• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKROZONASI PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM AKIBAT GEMPABUMI 12 SEPTEMBER 2007 DI KECAMATAN RATU AGUNG KOTA BENGKULU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIKROZONASI PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM AKIBAT GEMPABUMI 12 SEPTEMBER 2007 DI KECAMATAN RATU AGUNG KOTA BENGKULU"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding

MIKROZONASI PERCEPATAN TANAH MAKSIMUM AKIBAT

GEMPABUMI 12 SEPTEMBER 2007 DI KECAMATAN

RATU AGUNG KOTA BENGKULU

Ceri Eliesa Suhartini1), Lindung Zalbuin Mase2), M. Farid3) 1),3)

Program Studi Fisika, FMIPA UNIB, Jl. W. R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 2)

Program Studi Teknik Sipil, FT UNIB, Jl. W. R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu e-mail: cerieliesa6@gmail.com, lmase@unib.ac.id , mfarid@unib.ac.id

Abstrak

Bengkulu merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang kerap dilanda gempa. Gempa dahsyat berkekuatan 8,6 Mw pada 12 September 2007 telah menyebabkan berbagai kerusakan di daerah pesisir Kota Bengkulu, khususnya pada Kecamatan Ratu Agung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran tingkat potensi risiko berdasarkan nilai percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung yang ditimbulkan akibat Gempa 12 September 2007. Sebanyak 32 data pengukuran geofisika menggunakan metode mikrotremor di Kecamatan Ratu Agung dianalisis. Selanjutnya analisa prediksi percepatan tanah maksimum akibat gempa dianalisis menggunakan persamaan empiris. Hasil analisis empiris diinterpretasikan ke dalam peta mikrozonasi yang dirancang untuk mengetahui tingkat potensi risiko pada area yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai percepatan tanah maksimum di daerah Kecamatan Ratu Agung berkisar 0,21-0,81g. Secara umum, peta mikrozonasi menjelaskan bahwa sebagian besar daerah Kecamatan Ratu Agung memiliki tingkat potensi risiko yang sangat tinggi terhadap bahaya gempa. Nilai percepatan tanah yang cukup besar mengindikasikan adanya potensi bencana ikutan lainnya yang dihasilkan akibat gempa, yaitu likuifaksi. Hasil penelitian ini memberikan pijakan awal mengenai dampak gempa dan likuifaksi di Kota Bengkulu pada umumnya dan Kecamatan Ratu Agung pada khususnya.

Kata kunci: Bengkulu, Kecamatan Ratu Agung, percepatan tanah maksimum, tingkat resiko

Abstract

Bengkulu is one of the areas in Indonesia, which is vulnerable to earthquake impact. A large earthquake with magnitude of 8.6 Mw occurred on September 12, 2007 had resulted in various

damages along coastal area of Bengkulu City, especially in Ratu Agung District. This study is aimed to understand the level of risk potential based on peak ground acceleration in Ratu Agung District, which is caused by the 8.6 Mw earthquake on September 12, 2007. Total of 32

data obtained from microtremor measurement is analysed. The ground motion prediction is then performed by using the empirical approach. The result of empirical analysis is interpreted to the microzonation map, which is addressed to estimate the risk potential level in the study area. The results shows that the peak ground acceleration in the study area ranges from 0.21 to 0.81g. In general, the microzonation map exhibits that Ratu Agung is categorised as an area with very high risk level to earthquake. A larger peak ground acceleration indicated that there is another possible damage, which can be resulted, i.e. liquefaction. Overall, the results of this study could provide a basic understanding to the earthquake impact and liquefaction for Bengkulu City in general and for Ratu Agung District in particular.

(2)

PENDAHULUAN

Provinsi Bengkulu terletak di bagian barat Pulau Sumatera. Daerah ini terletak di zona subduksi lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Pergerakan yang dihasilkan oleh tabrakan dua lempeng tersebut menciptakan sesar-sesar aktif di bagian barat Sumatera yaitu sesar Semangko dan Sesar Mentawai. Kondisi ini menyebabkan Bengkulu sebagai daerah rawan gempabumi (Zera dkk, 2017). Gempabumi dengan kekuatan 8,6 Mw yang terjadi di Samudera Hindia (Gambar 1) pada 12 September 2007 mengakibatkan kerusakan yang besar di Provinsi Bengkulu (Mase, 2017). Gempa tersebut telah menimbulkan begitu banyak kerugian material maupun jiwa, serta bencana yang mengikuti kejadian gempa tersebut, seperti likuifaksi (Mase dan Somantri, 2016). Salah satu daerah di wilayah Bengkulu yang terkena dampak besar adalah Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian dan Titik Episenter Gempabumi 12 September 2007

Gambar 2. Kerusakan Infrastruktur di Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu Pasca Gempabumi 12 September 2007 (Hausler dan Anderson, 2007)

Formasi geologi Kecamatan Ratu Agung didominasi oleh batuan aluvium yang lunak (Gambar 3). Jika kondisi tanah setempat adalah lunak, goncangan yang disebabkan oleh gempabumi cenderung membesar dibandingkan pada batuan keras atau padat (Nurahmi dan Sandra, 2015). Tingkat potensi risiko bahaya gempabumi di suatu wilayah dapat diukur dari besaran nilai percepatan tanah maksimum di wilayah tersebut (Suheri dan Brotopuspito, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan mikrozonasi Kecamatan Ratu Agung berdasarkan nilai percepatan tanah maksimum untuk memberikan informasi mengenai tingkat potensi risiko di sekitar daerah

(3)

tersebut akibat gempabumi, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan desain konstruksi bangunan dan penyempurnaan tata ruang wilayah Kecamatan Ratu Agung. Kondisi geologi di Kecamatan Ratu Agung

Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu (dimodifikasi dari BAPELITBANG Kota Bengkulu, 2017)

Berdasarkan Gambar 3, formasi geologi yang terdapat di Kecamatan Ratu Agung yakni terdiri dari batuan undak aluvium (Qat) dan batu gamping terumbu karang (Ql). Undak aluvium (Qat) merupakan endapan permukaan yang termuda, berumur holosen kuarter yang tersusun oleh pasir, lanau, lempung dan kerikil yang dibentuk oleh endapan sungai, pantai dan rawa. Endapan ini penyebarannya hampir di seluruh bagian Kecamatan Ratu Agung, sedangkan di pesisir pantai Kelurahan Nusa Indah terdiri dari batu gamping terumbu karang (Ql) yang merupakan endapan permukaan yang berumur plistosen kuarter. Gafoer dkk. (1992) menyatakan bahwa jenis tanah Qat dan Ql termasuk jenis tanah sedang dengan materi penyusun berupa pasir, lanau, lempung dan kerikil yang bersifat lepas, hingga agak padat dan kemampuan meloloskan airnya rendah hingga sedang.

Periode dominan tanah

Nilai periode dominan merupakan waktu yang dibutuhkan gelombang mikrotremor untuk merambat melewati lapisan endapan sedimen permukaan atau mengalami satu kali pemantulan terhadap bidang pantulnya ke permukaan. Nilai periode dominan juga mengindikasikan karakter lapisan batuan yang ada di suatu wilayah. Dalam mencari nilai percepatan tanah di suatu tempat, perlu digunakan nilai periode dominan tanah di tempat itu, berdasarkan hubungan:

1 g o T f

dengan Tg adalah periode dominan tanah (s) dan fo adalah frekuensi dominan tanah (Hz), maka

nilai periode dominan tanah di suatu tempat dapat dicari dengan mencari nilai frekuensi (1)

(4)

dominannya terlebih dahulu. Untuk mencari nilai frekuensi dominan tanah, bisa digunakan teknik Horizontal to Vertical Ratio (HVSR).

Percepatan tanah maksimum

Percepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration (PGA) adalah nilai terbesar percepatan tanah pada suatu tempat yang diakibatkan oleh getaran bumi dalam periode waktu tertentu. Estimasi percepatan tanah maksimum bisa dilakukan dengan perhitungan secara empiris. Percepatan tanah permukaan di suatu tempat yang disebabkan oleh getaran seismik bergantung pada perambatan gelombang seismik dan karakteristik lapisan tanah (alluvial

deposit) di tempat tersebut, Kanai dan Tanaka (1961) memformulasikan sebuah rumus empiris

percepatan getaran tanah pada permukaan yang dirumuskan sebagai berikut :

dimana, α adalah nilai percepatan tanah maksimum di suatu pengamatan (gal), Tg adalah periode

dominan tanah di stasiun pengukuran (s), M adalah magnitudo gempa, dan R adalah jarak hiposenter ke stasiun pengukuran (km).

Gambar 4. Pusat Gempabumi dan Jaraknya terhadap Stasiun

Persamaan (3) digunakan untuk menghitung jarak antara hiposenter ke stasiun pengukuran. dengan, 2 2 1 2 1 2

(

X

X

)

(

Y

Y

)

 

(4)

dimana Δ adalah jarak episenter (1⁰ = 111 km), h adalah kedalaman episenter gempa (km), X1

adalah lintang episenter, X2 adalah lintang stasiun pengukuran, Y1 adalah bujur episenter, dan Y2

adalah bujur stasiun pengukuran.

Perhitungan nilai percepatan tanah maksimum ditujukan untuk mengetahui tingkat potensi risiko suatu daerah terhadap bahaya gempabumi. Nilai percepatan tanah maksimum yang rendah menunjukkan tingkat potensi risiko yang rendah terhadap gempabumi, sedangkan nilai percepatan tanah maksimum yang tinggi menunjukkan tingkat potensi risiko yang tingggi sehingga perlu didirikan bangunan dengan struktur tahan gempabumi. Nilai percepatan tanah maksimum diklasifikasikan menjadi 4 macam tingkat potensi risiko gempabumi, klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

3,60 1,83 (0,61 ) (1.66 )log 0.167

5

10

M R R R g

T

    2 2

R

  

h

Hiposenter Stasiun Episenter X1, Y1 X2, Y2 Δ h R (2) (3)

(5)

Tabel 1. Sistem Penilaian dalam Peta Distribusi Percepatan Tanah Maksimum

No. Percepatan Tanah Maksimum (g) Tingkat Penilaian Tingkat Risiko

1 αmax < 0.10 1 Rendah

2 0.10 ≤ αmax < 0.20 2 Sedang

3 0.20 ≤ αmax < 0.30 3 Tinggi

4 αmax > 0.30 4 Sangat Tinggi

Sumber: Fathani dkk, 2008

Mikroseismik/ mikrotremor (ambient vibration)

Mikrotremor/mikroseismik merupakan getaran tanah selain gempabumi, bisa merupakan getaran akibat aktivitas manusia maupun aktivitas alam. Rekaman dari gerakan tanah selalu mengandung ambeint vibration, sehingga mikroseismik juga biasa disebut ambeint vibration, yang berarti bahwa tanah tidak pernah benar-benar diam. Implementasi mikroseismik digunakan untuk investigasi struktur bangunan yang rusak akibat gempa, mengetahui jenis tanah atau top

soil berdasarkan tingkat kekerasannya, dimana semakin kecil periode dominan tanah maka

tingkat kekerasannya semakin besar atau tanah yang mempunyai periode dominan besar akan semakin lunak (Tokimatsu, 1995). Mikrotremor mempunyai frekuensi lebih tinggi dari frekuensi gempabumi, periodenya kurang dari 0,1 detik yang secara umum antara 0,05-2 detik dan untuk mikrotremor periode panjang bisa 5 detik, sedang amplitudonya berkisar 0,1-2,0 mikron (Ibrahim dan Subardjo, 2005).

Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR)

Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) merupakan salah satu cara yang paling mudah

untuk memahami sifat struktur lapisan bawah permukaan tanpa menyebabkan gangguan pada struktur tersebut. Perbandingan spektrum H/V adalah perbandingan antara spektrum amplitudo

Fourier komponen horizontal dan vertikal dari mikrotremor (Nakamura, 1989). Teknik HVSR

pada analisis data mikrotremor telah digunakan secara luas untuk studi local site effect dan mikrozonasi (SESAME, 2004). Persamaan (5) menjadi dasar perhitungan rasio spektrum mikrotremor komponen Horizontal terhadap komponen vertikalnya atau Horizontal to Vertical

Spectral Ratio (HVSR).

2

(Utara Selatan)

(Barat Timur)

site vertikal

SHS

HVSR

T

SVS

S

Metode HVSR didasarkan pada perbandingan spektral amplitudo komponen horizontal terhadap komponen vertikal. Perbandingan spektral dari amplitudo komponen horizontal terhadap vertikal digunakan untuk menentukan frekuensi dominan dari lokasi gerakan tanah. Menurut Nakamura (2000) HVSR dianggap sama dengan fungsi transfer antara getaran gelombang pada sedimen dan hard bedrock yang artinya amplitudo dan frekuensi HVSR mempresentasikan frekuensi dominan setempat. Hasil dari metode HVSR ialah kurva HVSR yang ditunjukkan oleh Gambar 5.

Pada Gambar 5 menjelaskan bahwa sumbu horizontal ialah frekuensi dari getaran tanah dan sumbu vertikal merupakan amplitudo getaran tanah. Kurva H/V ditunjukkan dengan garis hitam tebal, sedangkan untuk garis putus-putus ialah deviasi dari kurv a H/V tersebut. Pada titik maksimum kurva H/V merupakan besaran frekuensi dominan (SESAME, 2004).

(6)

Gambar 5. Kurva HVSR dari Hasil Pengukuran pada Titik P17 METODEPENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari 2019 di Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Data mikrotremor direkam menggunakan seismometer digital yang didistribusikan merata di 32 titik yang tersebar di Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. Data hasil rekaman gelombang getaran tanah yang terukur oleh seismometer, selanjutnya diolah dengan menggunakan software Geopsy dengan metode HVSR untuk menentukan nilai frekuensi dominan tanah. Berdasarkan nilai frekuensi dominan, maka dapat diperoleh nilai periode dominan tanah dengan menggunakan Persamaan (1), selanjutnya nilai percepatan tanah maksimum dihitung menggunakan metode Kanai pada Persamaan (2) dengan memperhitungkan periode dominan tanah dan data histori gempa yang terjadi di Bengkulu pada 12 September 2007 yang diperoleh dari USGS berupa data magnitudo gempabumi, kedalaman pusat gempa dan jarak episenter (lintang dan bujur). Setelah diperoleh data percepatan tanah maksimum (PGA) di setiap lokasi pengukuran kemudian dibuat peta mikrozonasi percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu.

(7)

HASILDANPEMBAHASAN

Sebaran periode dominan tanah di Kecamatan Ratu Agung

Gambar 7. Peta Sebaran Nilai Periode Dominan Tanah di Kecamatan Ratu Agung Data yang diperoleh dalam bentuk frekuensi getaran tanah yang didapat dari hasil pengolahan data mikrotremor digunakan untuk menghitung Tg (periode dominan stasiun pengukuran).

Berdasarkan metode Kanai, periode dominan memiliki fungsi pengontrol selain parameter gempabumi (magnitudo, kedalaman dan jarak episenter), sehingga besarnya percepatan tanah akan dipengaruhi faktor geologi setempat yang terwakilkan oleh nilai periode dominan tanah. Berdasarkan hasil perhitungan periode dominan dengan menggunakan Persamaan (1) didapatkan nilai periode dominan tanah di Kecamatan Ratu Agung yang bervariasi dari 0,08-1,16 s. Sebaran nilai periode dominan tanah berdasarkan titik-titik pengukuran yang tersebar di Kecamatan Ratu Agung ditunjukkan pada Gambar 7.

Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa nilai periode dominan di suatu wilayah tidak mutlak sama meskipun berada pada formasi geologi yang sama karena besarnya nilai periode dominan di wilayah endapan permukaan tidak sama. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun secara keseluruhan formasi geologi di Kecamatan Ratu Agung didominasi oleh batuan aluvium, ketebalan aluvium di Kecamatan Ratu Agung tidak sama. Selain itu, berdasarkan persamaan empiris Kanai (Persamaan 2), terlihat bahwa periode dominan tanah berbanding terbalik dengan percepatan tanah maksimum, sehingga jika periode dominan tanah pada suatu daerah semakin kecil maka nilai percepatan tanah maksimumnya akan semakin besar dan sebaliknya.

Sebaran percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung

Kecamatan Ratu Agung memiliki nilai percepatan tanah maksimum yang bervariasi (Gambar 8), variasi nilai percepatan tanah maksimum dipengaruhi juga oleh ketebalan lapisan penutup dan batuan dasar serta variasi nilai periode dominan di Kecamatan Ratu Agung. Selain itu, nilai percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung tergolong besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai percepatan tanah maksimum pada titik-titik penelitian di Kecamatan

(8)

Ratu Agung adalah 0,21-0,81g. Nilai percepatan tanah maksimum terbesar yaitu 0,81g diperoleh pada titik P6 pada koordinat 3,808⁰ LS dan 102,269⁰ BT yang berlokasi di Kelurahan Kebun Beler, sedangkan nilai percepatan tanah maksimum terkecil terdapat pada titik P14 pada koordinat 3,787⁰ LS dan 102,272⁰ BT yang berlokasi di Kelurahan Sawah Lebar Baru.

Gambar 8. Peta Sebaran Percepatan Tanah Maksimum di Kecamatan Ratu Agung Zonasi tingkat potensi risiko bahaya gempabumi di Kecamatan Ratu Agung

Nilai percepatan tanah maksimum dari hasil penelitian di Kecamatan Ratu Agung diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi tingkat potensi risiko terhadap bahaya gempabumi oleh Fathani dkk. (2008) dan dituangkan ke dalam peta seperti tampak pada Gambar 9. Pada Gambar 9 terlihat bahwa hampir seluruh daerah Kecamatan Ratu Agung yang berada di area pesisir dan berada lebih dekat dengan hiposenter gempabumi 8,6 Mw 12 September 2007 yang berpusat di

Samudera Hindia pada kedalaman 34 km memiliki nilai percepatan tanah maksimum dan risiko yang sangat tinggi terhadap bahaya gempabumi. Besarnya nilai percepatan maksimum gempa dan tingginya tingkat potensi risiko ini dipengaruhi oleh nilai magnitudo gempa dan jarak hiposenter. Semakin besar nilai magnitudo gempa (M) dan semakin dekat jarak lokasi dengan hiposenter (R) maka nilai percepatan tanah maksimumnya akan semakin besar. Selain itu, kondisi geologi Kecamatan Ratu Agung yang formasi batuannya merupakan batuan undak aluvium yang karakteristik permukaannya lebih lunak juga mempengaruhi tingginya tingkat potensi risiko terhadap bahaya gempabumi di daerah tersebut. Struktur dan komposisi tanah yang berbeda akan menghasilkan percepatan tanah yang berbeda meskipun magnitudo gempa yang melanda suatu daerah sama. Semakin padat tanah maka niai percepatan tanah maksimumnya semakin kecil, sedangkan semakin lunak tanah maka nilai percepatan tanahnya semakin besar.

Kecamatan Ratu Agung memiliki tingkat potensi risiko tinggi terhadap bahaya gempabumi. Sari dkk. (2012) menyatakan bahwa akibat dari gempabumi dapat menimbulkan rekahan dan gempa

(9)

susulan, serta merugikan dan mengakibatkan kerusakan seperti kerusakan pada bangunan-bangunan di samping efek sekunder lain seperti tanah longsor, tsunami dan peristiwa likuifaksi yang ditandai oleh adanya permukaan tanah yang terbelah dan disertai keluarnya lumpur. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan ketika akan mendirikan bangunan di daerah Kecamatan Ratu Agung, sebaiknya kontruksi bangunan pada kawasan Kecamatan Ratu Agung memperhatikan struktur bangunan yang tahan gempabumi guna mengurangi dampak bencana gempabumi. Selain dampak kerusakan bangunan, besarnya nilai percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung dan kondisi geologi setempat yang didominasi oleh pasir juga dapat memicu bencana ikutan seperti likuifaksi.

Gambar 9. Peta Zonasi Tingkat Risiko terhadap Bahaya Gempabumi di Kecamatan Ratu Agung Hasil Pengukuran Mikrotremor

KESIMPULAN

Nilai percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung berdasarkan gempabumi 12 September 2007 bervariasi dari 0,21-0,81g. Zonasi percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung dibagi menjadi dua zona berdasarkan kategori tingkat potensi risiko terhadap bahaya gempabumi, yaitu zona pertama dengan nilai percepatan 0,2g ≤ αmax < 0,3g dengan tingkat potensi risiko yang tinggi terhadap bahaya gempabumi terdapat di daerah Kelurahan Sawah Lebar Baru dan Kelurahan Tebeng. Zona kedua dengan nilai percepatan αmax ≥ 0,3g dengan tingkat potensi risiko yang sangat tinggi terhadap bahaya gempabumi terdapat di hampir semua lokasi di Kecamatan Ratu Agung yaitu Kelurahan Lempuing, Kelurahan Nusa Indah, Kelurahan Kebun Beler, Kelurahan Kebun Kenanga, Kelurahan Tanah Patah dan Kelurahan Sawah Lebar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata percepatan tanah maksimum di Kecamatan Ratu Agung lebih dari 0,3g serta kondisi geologi setempat didominasi oleh pasir sehingga ada potensi bencana likuifaksi. Oleh karena itu, pada studi selanjutnya pengukuran secara geoteknik dan geofisik perlu dilakukan secara intens untuk mendapatkan informasi daya dukung tanah terhadap potensi likuifaksi di Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu.

(10)

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Bengkulu yang telah meminjamkan alat-alat yang dibutuhkan di lapangan selama penelitian ini berlangsung. Terimakasih disampaikan pula kepada seluruh warga di Kecamatan Ratu Agung, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (BAPELITBANG) Kota Bengkulu. 2017.

Materi Teknis Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bengkulu Tahun 2012-2032. Bengkulu: BAPELITBANG Kota Bengkulu.

Fathani, T. F., Adi, A. D., Pramumijoyo, S., & Karnawati, D. (2008). The Determination of

Peak Ground Acceleration at Bantul Regency, Yogyakarta Province, Indonesia. The Yogyakarta Earthquake 2006, 12-1 – 12-15.

Gafoer, S., Amin, T. C., & Pardede, R. (1992). Peta Geologi Lembar Bengkulu dan Sekitarnya. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Hausler, E., & Anderson, A. (2007). Observation of the 12 and 13 September 2007 Earthquake,

Sumatra, Indonesia. Build Change Report.

Ibrahim, G., & Subardjo. (2005). Pengetahuan Seismologi. Jakarta: Badan Meteorologi dan Geofisika.

Kanai, K., & Tanaka, T. (1961). On Microtremor VIII. Bulletin of the Earthquake Research

Institute, University of Tokyo, 39, 97-114.

Mase, L. Z., & Somantri, A. K. (2016). Analisis Potensi Likuifaksi di Kelurahan Lempuing Kota Bengkulu Menggunakan Percepatan Maksimum Kritis. Potensi, 25(1), 1-11.

Mase, L. Z. (2017). Liquefaction Potential Analysis Along Coastal Area of Bengkulu Province due to the 2007 Mw 8.6 Bengkulu Earthquake. Journal of Engineering Technology and

Science, 49(6), 721-736.

Nakamura, Y. (1989). A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Subsurface Using

Microtremor on The Ground Surface. Quarterly Report of Railway Technical Research

Institute (RTRI).

Nakamura, Y. (2000). Clear Identification of Fundamental Idea of Nakamura’s Technique and

Its Application. Proceeding xii World Conference of Earthquake Engineering, New

Zealand.

Nurahmi, E., & Sandra, R. (2015). Analisis Kecepatan Gelombang Geser Vs30 menggunakan metode Refraksi Mikrotermor (REMI) di kelurahan Talise. Gravitasi, 14(1), 7-12.

Sari, A. W. R., Jasruddin., & Ihsan, N. (2012). Analisis Rekahan Gempabumi dan Gempabumi Susulan dengan Menggunakan Metode Omori. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, 8(3), 263-268.

SESAME. (2004). Guidelines for The Implementation of The H/V Spectral Ratio Technique on

Ambient Vibrations, European Commission – Research General Directorate Project No.

EVGI-CT-2000-00026.

Suheri, S., & Brotopuspito, K. S. (2009). Probabilistic Seismic Hazard Assesment for Central

Java. Yogyakarta: PT MEDCO E & P Indonesia.

Tokimatsu, K. (1995). Geotechnical Site Characterization Using Surface Waves. In proceeding

1st Intl. Conf. Earthquake Geotechnical Engineering, Ishihara (ed), Balkema, 1333-1368.

Zera, T., Sutrisno, & Budiono, A. (2017). Comparison Among the Three Peak Ground

Acceleration Models in Bengkulu Province, Indonesia. IOSR Journal of Applied Geology and Geophysics (IOSR-JAGG), 5(1), 31-36.

Gambar

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian dan Titik Episenter Gempabumi 12 September 2007
Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu (dimodifikasi dari  BAPELITBANG Kota Bengkulu, 2017)
Gambar 4. Pusat Gempabumi dan Jaraknya terhadap Stasiun
Gambar 6. Distribusi Data Mikrotremor di Kecamatan Ratu Agung
+4

Referensi

Dokumen terkait

33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif terkait pengiklanan susu formula bayi, sanksi apakah yang akan diberikan kepada fasilitas pelayanan kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa dalam pantun yang dinyanyikan pada tembang pengiring Tari Muang Sangkal terdapat makna verbal berupa suatu ungkapan hati

Dengan demikian, terapi atau psikoterapi tidak bisa terlepaskan dari bimbingan konseling, karena pada dasarnya manusia tidak bisa luput dari permasalahan, baik permasalahan itu

Untuk Melihat hubungan antara variabel – variabel bebas yaitu jumlah produksi beras dan jumlah kebutuhan beras ( X 1 , X 2 ) terhadap variabel tak bebas yaitu jumlah

Dari kedua jenis penelitian tersebut diatas, maka pembahasan tentang proses peralihan hak atas tanah dalam bentuk akta hibah dengan melakukan studi di kantor pertanahan

Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam proses mewujudkan visi dan misi nya, Auto 2000 Puri Kembangan diharapkan dapat memanfaatkan teknologi

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor

Penelitian ini dilakukan dalam kerangka ilmu pragmatik dengan kajian tindak tutur ekspresif permintaan maaf dengan penutur yang memiliki latar belakang budaya dan kemampuan