• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENGEMBANGAN SDM PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN BIDANG PEMBANGKITAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSEP PENGEMBANGAN SDM PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN BIDANG PEMBANGKITAN PUSAT LISTRIK TENAGA NUKLIR"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENGEMBANGAN SDM

PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN

BIDANG PEMBANGKITAN

(2)

2010

Daftar Isi Daftar Isi ... 2 I. Pendahuluan ... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Tujuan ... 3 3. Ruang Lingkup... 3 4. Metodologi ... 4

II. Kajian Kebutuhan SDM ... 5

1. Kebutuhan SDM Kuantitatif Seluruh Tahapan Proyek PLTN ... 6

2. Kebutuhan SDM Kuantitatif Operasi dan Pemeliharaan PLTN ... 10

A. Kebutuhan SDM Operasi dan Pemeliharaan PLTN (IAEA: TRS 200) ... 10

B. Kebutuhan SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN di Jepang ... 11

C. Perkiraan Kebutuhan SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN di Indonesia ... 13

3. Kualifikasi SDM ... 18

III. Infrastruktur Pengembangan SDM... 21

1. Pendidikan ... 21

Universitas Gajah Mada (UGM) ... 22

Institut Teknologi Bandung (ITB) ... 23

Universitas Indonesia (UI) ... 23

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN) ... 23

2. Pelatihan dan Sertifikasi Personil ... 23

Bidang Keahlian Ketenagalistrikan ... 25

Bidang Keahlian Ketenaganukliran ... 33

3. Pengembangan Karier ... 38

Jalur struktural ... 38

Jalur non struktural ... 38

IV. Rencana Tindak Penyiapan SDM ... 40

1. Partisipasi Nasional pada Aspek SDM ... 40

Potensi SDM Indonesia ... 40

2. Standar Kompetensi Tenaga Teknik di Fasilitas PLTN ... 42

Four Quadrant Competency ... 44

A. Pelatihan Dasar Ketenaganukliran ... 46

(3)

1. Personil Operasi PLTN ... 48

2. Personil Pemeliharaan PLTN ... 50

3. Jaminan dan Kontrol Mutu ... 52

4. Keselamatan PLTN, Seifgard dan Proteksi Fisik ... 53

C. Pelatihan dan Sertifikasi bagi Pekerja di Daerah Nuklir PLTN ... 54

3. Penjadwalan Perekrutan (Recruitmen) dan Pelatihan Personil ... 55

Kerangka Waktu Perekrutan ... 55

Model Perekrutan (recruitment) ... 58

4. Pusat Pelatihan Nuklir (Nuclear Training Center, NTC) dan Jejaring Kerjasama ... 59

V. Penutup ... 64

Daftar Pustaka ... 66

Lampiran I : Kualifikasi dan Jumlah Personil

Lampiran II : Jumlah SDM pada Fasilitas PLTN di Jepang (studi kasus Lampiran III : Kebutuhan SDM Berdasarkan Pendidikan

Lampiran III : Jumlah SDM pada Fasilitas PLTN di Jepang (studi kasus) Lampiran IV : Prospektus Perguruan Tinggi di Indonesia: UGM, ITB, UI,

STTN

Lampiran V : Daftar Standar Kompetensi Personil Ketenagalistrikan Lampiran VI : Jumlah SDM Berpengalaman Kerja di Reaktor Non Daya Lampiran VII : Daftar Kompetensi Personil Reaktor Riset

Lampiran VIII: Kurikulum Pelatihan Dasar Tenaga Nuklir Lampiran IX : Daftar Standar Kompetensi Personil PLTN Lampiran X : Program Perkrutan dan Pelatihan Personil PLTN

Lampiran XI : Program Pelaksanaan Pelatihan Tahap Operasi (personil kunci)

(4)

I. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005~2025, Indonesia seharusnya sudah mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan mempertimbangkan faktor keselamatan, keamanan dan keandalan secara ketat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ke 3 (antara tahun 2015~2019). Banyak hal yang harus dipersiapkan guna menyongsong pengoperasian PLTN pertama di Indonesia tersebut, baik dari aspek teknik, ekonomi, sosial–budaya, termasuk di dalamnya budaya keselamatan di bidang ketenagalistrikan yang mencakup keselamatan umum, instalasi, dan lingkungan kerja, serta aspek penyiapan sumber daya manusia.

Regulasi terkait kebijakan energi nasional yang mendasari pemanfaatan tenaga nuklir untuk kesejahteraan manusia, khususnya untuk penyediaan energi listrik (PLTN), adalah:

3 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran; 3 Peraturan Pemerintah (PP) No. 5 tahun 2010 tentang RPJM 2010–2014;

dan

3 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan

Energi Nasional

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan kemampuan sumber daya manusia (SDM) adalah syarat mutlak dalam rangka mendukung upaya pemanfaatan tenaga nuklir dan pengawasannya, sehingga pemanfaatan tenaga nuklir benar-benar meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Pembinaan dan pengembangan ini dilakukan juga untuk meningkatkan disiplin dalam mengoperasikan instalasi nuklir dan menumbuhkembangkan budaya keselamatan.

Beberapa pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai pembangkit energi listrik adalah:

3 Kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat, seiring pertumbuhan

(5)

3 Pemanfaatan energi nuklir untuk pembangkit listrik sebagai bagian dari

upaya diversifikasi energi untuk menjamin ketersediaan energi listrik dalam negeri;

3 Pemanfaatan energi nuklir untuk PLTN dapat mengurangi energi gas

rumah kaca yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil;

3 Harga listrik dari PLTN lebih kompetitif; dan

3 Teknologi nuklir telah banyak diterapkan di berbagai bidang oleh institusi

litbang dan industri nasional.

Langkah-langkah yang perlu ditindaklanjuti dalam pengembangan PLTN antara lain adalah sebagai berikut.

a. Penanganan aspek sosial dan ekonomi pengembangan PLTN (sosialisasi dan investasi);

b. Pengembangan SDM;

c. Penerapan langkah-langkah pengamanan dalam pengoperasian PLTN. d. Peningkatan kesadaran masyarakat; dan

e. Peningkatan kapasitas daya terpasang.

Indonesia memang belum mempunyai pengalaman dalam pembangunan maupun pengoperasian PLTN, walaupun begitu Indonesia telah mempunyai banyak pengalaman dalam pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik non nuklir seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara dengan berbagai macam daya mulai dari 35 MW sampai 600 MW. Sedangkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah mempunyai pengalaman dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir riset untuk penelitian yaitu reaktor Kartini di Yogyakarta (100 kW), reaktor Triga di Bandung (2 MW) dan reaktor GA. Siwabessy di Serpong (30 MW).

Penyiapan SDM merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN, bahkan sejak tahap persiapan proyeknya (pre-project) yang sudah harus dimulai beberapa tahun sebelum pembangunannya sendiri. Hal ini selaras dengan code of conduct internasional yang mengutamakan keselamatan (safety), keamanan (security), keandalan (reliability) dan safeguard PLTN, sehingga mempersyaratkan semua personil yang terlibat di dalam setiap kegiatan dari tahap persiapan, pembangunan, maupun pengoperasian PLTN harus memenuhi kualifikasi tertentu, baik dari aspek pengetahuan, keterampilan teknis, manajerial dan softskill, serta pengalaman kerja.

(6)

Sebagai acuan dalam melakukan kajian terhadap kebutuhan SDM PLTN baik dari aspek jumlah maupun kualifikasinya, IAEA telah menerbitkan beberapa rekomendasi dalam bentuk guidebook, technical document, ataupun safety guide. Selain itu, kerjasama yang telah terbina dengan negara yang mengoperasikan PLTN, seperti Jepang dan Korea dapat dimanfaatkan untuk memperkaya kajian tersebut.

2. Tujuan

Penyusunan dokumen teknis pengembangan SDM Pembangkitan Tenaga Listrik-PLTN bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTN dimaksudkan sebagai bahan dalam pembuatan dokumen cetak biru (blue-print) dan standar kompetensi personil (SKP), agar SDM Pembangkitan Tenaga Listrik-PLTN di Indonesia dapat mengoperasikan dan memelihara PLTN dan fasilitas pendukungnya secara selamat, aman dan handal.

3. Ruang Lingkup

Dokumen teknis Pengembangan SDM Bidang Pembangkitan Tenaga Listrik–PLTN ini menekankan pada pengembangan SDM ketenaganukliran dengan pertimbangan bahwa pola pengembangan SDM ketenagalistrikan non-nuklir sudah mapan, serta dengan asumsi bahwa pembangunan PLTN pertama di Indonesia ini merupakan proyek turn-key, sehingga pada beberapa tahapan pembangunan, seperti pada tahap engineering dan tahap konstruksi, akan didominasi oleh pihak kontraktor. Perhatian utama pengembangan SDM ketenaganukliran adalah pengembangan SDM untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan PLTN. Pengembangan SDM pasti bertumpu pada kompetensi personil, yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap, melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang dilanjutkan dengan proses uji kompetensi. Pelatihan dasar (basic course) ketenaganukliran akan diselenggarakan di dalam negeri, sedangkan pelatihan tingkat lanjut (advanced course) akan dilakukan di luar negeri mengingat adanya keterbatasan infrastruktur yang tersedia di dalam negeri.

(7)

Pokok bahasan dalam dokumen teknis ini adalah sebagai berikut:

3 Kajian kebutuhan SDM Pembangkitan Tenaga Listrik–PLTN baik

kuantitatif maupun kualitatif, seperti persyaratan pendidikan, pengalaman kerja, dan pelatihan;

3 Analisis infrastruktur yang sudah tersedia di Indonesia seperti sistem

pendidikan, pelatihan dan sertifikasi personil serta jenjang karir; dan

3 Rencana tindak penyiapan SDM, yang meliputi kesiapan partisipasi SDM

Indonesia dari segi pendidikan formal dan penyusunan dokumen standar kompetensi personil (SKP) bidang ketenaganukliran untuk bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTN, penjadwalan perekrutan dan pelatihan personil serta pendirian Pusat Pelatihan Nuklir dan jejaring kerjasama.

4. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan dokumen teknis ini adalah studi literatur dari publikasi yang diterbitkan oleh IAEA dan dokumen lain seperti bahan seminar, workshop, ataupun technical assistance di bidang persiapan pembangunan PLTN, diskusi dalam tim kerja serta konsultasi dengan para pakar di bidang pengembangan SDM.

(8)

II. Kajian Kebutuhan SDM

Kebutuhan SDM baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat ditentukan oleh tahapan pembangunan PLTN dan fasilitas pendukungnya serta pengelompokan fungsi kegiatan, yang dapat dikelompokkan sebagai kegiatan berikut :

3 Persiapan Proyek (Pre-project)

Kegiatan ini dimulai ketika opsi tenaga nuklir sudah diputuskan menjadi salah satu sumber pembangkit tenaga listrik. Aktivitas penting dalam tahap ini adalah terbitnya kebijakan pemerintah terhadap tenaga nuklir di dalam perencanaan energi jangka panjang, penyusunan kerangka hukum dan organisasi, survai infrastruktur nasional, rencana partisipasi nasional, survai tapak dan kajian lingkungan, serta program pengembangan SDM.

3 Manajemen Proyek (Project Management)

Kegiatan ini dimulai setelah adanya keputusan pemerintah untuk membangun PLTN. SDM yang terlibat di dalam tahapan ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai pemilik PLTN (owner) dan kontraktor utama (main contractor).

3 Rekayasa Proyek (Project Engineering)

Kegiatan ini akan dilaksanakan di dan oleh negara pemasok sepenuhnya, meskipun begitu diharapkan beberapa SDM Indonesia dapat berpartisipasi dalam rangka alih teknologi.

3 Pengadaan (Procurement)

Proses pengadaan harus mengikuti semua ketentuan baik yang ditentukan oleh Indonesia maupun negara pemasok komponen, dengan melibatkan SDM Indonesia.

3 Jaminan dan Kendali Mutu (QA dan QC)

Kegiatan ini dilaksanakan di semua tahapan, mulai dari persiapan, pembangunan, sampai pengoperasian PLTN baik pada manajemen utility maupun kontraktor utama.

3 Konstruksi PLTN (Plant Construction)

Kegiatan ini merupakan kegiatan utama dalam proyek pembangunan PLTN yang berdurasi panjang dan akan menyerap banyak tenaga kerja dibandingkan dengan pada tahap lainnya, khususnya teknisi (technicians) dan tukang (craftsmen).

3 Regulasi dan Perizinan (Regulation and Licensing)

Sebagaimana fasilitas lain yang menggunakan zat radioaktif atau sumber radiasi, pengoperasian PLTN harus memenuhi semua sistem regulasi dan

(9)

perizinan, baik terhadap fasilitasnya maupun personil yang mengoperasikan atau bekerja di fasilitas tersebut.

3 Komisioning (Commissioning)

Setelah PLTN dan seluruh fasilitas pendukungnya siap beroperasi, maka harus dilakukan uji coba operasi (komisioning) sebelum fasilitas ini diizinkan untuk beroperasi secara komersial.

3 Pengoperasian dan Pemeliharaan (Operations and Maintenance)

Pada tahap ini PLTN dan fasilitas pendukungnya mulai dioperasikan secara komersial dengan mengikuti seluruh prosedur operasi dan pemeliharaan.

Jadwal pelaksanaan beberapa kelompok kegiatan tersebut di atas berbeda-beda sehingga beberapa personil mungkin saja terdapat di dalam beberapa kelompok kegiatan yang berbeda. Semua tahap kegiatan di atas harus memenuhi aspek keandalan (reliability), keselamatan (safety), keamanan (security), dan seifgard (safeguards) yang tinggi.

1. Kebutuhan SDM Kuantitatif Seluruh Tahapan Proyek PLTN

Jumlah SDM yang dibutuhkan untuk bekerja dalam setiap kelompok kegiatan sebagaimana tersebut di atas sangat bervariasi, mulai puluhan hingga ribuan orang. Berdasarkan tingkat pendidikan atau keahliannya, SDM ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu tenaga ahli (professional), teknisi (technician), dan tukang (craftsmen). Dari masing-masing golongan tersebut akan dibedakan lagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan keahlian dan pengalamannya.

3 Tenaga ahli

Golongan ini berpendidikan sekurang-kurangnya sarjana atau yang setara (S1/D4, S2 dan S3) dengan tambahan pengalaman teknis dan manajerial

serta pelatihan yang sesuai dengan bidang spesialisasinya.

3 Teknisi

Golongan ini berpendidikan kejuruan seperti politeknik (D3) ataupun

sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan tambahan pengalaman teknis dan pelatihan yang sesuai dengan bidang spesialisasinya.

3 Tukang (craftsmen)

Golongan ini berpendidikan rendah seperti sekolah menengah yang mempunyai keahlian tertentu (skilled labour) dan kelompok tenaga kasar (unskilled labour).

(10)

Pada gambar berikut ini akan ditunjukkan jumlah kebutuhan SDM secara total mulai dari tahap persiapan proyek (pre-project) sampai PLTN beroperasi secara komersial.

Gb. 1. Jumlah kebutuhan SDM secara total (diambil dari dokumen IAEA: TRS 200)

Pada Gambar 1, terlihat bahwa kegiatan penyiapan SDM yang akan terlibat dalam pembangunan PLTN harus sudah dimulai beberapa tahun sebelum pembangunan dimulai.

Jumlah kebutuhan SDM secara total tersebut di atas dapat dijabarkan secara lebih rinci berdasarkan kelompok kegiatan maupun tingkat pendidikannya sebagaimana pada Tabel 1 berikut.

(11)

Tab. 1. Jumlah kebutuhan SDM per kelompok kegiatan (data berdasarkan dokumen IAEA: TRS 200)

Kegiatan Tenaga

Ahli Teknisi Tukang Total

Pra Proyek 36 - 53 1 - 2 - 37 - 55 Manajemen Proyek - Utilitas 48 – 63 8 – 11 - 56 – 74 - Kontraktor Utama 27 - 36 3 - 4 - 30 - 40 Proyek Rekayasa 180 - 240 130 - 190 - 310 - 430 Pengadaan 17 - 28 8 - 12 - 25 - 40 Kegiatan QA / QC 30 - 50 50 - 70 - 80 - 120 Konstruksi PLTN 70 - 100 280 - 400 2000 – 2700 2350 – 3200 (buruh/tenaga kerja tak

terdidik) ( + 2000 ) ( + 2000) Peraturan dan Perizinan 45 - 65 45 - 65 Komisioning 38 - 50 40 - 60 80 - 120 158 - 230 Pengoperasian dan Pemeliharaan 40 - 55 110 - 180 20 - 35 170 – 270

Perlu diperhatikan bahwa jumlah SDM yang dibutuhkan pada tabel di atas diperlukan pada saat yang berbeda-beda. Jangka waktu pembangunan, mulai dari persiapan proyek sampai pengoperasiannya, membutuhkan waktu yang sangat panjang sehingga penyiapan SDM harus dilakukan secara bertahap mengikuti tahapan (phase) pembangunan. Gambar 2 berikut ini menunjukkan kerangka waktu kebutuhan SDM pada beberapa tahap pembangunan PLTN (gambar selengkapnya terdapat di dokumen IAEA TRS-200).

(12)

Gb. 2. Kerangka waktu kebutuhan SDM

Perlu diperhatikan bahwa untuk menyiapkan SDM agar memenuhi persyaratan kompetensi SDM, khususnya pada aspek pengalaman kerja dan pelatihan, membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Sebagai contoh seorang manajer lapangan harus memiliki pengalaman kerja dan menjalani pelatihan bertahun-tahun sedangkan seorang perekayasa dalam tahap pembangunan mungkin hanya memerlukan beberapa bulan pengalaman kerja dan pelatihan. Jadwal penyiapan SDM, mulai dari recruitment, kerja magang, pelatihan maupun on the job training harus disusun dan dilaksanakan agar tersedia SDM yang kompeten pada saat dibutuhkan (kuantitatif dan kualitatif).

(13)

2. Kebutuhan SDM Kuantitatif Operasi dan Pemeliharaan PLTN

Kebutuhan SDM kuantitatif untuk pengoperasian dan pemeliharaan PLTN didasarkan pada pengelompokan fungsi dan kegiatannya yang dicerminkan pada organisasi pengoperasian PLTN. Pembahasan kebutuhan SDM dilakukan berdasarkan 2 (dua) acuan yaitu berdasar pada dokumen IAEA TRS 200 Manpower Development for Nuclear Power dan Dokumen kerjasama BATAN-MHI Joint Study Phase 2.

A. Kebutuhan SDM Operasi dan Pemeliharaan PLTN (IAEA: TRS 200) Organisasi pengoperasian dan pemeliharaan PLTN twin–unit yang masing-masing berdaya 900 MWatt diuraikan pada Gambar 3.

Gb. 3. Organisasi Pengoperasian PLTN versi IAEA

Fasilitas PLTN dipimpin oleh seorang manager fasilitas (plant manager) dan empat orang kepala divisi dalam bidang Operasi, Pemeliharaan, Keselamatan, Rekayasa-Jaminan Kualitas dan Pelatihan; dengan total SDM sejumlah 270 orang, dengan asumsi SDM yang bekerja pada kantor pusat

MANAJER PLTN

OPERASI PEMELIHARAAN KESELAMATAN

REKAYASA, JAMINAN KUALITAS, PELATIHAN SUPERVISOR SHIFT OPERATOR SENIOR OPERATOR LAPANGAN MEKANIK INSTRUMENTASI & KENDALI SIPIL KESELAMATAN INDUSTRI KESELAMATAN NUKLIR KESEHATAN REKAYASA TEKNIK PELATIHAN JAMINAN KUALITAS

(14)

tidak diperhitungkan. Sedangkan apabila jumlah tersebut dimasukkan, maka keseluruhan SDM yang terlibat jumlahnya sekitar 340 personil.

Secara keseluruhan, kualifikasi dan jumlah SDM yang menjabat pada setiap posisi dapat dilihat pada Lampiran I. Secara global jumlah SDM yang terlibat dalam pengoperasian PLTN tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tab. 2. Jumlah SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN (IAEA: TRS. 200)

No Divisi Tenaga

ahli

Teknisi Tukang Jumlah

1 Kantor Pusat 48 – 63 8 – 11 - 56 – 74 2 Manajer 2 - - 2 3 Operasi 21- 31 30 - 54 - 51 - 85 4 Pemeliharaan 9 – 15 37 - 61 20 - 35 66 - 111 5 Keselamatan 5 – 8 10 - 12 - 15 - 20 6 Reakayasa 9 - 11 15 - 24 - 24 - 35 7 Jaminan Mutu 1 – 2 6 - 8 7 - 10 8 Pelatihan 1- 2 6 - 8 7 – 10

Jumlah tanpa Kantor Pusat

40-55 110-180 20-35 170-270 Jumlah dengan Kantor

Pusat

88-118 118-191 20-35 226-344

B. Kebutuhan SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN di Jepang Organisasi Pengoperasian dan pemeliharaan PLTN di Jepang yang mengoperasikan PLTN twin–unit masing-masing 1.000 MWatt (sebagai contoh kasus) terbagi menjadi dua bagian yaitu: di kantor pusat

(head-quarter) dan di fasilitas PLTN nya. Perhatikan Gambar 4 berikut ini yang

menunjukkan struktur organisasi tersebut. Fasilitas PLTN ini dipimpin oleh seorang manajer fasilitas (plant manager) yang membawahi empat orang deputi manajer, yang terdiri dari bidang umum (general affair), manajemen rekayasa (engineering management), pengoperasian fasilitas (facility and

operation), dan pemeliharaan (plant maintenance). Setiap deputi manager

(15)

Gb. 4. Organisasi operasi fasilitas PLTN di Jepang

Secara keseluruhan, susunan pejabat dan jumlah SDM yang menjabat pada setiap posisi dapat dilihat pada Lampiran II. Jumlah SDM yang terlibat dalam pengoperasian PLTN twin–unit masing-masing 1.000 MWatt pada contoh disini adalah sekitar 690 orang, yang terdiri atas sekitar 350 orang pegawai perusahaan pengoperasi PLTN (utility) dan sisanya adalah tenaga

outsourcing. Jumlah SDM yang terlibat dalam pengoperasian PLTN tersebut

(16)

Tab. 3. Jumlah SDM Operasi dan Pemeliharaan PLTN (MHI Jepang)

No Divisi Tenaga

ahli Teknisi Tukang Jumlah

1. Manajer 9 - - 9

2. Umum dan sekretariat (Kantor Pusat)

18 23 41

3. Umum dan Majemen (PLTN) 20 10 30 4. Rekayasa 23 38 62 5. Manajemen Fasilitas dan Operasi 29 81 110 6. Pemeliharaan 29 62 91 7. Pelatihan 7 7 Jumlah 136 214 350

Bila dibandingkan kebutuhan SDM dari kedua organisasi di atas, terlihat bahwa baik versi IAEA dan MHI Jepang memerlukan SDM yang sama. Perbedaan angka dari kedua versi muncul karena pada organisasi pengoperasian dan pemeliharaan di Jepang memasukkan SDM bagian umum dan komersial baik di kantor pusat maupun di fasilitas dengan selisih jumlah SDM sekitar 70 orang. Hal ini berarti total SDM yang dibutuhkan adalah sekitar 280 orang, setara dengan kebutuhan SDM versi IAEA yaitu sebanyak 270 orang. Jadi secara umum kebutuhan SDM berdasar dua dokumen tersebut relatif sama dan bisa dijadikan acuan penyusunan organisasi pengoperasian dan pemeliharaan PLTN di Indonesia dengan memperhatikan karakteristik SDM Indonesia.

C. Perkiraan Kebutuhan SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN di Indonesia

Dalam menentukan kebutuhan SDM pengoperasian dan pemeliharaan PLTN di Indonesia, dengan mengasumsikan bahwa Indonesia akan membangun twin-unit, maka jumlah SDM yang dibutuhkan dapat mengacu pada jumlah SDM untuk PLTN versi IAEA dan MHI Jepang. Untuk negara yang akan membangun PLTN pertama dan/atau memiliki sedikit PLTN

(17)

biasanya akan mengalami kesulitan dalam menyediakan SDM pengganti yang memenuhi syarat sehingga disarankan untuk menyediakan personil yang lebih banyak terutama di negara berkembang seperti Indonesia jumlah kebutuhan personil SDM PLTN juga akan lebih besar mengingat keterbatasan infrastruktur, kondisi lokal dan berlimpahnya tenaga kerja. Namun demikian, untuk unit PLTN lebih dari satu dan identik pengurangan SDM per unit bisa dilakukan.

Organisasi pengoperasian dan pemeliharaan PLTN yang akan dibentuk di Indonesia ditentukan berdasarkan pada pengelompokan tugas dan kegiatan yang akan dilakukan. Sehubungan dengan itu, struktur organisasi PLTN dibagi menjadi dua bagian yaitu kantor pusat dan unit operasi/fasilitas yang merupakan tempat beroperasinya PLTN. Struktur organisasi kantor pusat ditunjukkan dalam Gambar 5 berikut :

Gb. 5. Struktur organisasi PLTN di Kantor Pusat

Wewenang dan tanggung jawab masing-masing jabatan adalah sebagai berikut :

1. General Manager

Bertanggung jawab terhadap keberadaan/eksistensi operasional PLTN dan membawahi beberapa manager

2. Manager Administrasi dan Umum

Bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan administrasi dan sumber daya dengan kegiatan utama sebagai berikut :

GENERAL MANAGER FASILITAS - FASILITAS ADMINIS-TRASI & UMUM KEUANGAN PELATIHAN & MANAJEMEN PERSONIL KESELAMATAN & TEKNOLOGI OPERASI PENGADAAN & JAMINAN KUALITAS

(18)

a. Pengembangan organisasi;

b. Perencanaan dan pengembangan pegawai; c. Administrasi kepegawaian;

d. Pengelolaan kehumasan; dan e. Administrasi umum.

3. Manager Keuangan

Bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan keuangan dengan kegiatan utama meliputi :

a. Penyusunan anggaran; b. Pengelolaan keuangan;

c. Pengembangan sistem adminstrasi keuangan; dan d. Penyusunan laporan keuangan.

4. Manager Pelatihan dan managemen personil

Bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan pelatihan personil dengan kegiatan utama meliputi :

a. Penyusunan rencana dan pengembangan pelatihan; b. Pengelolaan pelatihan; dan

c. Evaluasi pelaksanaan pelatihan. 5. Manager Keselamatan dan Teknologi

Bertanggung jawab mengkoordinasikan aspek kegiatan utama meliputi : a. Analisis keselamatan PLTN;

b. Pengkajian teknologi keselamatan PLTN; dan c. Pengurusan perijinan.

6. Manager Pengadaan dan Jaminan Kualitas

Bertanggung jawab mengkoordinasikan pelaksanaan administrasi pengadaan barang-jasa serta sistem manajemen dengan kegiatan utama : a. Merencanakan dan verifikasi pengadaan barang dan jasa;

b. Pengelolaan dan pengendalian pengadaan untuk kebutuhan operasi; c. Pengembangan sistem dan prosedur pengadaan;

d. Penyusunan database pengadaan; dan

e. Mengelola sistem manajemen terpadu untuk mencapai sasaran manajemen termasuk pengembangan budaya keselamatan dan keamanan.

7. Manager Operasi

Bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan PLTN yang membawahi fasilitas-fasilitas PLTN, dengan tugas utama :

(19)

a. Penyusunan rencana pengoperasian dan pemeliharaan PLTN;

b. Pengendalian pelaksanaan sistem dan prosedur operasi dan pemeliharaan;

c. Pengawasan kegiatan operasi dan pemeliharaan; dan d. Terjaminnya keselamatan dan keamanan PLTN.

Perkiraan jumlah SDM serta jabatan pada Kantor Pusat PLTN di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tab. 4. Perkiraan Jumlah SDM dan Jabatan pada Kantor Pusat PLTN (Indonesia)

No Posisi Profesional

/Manajer

Teknisi/Staf Jumlah

1 General Manager 1 1

2 Adm & Umum 5 3 8

3 Keuangan 4 5 9 4 Pelatihan & Manag. Personil 5 3 8 5 Keselamatan & Teknologi 7 5 12 6 Pengadaan & QA 4 3 7 7 Operasi 9 5 14 Jumlah 59

(20)

Adapun struktur organisasi fasilitas ditunjukkan pada Gambar 6 :

Gb. 6. Struktur organisasi PLTN di fasilitas

Perkiraan jumlah SDM pengoperasian dan pemeliharaan di fasilitas PLTN di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

Tab. 5. Jumlah SDM pengoperasian dan pemeliharaan PLTN (Indonesia) NO Divisi Profesional Teknisi Tukang Jumlah

1 Manajer 2 - - 2 2 QA 1-2 6-8 - 7-10 3 Administrasi & Umum (GA) 5-7 10-13 - 15-20 4 Operasi 21-31 30-54 - 51-85 5 Pemeliharaan 9-15 37-61 20-35 66-111 6 Rekayasa 9-11 15-24 - 24-35 7 Keselamatan 5-8 10-12 - 15-20 8 Keamanan 5-7 20-35 25-42 9 Pelatihan 5-7 6-8 - 11-15 Jumlah 216-330

Tugas dan tanggungjawab masing-masing jabatan di atas mengacu pada uraian yang tercantum dalam TRS 200.

KEAMANAN LISTRIK PROTEKSI FISIK JAMINAN KUALITAS PLANT SUPERINTENDENT DEPUTY SUPERINTENDENT HUMAS PELATIHAN LISTRIK PEMELI- HARAAN MEKANIK SIPIL INSTR. & KONTROL GA ADMINISTRASI OPERASI SUPERVISOR SHIFT OPERATOR SENIOR OPERATOR LAPANGAN SEIFGARD SIPIL INSTR. & KONTROL MEKANIK REKAYASA KESEHATAN KESELAMATAN NUKLIR KESELAMATAN INDUSTRI KESELAMATAN

(21)

3. Kualifikasi SDM

Sebagaimana dibahas pada uraian tentang kuantitas SDM PLTN di atas, kualifikasi SDM PLTN juga harus menjadi aspek penting yang diperhatikan. Oleh karena itu, semua posisi atau jabatan pada setiap kelompok kegiatan pembangunan dan pengoperasian PLTN dan fasilitas pendukungnya harus diisi oleh SDM kompeten yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi tertentu agar semua tugas dan tanggung jawab yang diembannya dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

Kualifikasi SDM PLTN secara umum, dalam dokumen ini, dibedakan menjadi tiga, yaitu pendidikan dengan spesialisasi tertentu, pengalaman kerja di bidang tertentu, serta pelatihan dasar dan pelatihan tingkat lanjut di masing-masing bidang keahliannya, termasuk on the job training.

Berikut adalah satu contoh kualifikasi SDM PLTN menurut TRS 200 IAEA:: ______________________________________________________________

Jabatan: Manajer PLTN (Plant Manager)

Tugas/Tanggung Jawab:

3 Bertanggung jawab menyeluruh untuk perencanaan, pengarahan dan koordinasi semua aktivitas dalam kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas PLTN.

Kualifikasi: 3 Pendidikan:

 Master di bidang rekayasa (teknik). 3 Pengalaman:

 12~15 tahun pengalaman kerja;

 8~10 tahun bekerja di bidang pengoperasian pembangkit tenaga listrik;  2~3 tahun bekerja di PLTN; dan

 Kemampuan manajemen.

3 Pelatihan:

 Pelatihan di bidang teknologi nuklir (1 ~ 2 tahun); dan

 Pelatihan khusus di bidang pengoperasian PLTN (1 ~ 2 tahun)

meliputi: pelatihan operator, keselamatan nuklir, manajemen bahan bakar nuklir, analisis sistem, kendali proses dan instrumentasi.

(22)

Kualifikasi SDM PLTN yang meliputi syarat pendidikan dan pelatihan dari setiap jabatan pada kelompok kegiatan operasi dan pemeliharaan mulai tahapan persiapan proyek (pre-project), manajemen proyek (project

management), rekayasa, pengadaan, QA/QC, pembangunan, komisioning,

dan pengoperasian dapat dilihat pada Lampiran I. Jumlah kebutuhan SDM berdasarkan jenjang dan spesialisasi pendidikannya dapat dilihat pada Lampiran III.

Faktor penting yang harus dipenuhi di atas merupakan faktor kompetensi teknis (hard competency). Selain itu, sikap dan perilaku (soft competency) juga merupakan faktor penting yang wajib dipenuhi dalam proses pengembangan SDM PLTN. Sikap dan perilaku yang mengandung motif, sifat, keyakinan dan nilai/norma seseorang berperan untuk meminimalisir

human error dan meningkatkan kinerja. Oleh karena itu, SDM PLTN harus

memiliki karakterisitik spesifik yang membedakan dengan SDM di institusi atau fasilitas lain. Sikap perilaku inti yang harus dimiliki oleh semua personil yang bekerja di PLTN adalah kompetensi sebagai berikut:

1. Keselamatan dan kesehatan (safety and health), yaitu kemauan dan kemampuan untuk mengendalikan lingkungan di sekitarnya dari tindakan atau kondisi yang berbahaya dalam rangka mencegah timbulnya kecelakaan atau keadaan darurat;

2. Pengendalian diri (self control), yaitu kemauan dan kemampuan mengendalikan diri pada saat menghadapi masalah yang sulit, kritik dari orang lain atau pada saat bekerja di bawah tekanan;

3. Perhatian terhadap keteraturan (concern for order), yaitu kecenderungan yang kuat untuk berpegang pada standar, acuan serta komitmen untuk mencapai hasil yang maksimal, menghindari ketidakpastian khususnya dalam hal yang berkaitan dengan penugasan, ketepatan/ketelitian data dan informasi di tempat kerja;

4. Integritas (integrity), yaitu kemampuan bertindak konsisten dengan nilai, norma organisasi, norma sosial dan kebijakan organisasi walaupun dalam posisi yang sulit; dan

5. Berorientasi pada kualitas (quality oriented), yaitu kemauan untuk memantau dan memeriksa pekerjaan atau informasi dalam upaya senantiasa menghasilkan produksi, proses atau informasi yang lebih akurat dan lebih baik.

(23)

Sikap dan perilaku inti sebagaimana dijabarkan di atas perlu dirinci menjadi persyaratan soft competency yang lebih detail bagi setiap jabatan dalam organisasi PLTN.

(24)

III. Infrastruktur Pengembangan SDM

Dalam rangka penyiapan sumber daya manusia Indonesia yang dapat memenuhi persyaratan kualifikasi SDM PLTN sebagaimana telah dibahas pada bagian sebelumnya maka telah dilakukan suatu identifikasi ketersediaan infrastruktur dan fasilitas pendidikan, pelatihan dan sertifikasi personel serta pengembangan karir di Indonesia sebagaimana uraian berikut ini. Hal ini sangat diperlukan untuk merencanakan tindak lanjut pemenuhan kebutuhan SDM PLTN yang berkualifikasi.

1. Pendidikan

Sistem pendidikan formal di Indonesia secara umum dimulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 tahun, Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 3 tahun, dan Perguruan Tinggi.

Pada jenjang sekolah menengah atas mulai ada perbedaan keahlian yaitu yang mengarah ke domain keilmuan dan ke domain keterampilan. Oleh karena Sekolah Menengah Atas (SMA) dibedakan menjadi SMA umum dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) misalnya SMK Teknik. Sementara itu pada jenjang perguruan tinggi juga terbagi menjadi program diploma atau politeknik yaitu program D3 dan D4; serta program kesarjanaan yaitu program

S1, S2, dan S3. Program D4 yang menjalani pendidikan selama 4 tahun

disetarakan dengan program S1 meskipun dengan bidang keahlian yang

berbeda, yaitu antara keilmuan dan keterampilan.

Berdasarkan sistem pendidikan tersebut di atas maka penggolongan SDM PLTN berdasarkan tingkat pendidikannya adalah sebagai berikut:

3 Golongan tenaga ahli atau profesional adalah SDM yang berpendidikan

S1 (atau setara D4), S2, atau S3;

3 Golongan teknisi adalah SDM yang berpendidikan sekolah menengah

(25)

3 Golongan tukang adalah SDM yang berpendidikan sekolah menengah

atas (atau minimal SMP dengan pengalaman kerja).

Pembagian golongan berdasarkan pendidikan diilustrasikan pada Gambar 7.

Technician: D1, D2, D3, D4 Craftsmen Professional: S1, S2, S3 Technician

Gb. 7. Pembagian golongan SDM PLTN berdasarkan tingkat pendidikan

Pada umumnya perguruan tinggi di Indonesia mempunyai fakultas teknik dengan beberapa jurusan yang dibutuhkan oleh SDM PLTN seperti jurusan teknik mesin, sipil, listrik (termasuk elektronika), instrumentasi, industri, kimia dan fisika. Beberapa perguruan tinggi yang mempunyai jurusan, program studi atau peminatan (spesialisasi) di bidang teknologi nuklir, antara lain :

8 Universitas Gajah Mada (UGM)

UGM di Yogyakarta mempunyai bidang studi teknik nuklir di bawah jurusan Fisika Teknik, Fakultas Teknik. Bidang studi ini terbuka untuk program S1, S2, dan S3.

(26)

8 Institut Teknologi Bandung (ITB)

ITB di Bandung mempunyai bidang studi teknik nuklir di bawah jurusan Fisika, Fakultas MIPA, jurusan Teknik Fisika dan jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik. Bidang studi ini terbuka untuk program S2 dan S3.

8 Universitas Indonesia (UI)

Universitas Indonesia (UI) di Jakarta mempunyai bidang studi fisika medik di bawah jurusan Fisika, Fakultas MIPA untuk program S1. Beberapa tahun yang lalu jurusan Fisika UI mempunyai bidang studi Proteksi Radiasi dan Instrumentasi Nuklir.

8 Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN)

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir merupakan sekolah kedinasan di bawah BATAN dengan program Diploma IV (masa studi 4 tahun). STTN mempunyai dua jurusan yaitu :

3 Jurusan Teknokimia Nuklir bertujuan untuk mendidik dan memberi

bekal kemampuan keilmuan dalam bidang proses kimia yang menerapkan teknologi nuklir (teknokimia nuklir) dan digunakan oleh industri kimia bahan nuklir (instalasi nuklir).

3 Jurusan Teknofisika Nuklir bertujuan untuk mendidik dan memberi

bekal kemampuan keilmuan dalam bidang pemonitoran, pengukuran dan pengendalian proses fisika yang berkaitan dengan reaksi nuklir dan radiasinya.

Keterangan lebih rinci dari empat perguruan tinggi tersebut di atas serta potensi kelulusannya terdapat pada Lampiran IV.

2. Pelatihan dan Sertifikasi Personil

Infrastruktur pengembangan SDM PLTN berikutnya adalah pelatihan dan sertifikasi personel. SDM PLTN yang telah memenuhi kualifikasi pendidikan masih tetap memerlukan bekal keterampilan melalui program pelatihan agar kompeten di posisi pekerjaannya, baik dalam aspek kognitif (keilmuan), psikomotorik (keterampilan), maupun afektif (perilaku).

(27)

Pedoman dan penyelenggaraan pelatihan di bidang ketenagalistrikan telah disusun dan dilaksanakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Pelatihan di bidang ketenaganukliran diselenggarakan oleh BATAN dan BAPETEN. Beberapa pelatihan pendukung terkait pelatihan SDM PLTN diselenggarakan oleh institusi lain baik pemerintah maupun swasta yang menyelenggarakan pelatihan teknis, seperti B4T (Balai Besar Bahan dan

Barang Teknik) yang menyelenggarakan pelatihan di bidang uji tak rusak (non

destructive test) dan SUCOFINDO sebagai lembaga yang berkiprah dalam

bidang inspeksi, supervisi, penilaian dan pengujian.

Pada beberapa bidang keahlian tertentu, kompetensi personil tidak hanya ditunjukkan atau dipersyaratkan dengan ijazah pendidikan (diterbitkan oleh lembaga pendidikan) dan sertifikat pelatihan (diterbitkan oleh lembaga pelatihan) saja tetapi juga harus dibuktikan dengan sertifikat personil pada keahlian tertentu, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 8.

(28)

Sertifikasi kompetensi diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK). LSK yang telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Ketenagalistrikan dan untuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang diberikan lisensinya oleh Badan Sertifikasi Nasional Profesi (BNSP).

Pelatihan dan sertifikasi personil yang sudah tersedia saat ini di bidang keahlian ketenagalistrikan dan bidang keahlian ketenaganukliran, dijelaskan sebagai berikut :

8 Bidang Keahlian Ketenagalistrikan

Untuk menjelaskan keahlian bidang ketenagalistrikan harus merujuk pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan. UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menjelaskan bahwa Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. Tata laksana penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Pada penjelasan UU Nomor 30 Tahun 2009, Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum (PIUKU) wajib diberikan dengan mutu dan keandalan yang baik dan dengan pelayanan yang cepat, mudah, dan layak. Kondisi sebagaimana yang diamanatkan pada penjelasan pasal 15 (1) dapat tercapai melalui penyelenggaraan penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik yang andal, aman dan akrab lingkungan yang dilaksanakan berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

Untuk mencapai keandalan, keamanan dan akrab lingkungan, maka penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus dilaksanakan oleh tenaga teknik yang kompeten. Tenaga teknik yang kompeten tersebut dinyatakan dengan Sertifikat Kompetensi. Hal ini sejalan dengan perubahan pasal 21 ayat (9) PP Nomor 3 Tahun 2005 sebagaimana

(29)

disebut di atas bahwa setiap tenaga teknik yang bekerja dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi.

Standar Kompetensi Personil (SKP)

Untuk mendukung kebijakan Pemerintah bahwa tenaga teknik yang bekerja pada bidang ketenagalistrikan harus kompeten, Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (Ditjen LPE) telah menyusun Standar Kompetensi Personil (SKP), dimana proses penyusunan melalui pembentukan panitia teknik oleh Dirjen LPE yang terdiri dari unsur Instansi Pemerintah terkait bidang Ketenagalistrikan, Perguruan Tinggi, Asosiasi Bidang Ketenagalistrikan, dan Perusahaan Swasta yang bergerak di Bidang Ketenagalistrikan.

Panitia Teknik ini menyusun konsep SKP selama ± 6 (enam) bulan yang menghasilkan konsep SKP, kemudian konsep SKP tersebut dikirimkan ke stakeholder bidang Ketenagalistrikan selama 1 bulan untuk mendapat tanggapan dan masukan atas konsep dimaksud, setelah mendapat masukan dari stakeholder kemudian dilaksanakan Forum Konsensus yang membahas masukan-masukan dari stakeholder. Forum Konsensus menghasilkan Rancangan SKP yang selanjutnya diusulkan ke Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) untuk diberlakukan dan ditetapkan sebagai Standar Wajib bidang Ketenagalistrikan.

Standar Kompetensi yang telah ditetapkan/diberlakukan, digunakan sebagai acuan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) untuk melaksanakan uji kompetensi terhadap Tenaga Teknik. Bagi Pelaku Usaha untuk menerapkan standar kompetensi ditempat kerja dan mengusulkan sertifikasi tenaga teknik kepada LSK. Standar Kompetensi Personil juga ditindaklanjuti oleh Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral (Badan Diklat ESDM) c.q. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (Pusdiklat KEBT) untuk menyusun Standar Latih Kompetensi bidang Ketenagalistrikan. Sampai saat ini telah diberlakukan dan ditetapkan sebanyak 2505 SKP, terdiri dari Standar Kompetensi Tenaga Teknik (SKP), Standar Kompetensi Asesor (SKA). Mekanisme pengembangan SDM berbasis kompetensi bidang

(30)

Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan yang meliputi penyusunan SKP seperti yang telah diuraikan diatas, penyusunan SLK, hubungan kelembagaan dapat dilihat dalam Gambar 9. Komisi Akreditasi Kompetensi Ketenagalistrikan (KAKK) melakukan akreditasi LSK dan Lembaga Sertifikasi Asesor (LSA).

Gb. 9. Mekanisme pengembangan SDM berbasis kompetensi bidang energi dan ketenagalistrikan

Dari sekian jumlah SKP yang sudah ditetapkan terdapat beberapa SKP yang relevan dan dapat langsung diterapkan pada PLTN. Saat ini SKP khusus untuk PLTN belum disusun, karena PLTN belum dioperasikan di Indonesia, namun demikian akan menjadi catatan atau rekomendasi untuk penyusunan SKP PLTN tahun berikutnya. SKP yang langsung dapat digunakan pada PLTN dan usulan judul unit kompetensi khusus PLTN dijelaskan pada Lampiran V.

Standar Latih Kompetensi (SLK)

Untuk mengimplementasikan Standar Kompetensi Tenaga Teknik dan Standar Kompetensi Asesor, Badan Diklat ESDM c.q. Pusdiklat KEBT

(31)

menyusun Standar Latih Kompetensi (SLK) bidang ketenagalistrikan yang melibatkan para stakeholder terkait yang prosesnya sama dengan penyusunan SKP di atas. SLK yang telah disusun meliputi bidang Pembangkitan (termasuk pembangkitan energi baru terbarukan), Transmisi, Distribusi, Instalasi Pemanfaatan, serta Fungsional Inspektur Ketenagalistrikan dan telah ditetapkan oleh Menteri ESDM yang berjumlah 1948 Judul Unit SLK. SLK yang telah ditetapkan merupakan acuan bagi penyelenggaraan Diklat Berbasis Kompetensi bidang ketenagalistrikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Diklat Pemerintah seperti Pusdiklat KEBT maupun Lembaga Diklat lainnya yang telah terakreditasi.

SLK merupakan rumusan suatu kurikulum silabi pendidikan dan pelatihan, yang rinciannya memuat pengetahuan, keterampilan dan didukung sikap serta penerapannya di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan.

Tujuan disusunnya SLK adalah untuk dijadikan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ketenagalistrikan berbasis kompetensi untuk menghasilkan Tenaga Teknik yang memiliki kompetensi dalam mewujudkan penyediaan tenaga listrik yang andal, aman, dan akrab lingkungan, untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ketenagalistrikan berbasis kompetensi.

Tenaga teknik yang dimaksud adalah tenaga teknik yang bekerja diberbagai bidang usaha penyediaan tenaga listrik yang dapat meliputi:

 pembangkitan, transmisi, distribusi, penjualan tenaga listrik, agen penjualan tenaga listrik, pengelola pasar tenaga listrik dan pengelola sistem tenaga listrik;

 usaha jasa penunjang tenaga listrik yang meliputi: konsultansi dalam bidang tenaga listrik, pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik, pengujian instalasi tenaga listrik, pengoperasian instalasi tenaga listrik, pemeliharaan instalasi tenaga listrik, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, dan usaha jasa lainnya yang berkaitan secara langsung dengan penyediaan tenaga listrik;  usaha industri penunjang yang terdiri dari industri peralatan tenaga

(32)

SLK terdiri dari beberapa level kompetensi. Setiap level kompetensi mempunyai tujuan dan sasaran pengembangannya. Level kompetensi adalah pengelompokan unit-unit kompetensi berdasarkan pada tingkat kesukaran atau kompleksitas serta tingkat persyaratan yang harus dipenuhi.

Diskripsi level unit kompetensi adalah sebagai berikut:

Level 1 : Pada level ini seseorang dididik dan dilatih agar mampu melaksanakan tugas/pekerjaan yang bersifat rutin berdasar pada pemahaman prosedur/instruksi kerja di bawah pengawasan atasan langsung.

Level 2 : Pada level ini seseorang dididik dan dilatih agar mampu melaksanakan tugas/pekerjaan yang bersifat rutin berdasar pada penerapan prosedur/instruksi dan melaksanakan tugas dan pekerjaan yang menuntut adanya:

3 Kemampuan penanggulangan masalah.

3 Kemampuan mengajukan gagasan kepada atasan.

Level 3 : Pada level ini seseorang dididik dan dilatih agar mampu melaksanakan tugas/pekerjaan yang bersifat rutin berdasar pada prosedur/instruksi dan melaksanakan tugas dan pekerjaan yang menuntut adanya :

3 Kemampuan analisa masalah. 3 Kemampuan pemecahan masalah

3 Kemampuan mengajukan gagasan kepada atasan.

3 Kemampuan memberikan bimbingan dan supervisi kepada

bawahannya

Lembaga diklat yang menggunakan SLK disebut sebagai lembaga diklat berbasis kompetensi. Lembaga diklat tersebut setidaknya mempunyai empat komponen dasar. Keempat komponen tersebut adalah: Standar Latih Kompetensi, Pengujian, Strategi Pembelajaran dan Sertifikasi seperti diilustrasikan pada Gambar 10.

(33)

Gb. 10. Komponen pada pelatihan berbasis kompetensi

Keempat komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

3 Standar Latih Kompetensi berfungsi sebagai suatu alat untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan;

3 Pengujian digunakan untuk menentukan apakah seseorang telah

memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja yang dibutuhkan;

3 Strategi Pembelajaran diperlukan lembaga diklat, dengan tujuan agar

peserta diklat dapat memperoleh keterampilan, pengetahuan dan sikap kerja; dan

3 Sertifikasi merupakan suatu bentuk penghargaan/pengakuan bagi

seseorang dalam diklat berbasis kompetensi.

Mekanisme dan proses sertifikasi kompetensi merupakan rangkaian kegiatan dalam penerbitan sertifikat kompetensi kepada tenaga teknik/asesor oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik (LSK)/Lembaga Sertifikasi Kompetensi Asesor (LSA), sebagaimana dijelaskan pada Gambar 11 dan 12.

(34)

Gb. 11. Mekanisme Sertifikasi Kompetensi

Pada saat ini ada 4 (empat) asosiasi profesi yang sudah memperoleh akreditasi sebagai LSK dari KAKK, yaitu :

1. Ikatan Ahli Teknik Ketenagalistrikan Indonesia (IATKI), untuk bidang pembangkitan dan bidang distribusi subbidang operasi dan subbidang pemeliharaan;

2. Himpunan Ahli Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (GEMA PDKB), untuk bidang distribusi dan bidang transmisi subbidang operasi dan subbidang pemeliharaan

3. Himpunan Ahli Pembangkit (HAKIT), untuk bidang pembangkitan subbidang operasi, subbidang pemeliharaan dan Subbidang inspeksi; 4. Himpunan Ahli Teknik Distribusi (HATEKDIS), untuk bidang distribusi. Selain itu juga sudah dibentuk Lembaga Sertifikasi Asesor (LSA) yang telah diakreditasi untuk melaksanakan Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kompetensi Asesor.

(35)

Gb. 12. Proses Sertifikasi Tenaga Teknik Bidang Ketenagalistrikan

Berdasarkan proses dan mekanisme yang ada seorang tenaga teknik dapat melengkapi pengetahuannya dengan jalan mengambil unit-unit kompetensi yang dibutuhkan atau unit-unit kompetensi tambahan untuk peningkatan kemampuan dari segi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Setiap tenaga teknik yang berhasil lulus dalam uji kompetensi yang dilaksanakan oleh LSK, akan memperoleh sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi ini merupakan suatu pengakuan atas kompetensi tenaga teknik dibidang pembangkit, transmisi, distribusi serta instalasi pemanfaatan, dengan kualifikasi perencanaan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, dan inspeksi ketenagalistrikan. Sertifikat itu akan diperpanjang dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun, atau akan dicabut apabila tenaga teknik yang bersangkutan selama 6 (enam) bulan tidak bekerja lagi dibidangnya. Bidang keahlian ketenagalistrikan akan disesuaikan dan selalu mengikuti perkembangan teknologi yang menyertainya sehingga bidang-bidang keahlian sebagaimana tersebut diatas dapat terus dikembangkan.

Sampai saat ini jumlah tenaga teknik yang sudah dinyatakan kompeten oleh LSK bidang ketenagalistrikan bidang pembangkitan, transmisi, distribusi berjumlah 13.717 (tiga belas ribu tujuh ratus tujuh belas) orang.

(36)

8 Bidang Keahlian Ketenaganukliran

Bidang keahlian ketenaganukliran menjadi tanggung jawab BATAN c.q. Pusdiklat-BATAN. Pusdiklat-BATAN merupakan salah satu unit kerja setingkat eselon II yang mempunyai tugas untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan khusus di bidang iptek nuklir bagi SDM BATAN maupun SDM dari instansi lain yang bekerja di bidang ketenaganukliran.

Berdasarkan bidang keahlian dari materi yang diajarkan, Pusdiklat– BATAN membedakan pelatihan teknis yang diselenggarakannya menjadi beberapa kelompok sebagai berikut.

I. Keselamatan Nuklir dan Radiasi; II. Aplikasi Isotop dan Radiasi; III. Reaktor dan Energi;

IV. Bahan Nuklir, Bahan Bakar Nuklir, dan Limbah Nuklir; V. Instalasi dan Instrumentasi Nuklir;

VI. Sains Materi; VII. Informatika; dan VIII. Manajemen.

Setiap tahunnya Pusdiklat–BATAN menyelenggarakan lebih dari 30 pelatihan teknis, baik bagi SDM BATAN maupun personil dari luar BATAN. Gambar 13 dan 14 berikut menunjukkan jumlah pelatihan yang telah diselenggarakan per tahun dan berdasarkan bidang keahlian pelatihan.

29 28 3034 44 44 51 58 64 39 30 34 43 56 43 46 47 48 42 48 48 0 10 20 30 40 50 60 70 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 Gb. 13: Jumlah pelatihan per tahun

(37)

39 85 83 287 350 110 30 0 50 100 150 200 250 300 350 400 J u m la h P e la ti h a n B a ha n N u k l i r d a n B a ha n B a k a r N u k l i r I n f o r m a t i k a I n st a l a si d a n I n st r u m e nt a si N u k l i r K e se l a m a t a n N uk l i r d a n R a d i a si R a di o i so t o p d a n R a d i a si R e a k t o r d a n En e r g i N u k l i r S a i n s M a t e r i

Gb. 14 Jumlah pelatihan berdasarkan bidang keahlian

Pusdiklat–BATAN berlokasi di Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Pasar Jumat, Jakarta Selatan mempunyai fasilitas kelas dan laboratorium pelatihan yang cukup memadai. Pelatihan yang diselenggarakan dengan frekuensi tinggi, seperti pelatihan proteksi radiasi, teknik radiografi atau pelatihan yang tidak memerlukan laboratorium khusus, diselenggarakan di Pusdiklat. Sedangkan pelatihan yang membutuhkan laboratorium khusus, misalnya pelatihan operator reaktor atau pengelolaan limbah radioaktif, diselenggarakan di unit kerja yang mempunyai laboratorium tersebut di bawah koordinasi Pusdiklat.

Sebagian besar tenaga pengajar pelatihan berasal dari Pusdiklat atau unit kerja BATAN lainnya. Sebagian lagi, khususnya untuk materi yang memang bukan kompetensi BATAN, mengundang pengajar dari instansi lain misalnya BAPETEN, perguruan tinggi atau bahkan pakar internasional (IAEA, JAEA, ANSTO, dll).

Semua SDM BATAN dipersyaratkan kompeten untuk menduduki masing-masing jabatannya oleh karena itu mereka harus dibekali pelatihan yang cukup untuk menunjang tugas dan tanggung jawabnya. Pusdiklat – BATAN telah menyusun skema pelatihan bidang keselamatan nuklir/radiasi seperti Gambar 15 berikut.

(38)

Gb. 15. Skema pelatihan SDM BATAN

Pada skema tersebut terdapat tiga kelompok / bidang pekerjaan yaitu yang berkaitan dengan keselamatan nuklir (bagian atas), keselamatan radiasi (bagian tengah), dan yang tidak berkaitan secara langsung ke aspek keselamatan (bagian bawah). Selain itu, berdasarkan masa kerja, pengalaman, dan kemampuannya, dapat dibedakan menjadi kelompok

basic (kurang dari 4 tahun), yunior (antara 4 ~ 10 tahun), dan senior (di

(39)

Pendekatan Pelatihan secara Sistematis/Sistematical Approach to

Training (SAT)

International Atomic Energy Agency (IAEA) merekomendasikan lembaga pelatihan ketenaganukliran untuk menerapkan Sistematical

Approach to Training (SAT) dalam pelaksanaan pelatihan. SAT

merupakan suatu metode untuk melaksanakan pelatihan berdasarkan atas kesenjangan kompetensi personil antara yang dibutuhkan (required) dan yang ada (available).

Tahapan dalam SAT menggambarkan suatu proses siklus yang terdiri dari lima bagian, dan masing-masing bagian tersebut terdiri dari beberapa sub bagian lagi. Setiap bagian, atau sub bagian, mempunyai input yang berasal dari tahap sebelumnya dan mempunyai output yang diteruskan ke tahap selanjutnya (lihat Gambar 16).

Analisis Mo difikasi Perancangan (disain) Pengembangan Pelaksanaan Evaluasi

Gb. 16. Tahapan SAT (Sistematical Approach to Training)

Penerapan metode SAT dalam pelaksanaan pelatihan merupakan suatu langkah untuk menjamin bahwa semua personil yang bekerja dalam suatu instalasi kompeten dan memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

(40)

Pada saat ini Pusdiklat – BATAN telah menerapkan SAT terhadap beberapa pelatihan yang diselenggarakan secara rutin untuk pelatihan Petugas Proteksi Radiasi (PPR), teknik radiografi, dan Operator – Supervisor Reaktor.

Sertifikasi Personil

Berdasarkan ketentuan pemerintah tentang keselamatan kerja dengan radiasi pengion, beberapa jabatan di dalam instalasi nuklir/radiasi harus memiliki surat izin bekerja (SIB). Oleh karena itu beberapa pelatihan teknis yang diselenggarakan oleh Pusdiklat – BATAN berujung pada proses sertifikasi personil.

Gb. 17. Proses sertifikasi personil ketenaganukliran

Pada saat ini mekanisme sertifikasi personil sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 17 telah diterapkan pada beberapa bidang keahlian ketenaganukliran sebagai berikut.

3 Petugas Proteksi Radiasi (PPR) di bidang industri, kesehatan, instalasi

(41)

3 Operator dan supervisor reaktor riset;

3 Petugas dan supervisor perawatan reaktor riset; 3 Pencatat dan pengawas inventori bahan nuklir; 3 Operator dan ahli radiografi; dan

3 Petugas dosimeteri, pemelihara, dan operator iradiator dan

akselerator.

Salah satu persyaratan untuk mengajukan SIB pada bidang keahlian tersebut di atas adalah harus mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan yang terakreditasi atau yang ditunjuk oleh BAPETEN sebagai contoh adalah Pusdiklat BATAN.

3. Pengembangan Karier

Untuk penghargaan dan peningkatan motivasi pegawai yang bekerja di PLTN perlu dipertimbangkan pengembangan karir pegawai sebagaimana umumnya berlaku di setiap organisasi. Dalam menyusun jalur karier para pegawai maka perlu diidentifikasi struktur organisasi PLTN, jabatan atau posisi dengan uraian tugas setiap jabatan, serta kualifikasi jabatan yang dipersyaratkan bagi pemegang jabatan.

Jenjang karier secara umum tersedia terdiri atas 2 (dua) jenis yaitu karier struktural dan non struktural.

8 Jalur struktural

Untuk pengembangan Jalur karier yang tersedia memberikan panduan jabatan-jabatan yang bisa dicapai seorang pegawai. Pencapaian jabatan dapat bersifat rotasi karena ditempatkan pada jabatan lain yang setingkat, atau promosi karena mencapai jabatan lain yang berada pada tingkat yang lebih tinggi.

8 Jalur non struktural

Jalur karier yang disusun dengan menekankan pada keterampilan atau profesionalitas pegawai. Asumsi yang digunakan adalah keterampilan atau profesionalitas pegawai semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya masa kerja yang bersangkutan. Jabatan tersebut tetap

(42)

sama, jenis kegiatannya sama, hanya kualitas pekerjaan meningkat. Jalur ini terutama diperuntukkan bagi Teknisi yang merupakan komunitas terbesar di PLTN, sementara jabatan struktural terbatas. Meskipun demikian, pegawai yang dikategorikan ke dalam jenis jabatan profesional pun dapat meniti karier melalui jalur non struktural ini.

Selain menetapkan jalur karier, perangkat yang diperlukan agar pegawai dapat membina kariernya di PLTN adalah sistem evaluasi, dimana setiap kenaikan jabatan harus melalui penilaian, bila ber prestasi diikuti dengan penghargaan. Sistem evaluasi yang dilaksanakan adalah:

3 Asesmen personel, dilaksanakan sebagai proses awal dari suatu

penjenjangan karier. Ini meliputi self-assesment, pemberian konsultansi kepada pegawai, penetapan tujuan karier pegawai yang bisa dilaksanakan pada saat konsultasi.

3 Penilaian kinerja pegawai, adalah hasil penilaian tahunan dari atasan

pegawai.

3 Penilaian kompetensi yang meliputi pengetahuan, keterampilan (hard competence) maupun sikap kerja (attitude) dan soft competence lain yang

dilaksanakan melalui test/ujian.

Selanjutnya setelah pembahasan infrastruktur pengembangan SDM PLTN yang penting untuk dibahas adalah rencana tindak yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembentukan SDM yang kompeten di bidang operasi dan pemeliharaan PLTN.

(43)

IV. Rencana Tindak Penyiapan SDM

1. Partisipasi Nasional pada Aspek SDM

PLTN merupakan instalasi yang menerapkan tingkat keselamatan sangat tinggi, setiap tahap dalam pembangunannya mulai dari pra-proyek sampai pengoperasian bahkan hingga tahap dekomisioning harus memerlukan izin. Disamping itu operator dan petugas pemelihara PLTN dipersyaratkan memiliki surat izin bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. Berbagai persyaratan harus dipenuhi untuk memperoleh surat izin bekerja. Oleh karena proyek pembangunan PLTN pertama di Indonesia ini merupakan proyek turn key, maka sebagian dari SDM yang terlibat dalam proyek tersebut akan berasal dari negara pembuat PLTN sedangkan untuk sebagian lagi keterlibatan SDM Indonesia masih dimungkinkan, selama dapat memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan.

Personil yang akan bekerja di fasilitas PLTN dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang bekerja di daerah non nuklir dan daerah nuklir (nuclear island). Kelompok yang bekerja di daerah non nuklir sebenarnya tidak banyak berbeda dengan personil yang bekerja di fasilitas pembangkit listrik non nuklir, kecuali bahwa mereka perlu diberi tambahan ilmu dan keterampilan tentang keselamatan nuklir. Sebaliknya, kelompok lain yang bekerja di daerah nuklir memang harus mempunyai kompetensi ketenaganukliran yang relatif lebih tinggi. Karena tanggung jawab operasi dan pemeliharaan PLTN berada pada SDM Indonesia maka seluruh potensi yang ada pada SDM Indonesia harus dapat dioptimalkan.

8 Potensi SDM Indonesia

Sistem pendidikan di Indonesia dapat mencetak SDM pada jenjang teknisi (sekolah kejuruan dan program diploma) maupun sarjana (program S1, S2 dan

S3) di berbagai bidang, sehingga persyaratan kualifikasi pendidikan

nampaknya akan dapat dipenuhi oleh SDM Indonesia, baik untuk mengisi kelompok yang bekerja di daerah nuklir maupun non nuklir.

(44)

Secara umum SDM operasi dan pemeliharaan PLTN hanya memerlukan pendidikan sampai S2 (lihat Lampiran II). Kebutuhan SDM dengan jenjang

pendidikan S3 sebanyak 12 orang (sekitar 5%) dan jenjang S1 sebanyak 43

orang (sekitar 16%) dengan jurusan mekanik, listrik, nuklir, fisika dan kimia. Kebutuhan tersebut akan dapat dipenuhi tanpa kesulitan yang berarti karena hampir semua perguruan tinggi di Indonesia mempunyai fakultas teknik dengan beberapa jurusan yang dibutuhkan oleh SDM PLTN seperti jurusan teknik mesin, sipil, listrik (termasuk elektronika), industri, instrumentasi, kimia dan fisika. Jumlah lulusan dari beberapa perguruan tinggi untuk jurusan tersebut dapat dilihat pada Lampiran IV.

Pemenuhan kebutuhan SDM di atas akan direkrut langsung sesuai tingkatan yang dibutuhkan sehingga tidak memerlukan pendidikan formal lanjutan, dengan demikian usaha pemenuhan kualifikasi dapat langsung difokuskan pada kualifikasi pelatihan dan pengalaman melalui program pelatihan.

Pengalaman kerja dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengalaman kerja di proyek pembangkit tenaga listrik non nuklir dan di proyek PLTN. Untuk pengalaman SDM reaktor non daya dapat dilihat pada Lampiran VI. Sudah banyak SDM Indonesia yang mempunyai pengalaman kerja di pembangkit tenaga listrik non nuklir tetapi mungkin belum ada yang mempunyai pengalaman kerja di proyek PLTN, sehingga nampaknya SDM Indonesia belum dapat mengisi posisi yang menuntut persyaratan ini, kecuali bila dalam beberapa tahun ke depan ini sejumlah personil dapat dikirim ke luar negeri untuk bekerja magang di PLTN yang sudah beroperasi.

Pada aspek pelatihan keadaannya mirip dengan aspek pengalaman kerja, dimana pelatihan bidang ketenagalistrikan (daerah non nuklir) sudah mapan berjalan lengkap dengan proses sertifikasi personilnya, sedangkan pelatihan bidang ketenaganukliran khusus untuk PLTN masih belum ada. Pada kondisi saat ini BATAN telah menyelenggarakan berbagai macam pelatihan ketenaganukliran tetapi lebih banyak menyangkut bidang yang bukan PLTN. Pelatihan bidang ketenaganukliran khusus untuk PLTN dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelatihan yang membutuhkan fasilitas dan kepakaran yang belum dimiliki Indonesia (tingkat advanced) dan pelatihan yang dapat

(45)

diselenggarakan di dalam negeri, misalnya oleh Pusdiklat BATAN (tingkat

basic).

Potensi tingkat partisipasi SDM Indonesia dalam pembangunan dan pengoperasian PLTN pertama harus dibedakan atas tahap-tahap pembangunannya. Karena pola pembangunan PLTN ini adalah proyek turn

key maka SDM yang diperlukan pada tahap engineering dan konstruksi, yang

keduanya merupakan tanggung jawab kontraktor. Walaupun begitu, mungkin saja SDM Indonesia dapat mengisi kebutuhan yang sangat besar pada tahap konstruksi, misalnya untuk tenaga unskilled, tenaga tukang dan tenaga teknisi.

Pada tahap komisioning dan terutama pada saat pengoperasian PLTN, SDM Indonesia diharapkan sudah berperan optimal. Untuk tercapainya harapan tersebut maka perlu dipersiapkan SDM Indonesia agar dapat memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan, khususnya pada aspek pengalaman kerja dan pelatihan, agar standar kompetensi minimal untuk tenaga teknik pada fasilitas PLTN tercukupi.

2. Standar Kompetensi Tenaga Teknik di Fasilitas PLTN

Sudah merupakan persyaratan umum bahwa hanya personil yang kompeten saja yang diizinkan untuk melaksanakan tugas penting di fasilitas/instalasi yang mengandung potensi bahaya baik nuklir, radiasi maupun non nuklir seperti PLTN. Oleh karena itu perlu disusun suatu standar kompetensi personil agar dapat menjamin bahwa setiap personil yang menduduki suatu jabatan tertentu memang layak, baik secara teknis maupun manajerial, dan dibuktikan dengan sertifikat (lisensi) ataupun surat izin bekerja (SIB).

Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnnya, bahwa daerah kerja di fasilitas PLTN dapat dibedakan menjadi daerah nuklir (nuclear island) dan daerah non nuklir (non nuclear island) atau yang sering disebut daerah

(46)

Gb. 18. Pembagian daerah nuklir dan non nuklir

Setiap personil yang bekerja di PLTN, baik yang bekerja di daerah nuklir maupun di daerah non nuklir, harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar bidang ketenaganukliran. Oleh sebab itu mereka harus mengikuti pelatihan dasar tenaga nuklir. Pelatihan dasar tenaga nuklir terdiri atas dua bagian yaitu pengetahuan dasar tentang ketenaganukliran dan keselamatan nuklir.

Setelah melalui pelatihan dasar tersebut, semua tenaga ahli dan teknisi harus mengikuti serangkaian pelatihan dan sertifikasi personil yang sesuai dengan daerah kerjanya. Bagi personil yang bekerja di daerah non nuklir harus memiliki kompetensi khusus ketenagalistrikan sedangkan bagi personil yang bekerja di daerah nuklir harus mempunyai kompetensi khusus ketenaganukliran, sebagaimana ditunjukkan pada ilustrasi Gambar 19.

(47)

Selama ini pelaksanaan pelatihan dan proses sertifikasi (pengujian) bidang ketenagalistrikan sudah mapan dan berjalan di bawah koordinasi Kementerian ESDM. Sebaliknya, pelatihan di bidang ketenaganukliran termasuk pelatihan dasar tenaga nuklir, dan proses sertifikasinya saat ini belum ada sehingga masih harus didisain dan dikembangkan lebih lanjut mengikuti Systematical Approach to Training (SAT).

8 Four Quadrant Competency

Four quadrant competency adalah suatu metode yang diperkenalkan

oleh IAEA untuk melakukan analisis kebutuhan kompetensi personil pada suatu instalasi nuklir seperti PLTN. Mengambil analogi penerapan metode ini pada reaktor riset maka kebutuhan kompetensi personil dapat dikelompokkan menjadi empat kuadran (level I) dan beberapa sub kuadran (level II) sebagai berikut.

3 Kompetensi Dasar  Pengetahuan Umum  Fisika Radiasi  Reaktor Nuklir  Keselamatan Nuklir

3 Kompetensi Spesifik Fasilitas Reaktor Daya  Teknologi Reaktor Daya

 Operasi Reaktor Daya

 Fasilitas Pembangit Listrik Tenaga Nuklir 3 Regulasi and Administrasi

 Ketentuan dan Sistem Regulasi  Sistem Jaminan Mutu

3 Manajemen dan Kepribadian (soft competency)  Kecerdasan Umum

 Keterampilan Manajemen  Pengendalian Diri

 Budaya Keselamatan

Setiap kompetensi pada sub kuadran tersebut di atas harus dijabarkan lagi menjadi beberapa kompetensi yang lebih spesifik (specific

competency). Sebagai contoh, kompetensi dasar fisika radiasi dijabarkan

(48)

5 Pemahaman terhadap fisika inti / radiasi 5 Pemahaman terhadap prinsip proteksi radiasi

5 Pemahaman terhadap metode monitoring dan survai radiasi 5 Pemahaman terhadap bahaya radiasi terhadap manusia

Setiap jabatan di fasilitas nuklir harus memiliki kompetensi spesifik tersebut di atas dengan tingkat atau nilai yang berbeda-beda disesuaikan dengan masing-masing tugas dan tanggung jawabnya. Sebagai contoh, seorang teknisi pemeliharaan mekanik memerlukan kompetensi spesifik ”pemahaman terhadap prinsip proteksi radiasi” tingkat rendah, adapun seorang operator reaktor memerlukannya pada tingkat sedang dan seorang petugas proteksi radiasi (PPR) memerlukannya pada tingkat tinggi. Sebagai contoh, daftar kompetensi personil pada reaktor riset terdapat pada Lampiran VII.

Hasil analisis menggunakan metode four quadrant competency ini akan digunakan sebagai standar kompetensi personil yang menjadi acuan dalam penyusunan kurikulum dan silabus pelatihan dan penyusunan soal ujian sertifikasi. Skema pelatihan yang mengacu pada four quadrant

competency pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTN terlihat

pada Gambar 20 dan 21.

October 9 Education and Traing center - BATAN

28

SKEMA PELATIHAN PLTN

SKEMA PELATIHAN PLTN

P e g a w a i B a r u K e s e la m a ta n R a d is i K e s e la m a ta n d a n T e k n o lo g i P L T N Operasi Lapangan P. Sis Mekanik S is te m P L T N Op Kendali R Operasi PLTN P. Sis Elektrik P. Sistem Struktur Operasi TG Operasi NSSS Perawatan BOP Perawatan I&C TG

Perawatan Civil dan pondasi

Perawatan Sis Reaktor

Perawatan TG

Per. I&C Sistem Reaktor

Perawatan Alat Listrik

Perawatan Bangunan Operasi NSSS Operasi SB B id a n g P e ra w a ta n B id a n g O p e ra s i 15 Pel Mekanik 1 22 Pel IC dan 13 Pel elektrik 10 Pelatihan

Gambar

Tab. 1. Jumlah kebutuhan SDM per kelompok kegiatan  (data berdasarkan  dokumen IAEA: TRS 200)
Tab. 2. Jumlah SDM Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTN  (IAEA: TRS. 200)
Tab. 3. Jumlah SDM Operasi dan Pemeliharaan PLTN  (MHI Jepang)
Tab. 4. Perkiraan Jumlah SDM dan Jabatan pada Kantor Pusat  PLTN  (Indonesia)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peristiwa simbolik ini memiliki sebuah pesan, yaitu meskipun para disabilitas memiliki kondisi yang berbeda, mereka tetap bisa melakukan apa yang mereka inginkan, seperti para

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 08 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pertanggungjawaban Keuangan BOS Tahun

Nurmiaty Harahap (almh), atas doa dan perjuangannya yang tiada henti serta dengan siraman kasih sayang yang luar biasa yang telah diberikan kepada saya.. Kepada abang

Proses integrasi pendidikan karakter siswa diupayakan guru melalui, pemberian contoh pada materi yang dipelajari dalam kehidupan nyata sehingga yang dipahami tidak

Keberadaan lembaga bantuan hukum sebagai bagian dari sebuah sistem hukum memiliki andil yang positif bagi pemenuhan akan rasa keadilan masyarakat, melalui

(2) Kepala Sub Bidang Produksi Tanaman Pangan mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kegiatan produksi tanaman pangan..

Oleh karena itu diperlukan teknologi pascapanen yang tepat guna untuk mencegah kehilangan hasil, memperta- hankan mutu dan mengawetkan ubikayu baik dalam bentuk segar maupun

Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan deformasi plastis nylon thermoplastic setelah direndam dalam ekstrak biji kopi robusta 12,5%.. Lempeng