• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN STASIUN BMKG DI PROVINSI BENGKULU MENGGUNAKAN TEKNIK DOWNSCALLING STATISTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN STASIUN BMKG DI PROVINSI BENGKULU MENGGUNAKAN TEKNIK DOWNSCALLING STATISTIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 1

PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN STASIUN BMKG DI PROVINSI

BENGKULU MENGGUNAKAN TEKNIK DOWNSCALLING STATISTIK

Pungky Saiful Akbar(1),Dodo Gunawan(2)

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG) Tangerang Selatan Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

BMKG, Jakarta

ABSTRAK

Prediksi curah hujan merupakan informasi yang penting dan dibutuhkan di berbagai bidang. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan akurasi prediksi curah hujan dengan berbagai teknik. Salah satunya dengan menggunakan data Climate Forecast System version 2 (CFSv2) untuk dijadikan model prediksi curah hujan bulanan. Informasi CFSv2 merupakan informasi berskala global dan memiliki resolusi yang masih rendah, maka diperlukan suatu teknik downscaling untuk mendapatkan informasi kondisi lokal suatu daerah. Metode Partial Least Square Regression (PLSR) digunakan dalam pemodelan Statistical Downscalling untuk mereduksi dimensi dan mengatasi masalah multikolinieritas.

Model optimal yang dibentuk dari input data CFSv2 Analaysis dan curah hujan bulanan observasi adalah model dengan menggunakan dua komponen utama. Sedangkan variabel iklim yang paling berpengaruh pada kedua komponen tersebut adalah variabel gradien angin zonal dan temperatur 850 mb. Berdasarkan nilai korelasi dan RMSE, prediksi curah hujan bulanan paling bagus dilakukan di Stasiun Meteorologi dan Geofisika dengan nilai korelasi di atas 0.9 dan nilai RMSE berturut-turut 67 dan 106, lebih baik daripada prediksi curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi Bengkulu dengan nilai korelasi 0.65 dan RMSE 129.

Kata Kunci : Downscaling Statistik, Curah Hujan Bulanan, CFSv2, PLSR.

ABSTRACT

Rainfall prediction is very important and necessary information in many fields. For it is necessary to improve the accuracy of rainfall prediction with various techniques. One of the way is to use data from the Climate Forecast System version 2 (CFSv2) to be used as a predictive model of monthly rainfall. CFSv2 information is information on a global scale and has a resolution that is still low, we need a downscaling techniques to obtain information about local conditions of an area. Methods of Partial Least Square Regression (PLSR) used in Downscalling Statistical modeling to reduce the dimension and solve the multicollinearity problem.

Optimal models created from data input CFSv2 Analaysis and monthly rainfall observation was modeled using two main components. While climate variables that most influential on these two components is variable wind zonal gradient and temperatures of 850 mb. Based on the correlation and RMSE, the best monthly rainfall predictions at Meteorological and Geophysics Station with correlation value above 0.9 and the value of RMSE respectively 67 and 106, better than expected monthly rainfall in Climatology Station Bengkulu correlation value 0.65 and RMSE 129.

Keywords : Statistical Downscaling, Monthly Rainfall, CFSv2, PLSR.

(2)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 1. PENDAHULUAN

Informasi prediksi curah hujan harian maupun bulanan merupakan informasi yang sangat penting dan dibutuhkan di berbagai sektor. Informasi tersebut terkadang masih sulit untuk diprediksi secara akurat dikarenakan sifat curah hujan yang dinamis dan proses fisis kompleks yang terlibat di dalamnya.

Perlu dilakukan peningkatan akurasi prediksi curah hujan dengan berbagai teknik untuk meningkatkan kualitas informasi tersebut. Salah satu teknik yang digunakan dalam peningkatan akurasi prediksi curah hujan adalah dengan menggunakan data-data model iklim yang telah disediakan secara bebas dan gratis oleh National Centers for Environmental Prediction - National

Oceanographic and Atmospheric

Administration (NCEP- NOAA).

Climate Forecast System (CFS) merupakan suatu model global yang berorientasi secara spasial dan temporal serta merupakan alat atau sumber informasi untuk melakukan perhitungan prediksi iklim. CFS dapat kita gunakan untuk memprediksi iklim dalam jangka waktu singkat maupun jangka waktu panjang hingga beberapa tahun ke depan. Informasi dari CFS merupakan informasi yang berskala global atau besar sehingga diperlukan teknik untuk memperoleh informasi berskala lokal atau kecil dari informasi tersebut. Resolusi CFS masih rendah untuk merepresentasikan kondisi iklim lokal yang dipengaruhi oleh topografi dan tata guna lahan.

Teknik downscaling digunakan untuk memperoleh informasi skala lokal dari data CFS. Teknik downscaling adalah suatu proses transformasi data unit skala besar menjadi unit skala yang lebih kecil. Adapula yang mendefinisikan downscaling adalah suatu cara menginterpolasi variabel-variabel bebas berskala besar terhadap variabel berskala yang lebih kecil (Wilby dan Wigley, 1997). Selanjutnya, teknik downscaling sering dilakukan menggunakan dua cara, yaitu secara dinamis dan secara statistik. Kajian ini

membahas penggunaan dowscalling secara statistik yang disebut Statictical Downscalling (SD).

Beberapa metode telah digunakan dalam SD (Wilby dan Wigley 1997). Partial Least

Square Regression (PLSR) dapat digunakan

dalam pemodelan SD untuk mereduksi dimensi atau mengatasi masalah multikolinieritas. Metode ini telah digunakan oleh Bergant dan Kajfez-Bogataj (2005).

Penelitian ini membahas tentang

downscaling data CFSv2 menggunakan metode

PLSR untuk memprediksi curah hujan bulanan Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu serta verifikasinya dengan data curah hujan bulanan observasinya.

2. DATA DAN METODE

Penelitian ini dilakukan tiga Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu yaitu Stasiun Klimatologi Pulau Baai (03°51'37" LS dan 102°18'44"BT), Stasiun Meteorologi Fatmawati (3°51'25"LS dan 102°20'6"BT), dan Stasiun Geofisika Kepahyang (3°38'17" LS dan 102°35'32"BT) seperti gambar berikut :

Gambar 2.1. Lokasi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan observasi periode tahun 2011-2015 Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu. Data pembangun model

(3)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 3 menggunakan data luaran CFSv2 Analysis dari

NCEP, dengan domain 1x1 (1 grid), yaitu 3° LS- 4° LS dan 102° BT – 103 BT. Lokasi grid yang diambil berada di Stasiun BMKG Provinsi Bengkulu. Data untuk prediksi menggunakan data luaran CFSv2 Forecast dari NCEP dengan variabel dan grid yang sama seperti data pembangun model. Berikut merupakan variabel bebas yang digunakan untuk membangun model

Tabel 2.1 Variabel Bebas

No Variabel Simbol Satuan

1 Geopotential height 850 mb (HGT850) [gpm] 2 Temperature 850 mb (TMP) [°C] 3 Relative humidity 850 mb (RH850) [%] 4 u wind 850 mb (UGRD850) [m/s] 5 v wind 850 mb (VGRD850) [m/s] 6 Specific humidity 850 mb (SPFH850) [kg/kg] 7 Pressure vertical velocity 850 mb (VVEL850) [Pa/s] 8 Absolute vorticity 850 mb (ABSV850) [/s] 9 Cloud water (CLWMR850) [kg/kg] 10 Ozone mixing ratio (O3MR850) [kg/kg]

Metode yang digunakan pada tahap awal ialah pemilihan prediktor yang merupakan tahapan yang sangat menentukan kesuksesan

metode PLSR. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan indirect analogue downscaling

method, yang berarti menggunakan variabel

sirkulasi atmosfer lapisan atas sebagai prediktor untuk mendownscale variabel di lapisan 850 mb. Selanjutnya dipilih prediktor terbaik dengan membandingkan pengaruhnya terhadap komponen-komponen pembangun model prediksi curah hujan bulanan di ketiga daerah penelitian. Selanjutnya digunakan metode Statistical Downscalling (SD) untuk mencari informasi skala lokal yang diturunkan dari skala global melalui hubungan fungsional antara kedua skala tersebut. Secara umum bentuk model SD adalah seperti berikut :

(3.1) Y(t) = peubah skala lokal (total hujan

bulanan, suhu udara rata-rata, dan lain-lain);

X(t×g) = peubah skala global sebagai luaran dari CFSv2 (temperatur, angin 850 mb, dan lain-lain);

t = waktu (bulanan, triwulanan, musiman).

Metode selanjutnya adalah menggunakan metode Partial Least Square

Regression (PLSR) yang mengkombinasikan

analisis komponen utama dan regresi ganda. Tujuannya adalah untuk memprediksi suatu gugus peubah respon (Y) berdasarkan gugus peubah predikor (X). Prediksi ini diperoleh dengan mengekstraksi sejumlah komponen, yang disebut peubah laten, dari peubah prediktor.

Bila suatu vektor Y dan suatu matriks X berpangkat penuh, prediksi dapat dilakukan dengan regresi kuadrat terkecil. Tetapi bila jumlah prediktor lebih banyak daripada jumlah pengamatan dan X berpangkat tidak penuh atau bersifat singular maka pendekatan regresi kuadrat terkecil tidak lagi tepat karena ada masalah multikolinearitas dalam X. PLSR akan mendapatkan komponen-komponen dari X yang juga relevan dengan Y. Hal ini dilakukan dengan cara dekomposisi X dan Y secara simultan dengan batasan bahwa komponen-komponen tersebut dapat menjelaskan

(4)

sebesar-SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 4 besarnya peragam (covariance) antara X dan Y.

Proses dekomposisi ini diikuti dengan tahapan regresi di mana hasil dekomposisi X digunakan untuk memprediksi Y.

Bila X berukuran N×K (N adalah jumlah pengamatan dan K adalah jumlah peubah prediktor), yang terdiri dari vektor xk, k = 1, ... , K, dan Y berukuran N×M (M adalah jumlah peubah respon), yang terdiri dari vektor ym, m = 1, ... , M. Metode PLSR menghasilkan sejumlah komponen baru yang akan memodelkan X dan Y, sehingga diperoleh hubungan antara X dan Y. Komponen-komponen baru ini disebut skor X, yang dicatat dengan ta, a=1, 2, ..., A.

Skor X merupakan kombinasi linier peubah-peubah asal xk dengan koefisien yang disebut pembobot, dicatat dengan vektor wka (a = 1, 2, ...,A). Proses tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut: (Wang dkk. 2002)

(3.2)

Skor X digunakan prediktor untuk X dan juga Y, sebagai berikut:

a. Skor X sebagai prediktor bagi X:

(3.3)

b. Skor X sebagai prediktor bagi Y:

(3.4)

Keterangan :

X = matriks variabel bebas

Y = matriks variable respon dengan n observasi sebagai baris dan q-variabel sebagai kolom

T = matriks komponen latent dengan n observasi sebagai baris dan c-variabel sebagai kolom

R’,P’ = matriks koefisien / loading matriks dengan c-variabel sebagai baris dan

q-variabel sebagai kolom.

E,F = matriks error dengan n observasi sebagai baris dan q-variabel sebagai kolom

Residu Y yakni fim menyatakan deviasi antara respon pengamatan dengan respon dugaan.

Berdasarkan pada persamaan (3.2), maka persamaan (3.4) dapat ditulis sebagai model regresi berganda sebagai berikut :

(3.5) = XB + F

Koefisien model PLSR, bmk (B) dapat

ditulis sebagai berikut: (3.6)

Prediksi bagi data pengamatan yang baru dapat diperoleh berdasarkan pada data X dan matriks koefisien B (Swarinoto dan Wigena, 2011).

Metode terakhir yang digunakan adalah metode verifikasi menggunakan korelasi

Pearson dan Root Mean Square Error

(RMSE). Untuk mengetahui tingkat kesesuaian fase antara nilai prediksi total hujan bulanan dengan nilai data observasinya dapat digunakan nilai koefisien korelasi Pearson (r). Nilai r ini bervariasi antara -1 hingga +1 ( Riduwan, 2005). Semakin tinggi nilai r yang didapat, maka semakin baik performa teknik prediksi yang digunakan. Dengan kata lain, semakin sama fase nilai prediksi dengan nilai observasinya, maka semakin baik performa teknik prediksi yang digunakan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai r dapat ditulis seperti berikut (Wilks, 2006):

(5)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 5 (3.7)

r = koefisien korelasi x = Curah hujan observasi y = Curah hujan prediksi

N = jumlah sampel dalam area verifikasi RMSE adalah suatu ukuran rata-rata kesalahan, tertimbang menurut kuadrat kesalahan. RMSE menjelaskan berapa besarnya kesalahan rata-rata dari prediksi namun tidak menunjukkan secara langsung dari kesalahan tersebut. Karena nilai tersebut berupa jumlah kuadrat, RMSE dipengaruhi lebih kuat oleh kesalahan besar daripada kesalahan – kesalahan kecil. Nilai kisaran RMSE mulai dari 0 hingga tak terbatas, dengan 0 sebagai nilai sempurna (Wilks, 2006). Secara matematis RMSE dijelaskan dalam rumus :

(3.8)

Dimana :

Fi = nilai prediksi ke-i

Oi = nilai observasi ke-i

N = jumlah sampel dalam area verifikasi

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hasil pengolahan data penelitian. Hasil dari pengolahan data akan menghasilkan model prediksi curah hujan bulanan yang akan diverifikasi. Tahap awal pengolahan ialah proses downscaling dari data CFSv2-Analysis. Model optimal yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk memprediksi curah hujan bulanan Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu.

Keluaran Session Window pada Minitab menunjukkan jumlah komponen pembangun model optimal, yang didefinisikan sebagai model dengan prediksi tertinggi. R2 pada

Minitab memilih model dua komponen sebagai model yang optimal, dengan R2-prediksi 29%

untuk Stasiun Klimatologi, 44% untuk Stasiun Meteorologi, dan 66% untuk Stasiun Geofisika. Minitab menampilkan tabel Analysis of

Variance per respon berdasarkan model yang

optimal. P-value untuk Staklim adalah 0,001, untuk Stamet 0,000 dan untuk Stageof 0,000 di mana ketiga-tiganya memiliki nilai kurang dari 0,05. Hal ini memberikan bukti yang cukup bahwa model tersebut signifikan untuk ketiga stasiun tersebut.

Pada Stasiun Geofisika, model dengan dua komponen, yang dipilih oleh

cross-validation, memiliki R2 75% dan R2-prediksi

66%. Dapat dilihat bahwa model dengan lima komponen memiliki R2 yang lebih tinggi

(76%), dan R2-prediksi yang sedikit lebih

rendah (64%). Karena R2-prediksi lima

komponen tidak terlalu jauh dengan R2

-prediksi dua komponen, maka model dengan lima komponen dapat digunakan sebagai pengganti model dua komponen. Begitu juga berlaku untuk lainnya berdasarkan model dua komponen.

Dengan membandingkan R2-prediksi

dari model Partial Least Square (PLS) dua komponen dan R2-prediksi dari model Least

Square (LS) sepuluh komponen, dihasilkan

bahwa model PLS memprediksi data yang jauh lebih akurat daripada yang diprediksi model LS.

Pada Stasiun Klimatologi, R2-prediksi

untuk dua komponen sebesar 29% sedangkan R2-prediksi untuk sepuluh komponen hanya

16%. Pada Stasiun Meteorologi, R2-prediksi

untuk dua komponen sebesar 44% sedangkan R2-prediksi untuk sepuluh komponen hanya

27%. Pada Stasiun Geofisika, R2-prediksi

untuk dua komponen sebesar 66% sedangkan R2-prediksi untuk sepuluh komponen hanya

58%.

X-variance menunjukkan jumlah varian

dalam prediktor yang dijelaskan oleh model. Dalam kasus ini, model dua komponen menjelaskan 34,1% varian dalam prediktor.

(6)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 6 3.1.1 Graph Window Output

10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 Components R -S q optimal Fitted Crossval Variable

PLS Model Selection Plot

(response is STAKLIM) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.65 0.60 0.55 0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 Components R -S q optimal Fitted Crossval Variable

PLS Model Selection Plot

(response is stamet) 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.80 0.75 0.70 0.65 0.60 Components R -S q optimal Fitted Crossval Variable

PLS Model Selection Plot

(response is stageof)

Gambar 3.1 Grafik Plot PLS Model Selection Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu : (a) Stasiun Klimatologi; (b) Stasiun Meteorologi;

dan (c) Stasiun Geofisika

Gambar 3.1 menunjukkan pemilihan model yang optimal. PLS model selection plot adalah tampilan grafik dari pemilihan model dan tabel validasi. Garis vertikal menunjukkan bahwa model optimal memiliki dua komponen. Kemampuan prediksi dari semua model dengan lebih dari tiga komponen menurun secara

signifikan, termasuk model LS dengan sepuluh komponen, yang memiliki R2-prediksi hanya

16 % untuk Stasiun Klimatologi, 27 % untuk Stasiun Meteorologi, dan 58 % untuk Stasiun Geofisika. 600 500 400 300 200 100 0 600 500 400 300 200 100 0 Actual Response C a lc u la te d R e sp o n se Fitted Crossval Variable PLS Response Plot (response is STAKLIM) 2 components 500 400 300 200 100 0 500 400 300 200 100 0 Actual Response C a lc u la te d R e sp o n se Fitted Crossval Variable PLS Response Plot (response is stamet) 2 components 700 600 500 400 300 200 100 0 700 600 500 400 300 200 100 0 Actual Response C a lc u la te d R e sp o n se Fitted Crossval Variable PLS Response Plot (response is stageof) 2 components

Gambar 3.2 Grafik Plot PLS Response Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu : (a) Stasiun Klimatologi; (b) Stasiun Meteorologi; dan (c)

Stasiun Geofisika

Pola yang ditunjukkan titik pada PLS

response plot pada Gambar 3.2 adalah pola

linear yaitu dari bawah sudut kiri ke pojok

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

(a)

(b)

(c)

(7)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 7 kanan atas. PLS response plot menunjukkan

bahwa model memiliki kesesuaian dengan data. Pada Stasiun Klimatologi dan Meteorologi titik fitted dan crosvalidated sedikit menunjukkan beberapa titik ekstrem dari pola linearnya. Berbeda dengan Stasiun Geofisika, meskipun ada perbedaan antara titik

fitted dan crossvalidated, tidak ada yang cukup

parah untuk menunjukkan titik maksimal ekstrim. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 Predictors S ta n d a rd iz e d C o e ff ic ie n ts PLS Std Coefficient Plot (response is STAKLIM) 2 components 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 Predictors S ta n d a rd iz e d C o e ff ic ie n ts PLS Std Coefficient Plot (response is stamet) 2 components 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 Predictors S ta n d a rd iz e d C o e ff ic ie n ts PLS Std Coefficient Plot (response is stageof) 2 components

Gambar 3.3 Grafik Plot PLS Standard

Coefficient Stasiun BMKG di Provinsi

Bengkulu : (a) Stasiun Klimatologi; (b) Stasiun Meteorologi; dan (c) Stasiun Geofisika

PLS standard coefficient plot pada

Gambar 3.3 menampilkan koefisien standar untuk prediktor. Pada ketiga stasiun tersebut, prediktor pada ketinggian 850 mb yaitu

relative humidity (3), u wind (4), dan pressure vertical velocity (7) memiliki nilai koefisien

standar di atas 0,2 dan dampak terbesar terhadap komponen pembentuk model curah hujan bulanan di masing-masing stasiun. Prediktor v wind (5), specific humidity (6), dan

absolute vorticity (8) memiliki koefisien

standar di bawah 0,2 yang cukup memberikan dampak terhadap komponen pembentuk model curah hujan bulanan di masing-masing stasiun. Sedangkan prediktor geopotential height (1)

dan cloud water (9) tidak memiliki dampak

yang signifikan. Prediktor temperature (2), dan

ozone mixing ratio (10) memiliki koefisien

standar di bawah 0,2 dan dampak negatif terbesar terhadap komponen pembentuk model curah hujan bulanan di masing-masing stasiun.

0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 0.50 0.25 0.00 -0.25 -0.50 Component 1 C o m p o n e n t 2 O3MR CLWMR ABSV VVEL SPFH VGRD UGRD RH TMP HGT PLS Loading Plot

Gambar 3.4 Grafik Plot PLS Loading Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu

PLS loading plot pada Gambar 4.4

membandingkan pengaruh variabel terhadap komponen. Variabel potential height (HGT850)

dan absolute vorticity (ABSV850) memiliki

garis yang pendek, yang menunjukkan bahwa mereka memiliki x-loading rendah serta memiliki pengaruh yang kecil terhadap komponen 1 dan komponen 2. Variabel u wind (UGRD850) dan temperature (TMP850) memiliki

pengaruh yang besar terhadap komponen 1 dan

(a)

(b)

(8)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 8 komponen 2 di mana u wind (UGRD850)

memiliki pengaruh positif terhadap komponen 1 dan 2, sedangkan temperature (TMP850)

memiliki pengaruh negatif terhadap komponen 1 dan 2. Variabel v wind (VGRD850) memiliki

pengaruh positif terhadap komponen 2 namun memiliki pengaruh yang negatif terhadap komponen 1. Variabel relative humidity (RH850), pressure vertical velocity (VVEL850),

specific humidity (SPFH850), dan cloud water

(CLWMR850) memiliki pengaruh positif

terhadap komponen 1 namun memiliki pengaruh yang negatif terhadap komponen 2. 3.1.2 Curah Hujan Bulanan Model dan

Observasi

Persamaan model yang dibangun menggunakan metode PLSR pada masing-masing stasiun disubtitusikan dengan nilai variabel bebas yang sama dengan variabel bebas pembangun model yang diperoleh dari data CFSv2-Analysis. Berikut di bawah ini adalah grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan hasil perhitungan persamaan model dengan observasinya dari bulan April 2011 sampai Desember 2014.

Gambar 3.5 Grafik Perbandingan Curah Hujan Bulanan Model CFSv2-Analysis dan Observasi Stasiun BMKGdi Provinsi Bengkulu

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa pola grafik curah hujan bulanan yang diperoleh dari model analisis CFSv2 menunjukkan kesesuaian dengan observasi di Stasiun Klimatologi, Stasiun Meteorologi, dan Stasiun Geofisika di Provinsi Bengkulu. Secara dominan pola curah hujan model mengikuti pola observasinya tetapi terdapat beberapa pola di beberapa bulan tertentu yang tidak mengikuti pola observasi atau memiliki eror yang cukup besar.

(9)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 9 Gambar 3.6 Grafik Perbandingan Rata-Rata

Curah Hujan Bulanan Model CFSv2-Analysis dan Observasi Stasiun BMKG di Provinsi

Bengkulu

Gambar 3.6 menunjukkan bahwa pola grafik rata-rata curah hujan bulanan yang diperoleh dari Model CFSv2 Analysis

menunjukkan kesesuaian dengan observasi di Stasiun Klimatologi, Stasiun Meteorologi, dan Stasiun Geofisika di Provinsi Bengkulu. Secara dominan, pola grafik rata-rata curah hujan bulanan yang diperoleh dari Model CFSv2 hampir mengikuti pola observasinya pada setiap bulan. Namun ada beberapa titik fase yang tidak sesuai dengan nilai observasinya, contoh pada bulan Juni di Stasiun Klimatologi ketika nilai curah hujan model turun, nilai observasinya justru naik.

3.1.3 Verifikasi Curah Hujan Model dari CFSv2 Analysis

Tabel 3.1 Nilai RMSE dan Korelasi Curah Hujan Model terhadap Observasi

Nilai STAKLIM STAMET STAGEOF

RMSE 101.7245 104.214 75.04455

r 0.77 0.72 0.88

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan bulanan hasil model CFSv2 Analysis terhadap curah hujan bulanan observasi cukup kuat, signifikan, dan searah sebesar 0.77 untuk Stasiun Klimatologi Bengkulu, 0.72 untuk Stasiun Meteorologi

Bengkulu, dan 0.88 untuk Stasiun Geofisika Bengkulu.

Nilai RMSE dari curah hujan bulanan hasil model analisis CFSv2 terhadap observasinya terbesar terdapat pada Stasiun Klimatologi Bengkulu sebesar 101.7245, diikuti nilai RMSE Stasiun Meteorologi Bengkulu sebesar 104.214, dan nilai RMSE terkecil terdapat pada Stasiun Geofisika Bengkulu sebesar 75.04455.

3.1.4 Prediksi Curah Hujan Bulanan

Berikut merupakan hasil prediksi curah hujan model dari Bulan Januari 2015 sampai dengan Bulan Juni 2015 :

Tabel 3.2 Prediksi Curah Hujan Januari – Juni 2015 dan observasi BULAN Curah Hujan Staklim (mm) Curah Hujan Stamet (mm) Curah Hujan Stageof (mm) O B S P R ED IK S I O B S P R ED IK S I O B S P R ED IK S I JAN 304 579 524 587 557 756 FEB 411 270 321 293 233 336 MAR 201 245 178 236 319 253 APR 338 351 385 342 335 404 MAY 55 196 50 195 134 195 JUN 164 181 163 177 61 169 JUL 40 61 25 44 46 -23

Setelah mendapatkan nilai prediksi curah hujan bulanan seperti Tabel 3.2, selanjutnya prediksi curah hujan bulanan dengan input data CFSv2 Forecast ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

(10)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 10 Gambar 3.7 Grafik Perbandingan Curah

Hujan Prediksi dengan obervasi (Januari-Juli 2015) di Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu

Gambar 3.7 menunjukkan bahwa pola grafik curah hujan prediksi menggunakan model persamaan yang dibangun dari CFSv2

analysis memiliki kesesuaian dengan observasinya khususnya di Stasiun Meteorologi dan Stasiun Geofisika Bengkulu. 3.1.5 Verifikasi Prediksi Curah hujan

Bulanan

Verifikasi dilakukan untuk menunjukkan seberapa besar tingkat keakuratan prediksi curah hujan menggunakan model berdasarkan nilai korelasi dan RMSE antara data hasil

prediksi dengan data observasinya. Model prediksi yang bagus akan ditunjukkan dengan nilai RMSE yang mendekati angka nol dan nilai korelasi yang mendekati angka satu.

Berdasarkan hasil prediksi yang didapat dan dibandingkan dengan data observasinya, berikut di bawah ini merupakan nilai korelasi dan RMSE bulan Januari 2015 sampai dengan Juli 2015 :

Tabel 3.3 Nilai RMSE dan Korelasi Curah Hujan Prediksi terhadap Observasi Nilai Staklim Stamet Stageof

RMSE 129 67 106

R 0.65 0.94 0.94

Nilai RMSE pada Tabel 3.3 menunjukkan besarnya error antara curah hujan prediksi dengan observasinya. Nilai RMSE yang terbesar ditunjukkan pada Stasiun Klimatologi Bengkulu yaitu 129 diikuti nilai RMSE yang terkecil masing-masing ditunjukkan pada Stasiun Geofifika Bengkulu yatu 106 dan Stasiun Meteorologi Bengkulu yaitu 67.

Curah hujan prediksi dan observasinya memiliki tingkat korelasi yang tinggi di atas 0.90 untuk Stasiun Meteorologi dan Stasiun Geofisika Bengkulu. Sedangkan korelasi Staklim merupakan nilai yang terendah dari dua stasiun lainnya, yaitu 0.65.

3,2 Pembahasan

Model optimal yang didapatkan dengan menggunakan metode PLSR, yang didefinisikan sebagai model dengan kemungkinan prediksi tertinggi, adalah model dengan menggunakan dua komponen utama di mana model tersebut signifikan untuk digunakan di ketiga Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu dilihat dari P-value yang berada di bawah 0.05. Model yang dibangun memiliki kemampuan untuk memprediksi curah hujan bulanan. Model tersebut dimungkinkan paling

(11)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 11 bagus digunakan untuk melakukan prediksi di

Stasiun Geofisika di mana R2-prediksi terbesar ditunjukkan oleh model pada stasiun tersebut. Model PLS dengan dua komponen memprediksi data yang jauh lebih akurat daripada yang diprediksi oleh model LS dengan sepuluh komponen utama, terbukti dari R2-prediksi model PLS yang jauh lebih besar dibandingkan R2-prediksi pada model LS.

Dari grafik keluaran Minitab 16 didapatkan analisa bahwa kemampuan prediksi terbaik menggunakan dua komponen di mana kemampuan prediksi dari semua model dengan lebih dari tiga komponen menurun secara signifikan, termasuk model LS dengan sepuluh komponen. Model yang dibangun menggunakan dua komponen tersebut memiliki kesesuaian dengan data obervasinya khususnya ditunjukkan pada Stasiun Geofisika Bengkulu.

Model menemukan bahwa variabel pada ketinggian 850 mb yaitu gradien angin zonal memiliki pengaruh besar yang positif terhadap komponen satu dan dua, sedangkan variabel pada ketinggian 850 mb yaitu temperature memiliki pengaaruh besar yang negatif terhadap komponen satu dan dua.

Model yang dimungkinkan bagus untuk prediksi curah hujan Stasiun Geofisika ternyata memiliki korelasi yang cukup kuat dan RMSE yang paling sedikit dibandingkan dengan dua stasiun lainnya ketika diinputkan data CFSv2 Analysis. Namun model tersebut juga cukup bagus digunakan di Stasiun Klimatologi dan Geofisika dengan korelasi yang cukup tinggi meskipun dengan RMSE yang tinggi.

Hasil akhir dari penelitian ini yaitu mendapatkan prediksi curah hujan bulanan dari bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juni 2015 menggunakan model dengan input data CFSv2 Forecast. Berdasarkan analisa pola dan statistik sederhana, Prediksi curah hujan bulanan paling bagus pada periode tersebut ada prediksi curah hujan di Stasiun Meteorologi dengan pola yang sesuai, korelasi yang sangat tinggi, dan RMSE yang paling kecil dengan observasinya dibanding dua stasiun lainnya. Untuk prediksi curah hujan bulanan di Stasiun

Geofisika juga bagus dilihat dari polanya yang sesuai dan nilai korelasi yang sama tinggi meskipun memiliki RMSE yang cukup tinggi dari observasinya. Sedangkan prediksi curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi menunjukkan korelasi yang paling rendah dengan observasinya dari dua stasiun lainnya dan RMSE yang masih besar.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

1. Model optimal yang dibentuk dari input data CFSv2 Analaysis sebagai variabel bebas dan curah hujan bulanan observasi sebagai variabel terikat adalah model dengan menggunakan dua komponen utama.

2. Variabel iklim yang paling berpengaruh pada kedua komponen pembangun model optimal adalah variabel gradien angin zonal 850 mb (UGRD850) yang berpengaruh positif dan temperatur 850 mb (TMP850) yang berpengaruh negatif.

3. Berdasarkan nilai korelasi dan RMSE, model optimal paling bagus dilakukan di Stasiun Geofisika dengan nilai korelasi 0.88 dan nilai RMSE 75, lebih baik daripada Stasiun Klimatologi dengan nilai korelasi 0.77 dan nilai RMSE 101 serta Stasiun Meteorologi dengan nilai korelasi 0.72 dan RMSE 104.

4. Berdasarkan nilai korelasi dan RMSE, prediksi curah hujan bulanan paling bagus di Stasiun Meteorologi dan Geofisika dengan nilai korelasi di atas 0.9 dan nilai RMSE berturut-turut 67 dan 106, lebih baik daripada prediksi curah hujan bulanan di Stasiun Klimatologi Bengkulu dengan nilai korelasi 0.65 dan RMSE 129.

(12)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 12 5. DAFTAR PUSTAKA

Bergant, K. dan Kajfez-Bogataj, L. 2005. N-PLS Regression as Empirical

Downscaling Tool in Climate Change Studies. Theor. App. Climatol, 81:

11-23.

NOAA. 2011. Climate Forecast System

Version 2 (cfsv2) [online].

http://www.ncdc.noaa.gov/data- access/model-data/model- datasets/climate-forecast-system-version2-cfsv2, diakses tanggal 5 Juni 2015.

Paul, S. dkk. 2008. Development of A Statistical Downscaling Model for Projecting Monthly Rainfall Over East Asia from A General Circulation Model Output. Journal of Geophysical

Research, Vol. 113, d15117, doi:10.1029/2007jd009472.

Riduwan, 2005. Rumus dan Data Dalam

Analisis Statistika. Alfabeta, Bandung.

Saha, S. dkk. 2012. The NCEP Climate Forecast System Version 2. J. Climate,

27, 2185–2208.

Swarinoto, Y.S. dan Wigena, A.H. 2011. Statistical Downscaling Suhu Muka Laut Global untuk Prediksi Total Hujan Bulanan Menggunakan Teknik PLS.

Jurnal Meteorologi dan Geofisika vol. 12 no. 1: 9 - 19

Tjasyono, B.H.K. 1999. Klimatologi umum. ITB. Bandung.

Yuan, X. dkk. 2011. A First Look at Climate Forecast System version 2 (CFSv2) for Hydrological Seasonal Prediction. An

Agu Journal.

Wang, J. dkk. 2002. Facial Feature Point Extraction by Partial Least Square

Regression [online].

http://citeseer.ist.psu.edu/wang02facial. htm, diakses tanggal.15 Juni 2015.

Wigena, A.H. (2009, Oktober). Penggunaan Regresi Kuadrat Terkecil Parsial dalam Statistical Downscaling. Prosiding Seminar Nasional Sains II. Bogor.

Wilby, R.L. dan Wigley, T.M.L. 1997. Downscaling General Circulation Model Output: A Review of Methods and Limitations. Progress in Physical Geography, 21, 548

Wold S, dkk. 2001. PLS Regression : A Basic Tool of Chemometrics. Chemometrics

and Intelligent Laboratory Systems, 58: 109–130.

Wilks, D.S. 2006. Statistical Method in the Atmospheric Science. International Geophysics Series Second Edition, Vol.

Gambar

Gambar 2.1. Lokasi Penelitian
Tabel 2.1 Variabel Bebas
Gambar 3.1 Grafik Plot PLS Model Selection  Stasiun BMKG di Provinsi Bengkulu : (a)  Stasiun Klimatologi; (b) Stasiun Meteorologi;
Gambar 3.3 Grafik Plot PLS Standard  Coefficient Stasiun BMKG di Provinsi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengamati gambar, siswa dapat mengidentifikasi gerak nonlokomotor yang ada pada permainan menirukan gerak hewan dengan benar.. Dengan mengamati contoh, siswa

tidak signifikan dengan keputusan pembelian (Y) laptop Acer. 3) Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai korelasi variabel. lingkungan sosial dengan keputusan pembelian

Skripsi ini disusun untuk melengkapi sebagian dari syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan S-1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan

Ada perbedaan nama Laporan Laba Rugi Komprehensif menjadi Laporan Operasional, meskipun terdapat perbedaan nama tapi informasi yang disajikan Laporan Operasional

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allat SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir

Sinyal error yang merupakan selisih dari sinyal masukan dan sinyal umpan balik (feedback), lalu diumpankan pada komponen pengendalian (controller) untuk memperkecil

Kompetensi yang tercakup dalam unit kompetensi ini harus diujikan secara konsisten pada seluruh elemen dan dilaksanakan pada situasi pekerjaan yang sebenarnya di tempat kerja atau

Tujuan dilakukannya penelitian value engineering ini untuk mengetahui alternatif desain struktur pelat khusunya pelat atap pada proyek pembangunan Hotel Aziza Solo dan