• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK UNTUK TANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK UNTUK TANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK UNTUK

TANAMAN KEDELAI DI LAHAN KERING MASAM

Afandi Kristiono dan Subandi

Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Jl. Raya Kendalpayak km 8 Kotak Pos 66 Malang 65101

email: andy_bioma98@yahoo.com

ABSTRAK

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan kering masam untuk pertanian adalah produktivitas lahan yang rendah sehingga perlu perbaikan kesuburan tanah. Pe-ningkatan produktivitas lahan kering masam dapat dilakukan melalui pemupukan dan/atau pemberi-an bahpemberi-an orgpemberi-anik. Penelitipemberi-an ini bertujupemberi-an untuk mengetahui efektivitas pemberipemberi-an enam macam pupuk meliputi: (1) pupuk anorganik (Phonska) serta pupuk organik yaitu (2) pupuk dari kotoran sapi, (3) kotoran ayam, (4) pupuk organik kaya hara formula A, (5) pupuk organik kaya hara for-mula B, dan (6) petroganik, terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di tanah masam. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian di Malang pada tahun 2010. Contoh tanah diambil dari lahan kering masam Sukadana, Lampung Timur. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok, dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil biji yang baik, penggunaan pupuk mutlak diperlukan dalam budi daya kedelai pada lahan kering masam, (2) pemberian pupuk organik berupa pupuk dari kotoran sapi 5.000 kg/ha, kotoran ayam 3.000 kg/ha, pupuk organik kaya hara formula A, pupuk organik kaya hara formula B, maupun Petroganik dengan dosis 1.500–2.500 kg/ha memberikan hasil biji relatif lebih tinggi daripada penggunaan 300 kg/ha Phonska, dan (3) pemberian pupuk dari kotoran sapi 5.000 kg/ha atau kotoran ayam 3.000 kg/ha, memberikan hasil relatif sama dengan penggunaan pupuk organik kaya hara formula A atau formula B, maupun Petroganik dosis 2.500 kg/ha.

Kata kunci: pupuk organik, kedelai, lahan kering masam

ABSTRACT

Evaluation the effectivenes of organic fertilizers on soybean grown in soil of the acidic upland. One major problem faced in using acidic uplands for agricultural uses is their low

productivity due to less fertile, so that it needs improvement of their soil fertility. The productivity of acidic uplands can be increased by application of fertilizer and/or organic matter. The research objective was to know the effectiveness of six kinds of fertilizer comprised: (1) inorganic fertilizer (Phonska) as well as organic fertilizers i.e.: (2) cattle manure, (3) chicken manure, (4) organic fertilizer enriched nutrient Formula A, (5) organic fertilizer enriched nutrient Formula B, and (6) Petroganik, to the growth and yield of soybean in soil of acidic upland. The research of pot experiment was carried out at green house of Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute in Malang on 2010. Soil used in the experiment was sampled from acidic upland of Sukadana Subdistric (East Lampung Distric). A number of sixteen treatments of fertilization based on variation in kind, rate, and combination amongs the above mentioned organic and inorganic fertilizers were evaluated using ramdomize complete block design with three replicates. Results of the research were: (1) to obtain a good growth and yield, fertilizer application is a necessity one to be done in cultivation of soybean in acidic upland, (2) organic fertilizer application of 5,000 kg/ha cattle manure, 3,000 kg/ha chicken manure, as well as 1,500–2,500 kg/ha of organic fertilizer enriched nutrient Formula A, organic fertilizer enriched nutrient Formula B, and Petroganik yielded grain relatively higher than those of application 300 kg/ha Phonska, and (3) to obtain no significant grain yield with application of both 5,000 kg/ha cattle manure and 3,000 kg/ha chicken manure it is needed rate of 2,500 kg/ha for application of organic fertilizer enriched nutrient Formula A, organic fertilizer enriched nutrient

(2)

Formula B, and Petroganik.

Keywords: organic fertilizer, soybean, acidic upland

PENDAHULUAN

Pemanfaatan lahan kering masam merupakan salah satu strategi untuk mengatasi semakin terbatasnya lahan subur untuk pertanian terutama di Jawa. Indonesia memiliki lahan kering masam sekitar 102,8 juta ha (Mulyani et al. 2003)yang sebagian besar meru-pakan tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) ordo Ultisol yang penyebarannya mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan di Indonesia (Subagyo et al. 2004). Oleh karena itu, jenis tanah ini memiliki peran penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia.

Usaha pertanian di tanah PMK menghadapi berbagai permasalahan, baik teknis mau-pun sosial-ekonomi. Jenis tanah ini umumnya memiliki tingkat kesuburan rendah yang disebabkan oleh miskin unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, S), hara mikro (Zn, Mo, Cu, dan B), dan kadar bahan organik rendah (Conyers et al. 2003, Taufiq et al. 2003, Taufiq dan Kustyastuti 2004, Taufiq et al. 2004, Caires et al. 2006, Costa & Rosolem 2007, Caires et al. 2008, Sudaryono dan Heru 2011). Tanah PMK mempunyai pH rendah (<5,5) yang menyebabkan tingginya kandungan Al, Fe, dan Mn terlarut di tanah sehingga dapat meracuni tanaman. Tingkat fiksasi P yang tinggi, sifat tanah yang peka erosi, dan miskin faktor biotik juga menjadi kendala dalam pemanfaatan lahan kering masam (Mulyani 2006).

Perbaikan kesuburan tanah merupakan kunci utama dalam peningkatan produktivitas lahan kering masam, diantaranya melalui pemupukan dan/atau pemberian bahan organik. Penggunaan pupuk organik pada lahan kering masam selain dimaksudkan untuk mem-perbaiki kesuburan tanah juga menekan penggunaan pupuk anorganik. Pupuk kandang merupakan salah satu sumber pupuk organik yang relatif banyak digunakan petani. Per-masalahan teknis penggunaan pupuk organik di tingkat petani adalah kadar hara dalam pupuk kandang terutama N, P, dan K umumnya rendah sehingga harus disediakan dan diangkut ke lahan dalam jumlah yang cukup banyak apabila ingin menggantikan sepe-nuhnya atau sebagian besar pupuk anorganik. Pengadaan dan pengangkutan pupuk organik dalam jumlah besar akan menghadapi masalah di kawasan lahan kering masam yang umumnya banyak dijumpai di luar Jawa karena relatif kekurangan tenaga kerja. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik yang lebih banyak mengandung hara atau kaya hara diharapkan lebih efektif dan relatif murah ditinjau dari harga dan aplikasinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian pupuk meliputi Phonska, pupuk kotoran sapi, kotoran ayam, pupuk kaya hara formula A, pupuk kaya hara formula B, Petroganik dan kombinasi di antaranya terhadap hasil kedelai pada lahan kering masam.

BAHAN DAN METODE

(3)

menggu-Kotoran sapi berasal dari usaha penggemukan sapi, kotoran ayam dari usaha ayam petelur, dan pupuk Petroganik diperoleh dari kios pupuk. Pupuk organik kaya hara formula A dibuat dari bahan dengan komposisi kotoran sapi 50%, kotoran ayam 20%, batuan fosfat 15%, dan abu ketel limbah pabrik gula 15%. Pupuk organik formula B dibuat dari bahan yang sama dengan formula A namun dengan kandungan kotoran sapi menjadi 45% dan penambahan gipsum (CaSO4. H2O) 5%.

Tabel 1. Perlakuan pemupukan yang dievaluasi efektivitasnya untuk tanaman kedelai pada tanah kering masam PMK dari Sukadana, Lampung Timur. Rumah kaca, Balitkabi, 2010. No. Perlakuan (kg/ha)

1 Tanpa pupuk

2 Phonska 300

3 Kotoran sapi 5.000

4 Kotoran ayam 3.000

5 Pupuk formula A 1.500

6 Pupuk formula A 1.500 + Phonska 150

7 Pupuk formula A 2.500

8 Pupuk formula A 2.500 + Phonska 150

9 Pupuk formula B 1.500

10 Pupuk formula B 1.500 + Phonska 150 11 Pupuk formula B 2.500

12 Pupuk formula B 2.500 + Phonska 150

13 Petroganik 1.500

14 Petroganik 1.500 + Phonska 150

15 Petroganik 2.500

16 Petroganik 2.500 + Phonska 150

Varietas kedelai yang digunakan adalah Anjasmoro, ditanam dalam pot plastik berisi 15 kg tanah. Sebelumnya tanah dicampur dengan dolomit untuk menurunkan kejenuhan Al hingga 15%. Pada setiap pot, benih ditanam empat biji dan dilakukan penjarangan setelah tanaman berumur 7 hari setelah tanam (hst) dan menyisakan dua tanaman per pot. Aplikasi pupuk formula A dan formula B, serta Petroganik dilakukan pada saat tanam (takaran setara dengan satu rumpun pertanaman di lapangan yang ditanam berjarak 40 cm x 15 cm), diberikan sebagai penutup lubang tanam. Kotoran sapi dan kotoran ayam diaplikasi dengan cara dicampur dengan contoh tanah dalam pot sebelum ditanami kede-lai. Pupuk anorganik Phonska diberikan pada saat tanaman telah berumur 7 hst dengan cara ditugal di samping tanaman.

Data yang diamati meliputi: (1) sifat kimia dan fisika contoh tanah, (2) komposisi pupuk organik, dan (3) parameter tanaman kedelai berupa tinggi tanaman, jumlah polong isi, dan hasil biji. Data pengamatan dianalisis dengan metode analisis varian (anova), dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 5%.

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah

Tanah yang digunakan dalam penelitian mengandung C-organik, hara K dan Mg yang rendah; hara N, P, Ca dan Na sangat rendah; kejenuhan Al tinggi; dan pH tanah sangat rendah (Tabel 2). Tanah semacam ini kurang sesuai untuk budi daya kedelai karena miskin unsur hara dan tingkat kejenuhan Al melebihi batas toleransi tanaman kedelai yaitu sekitar 15% (Adiningsih dan Kasno 1999). Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah antara 5,8–7,0 (Andrianto dan Indarto 2004). Budi daya tanaman kedelai pada tanah ini membutuhkan masukan bahan organik, kapur untuk meningkatkan pH, menurunkan kejenuhan Al, dan meningkatkan kandungan Ca dan Mg, serta pemu-pukan hara N, P, dan K. Pertumbuhan kedelai pada tanah PMK kurang baik sehingga diperlukan tambahan pupuk organik dan kapur dalam jumlah yang cukup agar pertum-buhan tanaman optimal (Andrianto dan Indarto 2004).

Tabel 2. Hasil analisis contoh tanah PMK sebelum percobaan.

Jenis analisis Data Harkat

pH-H2O (1:2,5) 4,35 Sangat masam

C- organik (%) 1,98 Rendah

N-total (%) 0,09 Sangat rendah

P-tersedia, Bray-1 (ppm) 3,5 Sangat rendah

K-dapat ditukar atau K-dd (me/100 g) 0,11 Rendah

Ca-dd (me/100 g) 0,78 Sangat rendah

Mg-dd (me/100 g) 0,46 Rendah

Na-dd (me/100 g) 0,09 Sangat rendah

H-dd (me/100 g) 1,83 Sangat rendah

Al-dd (me/100 g) 2,35 Sangat rendah

Kejenuhan Al (%)* 41,80 Tinggi

* Kejenuhan Al: ( (Al-dd) : (K-dd+Ca-dd+Mg-dd+Na-dd+H-dd+Al-dd)) x 100%.

Kandungan Hara Pupuk

Data analisis kandungan hara dari kotoran sapi, kotoran ayam, pupuk organik formula A dan formula B (Tabel 3) menunjukkan semua pupuk yang dianalisis memiliki pH netral dan kandungan C-organik 18,1–21,3% dengan kadar N 0,66–0,95%.

Tabel 3. Nilai pH dan kadar hara dalam pupuk kandang dari kotoran sapi, kotoran ayam, dan pupuk organik kaya hara formula A dan formula B.

Kandungan hara Jenis pupuk pH C-organik (%) N (%) C/N ratio P2O5 (%) K2O (%) CaO (%) MgO (%) SO4 (%)

(5)

Kandungan hara dalam kotoran sapi dan kotoran ayam, serta dalam pupuk organik kaya hara formula A dan formula B memenuhi standar baku mutu pupuk organik menurut kriteria standar nasional kualitas pupuk organik (Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009), kecuali nilai C/N yang sedikit lebih tinggi, standarnya adalah 15–25. Rasio C/N pupuk organik yang dianalisis berkisar antara 21,4–30,8%. Rasio C/N pupuk organik merupakan salah satu parameter tingkat kematangan pupuk yang dihasilkan. Rasio C/N yang tinggi menunjukkan kadar C pada bahan organik relatif tinggi dibanding kadar nitrogen.

Mikroba perombak bahan organik memerlukan karbon untuk energi pertumbuhannya dan nitrogen untuk membentuk protein pada proses dekomposisi. Rasio C/N yang tinggi menyebabkan proses dekomposisi membutuhkan waktu yang lebih lama (Setyorini et al. 2006). Pupuk organik kaya hara formula A dan pupuk kandang dari kotoran ayam memi-liki rasio C/N memenuhi kesesuaian persyaratan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk tersebut lebih baik dari pupuk organik lain dari segi tingkat kematangan pupuk. Kotoran sapi memiliki rasio C/N tertinggi yang menunjukkan proses dekomposisinya belum sempurna, sehingga apabila digunakan pada tanaman akan menekan ketersediaan hara, terutama N, karena selama proses dekomposisi bahan organik, mikroorganisme akan menggunakan nitrogen tersedia untuk pertumbuhannya.

Kadar hara pupuk kandang/kotoran ternak berbeda-beda, bergantung pada jenis makanan ternak (Lingga dan Marsono 1999). Pupuk organik dari kotoran sapi yang digu-nakan berasal dari peterdigu-nakan sapi pedaging/penggemukan yang makanannya mengan-dung selulosa tinggi sehingga rasio C/N paling tinggi di antara pupuk organik yang lain. Menurut Widowati et al. (2005), kandungan selulosa kotoran sapi cukup tinggi sehingga proses dekomposisi membutuhkan waktu lebih lama. Kandungan N yang relatif rendah dibandingkan pupuk lainnya kemungkinan karena dua hal, yakni: (1) pakan ternak sapi mengandung hara N rendah, dan (2) dekomposisinya belum mencapai tingkat matang, relatif banyak mengandung karbon. Pupuk kandang dari kotoran ayam memiliki kan-dungan hara P2O5 relatif lebih tinggi dibanding pupuk organik lainnya. Kadar hara ini

sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang digunakan pada peternakan tersebut. Pakan ternak ayam lebih berkualitas dari segi kandungan protein dan mineral, sehingga kotor-annya banyak mengandung hara, diantaranya N, P, dan Ca.

Kandungan hara N, P2O5, K2O, dan CaO dalam pupuk organik kaya hara formula A

dan formula B lebih tinggi dari kotoran sapi. Dibandingkan dengan kotoran ayam, pupuk organik kaya hara formula A dan formula B lebih banyak mengandung K2O. Penggunaan

gipsum 5% dengan pengurangan kotoran sapi 5% pada pembuatan pupuk organik kaya hara formula B tidak meningkatkan kandungan SO4 dan CaO.

Pertumbuhan Tanaman

Pengamatan pada 90 hst menunjukkan bahwa pemberian pupuk pada berbagai perla-kuan nyata meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol (tanpa tambahan pupuk). Tanpa pupuk, tinggi tanaman hanya 34,7 cm, dengan pemupukan tinggi tanaman meningkat menjadi 46,0–55,3 cm (Tabel 4). Hal ini disebabkan karena pupuk mengan-dung unsur hara yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Penambahan pupuk kandang pada tanaman kedelai nyata meningkatkan tinggi tanaman dibanding tanpa

(6)

pupuk kandang (Sinaga 2005). Menurut Sudaryono dan Kuswantoro (2011),pemberian pupuk organik konsisten meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman.

Tinggi tanaman bervariasi pada setiap perlakuan pupuk organik. Perlakuan kotoran ayam menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan Phonska 300 kg/ha. Tinggi tanaman pada perlakuan pupuk organik kaya hara formula A 1.500 kg/ha tidak berbeda dengan perlakuan kotoran sapi 5.000 kg/ha, namun lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan Phonska 300 kg/ha maupun kotoran ayam 3.000 kg/ha. Pupuk dari kotoran ayam memberikan pengaruh paling besar terhadap tinggi tanaman dibanding perlakuan pupuk organik yang lain. Kotoran ayam memiliki kandungan N dan P lebih tinggi dibanding pupuk organik lain sehingga memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman pada tanah yang mengandung N dan P sangat rendah (Tabel 2).

Tabel 4. Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman kedelai (Anjasmoro) pada tanah PMK Sukadana, Lampung Timur. Malang, 2010

Perlakuan (kg/ha) Tinggi tanaman (cm)

Tanpa pupuk 34,7 f

Phonska 300 55,3 a

Kotoran sapi 5.000 48,3 bcde

Kotoran ayam 3.000 53,7 ab

Pupuk formula A 1.500 46,6 cde

Pupuk formula A 1.500 + Phonska 150 46,3 de

Pupuk formula A 2.500 47,0 cde

Pupuk formula A 2.500 + Phonska 150 52,7 abc

Pupuk formula B 1.500 47,0 cde

Pupuk formula B 1.500 + Phonska 150 52,3 abcd

Pupuk formula B 2.500 46,0 e

Pupuk formula B 2.500 + Phonska 150 49,7 abcde

Petroganik 1.500 49,3 abcde

Petroganik 1.500 + Phonska 150 54,7 a

Petroganik 2.500 51,0 abcde

Petroganik 2.500 + Phonska 150 52,7 abc

*Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% BNT.

Kebutuhan tanaman kedelai terhadap unsur hara nitrogen lebih besar karena berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, protein, dan menstimulasi perkembangan akar serta meningkatkan penyerapan unsur hara lain. Sutedjo (2004) menyatakan, penam-bahan unsur N mempercepat tinggi tanaman. Hara P dapat merangsang pembentukan sel-sel baru, termasuk perakaran sehingga akan memperluas daerah penyerapan unsur hara. Melati (2006) melaporkan bahwa kandungan hara yang cukup dan mampu meningkatkan ketersediaan P pada tanaman menyebabkan pupuk kandang dari kotoran ayam dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kedelai yang dibudidayakan

(7)

Pembentukan Polong

Tanaman yang mendapat perlakuan pemupukan membentuk polong isi nyata lebih banyak daripada tanpa dipupuk (Tabel 5). Tanaman tanpa pupuk menghasilkan jumlah polong isi hanya 20 polong/pot, sedangkan yang dipupuk berkisar antara 46–63 polong/ pot. Perlakuan pupuk organik kaya hara formula B 2.500 kg/ha + Phonska 150 kg/ha dan Petroganik 2.500 + Phonska 150 kg/ha menghasilkan polong isi terbanyak, yaitu 63 polong/pot. Tidak ada perbedaan nyata jumlah polong isi antara perlakuan pupuk organik kaya hara formula A 1.500 kg/ha dengan perlakuan pupuk kandang dari kotoran sapi 5.000 kg/ha, kotoran ayam 3.000 kg/ha, dan Phonska 300 kg/ha. Peningkatan takaran pupuk organik kaya hara formula A dari 1.500 kg/ha menjadi 2.500 kg/ha, atau tambahan pupuk Phonska 150 kg/ha meningkatkan jumlah polong isi per pot, meskipun tidak nyata. Secara umum, pengaruh pupuk organik kaya hara formula A dengan formula B maupun dengan Petroganik tidak banyak berbeda. Pengaruh pupuk organik dalam pembentukan polong isi relatif sama dengan Phonska dosis 300 kg/ha, terutama formula A dengan penambahan 150 kg/ha Phonska.

Perlakuan pupuk kandang/kotoran ayam 3.000 kg/ha menghasilkan jumlah polong isi relatif sama dengan Phonska dosis 300 kg/ha yang menunjukkan pemberian pupuk berpe-ngaruh nyata terhadap pembentukan polong. Penambahan Phonska 150 kg/ha cenderung meningkatkan jumlah polong isi pada perlakuan pupuk organik.

Tabel 5. Pengaruh pemupukan terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai (Anjasmoro) pada tanah PMK Sukadana, Lampung Timur. Malang, 2010.

Perlakuan (kg/ha) Jumlah polong isi

(polong/pot)

Tanpa pupuk 20,0 f

Phonska 300 54,0 abcd

Kotoran Sapi 5.000 52,0 bcde

Kotoran Ayam 3.000 56,7 abcd

Formula A 1.500 48,7 cde

Formula A 1.500 + Phonska 150 54,6 abcd

Formula A 2.500 52,0 bcde

Formla A 2.500 + Phonska 150 51,0 bcde

Formula B 1.500 41,7 e

Formula B 1.500 + Phonska 150 57,3 abc

Formula B 2.500 56,3 abcd Formula B 2.500 + Phonska 150 63,3 a Petroganik 1.500 56,0 abcd Petroganik 1.500 + Phonska 150 60,0 ab Petroganik 2.500 51,7 bcde Petroganik 2.500 + Phonska 150 63,3 a

Hasil Biji

Pengamatan menunjukkan perlakuan pemupukan nyata meningkatkan bobot biji kering. Tanaman yang tidak dipupuk hanya menghasilkan biji kering 4,8 g/pot, sedangkan yang dipupuk berkisar antara 16,6–25,4 g/pot, atau meningkat 250–429% (Tabel 6). Kandungan hara pupuk mampu meningkatkan pertumbuhan, jumlah polong isi, dan hasil

(8)

kering biji. Marlina (2012) menyatakan hasil biji kedelai pada dasarnya ditentukan oleh fotosintesis pada periode pembungaan. Meningkatnya hasil biji kering kedelai yang dipupuk dengan pupuk organik diduga karena meningkatnya jumlah fotosintat yang didistribusikan dalam biji selama fase pengisian biji.

Tanaman kedelai banyak membutuhkan hara terutama N, K, dan P. Biji kedelai menimbun sejumlah besar asimilat yang kaya protein (sekitar 40%), hara nitrogen banyak dibutuhkan dalam pembentukan protein. Nitrogen dibutuhkan terutama pada periode pembentukan polong dan pengisian biji. Untuk menghasilkan kedelai 1 ton biji/ha, tanaman mengangkut 66,8 kg N, 44,4 kg K2O, dan 17,7 kg P2O5 (Tandon and Sekhon

1988). Selain N, kebutuhan K tanaman kedelai relatif cukup tinggi. Kalium berperan penting selama periode pengisian biji. Laju pengisian biji dapat ditingkatkan dengan pemberian K (Haeder 1980). Kalium juga dapat memperpanjang periode pengisian biji (sink duration) sehingga tanaman dapat lebih baik mensuplai fotosintat pada biji.

Secara umum perlakuan pupuk organik memberikan hasil biji kedelai lebih tinggi daripada Phonska dosis 300 kg/ha. Penambahan Phonska 150 kg/ha pada pertanaman yang diaplikasi pupuk organik kaya hara formula A dan formula B maupun Petroganik cenderung meningkatkan hasil biji kedelai. Peningkatan hasil biji tertinggi diperoleh pada perlakuan kotoran ayam 3.000 kg/ha. Kandungan hara N dan P kotoran ayam relatif lebih tinggi dibandingkan pupuk organik lainnya, diduga menjadi salah satu penyebab tingginya hasil biji pada perlakuan tersebut.

Tabel 6. Pengaruh pemupukan terhadap hasil biji kedelai (Anjasmoro) pada lahan kering masam tanah PMK Sukadana, Lampung Timur. Malang, 2010.

Perlakuan (kg/ha) Hasil biji kering (g/pot) Hasil biji kering relatif (%)

Tanpa pupuk 4,8 g 100

Phonska 300 16,8 ef 350

Kotoran Sapi 5.000 24,0 ab 500

Kotoran Ayam 3.000 25,4 a 529

Formula A 1.500 17,5 def 365

Formula A 1.500 + Phonska 150 18,9 cdef 394

Formula A 2.500 20,8 bcdef 433

Formla A 2.500 + Phonska 150 21,2 abcde 442

Formula B 1.500 16,6 f 346

Formula B 1.500 + Phonska 150 18,3 cdef 381

Formula B 2.500 22,3 abcd 465

Formula B 2.500 + Phonska 150 25,2 ab 525

Petroganik 1.500 18,9 cdef 394

Petroganik 1.500 + Phonska 150 24,5 ab 510

Petroganik 2.500 23,6 ab 492

(9)

memerlukan tambahan pupuk anorganik NPK (Phonska). Pengaruh pemberian pupuk organik kaya hara formula A secara umum relatif tidak berbeda dengan formula B maupun Petroganik.

Pupuk organik kaya hara formula A dan formula B dapat dijadikan alternatif pemupu-kan organik di lahan kering masam karena pada dosis yang relatif rendah yakni 1.500 kg/ha dapat meningkatkan hasil biji kedelai (hasil relatif) di atas perlakuan pemupukan Phonska dosis 300 kg/ha. Hasil kedelai pada pemberian pupuk organik dengan dosis 2.500 kg/ha tidak berbeda nyata dengan pemupukan 5.000 kg/ha kotoran sapi maupun 3.000 kg/ha kotoran ayam. Di sisi lain, kebutuhan tenaga kerja/biaya untuk pengangkutan dan aplikasi lebih murah pada pupuk organik kaya hara formula A maupun formula B karena dosisnya lebih rendah.

KESIMPULAN

1. Untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil biji yang baik, penggunaan pupuk mutlak diperlukan dalam budi daya kedelai pada lahan kering masam.

2. Pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang dari kotoran sapi 5.000 kg/ha, kotoran ayam 3.000 kg/ha, serta pupuk organik kaya hara formula A dan formula B 1.500–2.500 kg/ha maupun Petroganik 1.500–2.500 kg/ha memberikan hasil biji kedelai relatif lebih tinggi daripada penggunaan 300 kg/ha Phonska pada lahan kering masam.

3. Pemberian pupuk kandang dari kotoran sapi 5.000 kg/ha atau kotoran ayam 3.000 kg/ha, memberikan hasil biji kedelai tidak berbeda nyata dengan penggunaan pupuk organik kaya hara formula A dan formula B, maupun Petroganik dosis 2.500 kg/ha.

SARAN

Disarankan agar dievaluasi kelayakan teknis dan ekonomi penggunaan pupuk organik (kotoran sapi, kotoran ayam, pupuk organik kaya hara formula A dan formula B, maupun Petroganik) pada pertanaman kedelai dalam skala luas di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto,T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut. Yogyakarta.

Adiningsih S. and A. Kasno. 1999. Increasing the productivity of marginal upland for agricultural development in Indonesia. Paper presented at the Internat Symp on Mana-gement Technologies for the Improvement of Problem Soils; Queson City, Philippines: 3– 5 August, 1999.

Caires, E.F., G. Barth, F.J. Garbuio. 2006. Lime application in the establishment of a no-till system for grain crop production in Southern Brazil. Soil & Tillage Res. 89: 3–12.

Caires, E.F., F.J. Garbuio, S. Churka, G. Barth, and J.C.I. Coreea. 2008. Effects of soil amelioration by surface liming on non-till corn, soybean, and wheat root growth and yield. Europ. J. Agronomy. 28: 57–63.

Conyers, M.K., D.P. Heenan, W.J. McGhie, and G.P. Poile. 2003. Amelioration of acidity with time by limestone under contrasting tillage. Soil & Tillage Res. 72: 85–94.

Costa, A and C.A. Rosolem.2007. Liming in transition to no-till under a wheat-soybean rotation. Soil & Tillage Res. 97: 207–217.

Harsono A dan Suryantini 2006. Potensi pupuk organik sebagai pengganti pupuk buatan pada tanaman pangan, Agritek 14(3): 525–785.

(10)

Haeder, H.E. 1980. Effect of potassium nutrition on sink intensity and duration. p. 185–193. In. Proc. of the 15th Coolloqium of the Int. Potash Inst. Wageningen, Netherlands.

Kasno A., D. Setyorini, dan E. Tuberkih. 2006. Pengaruh pemupukan fosfat terhadap produk-tivitas Tanah Inceptisol dan Ultisol. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 8(2): 91–98. Lingga P., Marsono. 1999. Petunjuk Petunjuk Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm. Marlina. 2012. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai.

Jurnal Agroqua 10(1).

Mulyani, A., 2006. Potensi Lahan Kering Masam untuk Pengembangan Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 28(2).

Melati, M. dan A. Wisdiyastuti, 2005. Pengaruh Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Hijau Calopogonium mucunoides Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Panen Muda yang Dibudidayakan Secara Organik. Bul. Agronomi 33(2): 8–15.

Mulyani, A., Hikmatullah, & H. Subagya. 2003. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. Pros Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Bandar Lampung, 29–30 September 2003.

Sudaryono dan H. Kuswantoro, 2011. Optimalisasi penggunaan pupuk organik dan Anorganik pada kedelai di tanah kering masam. Pros Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2011.

Setyorini D., R. Saraswati dan EK. Anwar. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati: Kompos. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. http//balittanah.litbang.deptan.go.id.

Sinaga, Y.A. 2005. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merr.) Panen Muda yang Diusahakan Secara Organik. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutriadi, M.T., R. Hidayat, S. Rochayati, dan D. Setyorini. 2005. Ameliorasi lahan dengan fosfat alam untuk perbaikan kesuburan tanah kering masam Typic Hapludox di Kali-mantan Selatan. hlm. 143–155 dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Daya Tanah dan Iklim. Buku II. Bogor, 14–15 September 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. hlm. 21–66.

Sutedjo M.M., 2004. Analisis Tanah , Air dan Jaringan. Rineka Cipta. Jakarta.

Tandon, HL.S. and G.S. Sekhon. 1988. Potassium Research and Agricultural production in India. Fertililiser Development and Consultation Organisation. 144 p.

Taufiq, A., H. Kuntyastuti, Sudaryono, A.G. Mansuri, Suryantini, Triwardani, & C. Prahoro. 2003. Perbaikan dan peningkatan efisiensi produksi kedelai di lahan kering masam. Lapo-ran Teknis. Balitkabi (Tidak dipublikasikan).

Taufiq, A., H. Kuntyastuti, dan A. G. Manshuri. 2004. Pemupukan dan ameliorasi lahan kering masam untuk peningkatan produktivitas kedelai, hlm. 21–40 dalam Lokakarya Pengem-bangan Kedelai Melalui Pendekatan PTT di Lahan Masam Lampung, 30 September 2004. Balitkabi, Malang.

Taufiq, A. dan H. Kuntyastuti. 2004. Upaya peningkatan produksi kedelai di lahan masam Sumatera Selatan, hlm. 23–33 dalam Marwoto, Subowo G, & A. Taufiq (Ed.). Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Lahan Kering Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Gambar

Tabel 1.   Perlakuan pemupukan yang dievaluasi efektivitasnya untuk tanaman kedelai pada tanah  kering masam PMK dari Sukadana, Lampung Timur
Tabel 2.  Hasil analisis contoh tanah PMK sebelum percobaan.
Tabel 4.   Pengaruh pemupukan terhadap tinggi tanaman kedelai (Anjasmoro) pada tanah PMK  Sukadana, Lampung Timur
Tabel 5.   Pengaruh pemupukan terhadap jumlah polong isi tanaman kedelai (Anjasmoro) pada  tanah PMK Sukadana, Lampung Timur
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Albert Gunadhi selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah membantu dalam proses kerja

elementuak baizik 47. Irungo hiriaren kasuan, lurraldearen erabilera eta kudeaketa estatuaren politika eta estrategiaren arabera gauzatu zen, era berean arkitekturan eragina

Bahan terner yang paling baik dalam memberikan kadar etanol fuel grade diberikan oleh asam sulfat dicapai pada kenaikan titik didih mulai pada 15 o C dengan kadar etanol 99,57%

Penelitian menghasilkan website seleksi siswa baru pada Madrasah Aliyah Alkhairaat Kota Ternate yang memudahkan pihak sekolah pada proses pengelolaan data seleksi

Jumlah realisasi keuangan beberapa kegiatan SKPD yang dijadikan objek penelitian dalam kaitannya dengan pelaksana kegiatan fisik di Kota Jayapura pada tahun 2015 adalah

Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah aplikasi yang dibuat telah memberikan unsur-unsur dan informasi mengenai beberapa alat musik tradisional dengan cara yang

Data penelitian yang dianalisis dan dideskripsikan adalah beberapa kaidah bahasa Indonesia yang termuat dalam dua Buku Seri Penyuluhan Badan Bahasa, yakni Seri

[r]