• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH B. RUMUSAN MASALAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH B. RUMUSAN MASALAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB. I

PENDAHULUAN

A. L

ATAR

B

ELAKANG

M

ASALAH

Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia ataupun hewan. Salah satu kualitas obat yang paling mengherankan adalah mempunyai beraneka ragam dan efek pada tubuh. Obat yang digolongkan sebagai ekbolika atau oksitosika merangsang kegiatan otot uterus, sedangkan bahan obat lain bekerja sebagai pelemas otot uterus. Beberapa obat secara selektif merangsang otot jantung, otot polos atau otot rangka, sedangkan obat lainnya mempunyai pengaruh yang berlawanan. Obat midriatika melebarkan pupil mata, sedangkan miotika menghecilkan pupil mata. Obat tertentu dapat membuat darah lebih mudah terkoagulasi atau sukar terkoagulasi, atau dapat menaikkan kadar hemoglobin dari eritrosit atau memperbesar volume darah.

Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian obat tetes mata terhadap perubahan kondisi pupil kelinci yang dapat diamati dengan beberapa parameter penting.

B. R

UMUSAN

M

ASALAH

Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi garis besar penjelasan secara singkat mengenai hal – hal berikut ini.

1. Bagaimana pengaruh obat miotik dan midriatik pada lebar pupil kelinci ?

2. Bagaimana keadaan lebar pupil sebelum dan sesudah pemberian obat - obat miotik dan midriatik ?

3. Bagaimana mekanisme kerja obat yang terpengaruh terhadap lebar pupil ?

C. T

UJUAN

1.

Mengamati pengaruh obat-obat miotik dan midriatik pada lebar pupil kelinci.

2.

Membandingkan lebar pupil sebelum dan sesudah pemberian obat-obat miotik dan midriatik.

3.

Menjelaskan mekanisme kerja obat-obat yang terpengaruh terhadap lebar pupil, antara lain

ephedrin, hematropin, pilocarpin dan prostigmin.

4.

Memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Farmakologi

(2)

BAB. II

PEMBAHASAN MATERI

DASAR TEORI

A. MATA

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan, yaitu sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina. Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen

– komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan

kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.

Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan yaitu Tunica Vibrosa, Tunica Vasculosa, dan Tunica Nervosa.

Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu.

Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akanpigmen warna. Daerah ini disebut iris. Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.

Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini.Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebut Musculus Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot

(3)

lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.

Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata. Tunica nervosa (retina)merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang.

Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.

 SEL BATANG

Tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.

SEL KERUCUT ( cone cell )

Mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu iodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang.

Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa sehingga disebut dengan bintik buta.

B. HEWAN COBA

Kelinci ( Cavia porcellus ) termasuk kedalam kingdom animalia dan kelas mammalia. Kelinci ( Cavia porcellus ) merupakan kelompok hewan yang paling sempurna baik morfologi ataupun anatominya karena ia mempunyai susunan organ yang kompleks dan susunan metabolisme didalam tubuhnya yang juga kompleks.

(4)

Tubuh Kelinci dibagi menjadi empat bagian yaitu : caput, cervix, truncus dan cauda. Pada caput terdapat rima oris, vibrisae, nares, organon visus. Ciri-ciri yang dimiliki kelas mamalia seperti pada Kelinci memiliki kelenjar mammae (merupakan modifikasi kelenjar peluh) untuk menyusui anaknya. Mempunyai telinga yang panjang dan kaki belakang yang lebih panjang dari pada kaki depan. kelinci termasuk hewan tetrapoda yang memiliki 4 anggota gerak berupa kaki.

Telinga luar (pinnae) lebar. Mata besar, dengan membran niktitans. Bibir lembek dan fleksibel. Disekitar moncong ada rambut-rambut panjang (vibrisae). Kaki depan lebih kecil dari kaki belakang. Ekor pendek. Anus dibawah ekor. Lubang urogenital disebelah anterior anus.

Kaki belakang panjang dan kuat, digunakan untuk melompat. Jari-jari kaki depan berjumlah 5 jari dan kaki belakang terdapat 4 jari. Kulit tubuh berambut lebat, menutup hampir seluruh tubuh. vibrisae ditemukan diujung moncong yang mana berfungsi sebagai pendeteksi makanan pada waktu didalam tanah. Pada hewan ini terdapat 4-5 pasang puting susu di ventrum yang terdapat pada hewan betina.

C. OBAT TETES MATA

Yang dimaksud sebagai obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk pemakaian yang khusus serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. Pada umumnya bersifat isotonis dan isohidris.

Obat tetes mata atau Guttae Opthalmicae adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (FI III, hal 10).

Obat tetes mata harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:  Steril

 Larutan tetes mata harus jernih dan bebas partikel

 Sedapat mungkin isohidris dengan cairan mata yaitu pH 7,4.(Diktat Kuliah, Teknologi Farmasi Sediaan Steril, hal 301). Sedangkan pH yang masih bisa ditolerir adalah 3,5 – 10,5. (The Pharmaceutical Codex, p. 163)

 Sedapat mungkin isotonis, yang masih bisa diterima adalah 0,7 – 1,5 %. (TPC,p.163)  Peringatan : sediaan tidak dapat digunakan 30 hari setelah dibuka.

Pembuatan larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat. Zat tambahan yang biasa dipakai adalah dapar pH, pengatur tonisitas (NaCl), pengatur viskositas (contoh PEG, PVP), pengatur tegangan permukaan, dan pengawet.

(5)

Cairan mata isotonik dengan darah dan nilai isotonisitasnya sama dengan larutan NaCl P 0,9 %. Tujuan penggunaan dapar pH adalah untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan oleh pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah kaca. Kenaikan pH dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Garam alkaloid paling efektif pada pH optimal untuk pembentukan basa bebas tidak terdisosiasi. Tetapi pada pH ini obat mungkin menjadi tidak stabil, sehingga pH harus diatur dan dipertahankan tetap dengan penambahan dapar. Air mata mempunyai kapasitas dapar yang baik. Obat mata akan merangsang pengeluaran air mata dan penetralan akan terjadi dengan cepat asaltan kapasitas dapar larutan obat tersebut kecil (jumlah mol asam dan basa konjugat dari pendapar kecil). Garam alkaloid bersifat asam lemah dan kapasitas daparnya lemah. Satu atau dua tetes larutan obat mata ini akan dinaikkan pH-nya oleh air mata.

Dalam menyiapkan dapar dengan pH yang diinginkan, harus dipilih sistem asamgaram yang pKa-nya mendekati pH yang diinginkan agar angka banding asam terhadap garam mendekati satu dan diperoleh keefektifan maksimal terhadap penaikan dan penurunan pH. Sediaan tetes mata mempunyai banyak persamaan dengan sediaan parenteral. Formulasi sediaan tetes mata yang stabil memerlukan bahan-bahan yang sangat murni seperti bebas dari kontaminan kimia, fisik (partikel), dan mikroba.

Sediaan tetes mata digunakan dalam jumlah yang besar, seperti irigan mata, atau dalam pemeliharaan peralatan seperti lensa kontak. Beberapa pertimbangan dalam pembuatan obat mata:

1. Sterilitas

Sediaan harus dikerjakan seaseptis mungkin dan dilakukan proses sterilisasi yang sesuai. Cara sterilisasi yang sering digunakan untuk obat tetes mata hádala pemanasan dengan otoklaf, pemanasan dengan bakterisida, dan penyaringan.

2. Iritasi

pH sediaan yang tidak cocok dengan air mata akan mengakibatkan iritasi yang disertai dengan keluarnya air mata. Difusi obat akan terhalang sehingga jumlah obat tidak efektif.

3. Pengawet

Pengawet perlu ditambahkan khususnya untuk obat tetes mata dosis ganda. Syarat pengawet: efektif dan efisien, tidak berinteraksi dengan bahan aktif atau bahan pembantu lainnya, tidak iritan terhadap mata, dan tidak toksis.

 CENDOCARPINE

Cendocarpin yang mengandung Pilokarpin HCl dibuat dalam sedian tetes mata karena berfungsi sebagai miotik untuk pengobatan glaucoma. Sediaan tetes mata merupakan sediaan dosis ganda sehingga diperlukan bahan pengawet seperti Benzalkonium klorida. Glaukoma adalah penyakit mata dimana terdapat peninggian tekanan intraokuler, yang bila cukup lama dan tekanannya cukup tinggi dapat menyebabkan kerusakan anatomis dan fungsional.

(6)

Pilokarpin HCl merupakan bahan obat yang khas digunakan pada mata (opthalmologika) dengan kerja penyempit pupil (miotika). Pilokarpin merupakan obat kolinergik golongan alkaloid tumbuhan, yang bekerja pada efektor muskarinik dan sedikit memperlihatkan sedikit efek nikotinik sehingga dapat merangsang kerja kelenjar air mata dan dapat menimbulkan miosis dengan larutan 0,5 - 3%. Obat tetes mata dengan zat aktif Pilokarpin berkhasiat menyembuhkan glaukoma dan mata kering. Dosis Pilokarpin yang paling umum digunakan untuk sediaan tetes mata adalah 1 – 4% (DI Hal. 2680).

Alkaloid pilokarpin terdapat pada daun tanaman Amerika yaituPilocarpus jaborandi. Khasiat utamanya adalah sebagai muskarin, dengan efek nikotin yang ringan sekali. Awalnya SSP distimulasi, kemudian ditekan aktivitasnya. Penggunaan utama pilokarpin adalah sebagai miotikum pada glaukoma. Efek miotisnya dalam tetes mata dimulai sesudah 10-30 menit dan bertahan 4-8 jam. Toleransi dapat terjadi setelah digunakan untuk waktu yang lama, yang dapat ditanggulangi dengan jalan menggunakan kolinergik lain selama beberapa waktu misalnya karbachol atau neostigmin.

Dosis: pada glaukoma 2-4 dd 1-2 tetes lrutan 1-2% (klorida, nitrat).

 CENDOTROPIN

Cendotropin mengandung atropin yang berkhasiat sebagai antikolinergik kuat dan merupakan antagonis khusus dari efek muskarin Ach. Efek nikotinnya ditentang. Atropin juga memiliki kerja sedatif pada SSP dan memiliki daya bronkoldilatasi ringan berdasarkan peredaan otot polos bronchi. Cendotropin dapat menyebabka midriatik (efek pelebaran pupil mata) dan sikloplegik (melumpuhan iris atau selaput pelangi mata). Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa cendotropin memiliki efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal). Sementara itu, belum ada penelitian yang terkendali pada wanita mengenai efek cendotropin. Obat seharusnya diberikan bila hanya keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

(7)

BAB. III

METODOLOGI

A. B

AHAN DAN

A

LAT Alat :

 Pipet penetes / botol tetes mata  Hewan uji: kelinci

Bahan :  Ephedrin 2 %  Homatropin 1%  Pilocarpin 2%  Prostigmin 1%

B. C

ARA KERJA

Kelinci disiapkan

diatas meja praktikum

- Bulu disekitar mata dipotong sependek mungkin - Dihadapkan ke arah yang tidak mendapat sinar

matahari secara langsung

Memulai Percobaan

( periksa – catat – teliti )

- Lebar pupil kiri dan kanan, refleks cahaya, (+1-), keadaan pembuluh darah konjungtiva (hipernia/tidak)

- Ulangi pengamatan sebanyak 3 kali dengan jarak pengamatan masing-masing 10 menit. Pemeriksaan pendahuluan ini akan digunakan sebagai kontrol.

- Teteskanlah obat pada salah satu mata dengan cara menarik kelopak mata bagian bawah sedikit keluar dan obat diteteskan pada bagian dalam kelopak mata kemudian mata ditutup. Penetesan obat dilakukan sebanyak 2-3 tetes.

- Lakukan pemeriksaan setelah pemberian obat.

- Bandingkan hasil pemeriksaan dengan mata yang tidak ditetesi obat (pembanding/kontrol)

- Setelah selesai pemeriksaan, mata yang ditetesi obat dicuci dengan larutan garam fisiologis untuk menghilangkan pengaruh obat.

- Setelah 5 menit kemudian percobaan dapat diulangi lagi untuk mata yang sebelumnya digunakan sebagai pembanding.

- Lakukan percobaan secara bergatian menggunakan larutan bahan obat yang berbeda.

(8)

BAB. IV

DATA HASIL PERCOBAAN

DAN PEMBAHASAN

(9)

Hasil Diskusi

1.

Bagaimanakah hasil percobaan yang diperoleh dengan masing-masing bahan obat yang digunakan? Apakah ada perbedaan antara pemeriksaan pada menit ke 10, 20, dan 30 setelah penetesan? Jelaskan!

2.

Bandingkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dengan menggunakan masing-masing bahan obat! Jelaskan!

3.

Apakah tujuan penggunaan klinis ephedrin sebagai obat tetes mata?

4.

Sebutkan beberapa keadaan yang menggunakan homatropinsebagai tetes mata, jelaskan tujuan penggunaannya?

5.

Apakah beda khasiat homatropin dan atropin pada mata?

6.

Bagaimana cara kerja pilocarpin pada mata? Sebutkan keadaan yang menggunakan pilocarpin sebagai obat tetes mata?

(10)

BAB. V

PENUTUP

K

ESIMPULAN

 Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa obat anetesi umum yang paling lambat menimbulkan reaksi eksitasi, anestesi dan kematian melalui jalur inhalasi adalah dietil eter. Dietil eter dapat menimbulkan kematian pada kelinci berumur dibawah 2 bulan hal ini mungkin disebabkan oleh sifat eter yang mudah menguap sehingga cepat berikatan dengan oksigen.

 Anestesi umum memiliki empat stadium yaitu stadium analgesia delirium (eksitasi),

pembedahan dan paralisis medula oblongata eter dari stadium anestesi membutuhkan waktu yang lama karena jenis anestesi umum ini akan efektif apabila digunakan melalui intravena.  Pada percobaan kelinci mengalami stadium II pada menit ke 10, mengalami stadium III pada

(11)

D

AFTAR

P

USTAKA

 Baulton,Thomas B.1994.Anestesiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

 Katzung B,G.1989.Basic and clinical pharmachology.4 th.ed (1989) Appleton dan Lange, A publishing division of Prentica Hall International Inc. Conecut USA

 Kee, Soyce,L. 1996. Farmakologi. Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait

Injeksi atau obat suntik adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang

Yang dimaksud dengan sediaan guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, suspensi atau emulsi yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam atau luar, digunakan dengan

a. Sediaan larutan yang harus diberi label “kocok dahulu” adalah... Sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang digunakan sebagai obat luar dapat berbentuk suspensi zat padat

Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga dengan cara

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan

Sediaan parenteral adalah sediaan obat steril, dapat berupa larutan atau suspensi yang berupa larutan atau suspensi yang dikemas sedemkian rupa sehingga cocok untuk diberikan

Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair lainnya karena bentuknya larutan atau suspensi; sehingga untuk teori sediaan, evaluasi, dll mengacu pada larutan atau