• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang strategis. Peran utama rumah sakit terhadap masyarakat adalah memberikan pelayanan yang bermutu. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.659/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan tenaga medis yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Ilyas (2000), menyatakan perawat merupakan salah satu tenaga medis di rumah sakit yang memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan pasien, dapat dikatakan bahwa perawat merupakan sebagai titik tombak pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, dikarenakan perawat memiliki waktu yang lama dalam berinteraksi dengan pasien. Kapasitas kerja dan waktu berinteraksi dengan pasien yang dimiliki perawat relatif lebih banyak dibanding dengan tenaga kesehatan yang lain menjadikan salah satu aspek yang mengakibatkan beban kerja bagi perawat.

Tenaga keperawatan merupakan proporsi terbesar (50-60%) dari tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan perawatan yang berkualitas terhadap pasien selama 24 jam secara berkesinambungan (Gillies, 2000).

(2)

Kusmiati (2003), menyatakan bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya dan tugas tambahan (non keperawatan) yang di terima oleh perawat misalnya seperti mengisi perlengkapan administrasi pasien, membersihkan ruang kerja, dan memberikan penyuluhan kesehatan.

Standar beban kerja tenaga kesehatan berdasarkan standar nasional Depkes RI tahun 2006 yaitu jumlah jam kerja perawat dalam satu minggu adalah 40 jam, bila hari kerja efektif 5 hari perminggu maka 40/5 = 8 jam perhari, bila hari kerja efektif 6 hari perminggu, maka 40/6 = 6,6 jam perhari dibulatkan menjadi 7 jam perhari. Perbandingan sumber daya dalam merawat pasien di ruang inap berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan No.282/Menkes/Per/VIII/1997 dengan rasio 1:1 yang artinya satu orang perawat merawat satu orang pasien.

Pekerjaan seorang perawat dapat di katagorika berat. Perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup pasien yang dirawatnya. Keadaan psikologis perawat sendiri juga harus tetap terjaga, kondisi seperti ini dapat menimbulkan tambahan beban kerja, akibatnya kinerja mereka jadi buruk dan secara langsung berpengaruh terhadap organisasi dimana mereka bekerja (Nursalam, 2009). Beban kerja perawat yang berat akan memungkinkan timbulnya emosi perawat yang tidak diharapkan perawat sebagai pemberi pelayanan yang akan mempengaruhi produktifitas kinerja perawat. Beban kerja yang tinggi akan menimbulkan dampak

(3)

stress bagi seorang perawat yang akan mengganggu interaksi sosialnya baik dengan rekan kerja, dokter, pasien maupun keluarga pasien (Kasmarani, 2012).

Kegiatan pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit mempunyai peran yang besar dalam pencapaian mutu, citra dan efisiensi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kualitas asuhan keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja dan sumber daya perawat yang ada memiliki proporsi yang seimbang dengan jumlah tenaga yang ada (Aviantono, 2009).

Kegiatan pelayanan keperawatan yang dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan salah satunya adalah pelaksanaan discharge planning. Program discharge planning atau perencanaan pemulangan pada dasarnya merupakan suatu proses keperawatan yang sistematik dan mempunyai tujuan, yang dapat membantu klien memperoleh kembali, mempertahankan atau meningkatkan kesehatanya (Potter & Perry, 2005). Discharge planning adalah suatu proses dalam mempersiapkan pasien untuk mendapatkan kontinuitas perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali kelingkungannya dan harus dimulai sejak awal pasien datang ke pelayanan kesehatan (Cawthorn, 2005).

Almborg, et al. (2010), menyatakan bahwa pemberian discharge planning dapat meningkatkan kemajuan kesembuhan pasien, membantu pasien untuk mencapai kualitas hidup yang optimum sebelum dipulangkan. Hasil penelitian meta-analisis oleh Philips, et al. (2004) bahwa discharge planning secara signifikan mengurangi kunjungan ulang pasien ke rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning telah menjadi bagian penting dari perawatan (Driscoll, 2000). Perawat memiliki peran sebagai educator atau pendidik, dengan demikian perawat mempunyai peran penting dalam

(4)

pelaksanaan discharge planning (perencanaan pulang pasien), pelaksanaannya memerlukan komunikasi yang baik dan terarah sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti dan berguna untuk proses perawatan dirumah (Nursalam, 2009).

Pasien dan keluarga harus mengetahui bagaimana cara memanajemen pemberian perawatan di rumah dan mengetahui apa yang diharapkan di dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan sebelum menghadapi pemulangan, sehingga pada saat pulang pasien harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi perawatan dirinya (Perry & Potter, 2005). Pasien perlu dipersiapkan untuk menghadapi pemulangan dengan melakukan dischange planning, bertujuan pasien mampu melakukan perawatan diri di rumah demi kesembuhannya dan tercapainya kualitas hidup yang baik setelah perawatan dirumah sakit. Dalam pelaksanaan discharge planning, tenaga kesehatan melibatkan pasien dan keluarga agar memiliki pemahaman tentang proses penyakitnya, mengetahui cara penanganan serta kontinuitas perawatan pada fase rehabilitasi dan adaptasi yang disusun dalam suatu discharge planning ( Almborge et al, 2009).

Perawat ditantang untuk memberikan pendidikan klien yang efektif dalam rentang waktu kontak dengan klien yang terbatas. Klien yang masuk kerumah sakit untuk waktu kurang 23 jam harus mendapatkan pendidikan atau harus diberi intruksi tentang masalah prioritas sebelum mereka pulang kerumah. Pemila (2011), menyatakan discharge planning yang berhasil dilaksanakan dengan baik, maka kepulangan klien dari rumah sakit tidak akan mengalami hambatan,dapat mengurangi hari atau lama perawatan pasien, mencegah kekambuhan, meningkatkan kondisi kesehatan pasien, menurunkan beban keluarga pasien, dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas, sebaliknya discharge planning yang tidak dilaksanakan dengan baik dapat menjadi satu faktor yang memperlama proses penyembuhan dirumah.

(5)

Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk medapatkan informasi yang komperhensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, peryataan diagnose perawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004). Faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan pelaksanaan discharge planning ini salah satunya di picu karena beban kerja perawat yang tergolong tinggi. Beban kerja berkaitan erat dengan produktivitas tenaga kesehatan, dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif digunakan pelayanan kesehatan langsung dan sisanya, 46,8% digunakan untuk kegiatan penunjang (Ilyas, 2000).

Hasil riset yang dilakukan oleh Purnamasari (2012), di RSUD Tugurejo Semarang pada bulan Desember terhadap enam perawat dengan cara wawancara didapatkan data bahwa seluruh perawat tersebut melaksanakan perencanaan pulang pada saat pasien akan meninggalkan rumah sakit. Perawat-perawat tersebut berasumsi bahwa perencanaan pulang yang dilakukan dari awal pasien masuk atau saat pasien akan pulang hasilnya sama saja dan hanya menambah beban pekerjaan mereka, sehingga mereka beranggapan akan lebih efisien jika perencanaan pulang dilakukan saat pasien akan pulang.

Penelitian mengenai perencanaan pulang sebelumnya telah dilaksanakan di ruang syaraf dan bedah syaraf gedung Kemuning Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung oleh Setyowati (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa pada indikator perencanaan pulang klien, perawat yang melakukan perencanaan pulang sebayak (84,22 %). Perawat yang melakukan perencanaan pulang pada indikator persiapan kepulangan klien sebanyak (73 %) dan pada hari kepulangan klien sebanyak (89,47 %). Penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit yang berbeda di Jakarta yang menunjukkan bahwa di rumah sakit X, 36% dari perawat tidak

(6)

melaksanan discharge planning (perencanaan pulang) pada pasien (Fahruji et. al, 2006), dan di rumah sakit Y, 20% dari perawat tidak melaksanakan discharge planning (Ramie et.al., 2006).

Penelitian tentang beban kerja pernah diteliti oleh Pitoyo, Susilaningsih, dan Supriyanto (2003), di Rumah Sakit Syaiful Anwar. Pengukuran beban kerja dengan menggunakan metode time motion dengan self-assesment. Hasil penelitian diketahui 70% perawat mempunyai beban kerja yang berat. Perawat yang mempunyai beban kerja yang berat ternyata memiliki waktu lebih sedikit untuk memberikan pendidikan kesehatan pada pasien (Supratman, 2009).

Rumah sakit sebagai tempat perawat bekerja yang bersifat sosial ekonomi mempunyai fungsi dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan penuh tanggung jawab. Kualitas pelayanan dirumah sakit bergantung dari kualitas tenaga kesehatan yang bertugas di insitusi pelayanan kesehatan tersebut. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang merupakan sumber daya manusia (SDM) yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan rumah sakit, sekaligus derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Rumah Sakit TK. II. dr. Soepraoen dibangun dari ide yang penuh dengan semangat idealisme yang ingin memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Rumah Sakit dr. Soepraoen merupakan rumah sakit umum pemerintah kelas B di wilayah KODAM V/BRAWIJAYA terakreditas 12 pelayanan pada tahun 2012 berdasarkan SK dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Nomor : 445/11942/101.4/2011 tanggal 23 Desember 2011 tentang Ijin Operasional tetap Rumah Sakit Tk. II dr. Soepraoen Malang.

Rumah Sakit TK. II dr. Soeparoen telah berdiri selama 86 tahun, berdiri pada tahun 1928. Rumah Sakit dr. Soepraoen diambil dari nama seorang dokter militer AD

(7)

yang bertugas di Jawa Timur. Perkembangan yang di capai Rumah Sakit Dr. Soepraoen cukup pesat dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas, sesuai dengan Visi yaitu “Menjadikan Rumah Sakit TK II. dr. Soepraoen sebagai rumah sakit kebanggaan prajurit dan masyarakat pengguna” dan misi “memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi perajurit, pegawai negri sipil, dan keluarganya beserta masyarakat umum dan memberikan pelayanan kesehatan terpadu dengan menempatkan pasien bukan sebagai obyek melainkan sebagai mitra”.

Hasil studi pendahuluan yang saya lakukan dengan menggunakan kuisioner pada 20 responden perawat pelaksana di Rumah Sakit dr. Soepraoen secara acak didapatkan data bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan discharge planning ,perawat yang tidak menguasai standart plaksanaan discharge planning sejumlah 38,5%, perawat yang tidak melakuka plaksanaan discharge planning sesuai dengan prosedur sejumlah 42,30 % dan perawat yang tidak mengetahui manfaat pelaksanaan discharge planning bagi perawat, pasien dan keluarga sejumlah 24,3%. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa kurangnya pemahaman perawat mengenai manfaat pelaksanaan discharge planning sehingga kurang optimalnya pelaksaanaan discharge planning yang dilakukan oleh perawat.

BOR (Bed Occupancy Ratio) Rumah Sakit pada tahun 2012 yang tinggi sebesar 70% dibutuhkan banyak perawat, serta dukungan manajemen berupa fasilitas dan alat kerja memadai untuk menunjang pelayanan kesehatan yang maksimal. Perawat juga dituntut untuk memberikan asuhan keperawatan yang profesional, sehingga kepala ruangan hendaknya mempertimbangkan kebutuhan tenaga perawat, mengontrol kegiatan perawat serta memberikan penjelasan kembali mengenai uraian tugas pokok perawat, sehingga tidak terjadi beban kerja yang meningkat pada perawat yang

(8)

mengakibatkan penurunan kinerja perawat dalam melaksanakan tugasnya. Di peroleh data, perawat merasa terbebani dengan diberikan tugas-tugas tambahan sejumlah 33%, perawat yang tidak dapat berperan secara optimal dalam melaksanakan dan menyelesaikan fungsi utama keperawatan sejumlah 38% dan jumlah tenaga perawat yang tidak sebading dengan jumlah pasien yang di rawat setiap harinya sejumlah 28,34%. Perawat memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan discharge planning dengan peyampaian informasi dan pemberian pendidikan yang jelas kepada pasien dan keluarga, sehingga seluruh hasil dari intervensi yang diharapkan dapat tercapai. Pasien dan keluarganya mendapatkan pemahaman yang jelas dan mampu melakukan perawatan secara mandiri pasca hospitalisasi.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh beban kerja terhadap pelaksanaan discharge planning pada pasien baru.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dirumuskan permasalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh beban kerja perawat terhadap pelaksanaan discharge planning pada pasien baru.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui pengaruh beban kerja perawat terhadap pelaksanaan dischange planning pada pasien baru.

(9)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karatristik demografi perawat meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja dan tingkat pndidikan di Rumah Sakit dr.Soepraoen Malang. b. Mengidentifikasi beban kerja perawat di Rumah Sakit dr.Soepraoen Malang. c. Mengidentifkasi pelaksanaan dischange planning yang dilakukan pada pasien

baru di Rumah Sakit dr.Soepraoen Malang. .

d. Menganalisis hubugan antara beban kerja perawat terhadap pelaksananaan discharge planning pada pasien baru di Rumah Sakit dr.Soepraoen Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Rumah sakit

a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi Rumah Sakit untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan terhadap perencanaan ketenagaan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. b. Memberikan masukan tentang pentingnya pelaksanaan dischange planning pada

pasien sehubungan dengan pentingnya informasi dan pemahaman yang akan diterima oleh pasien/keluarga mengenai manajemen perawatan mandiri dirumah pasca perawatan dirumah sakit, guna mengurangi tingkat hospitalisasi ulang.

1.4.2 Bagi Pengembangan Ilmu keperawatan

Sebagai pembuktian hubungan beban kerja perawat terhadap pelaksanaan dischange planning pada pasien yang akan menambah wawasan pengetahuan dalam ilmu manajemen keperawatan.

(10)

1.4.3 Bagi Pasien dan Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pengetahuan dan informasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas kesehatan pada pasien dan keluarga, serta memberikan ilmu pada keluarga mengenai manajemen perawatan secara mandiri pasca hospitalisasi.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian yang relevan dengan judul ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Penelitian Marthalena Siahaan (2009), bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh discharge planning yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan pasien pasca bedah akut abdomen menghadapi pemulangan di ruang rawat inap bedah (Rindu B2) rumah sakit RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian yang digunakan desain quasi-eksperimen. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah 7 orang. Hasil Penelitian menggunakan analisa statistik non parametrik yaitu sign rank test, hasil data menunjukan t hitung sebesar -2,371 dan nilai signifikasi 0,018 yang berarti nilai t hitung < nilai t tabel (-2,37 < 2) dan signifikansi (p value < 0,05) segingga disimpulkan secara parsian ada pengaruh discharge planning yang dilakukan oleh perawat terhadap kesiapan pasien pasca bedah akut abdomen menghadapi pemulangan sebesar 71,43 %. Berbeda dengan penelitian saya, penelitian Marthalena Siahaan (2009) untuk variabel discharge planning termasuk dalam variabel independen, sedangkan pada penelitian saya termasuk pada penelitian dependen.

(11)

2. Penelitian Ferry Tugas Pangestu (2012), dengan judul “Hubungan Tindakan Discharge Planning Perawat Dengan Angka Kekambuhan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodoningrat Lawang. Desain Penelitian yang digunakan adalah observasi analitik dengan pendekataan retrospektif. Jumlah sampel 53 perawat. Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan terdapat hubungan antara tindakan discharge planning dengan angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan jiwa, dengan nilai p=0,048. Berbeda dengan penelitian yang saya lakukan. Ferry Tugas Pangestu (2012) menggunakan desain penelitian observasional analitik sedangkan saya menggunakan desain deskriptif analitik.

3. Penelitian Djalema Saragi (2011) , dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh beban kerja perawat terhadap komunikasi terapeutik pada pasien di rumah sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan. Jenis penelitian menggunakan deskriptif. Kuatitatif. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 58 orang dari jumlah populasi sebanyak 138 orang. Hasil Penelitian menggunakan analisisi korelasi variabel dengan menggunakan Persamaan Regrese Linier diperoleh dengan tingkat keyakinan 99% (α=0,01) diperoleh t hitung (0,509) > t tabel (0,336). Nilai koefisien determinasi sebesar 0,259 yang berarti 25,9% komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh beban kerja perawat. Berbeda dengan penelitian saya, pada penelitian Djalema Saragi (2011) variabel dependennya adalah komunikasi terapeutik, sedangkan pada penelitian saya variabel dependennya adalah discharge planning.

Referensi

Dokumen terkait

sepuluh besar penyakit yang ada, dimana Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoid merupakan penyakit yang banyak ditemukan di Rumah Sakit, Sedangkan pada tahun 2013

Seluruh dosen dan staf Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, yang secara tidak langsung telah banyak membantu penulis

BOGOR 2006.. Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan mini purse seine Berbasisi Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Provinsi Maluku

Jika bentuk- bentuk sastra ditulis dari kiri ke kanan (kecuali dalam bahasa-bahasa Simetik dan bahasa- bahasa Oriental), bentuk-bentuk musik ditulis dari kiri ke

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa perkuatan dengan menggunakan material kapur sebagai pengisi drainase vertikal memiliki perkuatan yang paling bagus, karena

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa pola peruratan pada daun kelopak, daun mahkota, dan daun sebagai berikut (a) daun kelopak dan daun mahkota memiliki

Dari hasil observasi melalui kunjungan rumah pada 2 ibu, bayi sudah diberi susu formula dengan bayi diberi susu formula secara tidak langsung akan mempengaruhi

Judul skripsi : Efektivitas Peran Kelompok Wanita Tani (KWT) Rizki Lestari Dalam Pemberdayaan Perempuan Berbasis Agropolitan (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani