• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari suatu perisitiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. dari suatu perisitiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia No 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu perisitiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Asuransi bertujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan atau financial loss, yang ditimbulkan oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya (Triandaru dan Totok, 2000). Perusahaan asuransi akan memberikan perlindungan kepada pemegang polis atau pihak tertanggung dari kerugian yang mungkin timbul akibat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan, kematian, kebakaran, bencana alam, dan lain sebagainya. Menurut Purba (2006) tujuan asuransi adalah mengembalikan tertanggung pada posisinya semula, atau menghindarkan tertanggung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian.

Asuransi mempunyai manfaat yang sangat penting dan besar artinya pada masa sekarang ini, diantaranya Asuransi dapat memberikan rasa terjamin atau rasa aman dalam menjalankan usaha. Hal ini karena seseorang akan terlepas dari

(2)

kekhawatiran akan tertimpa kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan, sebab walaupun tertimpa kerugian akan mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi. Asuransi dapat menaikan efisiensi dan kegiatan perusahaan, sebab dengan memperalihkan resiko yang lebih besar kepada perusahaan asuransi, perusahaan itu akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada peningkatan usahanya.

Asuransi cenderung kearah perkiraan penilaian biaya yang layak. Dengan adanya perkiraan akan suatu resiko yang jumlahnya dapat dikira-kira sebelumnya, maka suatu perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti rugi dari asuransi didalam ia menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Asuransi merupakan dasar pertimbangan pemberian suatu kredit. Apabila seseorang meminjam kredit bank, maka biasanya meminta kepada debitur untuk menutup asuransi benda jaminan, Asuransi dapat mengurangi timbulnya kerugian-kerugian. Dengan ditutupnya perjanjian asuransi, maka resiko yang mungkin dialami seseorang dapat ditutup oleh perusahaan asuransi.

Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal pendapatan atau untuk harapan masa depan dalam hal ini fungsi menabung dari asuransi terutama dalam asuransi jiwa. Asuransi merupakan alat pembangunan dalam hal ini premi yang terkumpul dalam perusahaan asuransi dapat dipakai sebagai dana investasi dalam pembangunan bantuan kredit jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, bagi usaha-usaha pembangunan. Pada akhirnya dapat memperluas kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat banyak.

(3)

Perusahaan mempunyai tujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dan peningkatan pertumbuhan perusahaan yang maksimal (Putri, 2011). Hal yang sama juga berlaku untuk perusahaan asuransi. Tujuan asuransi selain untuk menanggung risiko adalah untuk memaksimumkan kekayaan perusahaan. Tujuan perusahaan akan tercapai jika perusahaan dikelola dengan baik dan sesuai dengan harapan yang ditetapkan oleh perusahaan.

Perusahaan yang memiliki kinerja yang baik akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang buruk maka terancam tidak dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Perusahaan yang tidak mampu memperbaiki kinerjanya lambat laun akan mengalami kesulitan dalam menjaga likuiditasnya, di mana hal tersebut dapat mengakibatkan kesulitan keuangan atau financial distress yang pada akhirnya terjadi kebangkrutan.

Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu,Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat. (cnnindonesia.com)

Fenomena yang terjadi pada penelitian ini adalah PT Asuransi Jiwasraya (persero) yang tengah menjadi sorotan masyarakat. Jiwasraya sudah mengalami permasalahan sejak tahun 2000-an. Pada tahun 2006 ekuitas Jiwaraya tercatat negativ Rp 3.92 Triliun. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009. Tahun 2010-2012 Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011.

(4)

Tahun 2014 ditengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City. Tahun 2018 Direktur Pengawasan Asuransi OJK, menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun. Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya dan Direktur Keuangan Jiwasraya dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama pada Mei 2018, Agustus 2018, Menteri BUMN mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya. Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. (cnnindonesia.com)

Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Akibatnya, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun. November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan. Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya. (cnnindonesia.com)

(5)

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi. Desember 2019 Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko. Imbasnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran Jiwasraya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya. (cnnindonesia.com)

Jiwasraya masuk kedalam kategori Financial Distress yaitu technical insorvency, dimana perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Nasabah Jiwasraya ingin mencairkan JS Saving Plan tetapi perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan.Keadaan perekonomian yang tidak stabil membuat perusahaan harus mampu mengelola sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efesien. Salah satu penyebab perekonomian yang tidak stabil adalah karena kita memasuki era globalisasi dimana perusahaan bersaing tidak hanya dengan para pesaing lokal tetapi juga para pesaing dari luar negeri. Hal ini berdampak pada kemampuan perusahaan dalam mempertahankan bisnisnya (Rahmadini, 2016).

(6)

Bank bank di Indonesia dikelola dengan sangat prudent, hal ini terlihat dari sedikitnya bank yang masuk dalam kondisi financial distress. Hasil regresi logistic menunjukkan bahwa keakuratan prediksi financial distress dengan menggunakan indikator interest coverage ratio lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan indaktor NPL. Faktor determinan bagi financial distress bank di Indonesia adalah Board size, price book value, Loan deposit ratio. Penting bagi bank untuk meningkatkan Board Size hingga jumlah optimum dan mengupayakan agar investor memiliki penilaian yang baik atas kinerja bank sehingga price book value bisa meningkat, dan mengupayakan loan deposit ratio bank yang optimum. Semua diharapkan akan mampu mengurangi probabilitas financial distress bank. Studi selanjutnya diharapkan bisa lebih mengeksplor variable corporate governance lainnya seperti jumlah saham pengendali, gender diversity, dan komite audit.

Kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangannya. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan yang dikeluarkan oleh asuransi yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil hasil yang dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi-strategi perusahaan yang akan atau telah dilaksanakan.

Perusahaan dapat mengetahui keadaan serta perkembangan finansial perusahaan serta hasil hasil yang telah dicapai di waktu lampau dan di waktu yang sedang berjalan. Selain itu dengan melakukan analisis keuangan di waktu lampau, maka dapat diketahui kelemahan kelemahan perusahaan serta hasil-hasilnya yang

(7)

dianggap telah cukup baik, dan mengetahui potensi kebangkrutan perusahaan tersebut.

Kebangkrutan bisa saja terjadi di perusahaan apapun dan yang bergerak dalam bidang apapun, termasuk perusahaan jasa keuangan dan asuransi. Di tengah kebangkrutan perusahaan secara global, perusahaan asuransi di Indonesia haruslah lebih berhati hati dan selalu memperhatikan informasi pada laporan keuangannya. Saat ini perusahaan yang go public memanfaatkan keberadaan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Pasar akan merespon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan, jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan bagus.

Para investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut, karena itu analisis dan prediksi atas kondisi keuangan suatu perusahaan adalah sangat penting. Kondisi perekonomian Indonesia pasca krisis yang masih belum menentu mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) atau bahkan kebangkrutan. Kondisi kesulitan keuangan menurut teori-teori yang telah ada terjadi sebelum mendekati kebangkrutan.Sehingga banyak sekali model financial distress perlu dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi kesulitan keuangan sejak dini diharapkan dapat dilakukan kebijakan untuk mengantisipasinya.

(8)

Salah satu model prediksi kesulitan keuangan dapat menggunakan analisis rasio keuangan dalam laporan keuangan dan mencerminkan kinerja keuangan suatu perusahaan. Kondisi financial distress perusahaan merupakan suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi dimana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi tersebut adalah kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang, kinerja keuangan yang negatif, masalah likuiditas, dan default. Model sistem peringatan untuk mengantisipasi financial distress perlu dikembangkan sebagai sarana untuk mengidentifikasi bahkan sebelum sampai pada kondisi krisis (Almilia, 2003: 2). Studi mengenai kebangkrutan pertama kali dikemukakan oleh Beaver pada tahun 1966 yang menggunakan rasio keuangan perusahaan pada lima tahun sebelum kebangkrutan.

Menurut Plat dan Plat (2002) dalam Fahmi (2013) Financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadi kebangkrutan ataupun likuidasi. Umumnya perusahaan yang mengalami financial distress memiliki kecenderungan untuk mengalami kebangkrutan. Menurut Murni (2018) analisis kebangkrutan penting dilakukan dengan pertimbangan kebangkrutan suatu perusahaan terbuka (go public) akan merugikan banyak pihak. Model yang dapat dijadikan alat untuk memprediksi financial distress adalah dengan menggunakan model Altman (Z-Score).

Ni Made Evi Dwi Prihanthini dan Maria M.Ratna Sari (2013) melakukan penelitian dengan judul “Prediksi kebangkrutan dengan model Grover, Altman Z-Score, Springate dan Zwijewski pada perusahaan Food and Beverage di Bursa

(9)

Efek Indonesia” memperoleh hasil bahwa antara model yang dibandingkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam memprediksi kebangkrutan dengan tingkat akurasi tertinggi yang diraih model Grover kemudian disusul oleh model Springate, model Zwijewski dan terakhir model Altman Z-Score.

Elvinna Wiwit Firma Meita (2016) juga telah melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penggunaan Metode Altman, Springate, Dan Zmijewski Dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batubara Periode 2012-2014”. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa memang terdapat signifikan dalam memprediski kebangkrutan atau kesulitan keuangan antara model yang dibandingkan, hasil selanjutnya menunjukan bahwa model Springate yang memberikan tingkat persentase prediksi paling tinggi dibandingkan Altman modifikasi, Zmijewski.

Neneng Susanti (2016) melakukan penelitian dengan judul „‟Analisis Kebangkrutan dengan Menggunakan Metode Altman Z-score Springate dan Zmijewski pada Perusahaan Semen yang Terdaftar di BEI Periode 2011-2015‟‟. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perusahaan SMCB terdeteksi mengalami kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score dan Springate, sedangkan metode Zmijewski menjelaskan bahwa ketiga perusahaan dalam keadaan sehat atau terhindar dari kebangkrutan. Hasil Uji Kruskall Wallis menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara ketiga metode yang digunakan karena memiliki nilai signifikansi 0,351 yaitu > dari 0,05.

Komang Devi Methili Purnajaya1 dan Ni K. Lely A. Merkusiwati2 (2014) melakukan penelitian dengan judul „‟ Analisis Komparasi Potensi Kebangkrutan

(10)

Dengan Metode Z - Score Altman, Springate, Dan Zmijewski Pada Industri Kosmetik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia „‟. Hasil dari penelitian ini adalah Terdapat perbedaan potensi kebangkrutan industri kosmetik yang terdaftar di BEI dengan metode Z-Score Altman, Springate, dan Zmijewski.

Endang Purwanti (2016) melakukan penelitian dengan judul „‟Analisis Perbedaan Model Altman Z Score Dan Model Springate Dalam Memprediksi Kebangkrutan Pada Perushaan Pertambangan Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014)‟‟. Hasil penelitian ini adalah dengan menggunakan model altman dari empat perusahaan hanya ada satu perushaan yang diprediksi bangkrut, sedangkan yang tiga perusahaan diprediksi tidak bangkrut, dengan menggunakan model springate dari empat perusahaan ada dua perusahaan yang diprediksi bangkrut, sedangkan yang dua perushaan diprediksi tidak bangkrut.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul„’ Analisis Financial Distress Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Dan Springgate Untuk Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Jasa Keuangan dan Asuransi ( Studi Empiris Pada Perusahaan Terdaftar Di Bumn Tahun 2014 - 2016 )

‘’

(11)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kondisi tingkat kesehatan (financial distress) perusahaan BUMN dengan perhitungan model Altman Z Score pada periode 2014-2016?

2. Bagaimana kondisi tingkat kesehatan (financial distress) perusahaan BUMN dengan perhitungan model Springate pada periode 2014-2016? 3. Apakah terdapat perbedaan penilaian model prediksi financial distress

pada perusahaan BUMN periode 2014-2016 dengan menggunakan model Altman Z Score dan Springate ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengukur potensi financial distress perusahaan BUMN di

Indonesia dengan menggunakan model Altman Z Score.

2. Untuk mengukur potensi financial distress perusahaan BUMN di Indonesia dengan menggunakan model Springate.

3. Untuk melihat perbedaan penilaian potensi financial distress dengan menggunkan model Altman Z Score dan Springate.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(12)

1. Manfaat Teoritis a. Bagi Akademis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi terhadap penelitian selanjutnya di bidang yang sama.

b. Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat dalam mengimplementasikan ilmu yang didapat selama kuliah dan menambah wawasan mengenai financial distress.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memprediksi tingkat kebangkrutan bagi perusahaan, sehingga perusahaan dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan agar dapat mencegah kebangkrutan yang mungkin terjadi.

b. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor untuk dijadikan bahan pertimbangan sebagai dasar pengambilan keputusan pada investasi dan pembiayaan di masa yang akandatang.

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Pendiri Prison Fellowship dan The Chuck Colson Center for Christian Worldview Dalam Hidup yang Terancam, Joni and Friends menyajikan pandangan yang jujur akan isu-isu kultural

Maka penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tesebut dengan judul “Analisa Financial Distress Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score (Studi Komparatif Pada

Analisis Perbandingan Keakuratan Memprediksi Financial Distress dengan Menggunakan Model Grover , Springate dan Altman Z-Score pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Financial Distress dengan menggunakan metode Altman

Analisis Penilaian Financial Distress Menggunakan Model Altman (Z-Score) Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015, Jurnal

Pinangan atau lamaran seorang laki-laki kepada seorang perempuan baik dengan ucapan langsung maupun secara tertulis, meminang perempuan sebaiknya dengan sindiran dalam

Bentuk dan ukuran lokasi area penelitian ini selanjutnya membentuk bujur sangkar yang biasanya disebut dengan satu klaster. Pada setiap unit contoh berbentuk lingkaran dengan luas

Analisis Financial Distress dengan Menggunakan Metode Altman Z-score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Telekomunikasi yang Terdaftar di Bursa