• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit umum pusat M.Djamil merupakan salah rumah sakit yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit umum pusat M.Djamil merupakan salah rumah sakit yang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit umum pusat M.Djamil merupakan salah rumah sakit yang menjadi rujukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dan juga sebagai Rumah Sakit pendidikan bagi para dokter muda (coas). Saat ini sudah sangat banyak pasien BPJS yang di rujuk ke RS. M.Djamil. karena banyaknya pasien tidak sebanding dengan jumlah tenaga medis sehingga menyebabkan banyak pasien terlambat mendapatkan penanganan medis. Khusus bagi pasien atau peserta BPJS terdapat beberapa tingkatan sesuai dengan besar iuran yang dibayar.

Tidak sedikit masyarakat mengeluhkan pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di RSUP M Djamil Padang yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Ada juga masyarakat yang merasa puas dengan pelayanan BPJS. Direktur RSUP M. Djamil menerima semua keluhan tersebut karena keluhan seperti itu bermanfaat untuk mendorong pelayanan BPJS ke arah yang lebih baik. Selain itu, BPJS di RSUP M Djamil saat ini dalam masa transisi. Untuk itu diperlukan penyesuaian.

Musnidarti (53), salah seorang pasien Askes mengeluhkan jumlah obat yang diberikan oleh BPJS berkurang. Misalnya, obat yang tertulis di resep dokter berjumlah 15, namun yang diberikan petugas apotek hanya 3. Sebelum ada JKN, hal tersebut tidak pernah terjadi.

(2)

Keluhan yang sama juga dilontarkan Ali (45), yang juga pasien Askes. Sejak ada JKN, ia harus membayar untuk mendapatkan sejumlah obat. “Di resep dokter tertulis 10 obat, namun yang diberikan oleh petugas apotek hanya 8. Selebihnya, saya disuruh untuk menebus obat itu dengan uang sendiri,” katanya.1

Yasmir juga mengeluhkan prosedur pelayanan BPJS yang berbelit-belit. “Dulu, dari resepsionis, langsung menuju bagian administrasi, setelah itu menuju tempat yang dirujuk. Sejak ada BPJS, prosedurnya bertambah. Dari resepsionis ke administrasi, lalu ke masuk lagi ke ruangan Askes, baru menuju ke tempat yang dirujuk,” keluhnya.2

Sementara itu, Joni Hidayat (54), pasien JKN dari Bukittinggi, justru mengaku merasa puas dengan layanan BPJS di RSUP M Djamil. “Sangat memuaskan. Saya pasien penyakit jantung, menginap 9 hari di sini dan dikenai biaya Rp 18 juta beserta obat dan perawatan, namun tidak membayar satu ru-piah pun,” ungkapnya.3

Direktur RSUP M Djamil, dr Irayanti menjelaskan, program JKN di RSUP M Djamil dalam masa transisi, dari Askes, Jamkesda, dan Jamkesmas ke JKN, yang prosedurnya berbeda. Oleh karena itu, dibutuhkan penyesuaian untuk

1

Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016

2

Nela, warga keluhkan layanan bpjs http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016

3 Nela, warga keluhkan layanan bpjs

(3)

memberikan pelayanan yang lebih baik. Masa transisi berlangsung selama 3 bulan, terhitung sejak 1 Januari sampai bulan Maret.

“Kami menerima semua informasi dan keluhan dari masyarakat terkait pelayanan BPJS. Informasi tersebut akan kami jadikan bahan evaluasi untuk melakukan perbaikan layanan. Namun, ada beberapa hal yang perlu diluruskan. Misalnya, mengenai kurangnya jumlah obat yang diberikan oleh petugas apotek dari jumlah obat yang dituliskan di resep dokter. Hal tersebut tergantung kasus. Kalau kasus kronis, mungkin ketika pasien tersebut mengambil obat, stok obat tersebut sedang sedikit,” paparnya.4

Terkait saran dari pasien yang mengatakan bahwa BPJS mestinya dibebaskan di seluruh rumah sakit swasta dan negeri, ia menjawab, bukan hanya RSUP M Djamil saja yang memiliki layanan BPJS. Ada juga rumah sakit lain yang memilikinya, seperti Yos Sudarso dan Ibnu Sina. Namun, tak semua peralatan dan obat atau perlengkapan lainnya yang dimiliki oleh rumah sakit seperti itu. Ujung-ujungnya, kalau peralatan dan perlengkapan tidak lengkap, pasien akan tetap dirujuk ke RSUP M Djamil.

Sedangkan mengenai ruang tunggu BPJS di RSUP M Djamil yang sempit, ia membantah hal tersebut. “Saya belum pernah melihat ada pasien yang duduk di lantai karena bangku tunggu penuh. Selama ini bangku tunggu cukup untuk pasien. Jumlah banku tunggu di sana 400, sementara jumlah pasien JKN dalam satu hari sebanyak 450 orang. Pasien tersebut, tidak datang sekaligus.

4

Nela, warga keluhkan layanan bpjs

(4)

Jadi, tidak mungkin bangku penuh sehingga menyebabkan ruang tunggu menjadi sempit,” sebutnya.5

Pihaknya akan menelusuri keluhan-keluhan yang diinformasikan oleh masyarakat terkait pelayanan BPJS. Kalau ada bukti pelanggaran, maka pihaknya akan menindaklanjutinya. Misalnya, seperti pasien Askes yang membayar obat. “Tidak mungkin pasien membayar obat. Kalau pun obat yang dibutuhkan pasien tidak terdaftar di Formularium Nasional dan pasien membutuhkan obat yang lain, maka dapat digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan persetujuan komite medik dan direktur rumah sakit setempat. Contohnya, ada pasien yang membutuhkan obat antibiotik. Setelah diperiksa, ternyata obat yang terdaftar di Formularium Nasional, yang merupakan obat untuk pasien JKN, tidak cocok lagi untuk pasien bersangkutan, maka akan dicarikan obat lain, yang dirapatkan dulu oleh komite medik dan pihak rumah sakit,” jelasnya6

.

Ia mengakui bahwa pelayanan BPJS di RSUP M Djamil membutuhkan penyesuaian karena masih baru dan dalam masa transisi. “Tidak mungkin BPJS langsung memberikan pelayanan yang bagus, karena masih baru. Petugasnya pun masih banyak yang belum mengerti prosedur. Oleh karena itu, dalam masa transisi, kami akan mencoba memperbaiki pelayanan,” imbuhnya.7 Di dalam Rumah Sakit Pendidikan tentunya banyak dokter muda

5 Nela, warga keluhkan layanan bpjs

http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016

6

Nela, warga keluhkan layanan bpjs

http://harianhaluan.com/index.php/berita/haluan-padang/29189-warga-keluhkan-layanan-bpjs, diakses pada tgl 1 januari 2016

(5)

sebagai tempat prakteknya, dan kebanyakan pasien yang dapat ditangani oleh dokter muda adalah salah satunya pasien BPJS kelas I, II, III. Hal ini sesuai dengan peraturan yang ditetapkan terhadap dokter muda. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda harus mendapatkan izin dari dokter penanggungjawabnya. Para dokter muda tidak dapat sembarang melakukan tindakan.

Seorang perawat, bidan, atau dokter muda tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan medis tanpa pelimpahan wewenangatau pemberian instruksi dari doktersebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419 / Menkes / Per / X / 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi. Hal ini karena dokter bertanggungjawab atas permasalahan yang di hadapi oleh pasiennya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan penanganan kesehatannya selama menjalani pelayanan kesehatan di rumah sakit.Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, Pasal 1 Angka 6 mengatur bahwa: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Mengenai pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat, bidan, ahli farmasi, termasuk dokter muda dan mahasiswa yang melakukan praktik harus melalui instruksi dan petunjuk dari seorang dokter. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang bekerja ataskewenangandokter sehingga tidak

(6)

diperkenankan melakukan tindakan medis dan mengambil keputusan sendiri jika tidak sesuai dengan petunjuk dan instruksi dokter.

Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419 5/ Menkes / Per / X / 2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Dokter tidak hanya bertanggungjawab terkait kesalahan yang dilakukannya sendiri tapi juga menyangkut kesalahan para medik yang membantu kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakannya seperti perawat, bidan, dokter muda, dan sebagainya. Hal ini sebagai akibat dari pertanggungjawaban profesi seorang dokter yang bertanggungjawab terhadap apa yang dilaksanakan oleh orang-orang yang dibawah kuasanya dimana mereka harus melaksanakan kegiatan pelayanannya sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh dokter. Hal ini berdasarkan pada Pasal 1367KUH Perdata.

Seorang dokter muda juga tidak dibenarkan melakukan tindakan medis bilamana tidak mendapat persetujuan dan perintah dari seorang dokter karena belum mendapatkan surat izin praktik kedokteran sesuai yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Tidak semua orang yang menyembuhkan penyakit bisa disebut dokter. Untuk menjadi dokter biasanya diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan mempunyai gelar dalam bidang kedokteran. Untuk menjadi seorang dokter seseorang harus menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran selama beberapa tahun tergantung sistem yang dipakai oleh Universitas tempat Fakultas Kedokteran itu berada.

Di Indonesia Pendidikan Kedokteran mengacu kepada suatu Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI). Pendidikan dokter di Indonesia

(7)

membutuhkan 10 semester untuk menjadi dokter, 7 semester untuk mendapatkan gelar sarjana (Sarjana Kedokteran/S.Ked) ditambah 3 sampai 4 semester kepaniteraan kliniksenior atau ko-asisten (clerkship) di Rumah Sakit.8

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diridalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Dokter menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan adalah tenaga kesehatan golongan tenaga medis.9

Dokter muda sebagai seorang mahasiswa yang melaksanakan program pendidikan profesinya berada dibawah wewenang seorang dokter pembimbing yang bertanggungjawab terkait kegiatan yang dilaksananaknnya di rumah sakit. Sekalipun secara teori telah melalui pendidikan formal di Universitas, akan tetapi belum diperkenankan mengambil keputusan sendiri dan melakukan penanganan kesehatan.

Dirumah sakit pendidikan seperti di RSUP M.Djamil banyak dokter muda yang praktek, dan para dokter muda ini menangani pasien-pasien tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan biasanya pasien BPJS adalah pasien yang sering di tangani oleh dokter muda dengan seizing dokter penanggung jawabnya. Dan berdasarkan kasus-kasus yang pernah terjadi bahwa seorang dokter muda melakukan salah tindakan yang dilakukan kepada pasien dan pertanggungjawaban nya.

8 Ryan Maulana,Pengertian Dokter http://yanbaud.blogspot.com/2012/09/pengertian dokter.html diakses pada tgl 18 desember 2015

9

Nadya meprista, Fenomena berobat gratis

Koashttp://nadyameprista.blogspot.com/2012/11/fenomena-berobat-gratis-dan-dokter-koas.html,diakses pada tgl 3 Juni 2013

(8)

Dari sebuah artikel menyebutkan sebagai berikut :

“Saya ingin membawa pada situasi lain ketika seorang dokter yang berada di Puskesmas tersebut adalah seorang dokter koas. Setiap harinya di Timeline twitter saya selalu muncul keluhan mereka. Mungkin hal ini juga yang membuat saya terdorong untuk menulis di sini. Stase terakhir bagi seorang koas adalah Puskesmas. Kondisinya, mereka berhadapan dengan pasien layaknya seorang dokter profesional. Di mata pasien tentu saja mereka adalah seorang dokter yang akan mengobati, tetapi bagi pihak Puskesmas koas tetaplah koas. Mereka masih dalam tahap belajar, menerapkan ilmu-ilmu yang mereka miliki selama menempuh pendidikan 3,5 tahun ditambah 1,5 tahun koas. Dokter koas tidak digaji, tetapi lagi-lagi pekerjaan mereka saat di Puskesmas sama seperti seorang dokter profesional. Bayangkan bagaimana lelahnya mereka ketika peningkatan drastis pada jumlah pasien terjadi. Di satu sisi mereka mempelajari berbagai macam penyakit, pemerikasaan dan menerapkan ilmu komunikasi yang baik terhadap pasien membutuhkan waktu yang cukup untuk face to face, sedangkan antrian pasien begitu panjang membuat pihak puskesmas terpaksa mendesak dokter koas agar mempersingkat waktu pemeriksaan pasien.”10

Hal yang harus disoroti pada penggalan artikel di atas adalah fakta bahwa ada dokter co-ast yang bertindak sebagai dokter profesioanal artinya melakukan tindakan medis profesional dengan posisi sebenarnya mereka masih dalam tahap belajar tanpa pengawasan. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana perlindungan bagi pasien terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas sementara dokter koas masih dalam tahap belajar dan pasien pada umumnya hanya berharap supaya segera sembuh. Siapa yang dapat menjamin bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh dokter koas minimal tidak membahayakan pasien untuk jangka panjang maupun jangka pendek dan yang seharusnya dapat menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Dan satu hal lain yang juga sangat

(9)

penting adalah bagaimana pasien dapat melindungi dirinya sendiri untuk tidak menjadi korban tindakan medis yang salah.

Sayangnya, sering kali terjadi salah paham antara keluarga pasien dengan petugas. Penyebabnya, sudut pandang yang berbeda dalam memandang persoalan. Melihat kenyataan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti tentang pengawasan dokter koas yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun di puskesmas. Khusus nya demi melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari negara ini. Dalam masa pendidikan profesi kedokteran seorang dokter koas berhak melakukan tindakan medis terhadap pasien, karena begitulah cara untuk mereka melatih diri dalam penerapan ilmu kedokteran yang sebelumnya hanya dipraktikkan pada phantom saja.

Sebagai contoh Seorang pasien Andri Rinaldi yang mengalami kecelakaan di Lubukkalung, Padang Pariaman yang dibawa oleh seorang temannya ke RSUP M.Djamil Padang. Namun pada saat ia datang ke rumah sakit tersebiut dalam keadaan panic melihat kondisai teman nya yang masuk IGD. Sofyan kesal melihat kondisi di IGD setelah temannya dipasang beberapa alat namun ia meliahat ada beberapa dokter muda yang saling bercanda dan penanganan yanhg lamban. 11

Kemudian ada juga contoh meninggalnya seorang bayi yang ditangani oleh dokter muda yang berumur 8 bulan dimedan.12

Melihat kenyataaan itu, menjadi hal yang sangat penting untuk menyoroti pengawasan dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik disarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit ataupun puskesmas. Khususnya demi

11 Koran padang ekspres, tanggal 8 juli 2015

12 Radio unisi, Dokter Muda harus jalani koas secara proofesional,

(10)

melindungi pasien sebagai konsumen kesehatan yang berhak untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari Negara ini. Dalam masa pendidikan profesi kedokteran seorang dokter boleh melakukan tindakan apabila telah ,mendapatkan persetujuan atau seizin oleh dokter penanggung jawabnya. Karna begitulah cara mereka untuk melatih diri dalam menerapkan ilmunya yang sebelumnya hanya melalui phantopm saja.

Hanya sangat tidak adil kalau pasien dijadikan “kelinci percobaan” karena itulah perlu pengawasan oleh dokter profesional. Pasien dan tenaga kesehatan seharusnya memahami batas hak dan kewajiban masing-masing untuk terciptanya hubungan hukum yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana hubungan hukum RSUP Dr. M.Djamil Padang, Dokter Muda dan peserta BPJS?

2. Bagaimana pengaturan hukum kedudukan dokter muda di rumah sakit sebagai calon tenaga medis?

3. Bagaimana Pertanggungjawaban hukum terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda terhadap peserta BPJS?

4. Bagaimana Pertanggungjawaban rumah sakit terhadap peserta BPJS yang ditangani oleh dokter muda?

C. TujuanPenulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang sudah disebutkan sebelumnya. Melalui penulisan ini yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

(11)

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan (dokter muda) dalam melakukan tindakan medis di rumah sakit.

2. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang menyediakan jasa upaya kesehatan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan (dokter muda).

D. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat dari Aspek Teoritis

Penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk memberikan informasi-informasi pengetahuan tentang hukum pada umumnya dan hukum perdata, hukum konsumen, hukum kesehatan pada khususnya serta tentang pengaturan peserta BPJS. Secara lebih khusus lagi untuk menambah pengetahuan hukum tentang pertanggungjawaban hukum oleh rumah sakit bagi peserta BPJS terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter muda (Co-Ass).

2. Manfaat dari Aspek Praktis

Penulisan ini dapat memberikan informasi, bahan masukan serta kontribusi pemikiran bagi para pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Bagi pasien untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen pelayanan kesehatan, bagi tenaga kesehatan baik dokter dan dokter muda untuk mengetahui, menyadari dan menerapkan hak dan kewajiban

(12)

dengan benar dan lebih sungguh, bahkan bagi pihak rumah sakit, pemerintah dan masyarakatluas untuk bersama-sama mendukung upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Pnelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Kemudian dengan melakukan wawancara kepada narasumber terkait dengan permasalahan diatas.

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literatur literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

(13)

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana hukum. Penulis mengajukan judul skripsi setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat oleh pihak kampus, maka penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari pembahasan masalah yang sama berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sudah pernah ada sebelumnya yang persis sama dengan judul yang diajukan.

I. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun sistematis untuk membahas tentang masalah yang yang diangkat, dengan urutan sebagi berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan sertasistematika penulisan.

(14)

Bab ini membahas tentang pengertian perjanjian, subjek dan objek perjajian, syarat sahnya perjanjian, jenis-jenis perjanjian, wanprestasi dan akibat-akibatnya, pembelaan terhadap debitur yang lalai, berakhirnya perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BPJS

Bab ini membahas tentang sejarah BPJS dan pengaturan-pengaturan dalam BPJS serta hak dan kewajiban peserta BPJS.

BAB IV TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP

TINDAKAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH

DOKTER MUDA TERHADAP PASIEN BPJS

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan yang diangkat pada bagian rumusan masalah di bab I, yaitu tentang kedudukan hukum seorang calon tenaga kesehatan (dokter koas) dan tanggung jawab rumah sakit terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh calon tenaga kesehatan pada pasien.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas pembahasan dari seluruh bab sebelumnya dan juga disertai saran-saran dari hasil pemikiran penulis berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan tenaga kerja

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

P (Participants) P1 dalam dialog tersebut adalah Lorna yang sedang berbicara pada P2 yaitu James... 145 No

Pada proses injeksi molding untuk pembuatan hendel terjadi beberapa kekurangan, pada proses pembuatannya diantaranya terjadinya banyak kerutan dan lipatan pada

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.