• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA TOMOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA TOMOK"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA TOMOK

Dalam Bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum masyarakat Batak Toba di Desa Tomok Dolok, yang meliputi Lokasi penelitian, Asal Usul Marga Sidabutar, Sistem kekerabatan, Sistem kepercayaan, Sistem mata pencaharian, Sistem kemasyarakatan, dan Sistem kesenian.

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Desa Tomok Dolok, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Kabupaten Samosir memiliki 9 kecamatan yaitu, Kecamatan Pangururan, Simanindo, Onan Runggu, Nainggolan, Palipi, Harian, Sitio-tio, Sianjur Mula-Mula dan Ronggur Nihuta. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelusuran data online bahwa luas Kabupaten Samosir adalah 2.434 km persegi10.

Desa Tomok Dolok bertempat di Kecamatan Simanindo dengan jarak tempuh perjalanan ± 90 menit dari Pangururan (ibukota Kabupaten Samosir). Selain indahnya alam dan bukit-bukit yang menjulang tinggi, Kecamatan Simanindo juga merupakan salah satu pusat pariwisata yang berada di Kabupaten Samosir karena banyaknya atraksi-atraksi budaya yang ditampilkan disana seperti pada Museum Huta Bolon yang menampilkan tarian Batak tradisional tortor, Batu Parsidangan Huta Siallagan yang menampilkan rekonstruksi peradilan pada masyarakat Batak zaman dahulu dan kesenian-kesenian tradisi lainnya.

10

(2)

Dari pengamatan penulis, ada dua Desa di daerah Tomok yang masing-masing mempunyai cakupan wilayah yang ditentukan berdasarkan batas-batas yang telah disepakati. Adapun dua Desa tersebut adalah Desa Tomok Parsaoran, dan Desa Tomok Induk. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa Tomok Parsaoran bahwasanya Desa Tomok Induk dulunya merupakan satu Desa dengan Desa Tomok Parsaoran tetapi Tomok Induk mekar dan membentuk Desa baru. Masing-masing Desa memiliki 3 (tiga) dusun dengan jumlah keseluruhan penduduk 3526 jiwa.

Tomok Induk merupakan lokasi yang digunakan pada upacara Horja Bius. Berdasarkan wawancara dengan kepala Desa Tomok Parsaoran (Mangiring Tua Sidabutar), beliau berkata bahwa adapun horja bius tomok11 dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara dua Desa yakni Tomok Induk, dan Tomok Parsaoran dan setiap warga kampung terlibat dengan acara tersebut.

2.2 Asal Usul Marga Sidabutar

Tomok merupakan sebuah Desa kecil di pesisir timur pulau samosir dan merupakan sebuah Desa tradisional yang dikenal sebagai pintu gerbang dan pengenalan Samosir. Dahulunya, Tomok sebagai tempat Ompu Soribuntu Sidabutar dan keturunannya selama lebih dari empat abad. Menurut legenda, Si Raja Batak yang diakui sebagai nenek moyang seluruh orang Batak, tinggal di Pusuk Buhit sebuah perbukitan yang tidak jauh dari Pangururan ibukota Kabupaten Samosir sekarang.

11

Pencantuman kata tomok pada horja bius menjadii horja bius tomok didasarkan pada tempat pelaksanaanya yaitu Desa Tomok

(3)

Pada abad ke-14 Masehi diperkirakan satu dari keturunan Ompu Soribuntu Sidabutar, yakni Tambatua menempati wilayah Tamba Kecamatan Sitio-tio, Kabupaten Samosir. Lalu seorang datu parngongo (orang pandai) yang merupakan salah satu keturunan dari Tambatua meninggalkan Desa Tamba hijrah ke Desa Batu-batu12 dan diperkirakan pada abad ke-15 Masehi di Desa tersebut lahirlah generasi keempat dari keturunan Datu Parngongo yang diberi nama Raja Siopat Ama (Raja Sidabutar, Raja Sijabat, Raja Siadari dan Raja Sidabalok).

Setelah cukup lama bermukim di Desa Batu-batu, yakni pada abad ke-16 Masehi seorang dari Toga13 Sidabutar, yakni Guru Hasahatan mencari tempat baru dan menemukannya di Batu Tanggang, kini masuk dalam wilayah Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo. Di batu inilah lahir putra sulungnya Ompu Soribuntu dan enam putra lainnya, karena di Batu Tanggang juga ikut marga-marga lain maka pada abad ke-17 Masehi hampir seluruh putra Ompu Hasahatan mencari lahan baru secara bertahap.

Ompu Soribuntu sendiri hijrah ke selatan, beberapa kilometer dari selatan Batu Tanggang yaitu Tomok. Sejak saat itulah keturunan Ompu Soribuntu dan keturunan-keturunannya menetap di Tomok. Disini terdapat sarkofagus batu besar kepala suku Sidabutar, diukir dari satu blok batu, bagian depannya diukir dengan bentuk wajah singa (makhluk mitos), bagian kerbau, bagian gajah, pada tutup terbentuk pelana adalah patung kecil seorang wanita membawa mangkok. Areal yang dijadikan Ompu Soribuntu dan putera-puteranya sebagai perkampungan

12

Batu batu; yang sekarang menjadi Sibatu-batu, merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah Ambarita Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir

13

Dalam bahasa Batak, Toga diartikan sebagai perkumpulan (punguan). Toga digunakan oleh suku bangsa Batak (Silindung, Samosir, Humbang, Toba) kedalam persatuan (parsadaan)

(4)

awal adalah Tomok Bolon di tepian Danau toba, namun lahan di seantero Tomok segera dikuasai dan diusahai, baik untuk pertanian dan peternakan.

Adapun garis perbatasan wilayah yang dijadikan perkampungan, pertanian dan peternakan yang meliputi seluruh lahan Tomok ialah:

- disebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba. - disebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lontung. - disebelah Barat berbatasan dengan Desa Ronggur ni huta.

- disebelah Utara berbatasan dengan Desa Binanga Jambu Si Lima Tali. Huta, Lumban, dan Sosor adalah tempat bermukim orang Batak Toba. Huta merupakan persekutuan hukum dan adat terkecil didalam masyarakat toba. Huta secara harfiah berarti kota atau kuta, yaitu pemukiman berupa banteng bertembok dan selalu berbentuk bujursangkar. Lumban berarti tepian adalah bagian terkecil dari huta yang terdapat pada tepi perkampungan, Sosor adalah tempat bermukim orang Batak Toba. Huta merupakan persekutuan hukum dan adat terkecil didalam masyarakat toba. itu berarti sudut/pedalaman adalah bagian terkecil dari huta yang didalamnya terdapat masyarakat penghuni dan terdapat pada sudut huta. Huta, lumban, dan sosor yang masuk dalam wilayah Tomok adalah sebagai berikut :

1. Lumban Silalahi, Sosor Bolon, Bulu duri, Lumban Sidabutar, Siholing, Gurning, Sitio, Tomok Bolon, Lumban Galung, Sosor Dame, Janji Marapot, Sosor Pasir, Lumban Sijabat

2. Simangambat, Mual Na Pultak, Sosor Galung, Unte Anggir dan Batu Manimbun di Tomok.

(5)

3. Pangambatan, Sosor Mangandar, Buttu Nauli, Pealilit dan Siharbangan di Tomok Bagian Selatan.

4. Huta Bolon, Sosor Tolong, Lumban Sinurat, Lumban Simarmata, Lumban Nadeak, Huta Raja, Tanjungan, Sihudon, Sigarattung dan Siulak Hosa di Tomok Bagian Barat.

Seluruh wilayah tersebut sejak awal (abad ke-17 Masehi) hingga sekarang dikuasai secara adat oleh keturunan Ompu Soribuntu Sidabutar dan pusat kekuasaan tetap berada di Tomok Bolon (tuliskan sumber skripsi)

2.3 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Batak Toba di Desa Tomok menganggap bahwa struktur kekerabatan harus tetap dijaga sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang Dj. Rajanamarpodang mengatakan bahwa sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan, baik antara individu dengan individu dengan masyarakat lingkungan. Di dalam sistem kekerabatan ini pula terdapat kelompok kekerabatan, sistem keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun pergaulan kekerabatan.

Pada kelompok kekerabatan ada sistem norma yang mengatur kelakuan warga kelompok. Pada kelompok yang bersangkutan ada harga dan rasa kepribadian yang disadari oleh para anggotanya, ada hak dan kewajiban yang turut mengatur interaksi mereka, di samping pimpinan yang mengorganisir kegiatan kelompok. Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa di antara kerabat yang begitu luas termasuk ke dalam lingkungan kekerabatannya dan siapa yang tidak termasuk ke dalamnya.

(6)

1. Sisten keturunan melalui garis laki-laki saja disebut prinsip patrilineal. 2. Sistem keturunan melalui garis perempuan disebut prinsip matrilinieal 3. Sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui

laki-laki dan perempuan disebut prinsip bilateral.

Pada masyarakat Batak Toba di Tomok sistem keturunan melalui garis laki-laki (patrineaal) dapat kita perhatikan pada anak dari marga Sidabutar akan diberi marga (klan) sebagai identitas dari orangtuanya setelah nama anak tersebut karena bagi masyarakat Batak toba anak adalah penerus keturunan dari orangtuanya tersebut dan pada seorang perempuan akan diberi marga pada bagian belakang namanya, akan tetapi menambahkan tulisan boru sebelum marga daripada ayahnya tersebut.

Pada masyarakat Batak Toba secara umumnya, sistem keturunan melalui garis perempuan dapat diperhatikan pada anak dari keturunan perempuan tersebut memanggil tulang kepada saudara laki-laki dari perempuan tersebut. Pada konsep kehidupan masyarakat Batak Toba, perempuan pada dasarnya akan dipersunting oleh pihak laki-laki yang tidak semarga dengannya, suami dari perempuan tersebut akan memanggil lae (abang maupun adik ipar) pada saudara laki-laki perempuan tersebut dan pihak laki-laki yang telah mepersunting perempuan tersebut akan marhula-hula pada keluarga pihak perempuan tersebut.

Di dalam sistem keturunan ini ada pula yang memperhitungkan dimana sejumlah hak dan kewajiban tertentu, termasuk ke dalam lingkungan kerabat laki-laki, sedangkan pada sejumlah hak dan kewajiban lainnya diperhitungkan masuk lingkungan kerabat perempuan. Demikian pula pada sistem istilah kekerabatan, adalah sistem bagaimana seseorang menyapa atau menyebut seseorang yang lain

(7)

dari anggota kerabatnya. Sopan santun pergaulan kekerabatan merupakan sistem tentang bagaimana seharusnya seseorang bersikap terhadap kerabat teretentu dan bagaimana sikap terhadap anggota kerabat lainnya. Seperti suku lainnya di Sumatera Utara konsep kekerabatan Batak Toba bisa kita temukan dari marga dan konsep Dalihan Na Tolu sebagai pilar utama dalam menjalin hubungan kekerabatan.

2.3.1 Marga

Batak Toba merupakan suku dengan identitas marga pada bagian akhir dari nama yang diberikan. Marga adalah identitas turun temurun pada masyarakat Batak Toba. Sebagai suku dengan konsep patrilineal, marga dari ayah secara otomatis akan disandang oleh keturunannya laki-laki maupun perempuan. Jika anaknya laki-laki, maka marga melekat setelah nama panggilannya sedangkan jika keturunannya perempuan maka marga akan melekat setelah nama panggilan dengan mencantumkan boru sebelum marga.

Berdasarkan data yang diperoleh dari informan penulis bahwa masyarakat di Desa Tomok didominasi oleh marga Sidabutar, namun jika dicatat secara rinci bahwa di Desa itu juga terdapat marga lain seperti Samosir, Sijabat, Sigiro, Siadari, Sitindaon, Sidabalok, Harianja, Sinaga, Samosir, Sitohang, Situmorang Manik dan Situmorang dengan jumlah yang relatif sedikit14. Dengan mengetahui marga dan silsilah (tarombo) yang dimiliki dari nenek moyang terdahulu maka masyarakat Batak Toba di Desa Tomok akan mengetahui partuturon apabila bertemu dengan masyarakat Batak Toba lainnya di suatu tempat.

14

Marga-marga ini adalah marga pendatang di daerah ini, baik karena perkawinan maupun karena pekerjaan

(8)

2.3.2 Dalihan na tolu

Menurut catatan Dj. Rajamarpodang (cari lagi) dalam bukunya Dalihan Natolu Prinsip Dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak, mengatakan bahwa dalihan artinya tiang tungku yang dibuat dari batu. Na, artinya yang, Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya Tiga Tiang Tungku. Dalihan berasal dari bahan baku batu yang dibentuk sedemikian rupa, ujung yang satu tumpul dan ujung yang lain agak segiempat yang berfungsi sebagai kaki dalihan. Bentuk Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama lain dengan tinggi yang sama dan harmonis.

Tidak selamanya periuk atau belanga cocok diletakkan diatas dalihan, bisa saja ukurannya terlalu kecil sehingga diperlukan batu yang lain dengan ukuran lebih kecil untuk menopang belanga atau periuk, dalam bahasa Batak Toba batu tersebut dinamai sihal-sihal. Sementara itu tungku yang berasal dari batu tidak selamanya disebut dalihan. Misalnya ada dua batu yang kemudian diatasnya diletakkan besi sejajar sebagai penyangga belanga atau periuk, dan tentu saja itu bisa difungsikan untuk memasak, namun itu tidak akan disebut dalihan. Oleh karena itu setiap tungku yang bukan berasal dari batu seperti tungku-tungku keluaran pabrik tidak boleh dinamai dalihan. Karena Dalihan Na Tolu bukan hanya sekedar tungku nan tiga saja sebagai sarana prasarana untuk memasak makanan, akan tetapi menyangkut seluruh kehidupan yang bersumber dari dapur.

Nenek moyang suku Batak Toba melihat kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keluarga tidak ada obahnya seperti Dalihan Na Tolu. Bahwa segala sesuatu yang diperlukan menyangkut kepentingan manusia dan keluarga, yang menjadi sumber sikap perilaku seseorang dalam kehidupan sosial

(9)

budaya haruslah bersumber dari tiga unsur kekerabatan, ibarat tiga tiang tungku yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan dalam bentuk kerjasama atau sama-sama memanfaatkan satu sama-sama lain. Ketiga unsur yang berdiri sendiri tidak ada artinya, tetapi harus ada kerjasama satu sama lain sehingga memperoleh manfaat. Ketiga unsur itu adalah:

1. Unsur pertama adalah Suhut dengan saudara laki-laki yang disebut dongan sabutuha.

2. Unsur kedua adalah saudara Suhut perempuan dengan suaminya disebut boru.

3. Unsur ketiga adalah saudara laki-laki dari istri suhut yang disebut hula-hula.

Bagi masyarakat Desa Tomok, Dalihan Na Tolu menjadi pedoman dan landasan pokok yang selalu diterapkan dalam kehidupan adat istiadat. Suhut pada masyarakat Desa Tomok dapat kita lihat ketika ada pesta atau upacara adat; mereka yang mempunyai hajat/pesta tersebut disebut sebagai suhut. Dongan sabutuha atau teman semarga adalah mereka yang mempunyai garis keturunan marga yang sama, seperti marga Sidabutar akan memanggil appara pada marga Sitanggang, Simbolon, Sitio dan lain-lain karena marga-marga tersbut termasuk kedalam rumpun PARNA (Pomparan Raja Naiambaton).

Boru adalah mereka pihak perempuan yang telah dipersunting oleh laki-laki yang disahkan oleh adat perkawinan. Pada upacara adat istiadat Batak toba, boru adalah mereka yang telah mempersunting perempuan dari garis keturunan marga yang berbeda seperti contoh marga Sidabutar mempersunting boru harianja, maka secara tidak langsung pada upacara Batak toba di tomok boru

(10)

adalah marga Sidabutar yang telah mempersunting boru harianja tersebut. Pada upacara adat di tomok, jika pihak parboru mempunyai hajat maka marga Sidabutar akan menjadi parhobas15 pada kegiatan tersebut.

Hula-hula adalah pihak laki-laki yang semarga dengan istri, hula-hula dalam hal adatnya juga dikatakan parrajaon (pihak yang dirajakan). Hula-hula pada masyarakat Batak toba mempunyai posisi yang sangat tinggi, hula-hula adalah pihak dari istri yang mencakup orangtua dan semua saudara laki-laki dari wanita yang dinikahi oleh pria dari marga yang lain yang sesuai dengan adatnya. Hula-hula contohnya marga Sidabutar mempersunting boru situmorang, maka orangtua dari boru situmorang tersebut adalah hula-hula ni marga Sidabutar tersebut. Hula-hula bukanlah hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu marga asal nenek (istri kakek) lima tingkat keatas atau lebih tulang yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang kandung dari bapak ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang ro robot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak lakilaki, anak perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki, termasuk di dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hula-hula.

15

Parhobas adalah mereka yang turut membantu mempersiapkan segala kebutuhan dalam melakukan proses acara yang berhubungan dengan adat.

(11)

Dalam pepatah Batak Toba juga dapat ditemukan suatu perumpamaan yang menempatkan hula-hula sebagai bagian yang disanjung yang mengatakan ”somba marhula-hula, manat mardonggan tubu, elek marboru”. Artinya adalah hormatlah kepada hula-hula dan rukun serta lakukanlah yang baik mardongan tubu, dan berikanlah kasih sayang terhadap boru. Dalam hal ini juga masyarakat Batak Toba juga mempercayai kalau hula hula itu adalah „debata natarida” maksudnya adalah Tuhan yang nampak. Menurut orang Batak, hula-hula itu dapat memberikan yang terbaik bagi keluarga-keluarga dan dapat membantu kalau ada keluarga yang butuh terhadap hula-hula.

2.4 Sistem Kepercayaan

Definisi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada tuhan, atau juga disebut dengan namadewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut, sedang kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tradisi. Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba berdasarkan mitologinya, di dalam kehidupan selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian. Mereka mempercayai segala sesuatunya berasal dari mula jadi nabolon. Sistem kepercayaannya yang hampir sama dengan agama Hindu didalam cerita turun temurun masyarakatnya. Dalam kepercayaan agama Hindu mereka memiliki dewa. Masyarakat Batak Toba juga memiliki dewa, yaitu tiga dewa yang bernama : Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi Nabolon yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia (Situmorang, 2009:21).

(12)

Dalam tulisan lain juga Tampubolon menyebut ketiga dewa itu bukanlah secara implisit jelmaan Mula Jadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang lebih khusus yaitu 1) Mula Jadi Nabolon, 2) Debata Asi-asi dan 3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya di Bumi. Mula Jadi Nabolon diyakini sebagai pencipta dari alam semesta untuk alam yang besar (Nabolon), kemudian menciptakan dewa-dewa selanjutnya. Debata Asiasi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat. (Tampubolon, 1978:9-10. Mitologi Batak pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut ke mulut (tradisi lisan). Biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk dipercaya. Hal ini terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di kalangan bangsa Batak. Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir semua suku bangsa memiliki dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu sama lain. Masing-masing berdiri sendiri (Hutauruk, 2006:8).

Dalam hal ini masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa arwah leluhur yang sudah meninggal, ada yang baik dan buruk. Maksudnya adalah ada yang menjadi perusak yang dapat menyebabkan penyakit pembawa malapetaka bagi manusia. Ada juga yang bersifat untuk memperbaiki diri sehingga mereka mempercayai serta menakutinya. Mereka melakukannya dengan cara memberikan penghormatan dan penyembahan pada arwah leluhur yang mereka yakini akan mendatangkan keselamatan, kesejahteraan bagi orang yang meminta dan juga keturunannya.

(13)

Dalam konteks kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep bahwa adanya kehidupan setelah manusia tersebut meninggal. Kehidupan itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah meninggal. Terdapat anggapan bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan aktivitas sendiri. Oleh sebab itu hingga kini masih terdapat kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk ikut mengubur berbagai perlengkapan orang yang sudah mati bersama jasadnya. Misalnya, pahean (pakaian) yang dikenakan dipergunakan nantinya setelah roh sebagai pakaian yang membungkus dari rasa dingin, dan ringgit sitio suara (uang) untuk kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan „jauh‟ dari dunia nyata ke dunia maya atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh. (ibid. 1978:10).

Masyarakat Batak juga percaya dengan Roh dan jiwa yang memiliki kekuatan, Roh yang ada pada masyarakat Batak dibagi atas tiga bagian yaitu :

1. Tondi

Tondi adalah roh atau jiwa dari seseorang yang memiliki kekuatan. Hal ini dimiliki oleh manusia baik yang hidup maupun yang sudah meninggal bahkan tumbuhan serta hewan. (Vergouven 1986 : 82). Tondi juga sentral dari hasipelebeguon16. Tondi diperoleh dari Mulajadi Nabolon baik itu yang masih hidup maupun yang meninggal ( Tobing 1986 : 97-98 ). Tondi juga dimiliki oleh bayi yang masih dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal sehingga perlu diadakan sebuah upacara mangalap tondi (menjemput roh) dari sombaon yang menawannya.

16

Kepercayaan kepada dewa-dewa yang ada dalam mitologi Batak Toba, seperti : batara

guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan

(14)

2. Sahala

Sahala dalam filsafat Batak sangat besar pengaruhnya dalam segala gerak hidup orang Batak. Semua orang Batak pada umumnya harus mempunyai sahala. Penafsiran sahala menurut Warneck adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta benda, keturunan, kemuliaan yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan dan keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turun temurun. Implementasinya tampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan kehidupan antara orang Batak. Sehingga sahala adalah wujud dari hagabeon, hamoraon dan hasangapon.17

Sahala adalah perwujudan tondi atau roh yang dimiliki seseorang didalam kehidupan seseorang itu di dunia. Semua orang biasanya memiliki tondi, tetapi tidak semuanya memiliki sahala. Sahala biasanya dimiliki oleh orang yang memiliki kesaktian dan orang penting serta yang memiliki kekuatan lebih. Memiliki sahala dapat diartikan di dalam Batak Toba sudah berhasil di duniawi. Sahala juga merupakan sebuah kualitan dan dapat hilang, Sahala juga dipercaya dapat berpindah ke tubuh orang lain (Pederson 1970 :29-30).

3. Begu

Merupakan orang yang sudah meninggal lalu mendiami suatu tempat, dimana tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia. Beberapa begu yang dikenal dan mempunyai nama tersendiri dalam bahasa Batak yaitu :

1. Begu ganjang, begu yang dipelihara oleh manusia dan dapat membinasakan orang lain sesuai dengan perintah oleh pemeliharanya

17 Lihat, Bonggud 2013 : 27.

(15)

2. Silan, begu dari nenek moyang sipukka huta (yang membuka suatu perkampungan) yang berasal dari suatu kelompok marga.

3. Sombaon, begu yang bertempat tinggal disuatu hutan atau pegunungan contohnya yang bertempat di sebuah hariara (pohon yang rimbang yang besar)

4. Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa di tempat tertentu. Dalam perkembanggannnya tahun 1880-an banyak raja-raja Batak Toba yang membetuk aliran kepercayaan yang merupakan perwujudan dari aliran kepercayaan Purba, yaitu : Si Raja Batak 18 Parmalim19 dan parbaringin20. Itulah beberapa religi dan kepercayaan yang dianut pada zaman dahulu. Meskipun pada zaman sekarang sudah mengalami perubahan dan masyarakatnya sudah dominan mengikuti ajaran agama kristen, tetapi sampai saat ini masih ada masyarakat yang mengikuti ajaran yang dahulu yang di lakukan oleh nenek moyang.

Bagi masyarakat Desa Tomok, kepercayaan yang menyangkut dengan tondi, sahala dan begu masih tertanam kuat pada mereka. Sebagai bukti adalah upacara-upacara adat keagamaan yang masih mereka laksanakan, seperti memberikan sesajen kepada leluhur mereka, manguras tao atau memberikan sesajen kepada penghuni air danau toba yang mereka percayai memiliki penghuni. Walaupun mayoritas masyarakat yang tinggal di Desa Tomok telah memeluk

18

Aliran yang meyakini leluhur nenek moyang orang Batak bertempat di daerah samosir.

19

Aliran yang dikembangkan oleh sisingamangaraja XIIyang tujuannya meneruskan sikap hamalimon(Kesucian).

20

Organisasi bius (merupakan suatu kesatuan territorial yang memiliki suatu identitas social tertentu, meliputi suatu marga. Tetapikadang-kadang meliputi beberapa marga yang masih berada dalam satu ikatan genealogis/asal-usul) yang mengatur tata kehidupan mayarakat Batak Toba dalam asen taon(acara sacral tahunan yang bertujuan memohon kepada Mulajadi Nabolon untuk mendatangkan hujan agar segala jenis tanaman subur dan memberikan hasil panen yang baik).

(16)

agama, akan tetapi upacara-upacara penghormatan kepada leluhur mereka masih tetap dilaksanakan.

Berdasarkan pengamatan penulis, ini merupakan kebiasaan yang telah ditanamkan oleh orangtua-orangtua mereka terdahulu agar tetap meneruskan yang telah mereka mulai, ada umpasa Batak yang mengatakan “ ompunta sijolo-jolo tubu martukkothon sialagundi, adat napinungka ni naparjolo siihuthon ni na parpudi”. Umpasa/ falsafah hidup yang tertulis ini menjadi sebuah acuan bagi para masyarakat Batak toba untuk tetap meneruskan kebiasaan yang telah dimulai oleh orangtua-orangtua mereka.

Kecamatan Simanindo termasuk salah satu daerah pariwisata dan pertumbuhan ekonomi yang cepat berkembang seiring program pemerintah daerah dalam meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Samosir, sehingga tidak mengherankan apabila para perantau dari luar Sumatera datang untuk mengadu nasib dan mendiami daerah ini seperti Minangkabau, Pulau Jawa, Nias dan lain-lain untuk mencari taraf hidup yang lebih baik. Dengan demikian sistem kepercayaan yang dianut masyarakatnya juga berbeda seperti Kristen protestan, Kristen Khatolik, Islam dan ada sedikitnya 18 KK yang masih menganut aliran kepercayaan Ugamo Malim yang bertempat tinggal di Desa Lumban Sijabat.

(17)

Gambar 2.1 Rumah peribadatan bagi penganut Ugamo Malim di Desa Tomok

(18)

2.5 Sistem Mata Pencaharian

Secara tradisional masyarakat Batak Toba memenuhi keperluan hidup sehari-hari dengan bercocok tanam. Hal ini tentu saja didukung oleh wilayah tempat tinggal yang merupakan daerah agraris. Pada masyarakat Desa Tomok sektor pertanian adalah profesi yang banyak digeluti. Secara statistik dari data yang dihimpun dari Kantor Kepala Desa, bahwa di Desa Tomok Parsaoran terdapat 80 persen warga dengan profesi sebagai Petani, 10 persen sebagai Pegawai Negeri Sipil dan 10 persen lagi berprofesi sebagai Pedagang/Wiraswasta. Berbeda dengan Desa Tomok Induk, sebagai daerah yang sering dikunjungi oleh wisatawan, masyarakat Tomok Induk lebih banyak bekerja sebagai Pedagang/Wiraswasta. Dapat kita lihat ketika kita berkunjung ke Tomok; banyaknya penjual souvenir khas yang dibuat oleh masyarakat setempat seperti contoh; alat musik, gelang yang terbuat dari bambu/kayu, kain-kain tradisional yang dibentuk menjadi sebuah kemeja maupun celana/rok, dan pertunjukan-pertunjukan budaya yang sering dilaksanakan disana menjadi salah satu wadah bagi masyarakat Tomok untuk menambah penghasilan, kita dapat melihatnya seperti contoh guide pada patung khas Batak Sigale-gale, makam-makam purba yang usianya telah mencapai ratusan tahun tak luput dari perjalanan wisata ketika berkunjung ke Tomok.

Selain itu usaha nelayan atau penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk yang bermukim di daerah Tomok Induk dan Tomok Parsaoran. Sebagian dari mereka beternak ikan dan umumnya menggunakan jaring terapung

(19)

yang dikenal dengan istilah doton21. Jenis ikan yang diternakkan pada umumnya adalah ikan mas dan ikan mujair. Jika ditelusuri dari berbagai daerah di sepanjang pinggiran Samosir, misalnya mulai dari Tomok, Desa-Desa kecil sekitar kota Pangururan, hingga wilayah Palipi, kita akan menemukan peternakan ikan seperti ini. Hasil dari pertanian dan peternakan tersebut sebagian dijual di pasar dan sebagian lagi dikonsumsi oleh keluarga. Sedangkan penduduk yang bermukim jauh dari kawasan pantai biasanya bermatapencaharian sebagai petani, peternak ataupun wiraswasta. Sektor kerajinan tangan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.

Jika ditinjau secara keseluruhan sebagian besar masyarakat di Samosir saat ini bermata pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai, wiraswasta dan pejabat pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga yang memulai merambah ke bidang usaha jasa.

21

Doton adalah sejenis jaring yang digunakan untuk menangkap ikan yang ada di Danau Toba

(20)

Gambar 2.3 Guide pada atraksi Patung Sigale-gale

(21)

2.6 Sistem Kemasyarakatan

Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial orang Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat (4) prinsip yaitu:

1. Perbedaan tingkat umur. Yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak Toba berdasarkan perbedaan tingkat umur yang dapat dilihat dalam sistem adat istiadat. Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih tinggi, akan lebih banyak berbicara atau disebut raja adat.

2. Perbedaan pangkat dan jabatan. Sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan pangkat dan jabatan ini dapat dilihat pada perbedaan harta dan keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik (pargonsi) dan juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir, dan lain-lain.

3. Perbedaan sifat keaslian. Sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan sifat dan keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan kepemimpinan. Dalam sistem ini berlaku sifat keturunan contohnya, di daerah Tomok adalah asal muasal dari marga Sidabutar. Maka secara otomatis turunan marga Sidabutar ini lebih berhak atas jabatan kepemimpinan di daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar jabatan pemerintahan. Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan tanah.

4. Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat lihat di dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah berkeluarga. Mereka sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara adat atau berbicara dalam lingkungan keluarganya, dan biasanya orang Batak yang sudah berkeluarga akan menjaga wibawanya dalam adat

(22)

ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu sangat besar arti perkawinan pada masyarakat Batak Toba.

2.7 Sistem Kesenian

Sistem kesenian pada masyarakat Batak Toba di Desa merupakan aspek yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat. Sistem kesenian pada msasyarakat Batak Toba dapat ditemukan dalam berbagai bentuk kesenian seperti seni rupa, seni tekstil, seni sastra, seni tari, dan seni musik. Seni rupa dapat dijumpai yaitu berupa patung yang terbuat dari batu dan kayu. Seni tekstil berupa ulos yaitu jenis kain tenunan yang terbuat dari bahan benang berwarna-warni. Dasar pembuatan ulos adalah bonang manalu, perobahan pengertian dari bonang manolu. Bonang manolu bersumber dari pengertian kepercayaan yang bersimbolkan warna tiga bolit , sedangkan tiga bolit adalah bersumber mula dari tiga warna hembang sebagai lambang dari pancaran kuasa Mulajadi Na Bolon, ketiga warna tersebut adalah warna hitam sebagai perlambang Debata Bataraguru, warna putih sebagai perlambang Debata Sorisohaliapan dan warna merah sebagai perlambang Debata Balabulan.

Namun dalam perkembangan terakhir penulis melihat bahwa warna yang terdapat dalam motif ulos sudah beraneka ragam, tentu saja ini merupakan hasil kreativitas dari penenun ulos .Penggunaan ulos juga tidak hanya terbatas pada unsur sosial budaya spritual yang mengatakan bahwa ulos merupakan simbol dari ugamo. Namun berbagai kreativitas lain bermunculan seperti tas dan pakaian yang terbuat dari bahan dasar ulos. Seni sastra dalam masyarakat Batak Toba dapat kita lihat dari adanya umpasa, tongo-tongo,turi-turian, dan huling-huling ansa. Seni

(23)

sastra yang sering dijumpai adalah umpasa, karena selalu digunakan dalam pelaksanaan adat istiadat di masyarakat.

Seni tari yaitu tortor,dan tumba, tortor merupakan tarian yang dilakukan dalam konteks kegiatan adat atau ritual keagamaan tradisional. Sedangkan tumba merupakan bentuk tarian yang dimainkan dalam bentuk hiburan. Dalam perkembangan terakhir tortor dan tumba sudah mengalami perubahan dalam konteks penggunaan dimana keduanya sudah dijadikan sarana pertunjukan baik dalam festival maupun sebagai kegiatan untuk mengisi sebuah acara tertentu yang berhubungan dengan budaya, khususnya budaya Batak Toba. Seni musik sebagai salah aspek dari sistem kesenian selalu hadir dalam keseharian masyarakat Batak Toba, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial adat istiadat maupun sebagai sarana hiburan.

2.7.1 Seni musik

Menurut asumsi penulis bahwa seni musik merupakan seni yang paling menonjol dalam budaya masyarakat Batak Toba. Karena kita bisa menemukan musik dijadikan sebagai kebutuhan sehari-hari, artinya musik memiliki peranan penting dalam kegiatan masyarakat, terutama sebagai sarana hiburan dan juga pelengkap proses adat istiadat yang ada.

Seni musik di Desa Tomok sama berkembangnya dengan daerah lainnya yang terdapat pada cakupan wilayah Samosir. Samosir sebagai salah satu daerah yang paling banyak menyimpan sejarah kebudayaan Batak memiliki ciri khas tersendiri dalam menggunakan musik dalam kehidupan sehari-hari. Di Samosir kita bisa melihat pertunjukan musik tradisional Batak Toba beserta tarian dalam

(24)

lokasi-lokasi wisata yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat. Musik juga bisa dijumpai di lapo tempat orang-orang berkumpul khususnya pada malam hari, kita bisa melihat taganing ditempat ini dan dimainkan bergantian untuk mengisi hiburan dalam kumpulan orang-orang di lapo tersebut.

Perkembangan musik di Tomok dapat kita lihat pada satu band yang berasal dari daerah tersebut yang namanya sudah terkenal sampai ke belahan penjuru dunia. Mereka adalah grup Marsada Band yang dibentuk oleh Amput Sidabutar yang merupakan warga asli Tomok. Marsada Band memadukan musik tradisi dan musik modern untuk dapat dinikmati oleh semua kalangan (orangtua, anakmuda dan anak-anak). Adapun formasi band pada Marsada Band yaitu ; 3 orang pemain gitar sekaligus sebagai vocal pada band ini, satu orang pemain bass, taganimg, sulim, sambo (samosir bonggo) yang juga alat musik yang dibuat oleh band ini juga. Ini merupakan sebuah inovasi dari masyarakat yang berasal dari Tomok untuk mengembangkan musik tradisional Batak Toba dan ingin berkarya supaya musik tradisional dapat disukai oleh kalangan muda.

2.7.2 Seni ukir

Seni ukir juga merupakan salah satu kesenian yang terdapat pada masyarakat Desa Tomok. Kebiasaan mengukir masih sangat melekat pada masyarakat Tomok, berdasarkan pengamatan penulis dilapangan bahwasanya kebiasaan ukir-mengukir diwarisakan dari orangtua mereka akan tetapi perkambangan pengukir dari tahun ketahun mengalami penurunan akan tetapi tidak terlalu drastis karena sektor pertanian menjadi pencaharian yang

(25)

menjanjikan di Desa Tomok, selain karena lahannya yang agraris cocok untuk pertanian masyarakat Tomok yang bekerja sebagai pengukir hanya sebagai sampingan dari pekerjaan utama mereka sebagai petani, nelayan dan pegawai pemerintahan. Selain perkembangan, motif ukiran yang diciptakan oleh pengrajin seni ukir juga bermacam-macam seperti contoh ukiran gorga pada ruma bolon, ukiran untuk diperjualkan untuk oleh-oleh kepada pengunjung. Kalau dituliskan secara rinci masyarakat yang bekerja sebagai pengukir 10% dari jumlah penduduk Desa Tomok, dan masyarakat dengan pekerjaan sebagai pengukir paling banyak berasal dari Desa Tomok Induk dan Tomok Parsaoran. Hasil ukiran yang akan dijual akan dikumpulkan kepada para distributor penjual pernak-pernik yang bertempat di Desa Tomok Parsaoran.

Dalam hal ini seni ukir-mengukir sangat bernilai tinggi pada masyarakat Desa Tomok, selain menjadi tradisi lisan masyarakat Tomok seni ini juga dimanfaatkan masyarakat Tomok untuk menambah pencaharian mereka.

Gambar

Gambar 2.1 Rumah peribadatan bagi penganut Ugamo Malim di Desa Tomok
Gambar 2.4 Sektor Pertanian merupakan salah satu mata pencaharian di Tomok
Gambar 2.5 Ukiran dengan ornamen cicak.

Referensi

Dokumen terkait

M E DA N 2 0 1 0.. Skripsi ini berjudul “Kedudukan Anak Angkat Pada Masyarakat Batak Toba, Studi Antropologi Tentang Pembagian Warisan Pada Anak Angkat Pada Masyarakat Batak

Asosiasi klan yang dibcntuk masyarakat Batak Toba di pcrkotaan tidak terlepas dari efesiensinya sebagai wadah untuk: mempertahankan adat istiadat yang telah

Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Tarutung apabila tidak mempunyai keturunan atau anak laki-laki akan melakukan pengangkatan anak, baik

1) Kedudukan janda dengan ada anak baik anak laki-laki ataupun anak perempuan karena kematian suami pada masyarakat batak toba kristen terhadap

waris anak perempuan dalam budaya adat Batak Toba lebih rendah dari hak waris anak laki-laki.. dalam budaya adat

Garis keturunan atau marga memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Batak, selain untuk menciptakan rasa persatuan yang cukup kuat antar semarga, hal ini

Garis keturunan atau marga memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Batak, selain untuk menciptakan rasa persatuan yang cukup kuat antar semarga, hal ini

1) Kedudukan janda dengan ada anak baik anak laki-laki ataupun anak perempuan karena kematian suami pada masyarakat batak toba kristen terhadap