rangkuman Analisis SWOT
Gambar 1.6 : Diagram permasalahan dan isu strategis,  kondisi saat ini dan dampaknya
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari waktu terjadinya kompos antara penambahan larutan MOL nasi basi dengan kontrol,

Jika dilihat dari jumlah pakan yang diberikan, maka perlakuan dengan jumlah pakan yang lebih banyak, hasil panen jumlah kepiting yang masih dalam kondisi kurus lebih

Sehingga karakteristik pada unjuk kerja dengan variasi terbaik adalah generator dengan duty cycle 80% dikarenakan laju produksi gas HHO yang relatif cukup tinggi dibandingkan

Bisnis.com, JAKARTA- Direktur Keuangan dan Umum PT Asuransi Jiwa Taspen atau Taspen Life Pask Suartha mengatakan untuk penempatan instrumen investasi, perusahaan

Dalam tulisan ini penulis ingin membandingkan beberapa metode yang ada dalam jaringan syaraf tiruan. Metode yang dipilih untuk dibandingkan adalah metode SOM

kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulang penderita bisa dikeluarkan dan kemudian disuntikkan kembali setelah kemoterapi selesai. Karena itu, penderita kanker bisa menerima

Kegiatan ajudikasi dalam pendaftaran tanah adalah untuk pendaftaran tanah yang pertama sekali merupakan prosedur khusus yang prosesnya dilakukan pada pemberian

Penulisan skripsi Perlawanan Raden Adipati Cokronegoro terhadap Pasukan Pangeran Diponegoro di Bagelen (1825-1830) ini akan dibagi ke dalam lima bab , yaitu sebagai berikut : Bab