• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan,"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial, karena kemiskinan telah menjadi sebuah persoalan dalam kehidupan manusia. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai, seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, serta yang berhubungan erat dengan kualitas hidup (http://id.wikipedia.org/wiki/kemiskinan/ diakses 20 September 2009 pukul 15.32 WIB). Kemiskinan juga bisa berarti kelaparan, kekurangan gizi, pakaian dan kesulitan dalam menghadapi perubahan yang memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer.

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada 1996-2009 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada 1996 menjadi 47,97 juta pada 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama. Pada 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada 2000 menjadi 35,10 juta pada 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada 2000 menjadi 15,97 persen pada 2005. Namun pada 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu

(2)

dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada Maret 2006.

Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen) pada 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada 2008. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta. (http://bps.go.id/files/beritaresmistatistik/No.43/07Th.XII.01juli2009,pdf/ diakses 21/10/09 pukul 11.36 WIB).

Berdasarkan data BPS 2009, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan adalah suatu fenomena yang kompleks dan dapat ditelusuri dari adanya kesenjangan antara kelas sosial dan ekonomi, ketidaklengkapan (inadequancy), hubungan desa dan kota, dan perbedaan antara suku, agama, dan daerah. Pada dasarnya kemiskinan bukan hanya terletak pada permasalahan ekonomi, tetapi lebih bersifat multidimensi. Dimensi dari defenisi kemiskinan tersebut terdiri dari: (i). Dimensi material kekurangan pangan, lapangan pekerjaan dengan

muaranya adalah kelaparan dan kekurangan makanan.

(ii). Dimensi psikologi seperti ketidakberdayaan, ketidakmampuan berpendapat, ketergantungan, rasa malu dan rasa hina.

(3)

(iv). Dimensi aset atau milik, tidak memiliki aset sebagai modal untuk menyelenggarakan hidup secara layak.

Kondisi miskin di Indonesia secara langsung telah berdampak semakin meningkatnya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di masyarakat, yang tentunya membutuhkan penanganan yang serius dan terpadu. Salah satu jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial adalah gelandangan dan pengemis. Gelandangan dan pengemis tampaknya menjadi rona tersendiri dan tidak pernah pupus mencoreng wajah perkotaan tidak terkecuali di kota Medan. Sampai saat ini para gelandangan dan pengemis belum banyak tersentuh program-program yang bertujuan untuk mensejahterahkan rakyat. Mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Demikian juga dalam pasal 34, tercantum bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan demikian jelaslah bahwa negara harus memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar, dimana dalam hal ini negara bukan hanya unsur pemerintahan, tetapi seluruh unsur masyarakat, termasuk LSM, organisasi keagamaan, dan organisasi sosial masyarakat lainnya.

Sejumlah tempat di kota Medan, ibu-ibu selalu melibatkan anak balita dalam aksi mengemis di berbagai tempat, terutama di perempatan jalan, seperti di Jalan Sisingamangaraja, Gatot Subroto, Iskandar Muda, dan Ir Juanda. Anak-anak dibawah setahun biasanya digendong saat mengemis, sedangkan anak-anak berusia antara dua sampai lima tahun dibiarkan mengemis sendiri pada tubuh jalan yang cukup membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. Kondisi ini terkadang cukup meresahkan, dan lebih meresahkan lagi ketika meminta sedekah,

(4)

para gelandangan pengemis itu sampai memaksa, menggores mobil jika tidak diberi. Bahkan ada pula yang berdalih membawa agama untuk meminta sumbangan. Kalaupun kita harus memberi, hendaknya untuk orang-orang yang patut disedekahi, misalnya kepada orangtua yang sakit-sakitan, panti jompo ataupun panti asuhan, sedangkan untuk orang-orang cacat yang benar-benar tidak mampu sudah menjadi tanggungjawab pemerintah untuk membinanya, dengan menggunakan anggaran negara.

Gepeng yang melakukan praktik mengemis secara mandiri biasanya adalah yang benar-benar miskin, tidak mempunyai rumah tempat berteduh dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan gepeng yang melakukan praktik secara bergerombol adalah gepeng yang melakukan aktivitas di bawah koordinasi orang-orang tertentu yang disebut sebagai bos pengemis. Hasil dari mengemis yang diperoleh gepeng biasanya di bawah pengawasan sang bos, sehingga mereka yang melakoni pekerjaan sebagai gepeng dapat dikatakan hanya sebagai mesin uang bagi tuannya. Tidak jarang kita melihat mereka terutama di pagi hari, sekelompok gepeng turun dari pick up yang dikomandoi orang tertentu seperti di Pajak Ikan Lama, Pajak Aksara, kawasan Jalan Juanda, Terminal Amplas, Petisah, kemudian pada sore hari mereka menanti jemputan pada lokasi yang sama. Kondisi ini berjalan secara rutin tanpa ada usaha yang maksimal dari Pemerintah Daerah Sumatera Utara atau instansi terkait untuk memutus rantai yang membelenggu kehidupan gepeng tersebut.

Berdasarkan cara praktik yang dilakonkan gepeng tersebut menunjukkan bahwa di antara mereka ada yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan lain

(5)

kecuali sebagai pengemis dan tidak memiliki rumah hunian. Karena itu sewajarnya mereka mendapat bantuan dan perhatian serius dari pemerintah sesuai dengan yang diamanatkan dalam pasal 34 UUD 1945. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan gepeng sebagai pekerjaan untuk memperkaya diri dan memanfaatkan mereka, sudah sepantasnya diberikan sanksi yang tegas, terutama bagi orang yang mengeksploitasi secara terang-terangan pada beberapa lokasi pasar yang ada di kota Medan dan pada beberapa kota lainnya.

Gelandangan dan pengemis semakin mudah ditemukan di berbagai tempat strategis di kota Medan. Untuk mengatasinya, Dinas Sosial yang sekarang bernama Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja kota Medan menggagas pembangunan rumah penampungan dan rehabilitasi sendiri. Dalam setiap aksi penertiban yang dilakukan, gepeng dan anak jalanan itu biasanya dikirim ke rumah penampungan milik Dinas Kesejahteraan dan Sosial Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Kota Binjai dimana penelitian dilakukan.

Sebelumnya Pemerintah Kota Medan pernah mendapat tawaran dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk membangun panti rehabilitasi. Pemko Medan diminta menyediakan lahannya, sedangkan pembangunan fisiknya dari Departemen Sosial Republik Indonesia. Namun Pemko Medan belum dapat melakukannya dengan alasan anggaran. Pemko Medan menilai jumlah alokasi anggaran yang diberikan sangat minim, karena sebagian besar dana sudah habis untuk menutupi belanja rutin. Alokasi anggaran untuk mengatasi jumlah gepeng di Sumut sangat sedikit. Dari 50% anggaran yang diberikan kepada Dinas

(6)

Kesejahteraan dan Sosial sudah habis untuk menutupi belanja rutin seperti belanja pegawai, belanja barang dan biaya pemeliharaan barang kesekretariatan. Misalnya dari sekitar Rp. 28 milliar dana yang dianggarakan pada APBD 2009, Rp. 21 milliar lebih diantaranya sudah habis untuk belanja rutin. Hanya sekitar Rp. 7 milliar sisanya yang bisa dialokasikan untuk program seperti untuk gelandangan dan pengemis. Akibat minimnya anggaran tersebut, tindakan proaktif dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial maupun kabupaten atau kota untuk mengatasi persoalan gepeng di perkotaan sangat kurang (http://www.pemkomedan.go.id/news-detailphp218-2468/ diakses 20 Oktober 2009 pukul 11.05 WIB).

Pemda Sumut terus berusaha untuk memberantas gelandangan dan pengemis yang sering kali memunculkan permasalahan baru di bidang kehidupan sosial masyarakat. Lahirnya pemikiran untuk membahas Ranperda yang lebih keras untuk melarang praktik gelandangan dan pengemis terutama yang berkeliaran di pinggir jalan dan tempat-tempat keramaian lainnya merupakan bukti keseriusan untuk meminimalkan populasi mereka. Rancangan Peraturan Daerah berupa pemberian denda Rp. 6 juta bagi masyarakat yang memberikan uang kepada gelandangan dan pengemis dinilai sangat tepat, bahkan pelaksanaannya mendesak segera diberlakukan. Menurut anggota Komisi E DPRD Sumut, Drs. Mursito Kabukasuda, pemberlakuan Perda itu diharapkan sekaligus menghilangkan mental-mental pengemis yang belakangan seakan semakin populer dan sudah semakin menjamur masyarakat Sumut yang bermental pengemis(http://timkoordinasipenanggulangankemiskinan/profilkemiskinandIndo nesiaMaret2009/13juli2009/ diakses 21 September 2009 pukul 11.36 WIB).

(7)

Melihat permasalahan tersebut, maka Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara melalui UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang merupakan salah satu pihak yang harus bertanggung jawab dalam memberikan pembinaan dan rehabilitasi kepada para gelandangan pengemis, agar mereka mampu berfungsi secara sosial.

Warga sinaan Sosial yang ada di UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari para gelandangan dan pengemis yang dirazia Satpol Pamong Praja dan orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang datang dengan kemauan sendiri, diserahkan oleh keluarga, mengungsi dan adanya bencana alam. Pada awalnya warga binaan sosial diproses oleh para pegawai UPTD Pungai Sejahtera Binjai, yaitu dengan melengkapi syarat administrasi, berupa pengisian data diri secara lengkap. Setelah data diperoleh, warga binaan sosial langsung ditempatkan di Zal Penampungan Razia untuk sementara waktu. Tujuannya untuk melihat sejauh mana perkembangan mental dan spiritual yang dimiliki sebelum memasuki tahap rehabilitasi dan bimbingan.

Untuk menjadi seorang warga binaan sosial harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh UPTD adalah sebagai berikut :

1. Keluarga miskin dan harus mempunyai surat keterangan miskin dari Kelurahan setempat.

2. Tidak mempunyai keterikatan dengan Badan Hukum dan tidak menjadi tahanan.

3. Berusia produktif, 50 tahun kebawah.

(8)

5. Harus mempunyai KTP atau Kartu Keluarga.

Melalui tahap-tahap tersebut, pihak UPTD dapat mengetahui apakah para gepeng dapat menjadi warga binaan sosial yang nantinya dibina dan dibekali dengan beberapa keterampilan. Pada dasarnya, tidak semua gepeng mampu terbuka dalam mengungkapkan masalah mereka, bahkan terdapat pula gepeng yang tidak mau mengikuti pembinaan dan rehabilitasi serta mengganggap bahwa kegiatan tersebut tidak diperlukan, sehingga mereka akhirnya melarikan diri dan kembali melakukan kegiatan mengemis.

Gepeng yang telah melalui beberapa tahap tersebut, akhirnya dapat menjadi warga binaan sosial yang memperoleh bimbingan dan pembinaan. Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai kepada para warga binaan sosial adalah sebagai berikut :

1. Pembinaan keagamaan

Pembinaan keagamaan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dalam beribadah, sesuai dengan agama yang dianut oleh para warga binaan sosial. Pembinaan keagamaan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan agama yang rutin agar warga binaan sosial menjadi orang-orang yang taat beribadah dan mental yang dimiliki terbentuk dengan baik. Dalam pembinaan keagamaan ini, para warga binaan sosial juga dibantu beberapa instansi keagamaan yang ada di Binjai dan bekerjasama dalam mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti kerjasama dengan Kantor Departemen Agama Kota Binjai, yaitu dengan mendatangkan penceramah agama (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2006).

(9)

2. Bimbingan sosial

Kegiatan pembinaan dalam bentuk bimbingan sosial yang dilakukan oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai terdiri dari :

a. Pemberian bimbingan dalam bentuk pengarahan dari Kepala UPTD atau Kepala Seksi secara bergantian pada setiap pelaksanaan apel pagi setiap hari senin - jumat pada pukul 08.00 WIB. Semua warga binaan sosial wajib mengikuti kegiatan tersebut untuk dibina agar lebih disiplin.

b. Melaksanakan kerja bakti dengan membersihkan lingkungan kantor dan tempat tinggal warga yang biasa disebut dengan “kurvei”. Tujuannya agar lebih terlatih dalam menggerakkan badan dan mengurangi rasa malas serta menambah keakraban diantara warga binaan sosial.

c. Memberikan kepercayaan kepada warga binaan sosial laki-laki untuk melakukan ronda malam secara bergiliran sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Ronda malam dilakukan pada setiap malamnya oleh 10 orang warga binaan sosial (UPTD Pungai Sejahtera Binjai, 2007).

3. Pelayanan konsultasi pribadi

Untuk memudahkan pelayanan dan pembinaan, ditentukanlah Bapak dan Ibu asuh yang terdiri dari para pegawai di UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Setiap warga maupun keluarga dapat berkonsultasi langsung kepada Bapak dan Ibu asuh masing-masing mengenai permasalahan-permasalahan

(10)

yang dihadapi individu maupun kelompok, termasuk juga masalah keterampilan yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu permasalahan yang sedang dialami oleh para warga binaan sosial.

4. Pelayanan kesehatan dan pelayanan kebutuhan dasar

Untuk menuju keluarga dan masyarakat yang sehat, UPTD Pungai Sejahtera Binjai bekerjasama dengan Puskesmas Sambirejo dalam penanganan warga binaan sosial yang memerlukan perawatan di Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Binjai dengan membawa Surat Keterangan Sakit dari UPTD Pungai Sejahtera Binjai. Warga binaan sosial yang menderita sakit ringan dapat dilayani di Poliklinik UPTD Pungai Sejahtera Binjai yang dibuka setiap hari Jumat dengan mendatangkan Perawat atau Bidan. Untuk pelayanan kebutuhan dasar, UPTD Pungai Sejahtera Binjai memberikan makanan dan minuman, pakaian dan perumahan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga binaan sosial.

5. Pembinaan keterampilan

Dalam pembinaan bidang keterampilan, para warga binaan sosial diberikan pembinaan bidang keterampilan, diantaranya adalah keterampilan pertanian dan perternakan yang langsung mendapat bimbingan dari instruktur yang mahir, yang terdiri dari satu pegawai dari UPTD Pungai Sejahtera Binjai yaitu Bapak Stel Barus dan beberapa orang petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten Langkat.

(11)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memilih UPTD Pungai Sejahtera Binjai sebagai tempat penelitian karena beberapa alasan yaitu :

a. Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai adalah satu-satunya pusat rehabilitasi, pelayanan dan bimbingan untuk para gelandangan dan pengemis serta orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan yang ada di bawah naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

b. Karena UPTD Pungai Sejahtera Binjai memiliki program yang cukup menarik dan unik yaitu Program Keterampilan Pertanian, dimana program ini ditujukan bagi para gepeng dan orang-orang yang rentan terhadap kemiskinan, dan sebelumnya tidak mempunyai keterampilan dan pengetahuan apapun, khususnya bidang pertanian, menjadi terampil bahkan mandiri dan dapat kembali ketengah-tengah masyarakat.

c. Untuk mengetahui sejauh mana dampak dari program keterampilan pertanian bagi para warga binaan sosial dan mengevaluasi apakah pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian telah efektif, karena program tersebut merupakan program yang masih berjalan sampai saat ini.

Program Keterampilan Pertanian oleh UPTD Pungai Sejahtera Binjai menjadi latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian di daerah tersebut dengan judul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai”.

(12)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang penting, karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan (Nazir, 2003: 111). Perumusan masalah harus jelas dan tegas sehingga proses penelitian benar-benar terarah dan terfokus ke permasalahan yang jelas. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai ?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai.

2. Untuk mengetahui dampak dari Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai.

(13)

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Memberikan sumbangan positif terhadap pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial secara nyata, khususnya dalam memberikan peranan yang dilakukan oleh para kelompok pekerja sosial fungsional terhadap penanganan masalah para gelandangan pengemis dan orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan.

2. Melatih diri dalam mengembangkan pemahaman atau cara berpikir dan menambah khasanah pengetahuan penulis mengenai Efektifitas Pelaksanaan Program Keterampilan Pertanian Bagi Warga Binaan Sosial Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.

3. Sebagai bahan masukan bagi peningkatan kualitas pelaksanaan program keterampilan pertanian di Unit Pelaksana Teknis Dinas Pungai Sejahtera Binjai bagi warga binaan sosial.

(14)

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara teoritis tinjauan-tinjauan yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian serta dengan analisisnya.

(15)

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

7adiks ventralis dan radiks dorsalis bergabung di foramen intervertebral, sehingga menjadi satu berkas, yang dikenai sebagai saraf spinal. 0esuai dengan foramen

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Dusun Ambeng-Ambeng Desa Ngingas Kecamatan

Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuwono (2008) di Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ventilasi

bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengikatkan diri dalam Kesepakatan Bersama tentang Kerja Sama Pengawasan Obat dan Makanan, dengan ketentuan

Konsep nilai waktu dari uang (time value of money) pada dasarnya menjelaskan bahwa uang dalam jumlah yang sama yang diterima hari ini nilainya lebih besar dari nilainya di masa

1. Pengantar memahami psikologi pendidikan.. Perbedaan Individu dan Aplikasinya dalam pendidikan 3. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelaJani tingkah laku manusia,

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

per meter panjang kapal per 1/4 etmal Rp. Jasa Tambat dan Labuh b Untuk Kapal Perikanan Berukuran sampai dengan 30 GT.. JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF