• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hewan adalah semua jenis sumber daya. air, dan/atau udara. Disebutkan juga satwa liar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hewan adalah semua jenis sumber daya. air, dan/atau udara. Disebutkan juga satwa liar"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hewan

1. Pengertian Perlindungan Hewan

Dalam pasal 1 Undang - undang Nomor 5 Tahun 1990

Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya menyebutkan :

“ Hewan adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup didarat dan/atau di air, dan/atau udara. Disebutkan juga satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan/atau di air, dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat - sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. “

Pengertian yang sama mengenai hewan juga diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang menyatakan satwa

merupakan sinonim dari hewan atau binatang. 1

2. Ketentuan Hukum Yang Melindungi Hewan Peraturan yang melindungi hewan yaitu :

1. KUHP

1 Departemen Pendidikan Nasional, “ Kamus Besar Bahasa Indonesia “, Balai Pustaka, Jakarta,2007, Hlm. 1003

(2)

16 Kerapan Sapi yang menjadi bagian budaya orang Madura yang termasuk kategori tindak pidana dalam hukum positif yang berlaku yang telah diatur dalam kuhp (kitab undang undang hukum pidana) sebagaimana budaya kerapan sapi merupakan menyimpang dari hukum positif bahwa di tinjau dari Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengenal dua macam tindak pidana tentang hal ini yaitu:

Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan

1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau

menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3)

17 1) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat

dirampas.

2) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.” Pasal 302 KUHP menganal dua macam tindak pidana tentang hal :

a) Penganiyaan ringan atas hewan yang diancam dengan

maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda empat ribu ilma ratus rupiah,dan yang dirumuskan dengan dua macam :

Ke-1 : tidak dengan tujuan yang patut atau dengan melampui batas yang pantas untuk mencapai tujuan yang patut itu,dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merusak kesehatan hewan;

Ke-2: secara yang sama,dengan sengaja tidak memberi kehidupan yang perlu kepada hewan yang seluruhnya atau sebagian kepunyaannya dan ada di dalam penjagaannya atau yang lurus dipeliharaannya.

a. penganiyaan hewan yang diancam dengan maksimum hukuman penjara tiga bulan atau denda empat ribu lima ratus rupiah, dan yang dirumuskan seperti penganiyaan ringan atas hewan tersebut diatas ,tetapi yang berakibat hewan itu menjadi sakit selama lebih

(4)

18 dari satu minggu atau cacat atau mendapat luka lainnya yang berat atau menjadi mati. 2

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Sedangkan pasal yang lebih sepesifik berbunyi sebagai berikut: Pasal

91B ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan

Dan Kesehatan Hewan,

“Setiap Orang yang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)”

Berdasarkan bunyi pasal di atas dapat kita tarik unsur-unsur nya

1. Unsur Subyektif

Setiap orang, artinya orang yang sudah dewasa dan mampu bertanggung jawab.

2 Wirjono,2003Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia.Bandung.penerbit PT refika

(5)

19 2. Unsur Obyektif

a. Menganiaya/ menyalahgunakan hewan

Adanya suatu tindakan perbuatan yang berbuatan penganiaaan sehingga berdampak cacat pada hewan b. Adanya akibat cacat-cacat/ tidak produktif

Walaupun ada penganiayaan tetapi tidak berdampak dapa cacat atau tidak produktif maka tidak masuk dalam ketentuan hukum ini.

3) Tinjauan Peraturan Instruksi Gubenur nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan.

Sanksi bagi pelaku yang menggunakan “Rekeng” terhadap perlombaan kerapan sapi yang merupakan unsur unsur kekerasan yang dikenakan sanksi oleh hukum/negara sebagaimana ketentuan pasal tersebut diatas ,dapat ditegakan oleh para penegakkan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku serta dikuatkan surat intrusi gubenur Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1 /Inst/2012 kepada intansi intansi yang terkait Dalam hal penyelenggaraan karapan sapi, antara lain:

a. Tidak ada kekerasan/penyiksaan terhadap binatang (sapi) kecuali secara alami;

(6)

20 b. Untuk pemakaian Balsem, Jahe diperkenankan dengan catatan tidak ditempatkan pada bagian mata, telinga, dubur dan atau alat vital sapi;

c. Pemakaian alat pemacu untuk joki hanya

diperkenankan menggunakan pak-kopak (bambu) tanpa paku dan benda tajam lainnya;

d. Penggunaan pecut dan alat pemukul lainya di garis start tidak diperkenankan.3

B. Tindakan Penyiksaan Hewan 1. Pengertian Penyiksaan Hewan

Penyiksaan merupakan suatu perbuatan sewenang-wenang dengan melakukan penyiksaan serta memaksakan suatu hal tertentu sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak enak, rasa sakit, atau luka. Menurut R. Soesilo, untuk dapat disebut sebagai penganiayaan terhadap binatang, harus dibuktikan bahwa: a. Orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan

kesehatan binatang;

b. Perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan.4

3 Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1 /Inst/2012 Tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi

Tanpa Kekerasan hal 2

4 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1991. hlm. 221

(7)

21 Penganiayaan terhadap hewan atau binatang merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Hewan juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hak untuk tidak disiksa. Perbuatan melawan hukum dianggap sebagai unsur dari setiap tindak pidana. Dengan adanya perbuatan penganiayaan hewan tersebut sudah sepatutnya pelaku penganiayaan hewan dijatuhi hukuman yang sepadan dengan perbuatannya. Menjatuhkan hukuman itu menjadi suatu syarat mutlak yang dengan sendirinya sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan, hukuman adalah suatu res absoluta ab effectu futuro.5 Untuk memidana seseorang atas perbuatan yang dilakukannya, diisyaratkan terlebih dulu harus ada ketentuan hukum yang menyatakan perbuatan itu dilarang dan dapat dipidana6.

2. Kontruksi Penyiksaan Hewan Dalam Perspektif Hukum Pidana

a. Unsur - unsur Penyiksaan Hewan

Adapun unsur-unsur penyiksaan terhadap hewan maka kita bisa melihatnya dalam Sebelum menjawab pertanyaan Anda, ada baiknya agar jelas kita menyimak terlebih dahulu bunyi Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

5 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986, hlm.149

6 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 171.

(8)

22 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama

tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan;

Adapun unsurnya kita bisa membedahnya sebagi berikut :

1. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

2. barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana

(9)

23 denda paling banyak tiga ratus rupiah,

karena penganiayaan hewan;

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas;

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”

Sedangkan pasal yang lebih sepesifik berbunyi sebagai berikut: Pasal 91B ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan,

“Setiap Orang yang menganiaya dan/ atau

menyalahgunakan Hewan sehingga

mengakibatkan cacat dan/atau tidak

produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”

Berdasarkan bunyi pasal di atas dapat kita tarik unsur-unsur nya :

(10)

24 1. Unsur Subyektif

Setiap orang, artinya orang yang sudah dewasa dan mampu bertanggung jawab.

2. Unsur Obyektif

 Menganiaya/ menyalahgunakan hewan

Adanya suatu tindakan perbuatan yang berbuatan penganiaaan sehingga berdampak cacat pada hewan.

 Adanya akibat cacat-cacat/ tidak produktif

Walaupun ada penganiayaan tetapi tidak

berdampak dapa cacat atau tidak produktif maka tidak masuk dalam ketentuan hukum ini.

Pada intinya apabila seseorang melakukan suatu tindakan yang berdampak atau masuk dalam ketentuan pasal 302 KUHP atau pasal 91B (1) Undang-Undang tentan peternakan dan Kesehatan Hewan maka masuk dalam tindak pidana penyiksaan hewan.

C. Definisi Tindak Pidana

Dalam literatur hukum pidana jarang sekali dijelasakan, bahwa istilah hukum pidana sebenarnya merupakan istilah yang mempunyai banyak pengertian. Tidak adanya penjelasan ini membawa

(11)

25 konsekuensi sering adanya pemahaman yang kurang benar tentang apa

yang di maksud dengan istilah hukum7.

Tindak pidana pada umumnya sering didefinisiakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar peraturan hukum pidana sebagaimana tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dimana diladalamnya memuat beberapa aturan yang ketika itu dilanggar maka akan mendapatkan sanksi pidana.

Banyaknya definisi tentang tinda pidana ini sangat jelas melatarbelakangi bagaimana kondisi para ahli saat merumuskan definisi tindak pidana. Pada dasarnya dalam beragamnya literasi hukum ini, suatu definisi istilah hukum dapatlah ditarik beberapa unsur yang memiliki kesamaan yang nantinya dapat digunakan sebagai pisau bedah dalam menakar suatu tindak pidana itu sendiri. Berbicara mengenai hal ini, teori adalah rumusan yang dapat digunakan sebagaimana mestinya dalam watu dan ruang yang tida terbatas, maka sifat universal itu lah yang melekat dalam suatu teori, khususnya teori hukum.

Menurut P.A.F. Lamintang, Tindak pidana merupakan pengertian yang sangat dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian Hukum atau yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan yang buruk, jahat atau kejahatan. Secara hukum formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang

7 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspetif Pembaharuan, Malang,

(12)

26 melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu semua perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan - peraturan pemerintah.

Menyoal tentang rumusan definisi tindak pidana, menurut Sudarto, hukum pidana berpangkal dari dua hal yang pokok, dua hal tersebut adalah, perbuatan yang mmenuhi syarat-syarat tertentu, dan pidana itu sendiri. Menurutnya lagi, hal pokok yang pertama merupakan perbuatan yang dilakuan oleh orang lain yang dikehendaki

untuk tidak dilakukan, perbuatan oleh seseorang tersebut

memungkinkan untuk pemberian pidana, secara singkat perbuatan tersebut adalah perbuatan yang jahat. Oleh karena “perbuatan jahat” tersebut haruslah ada yang melakukannya, maka meyoal tentang “perbuatan tertentu” itu diperinci atau lebih dikonkretkan lagi menjadi dua, yaitu, perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu.8 Berbeda dengan Moeljatno, menurutnya, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sansi) dan menururt wujudnya atau sifatnya perbuatan-perbuatan atau tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan ini juga merugikan masyarakat,

(13)

27 dalam arti bertentangan atau terhambat terlaksananya tata dalam

pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil9.

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana (melanggar undang-undang pidana), di mana penjatuhan pidana atau sanksi terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan

umum”. 10 Berdasarkan pengertian atau beberapa definisi tentang

Tindak Pidana di atas, maka dapat lah disimpulkan, bahwa tindak pidana adalah sebuah perbuatan atau tindakan seseorang yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan yang dilakukannya.

Banyaknya batasan atau pengertian tentang hukum pidana yang diberikan oleh para sarjana menggambarkan betapa sebenarnya ruang

lingkup hukum pidana itu sangatlah luas11. Sehingga ha inilah

kemudian yang menjadi menarik khazanah tentang pengertian hukum pidana itu sendiri.

D. Sanksi Pidana

Sanksi Pidana adalah suatu hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat adalah hukumnya, orang yang terkena

9. Ibid, Tongat, hlm. 101.

10 P.A.F. Lamintang Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996. hlm. 9.

(14)

28 akibat akanmemperoleh sanksi baik masuk penjara ataupun terkena hukuman lain dari pihak berwajib. Sanksi Pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang dapat menggangu atau membahayakan kepentingan hukum.Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.

Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis pidana ini sangat bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan.

Muladi mengistilahkan teori tujuan sebagai teleological

theories dan teori gabungan disebut sebagai pandangan integratif di

dalam tujuan pemidanaan yang beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan gabungan dari pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkankonsekuensi bermanfaat yang dapat

(15)

29 dibuktikan, keadilan tidak boleh melalui pembebanan penderitaan yang patut diterima untuk tujuan penderitaan itu sendiri, misalnya bahwa penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran

yang selayaknya diberikan pelaku tindak pidana12, Tujuan dari sanksi

pidana menurut Bemmelen adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan,

memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan.13,

sedangkan Roslan Saleh menegaskan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja

dilimpahkan Negara kepada pembuat delik14. Secara singkat, penulis

dapat menggambarkan apa yang biasa kita sebut dengan sanksi pidana, lebih lanjut penulis akan menjabarkan apa yang disebut dengan sanksi pidana tersebut.

Sanksi pidana, memiliki dua kata yang secara harfiah pun memiliki perbedaan arti, di sini penulis akan berfokus pada istilah “Sanksi”. Dalam perbendaharaan sehari-hari masyarakat, istilah sanksi digunakan untuk menggambarkan suatu hukuman yang disebabkan oleh tindaan atau perbuatan orang tersebut. Sampai di sini penulis menyimpilkan dengan cara seksama bahwa sansi memiliki dimensi kausalitas, atau biasa kita sebut dengan hubungan sebab dan

12 Muladi,Lembaga Pidana Bersyarat,Bandung, Alumni, 2008, hlm.25

13 J.M van Bemmelen Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum), Terjemahan Hasnan, Bina Cipta, Bandung 1987, h. 128, dalam Mahrus Ali, Kejahatan

Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2008 hlm. 137.

14 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2011, hlm.

(16)

30 akibat. Tindakan seseorang lah sebabnya, dan hukuman atau sanksi lah akibatnya. Hal ini telah menjadi definisi lepas yang ada dalam perbendaharaan istilah di kehidupan sehari-hari. Dalam pada itu, pidana secara mana aslinya merupakan sansi itu sendiri, Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang

melakukan perbuatan yang memenuhi unsur syarat-syarat tertentu.15

Berbicara tentang sanksi pidana, kita mengenal macam-macam sanksi dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok dalam KUHP terdapat pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdapat

pencabutan hak-hak tertentu, perampasan hak-hak tertentu,

pengumuman putusan hakim.16

Ketentuan dalam pasal 10 KUHP (dalam bab II), menyatakan : 1. Pidana Pokok 2. Pidana mati 3. Pidana Penjara 4. Pidana Kurungan 5. Pidana Tutupan 6. Pidana Denda 7. Pidana Tambahan

i. Pencabutan Hak-Hak Tertentu

15. Tri Andrimas, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bandar

Lampung, Unila, 2009, hlm. 8.

(17)

31 ii. Perampasan Barang Tertentu

iii. Pengumuman Putusan Hakim17

E. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian menurut doktrin hukum Pidana

Penjelasan ini sangat dirasa sangat Ugen oleh karena penjelasan mengenai istilah tindak pidana akan memberikan pemahaman kapan suatu perbuatan akan dapat dikualifikasi sebagai perbuatan/ Tindak Pidana dan kapan tidak.

Secara Doktrinal dalam hukum pidana dekenal dua pandangan tentang perbuatan tindak pidana, yaitu pandangan Monoisti dan pandangan dualistis18.

A. Pandangan Monoistis

Padangan monoistis adalah suatu pandangan yang melihat

keseluruhan syarat untuk adanya pidana kesemuanya

kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan19. Adapun tokoh yang masuk dan sepakat dalam pandangan monoistis sebagai berikut

i. D.Simons

Menurut Simons, Tindak Pidana adalah tindakan yang mekanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang oleh

17 Ibid, Tongat, hlm. 36.

18 Sudarto, Hukum pidana, jilid1 A-B,.Op.Cit hlm. 31-32 19 Ibid, Sudarto, hl. 31-32.

(18)

32 undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Sehingga atas penegrtian tersebut dapat kita tarik unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

1. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun perbuaan negatif (tidak berbuat)

2. Diancam dengan pidana 3. Melawan hukum

4. Dilakukan dengan kesalahan

5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab. ii. J. Bauman

Menurut J. Bauman20 perbuatan tindak pidana adalah

perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakun dengan kesalahan.

B. Pandangan Dualistis

Dalam pandangan Dualistis ini memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban. Dalam pandangan Dualistis untuk adanya pidana tidak cukup adanya suatu pidana, akan

tetapi juga harus adanya suatu sengaja/ dapat

dipertanggungjawabkan., adapun para ahli dalam pandangan sebagai berikut

i. Pompe

(19)

33 Menurut Pompe, dalam hukum positif, strafbaarfeit tidak lain adalah feit (tindakn,pen) yang di ancam pidana dalam ketentuan undang-undang.

ii. Moeljatno

Menurut moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.

Adapun unsurnya

a. Adanya perbuatan (manusia)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP)

c. Adanya sifat melawan hukum (hal ini mrupakan syarat materiil, terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif).

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Bahwa secara umum unsur-unsur tindak pidana dibedakan menjadi dua macan yaitu21:

i. Unsur Obyektif, yaitu unsur diluar pelaku (dader) yang dapat berupa

d. Perbuatan, baik dalam arti berbuat ataupun tidak berbuat.

21 Lamintang dan Djisman samosir, Op. cit

Lihat juga: Tongat, Hukum Pidana Materiil, Malang, 2015, UMM Pers, cetakan ketiga, Hlm. 3-4

(20)

34 e. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam Tindak pidana

Materiil.

f. Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan diancam oleh undang-undang.

ii. Unsur Subyektif, yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku (dader) yang berupa:

a. Hal yang dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan (Kemampuan bertanggung jawab).

b. Kesalahan atau Schuld berkaitan dengan masalah

kemampuan bertanggungjawab diatas.

Jadi pada intinya dalam prespektif lamintang dan samosir pada intinya usnur-unsur tindak pidana ada dua yaitu unsur obyektif dan unsur subyektif.

Sebelumnya juga telah dijelaskan mengenai definisi pidana selanjutnya adalah jenis jenis dan bentuk tindak pidana yang akan diuraikan di bawah ini :

Menurut Moeljatno,22 tindak pidana adalah suatu perbuatan yang

memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

(21)

35 a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku

dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.

b. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.

Dari penjelasan bahwa unsur-unsur tindak pidana pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu unsur Subyektif dan Unsur Objektif. Tindak pidana pada umumnya pula jika di tinjau dari segi perbuatannya terbagi menjadi dua yaitu:

1. Tindak Pidana materil

Tindak pidana materil adalah tindakan yang dititik beratkan pada akibat dari suatu perbuatan tersebut, pada intinya jika suatu perbuatan tersebut berakibat pada sesuatu maka ia masuk dalam tindak pidana materil. Contohnya adalah pembunuhan pasal 338 KUHP, ketika seseorang melakukan tindakan yang menyebakan hilangnya nyawa orang maka ia termasuk dalam tindak pidana materil.

2. Tindak pidana Formil

Tindak pidana formil adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang di titik beratkan terhadap suatu perbuatan tanpa harus adanya

(22)

36 akibat. Contoh : penghinaan. Tanpa adanya akibat seseoran tersebut bisa dikatakann tindak pidana.

Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, antara lain sebagai berikut : 23

a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.

b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak pidana

materil inti larangannya adalah pada

(23)

37 menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu

siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana. c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus

delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain

sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang menyebabkan orang lain luka-luka.

d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut

perbuatan materil adalah perbuatan untuk

mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal

(24)

38 378 KUHP).Tindak pidana dibedakan menjadi

dua yaitu :

i. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak

pidana yang pada dasarnya unsur

perbuatannya berupa perbuatan pasif,

misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP;

ii. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara

tidak aktif atau tindak pidana yang

mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga bayi tersebut meninggal.

Jika kita mendasarkan unsur tindak pidana juga dalam berbagai macam seperti halnya sebagai berikut:

1. Tindak pidana tunggal dan tindak pidana ganda

(25)

39 a. Tindak adalah tindak pidana yang cukup

dilakukan dengan satu kali perbuatan saja.

b. Delik berganda adalah delik yang untuk kualifikasinya baru terjadi dan dilakukan beberapa kali perbuatan

2. Tindak pidana berlangsung terus dan tidak berlangsung terus

a. Tindak pidana berlangsung terus adalah

tindakan tersebut berlangsung terus

menerus.

b. Tindak pidana tidak berlansung terus adalah tindakan atau perbuatan terlarang tersebut tidak berlangsung terus.

3. Tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan

a. Tindak pidana delik aduan adalah tindak

pidana yang penuntutannya hanya

dilakukan adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan. yang terbagi menjadi dua yaitu :

1. Delik aduan absolut 2. Delik aduan relatif

(26)

40 b. Delik pidana bukan aduan adalah delik

yang tidak mempersyaratkan adanya suatu pengaduan untuk menuntutnya. 4. Tindak pidana biasa (pidana pokok) dan

tindak pidana yang dikualifikasikan 1. Tindak pidana pokok

Adalah suatu tindak pidana yang paling sederhana, tanpa adanya unsur yang bersifat memberatkan.

2. Tindak pidana yang dikualifikasi

Adalah tindak pidana pokok, yang

ditambah dengan unsur pemberat,

sehingga ancaman pidananya lebih berat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif.

F. Pertandingan Kerapan Sapi

Konsep pertandingan Kerapan sapi

Secara definisi Kerapan sapi adalah merupakan sebuah tradisi serta kebudayaan yang dilaksanakan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

(27)

41 Awal mula sejarah kerapan sapi di madura dilatarbelakangi oleh keadaan tanah di madura yang kurang subur sebagai lahan untuk pertanian. Maka dari itu banyak orang-orang Madura berganti mata pencaharian sebagai nelayan di daerah pesisir. Sekaligus beternak sapi untuk digunakan bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang yang masih bisa di garap.

Hingga suatu ketika tampillah seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi.Beliau merupakan Pangeran Katandur atau Raja ke 9 Sumenep, yang menciptakan metode cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu.

Kemudian alat ini dikenal masyarakat Madura dengan sebutan “nanggala” atau “salaga” yang dalam prakteknya ditarik dengan dua ekor sapi. Pada awalnya tujuan diadakannya Kerapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi yang mempunyai fisik kuat untuk membajak ladang atau sawah. Berawal dari ide inilah kemudian muncul adanya tradisi kerapan sapi, sekaligus juga menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang habis musim panen. Sebelum acara kerapan dimulai biasanya didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen khas madura.

(28)

42 Sedangkan sejarah versi wikepedia24 Awal mula kerapan sapi dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian, sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk bertani khususnya dalam membajak sawah atau ladang.

Suatu Ketika seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) yang memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat Madura dengan sebutan "nanggala" atau "salaga" yang ditarik dengan dua ekor sapi. Maksud awal diadakannya Karapan Sapi adalah untuk memperoleh sapi-sapi yang kuat untuk membajak sawah. Orang Madura memelihara sapi dan menggarapnya di sawah-sawah mereka sesegera mungkin.

Gagasan ini kemudian menimbulkan adanya tradisi karapan sapi. Karapan sapi segera menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya khususnya setelah menjelang musim panen habis. Karapan Sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi musik saronen.

G. Sistem Dan Mekanisme Pelaksanaan Sapi Kerap

24 Wikepedia, sejarah sapi kerap, https://id.wikipedia.org/wiki/Karapan_sapi#Sejarah, diakases pada tanggal 14 mei 2020

(29)

43 Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu:25 babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.

Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang menempati kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.

Babak ke tiga atau semifinal. Pada babak ini masing-masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.

Seperti itulah pelaksanaan kerapan sapi di madura, terkhusus di bangkalan biasanya disambut juga dengan opening dan acara pembuka untuk menyambut dan memeriahkan kegiatan ini.

H. Penyiksaan Dalam Kerapan Sapi

Kerapan Sapi merupakan salah satu budaya leluhur, para ulama berpandangan bahwa karapan sapi merupakan investasi budaya yang

25 Wikipedia, pelaksanaan kaparaopan sapi,

https://id.wikipedia.org/wiki/Karapan_sapi#Pelaksanaan_Karapan_Sapi, diakases pada tanggal 14 m

(30)

44 perlu dilestarikan. Pelestarian tersebut seiring berjalannya waktu telah berbeda dalam praktiknya, yang semula Kerapan Sapi dijadikan wadah bagi berbagai nilai moral dan nilai-nilai ideal yang ditapung di dalamnya, dinamisnya perubahan sosial dan budaya yang ada di Madura, memasa tradisi yang sangat syarat akan nilai tersebut berubah dengan munculnya praktik penyisaan sapi dalam karapan sapi itu sendiri. Hemat penulis praktik penyiksaan yang tejadi dalam pelaksanaan kerapan sapi perlu di rubah.

Bentuk penyiksaan sapi dalam perlombaan kerapan sapi di antaranya dengan dilakukannya penanaman paku di daerah pantat sapi, mengoleskan balsem dimata sapi dan bekas luka cambukan diolesi dengan spirtus atau cabe rawit. Semua tindakan sadistis itu dilakukan agar sapi bisa berlari cepat mencapai garis finish saat

perlombaan.26 Hal ini menunjukan bahwa tradisi yang

menggabungkan orahraga, kesenian, dan esehatan tersebut telah dicurangi dengan sengaja oleh para pelaku kerapan sapi itu sendiri.

Berbicara tentang adanya praktik yang tidak selaras dengan semangat awal Kerapan Sapi tersebut, pada dasarnya juga telah melanggar peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hewan. Kendati peraturannya tidak ada, praktik seperti yang penulis gambarkan tersebur sangat bertentangan dengan jiwa sportifitas

26 M. Hidayatullah, penyiksaan pada karapan sapi, https://www.hidayatullah.com/,diakses pada tanggal 15 mei 2020

(31)

45 dalam pertandingan. Hal ini dapat diibarat dengan permainan sepak bola dengan para pemain yang telah menggunaan doping atau obat penguat, akibat yang akan didapati adalah pemain yang aan mengalami ketidaksehatan jasmani, kedua permainan tersebut telah tidak seimbang seja pemain lawan menggunkan doping atau obat penguat, sama halnya dengan sapi yang ditanami paku, pembalseman terhadap mata sapi, dan lain sebagainya. Adalah hampir mayoritas pemain kerapan sapi yang telah mempratikkan cara-cara tersebut, sehingga dapat penulis simpulkan, bahwa 80% (delapan puluh persen) pemain Kerapan Sapi adalah curang dalam permainan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Penerapan analisis sebaran Hotelling’s telah dilaksanakan pada percobaan yang bertujuan untuk identifikasi biji generasi silang tunggal F1 dari dua tetua induk betina (MR4Q dan

Penggunaan Sewa beli dalam pengalihan rumah dinas diakomodir oleh PT PLN (Persero) dan penghuni dari ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pengalihan rumah negara

1 Jurusan Bimbingan Dan Penyuluh Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi IAIN Walisongo Semarang, 2014. Penelitian ini bertujuan untuk: menguji secara empirik tentang

Candi brahu terletak di Desa Bejijong, Trowulan, Mojokerto, di dekat candi brahu diduga sebuah prasasti alasanta yang ditemukan tidak jauh dari lokasi candi brahu,

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah diujikan dengan menggunakan metode active contour adalah informasi evolusi kurva yang melingkupi sebuah

tersebut memungkinkan pula pada penggunanya untuk memberi tanda bintang (rating) pada artikel- artikel ilmiah yang paling

Desain penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambar atau deskripsi tentang suatu keadaan secara