• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA AN-AN MUSTIKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA

AN-AN MUSTIKA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KARAKTERISTIK SIKLON TROPIS SEKITAR INDONESIA

AN-AN MUSTIKA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

AN-AN MUSTIKA. Karakteristik Siklon Sekitar Indonesia dibimbing oleh IMAM SANTOSA

DAN EDVIN ALDRIAN

Siklon tropis adalah sistem angin pusaran yang biasanya terbentuk di lautan dimana suhu permukaan lautnya melebihi 26.5°C (daerah pusat tekanan rendah di tropis) diantara garis lintang ±5°LU/LS menjauhi ekuator (Trewartha,1995). Di Indonesia sendiri hampir tidak terjadi siklon tropis, tetapi karena letak geografis Indonesia yang dikelilingi lautan, maka Indonesia terkena dampak dari siklon tropis yang terjadi di sekitarnya. Untuk itu, perlu diketahui karakteristik, track dan dampak siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk melihat karakteristik siklon yang terjadi di sekitar Indonesia. Maka dari itu, daerah kajiannya dibatasi yaitu hanya pada siklon tropis yang terjadi di Belahan Bumi bagian Timur (BBT) dan pada letak astronomis 60°-180°BT dari bulan Juli 1994 sampai Desember 2006. untuk melihat perbedaan karakter antara siklon yang terjadi di Utara dan Selatan Indonesia. Maka, daerah kajian dibagi lagi menjadi dua yaitu siklon yang terjadi di Lintang Utara atau BBU (Belahan Bumi Utara) dan siklon yang terjadi di Lintang Selatan atau BBS (Belahan Bumi selatan). Dari data tahun 1994-2006 diketahui bahwa siklon tropis lebih banyak terjadi di BBU dibandingkan di BBS. Dari kurun waktu tersebut di BBU terdapat sekitar 504 kejadian siklon, sedangkan di BBS hanya sekitar 272 kejadian. Dengan puncak kejadian siklon di BBU pada bulan Juli sampai Oktober, dan di BBS pada bulan Januari sampai Maret. Baik di BBU maupun di BBS siklon tropis hampir selalu bergerak ke arah lintang yang lebih tinggi dengan frekuensi kejadian siklon paling sering muncul yaitu pada posisi lintang 9°-18°LU/LS. Tetapi, di BBU siklon mulai terbentuk pada lintang 1.5°LU, sedangkan di BBS mulai terbentuk pada lintang 4.5°LS. Di BBU terdapat 6 siklon yang terjadi pada lintang kurang dari 5°, sedangkan di BBS hanya terjadi 1 kali. Salah satu kejadian siklon yang muncul pada lintang kurang dari 5°LU yaitu siklon Vameii yang terbentuk di sekitar kepulauan Riau, Indonesia. Siklon tersebut terjadi pada bulan Desember 2001. Di BBU wilayah paling subur yaitu sekitar Laut Cina Selatan dan Laut Filipina, sedangkan di BBS kejadian siklon tersebar di sepanjang daerah kajian (60°-180°BT). Frekuensi kejadian siklon paling banyak berkecepatan angin maksimum 20-40 knot dan hidup dalam waktu 4-6 hari. Dari data siklon yang dikelompokan menjadi bulanan, dapat disimpulkan bahwa siklon di sekitar Indinesia bersifat keotik. Karena terdapat keteraturan pola siklon dari sejak lahir hingga mati dan juga variasinya masih memiliki batas (pergerakan pada daerah tertentu). Untuk lebih jelasnya lagi, pada tulisan ini dilampirkan gambar jalur (track) siklon bulanan dari tahun 1995-2006.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakteristik Siklon Tropis Sekitar Indonesia

Nama

:

An-an Mustika

NRP

: G24102009

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Imam Santosa, M.S

Dr. Edvin Aldrian, B.Eng.MSc

NIP. 130804894

NIP. 680002393

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr.Drh.Hasim, DEA

NIP. 131578806

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 13 November 1983, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dadang Rushata dan Lilis Nuryati.

Pada Tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Cimurah 1 Garut. Kemudian, pada Tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan di SLTPN 1 Karangpawitan Garut. Selanjutnya, Tahun 2002, penulis lulus dari SMUN 1 Garut dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) pada program studi Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama jadi mahasiswa penulis pernah menjadi panitia OSPEK sebagai seksi Konsumsi, penulis juga pernah melakukan praktek lapang di BPLHD DKI Jakarta pada tahun 2005.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiarat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang selama ini selalu setia membantu dan memberikan motivasi-motivasi yang berharga. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Imam Santosa, MS selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dalam kelancaran penyelesaian karya ilmiah ini

2. Bapak Dr. Edvin Aldrian, B.Eng. Msc selaku pembimbing kedua yang telah sabar membimbing, memberikan motivasi dan masukan-masukannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

3. Bapak Dr. Ir. Sobri Effendi M.S selaku dosen penguji yang sudah memberikan perbaikan dan masukannya.

4. Spesial ku persembahan ‘karya ini’ buat mama dan bapa yang selalu mendo’akan, memberikan kasih sayang yang tulus dan bantuannya dalam segala hal. (maafkan ananda yang selalu mesusahkan, ananda tak mungkin dapat membalas kebaikan yang mama dan bapa telah berikan)

5. Suami dan anandaku tersayang yang telah banyak berkorban dan dikorbankan untuk dapat terselesaikannya karya ini (Maafin mama sering ninggalin ia)

6. keluarga besar di Garut terutama adeku isan dan keluarga teteh nenden yang selalu memberikan motifasi dan bantuannya, juga buat uu yang sudah membantu menjaga naila dengan baik.

7. keluarga besar di Kemang, mpo-mpo juga abang-abang yang selalu mendukung juga yuyun (makasih dah mau dititipin naila)

8. Ani, Basyar dan La Ode atas semangat dan bantuannya (maaf, sering ngerepotin), Nida dan anton terimakasih atas Informasinya.

9. Seluruh dosen GFM yang sudah banyak memberikan ilmu dan wawasannya

10. Suluruh staf GFM atas semua bantuannya. Pa Pono (Makasih atas semua pinjaman buku perpustakaannya), Kak Aziz, Pa Jun, Bu Inda (makasih atas bantuan untuk semua urusan administrasi)

11. Seluruh angkatan GFM 39 atas segala kebersamaannya (Qq, Nana, Ani, Iphiet, Yohana, Basyar, Nida, Gian, Aprian, Deni, Anton, Eko, Misna, Sasat, La Ode, Fio, Dwi, Samba, Ridwan, Lina, vivi, Lupi, Ana, zainul, Away, Mian, Joko, Hesti, Linda, Sapta, Dwinita dan Rudi.

Serta masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, April 2008

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR TABEL iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 1 TINJAUAN PUSTAKA Siklon tropis 1

Mekanisme dan Syarat-syarat Pembentukan Siklon Tropis 2

Karakteristik Siklon Tropis 2

Pergerakan dan Jejak Siklon 3

Hubungan El-Nino dengan siklon tropis 3

Dampak Siklon tropis 3

METODOLOGI

Waktu dan Tempat 3

Bahan dan Alat 4

Metode 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Siklon Tropis 7

Siklon Tropis yang Terjadi di Utara Ekuator (Lintang Utara) 7 Siklon Tropis yang Terjadi di Selatan Ekuator (Lintang Selatan) 7 Posisi Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan 8 Posisi Lintang Minimum dan Maksimum Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan 10 Kecepatan Angin Maksimum Pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia 11 Masa Hidup pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia 11 Nilai Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap

Pembentukan dan Peredaan 12

Nilai Rata-rata Bulanan Kecepatan Angin Maksimum dan Masa Hidup siklon Tropis 14

Pengaruh El-nino Terhadap Kejadian Siklon Tropis 15

Anomali Kejadian Siklon 16

Dampak Siklon Tropis 17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 18

Saran 18

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Metodologi 6

2. Kejadian siklon tropis bulanan di BBU (Belahan Bumi Utara) 7 3. Kejadian siklon tropis bulanan di BBS (Belahan Bumi Selatan). 7 4. Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di utara ekuator

berdasarkan posisi lintang. 8

5. Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di utara ekuator

berdasarkan posisi bujur. 9

6. Frekuensi awal kemunculan siklon yang terjadi di Lintang Selatan

berdasarkan posisi lintang 9

7. Frekuensi awal terbentuk siklon yang terjadi di LS berdasarkan posisi bujur 9 8. Frekuensi kejadian siklon tropis di utara ekuator berdasarkan posisi lintang

pada tahap peredaan. 9

9. Frekuensi kejadian siklon di utara Indonesia berdasarkan posisi Bujur

pada tahap peredaannya 10

10. Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi lintang

pada tahap peredaan. 10

11. Frekuensi kejadian siklon tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi Bujur

pada tahap peredaan siklon. 10

12. Kejadian siklon di LU dan LS berdasarkan kecepatan angin maksimum 11

13. Frekuensi masa hidup siklon tropis di LU dan LS 11

14. Posisi lintang rata-rata bulanan awal terbentuk siklon LU 12 15. Posisi bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LU 12 12 16. Kejadian siklon di LU pada bulan Maret dari tahun 1995-2006 12 17. Kejadian siklon di LU pada bulan Agustus dari tahun 1995-2006. 12 18. Posisi lintang awal rata-rata bulanan pada awal terbentuk siklon di LS 13 19. Posisi Bujur rata-rata bulanan awal terbentuk siklon di LS 13 20. Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Januari dari tahun 1995-2006 13 21. Kejadian siklon tropis di LS pada bulan Juni dari tahun 1995-2006 13 22. Posisi lintang rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di LU. 14 23. Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Utara ekuator. 14 24. Posisi lintang rata-rata bulanan siklon tropis pada tahap peredaan di BBS 14 25. Posisi bujur rata-rata bulanan pada akhir kejadian siklon di Selatan ekuator 14 26. Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan pada siklon tropis di LU 15 27. Rata-rata kecepatan angin maksimum bulanan di LS 15 28. Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LU. 15 29. Masa hidup rata-rata bulanan pada siklon tropis di LS 15 30. Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Utara Ekuator. 16 31. Masa hidup rata-rata tahunan pada siklon tropis di Selatan Ekuator. 16

32. SIklon yang terbentuk di bawah 5°LU/LS. 17

(9)

DAFTAR TABEL

1.Data posisi lintang minimum dan maksimum pada tahap pembentukan siklon 10

2.Data kejadian siklon tropis tahunan di LU dan LS 16

3.Siklon tropis yang terbentuk pada lintang di bawah 5°LU/LS 16

DAFTAR LAMPIRAN

1.Gambar Kejadian Siklon tropis di LU dan LS dari Tahun 1995-2006 20 2.Gambar kejadian Siklon Tropis Bulanan di LU dari Tahun 1995-2006 21 3.Gambar kejadian Siklon Tropis Bulanan di LS dari Tahun 1995-2006 23 4.Langkah-langkah Membuat Gambar Jejak (Track) Siklon Tropis 25

(10)

I. PENDAHULUAN 11. Latar belakang

Daerah tropika merupakan daerah yang lebih intensif menerima radiasi surya, sedikitnya sekali dalam setahun menerima penyinaran yang tegak lurus. Adanya perbedaan penyinaran radiasi menyebabkan terjadinya suhu permukaan laut menjadi naik sehingga terbentuk pusat tekanan rendah yang dapat memicu terjadinya siklon tropis yang dimulai dengan ganguan tropis seperti, depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Siklon tropis selalu berawal pada wilayah dengan suhu permukaan laut yang tinggi untuk daerah yang luas. Siklon tropis dapat terbentuk apabila suhu permukaan laut lebih dari 27°C tetapi tidak terbentuk di daerah 4oLU dan 4oLS dari equator

(Neiburger et al 1995). Hal ini dikarenakan gaya coriolis di daerah ini terlalu kecil (mendekati nol). Maka dari itu, siklon tropis tidak melewati Indonesia. Tetapi, efek dari siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia dapat mempengaruhi kondisi cuaca di berbagai tempat di Indonesia. Adapun pengaruhnya terhadap Indonesia yaitu, seperti peluang curah hujan yang tinggi, angin kencang, tingginya gelombang muka laut, kekeringan dan banjir. Selain itu juga, siklon yang terjadi di sekitar Indonesia menimbulkan kerugian seperti, rusaknya sarana dan prasarana sampai mengakibatkan adanya korban jiwa.

Siklon tropis memiliki karakter yang berbeda tergantung dari daerah pembentukannya. Misalnya, siklon lebih sering terjadi di belahan bumi utara dibandingkan belahan bumi selatan. Selain itu juga, Siklon tropis lebih sering terjadi di bagian barat samudara Atlantik dan Pasifik. Hal ini disebabkan suhu permukaan laut lebih tinggi disana.

Jumlah siklon pada masing-masing samudra sangat bervariasi. Lebih dari 2/3 dari total siklon terjadi di belahan bumi utara, sekitar ½ dari jumlah tersebut terjadi di atas lautan Pasifik Utara bagian barat, sekitar ¼ di atas lautan Pasifik Utara bagian timur, 1/6 di atas lautan Atlantik Utara, dan sekitar 1/8 di atas lautan India Utara. Di antara siklon yang terjadi di Belahan Bumi Selatan, hampir setengahnya terbentuk di atas perairan di sebelah utara Australia, 1/3 di atas lautan Indonesia Selatan dan ¼ di atas lautan Pasifik Selatan (Neiburger et al,

1995).

Adapun daerah pembentukan siklon tropis yang dekat dengan Indonesia yaitu Samudera Pasifik Utara bagian Barat, Samudera Hindia Utara dan Selatan, Australia dan Pasifik Selatan. Maka dari itu, perlunya mengatahui karakteristik siklon tropis yang terjadi di sekitar Indoneia untuk memperkirakan siklon-siklon apa saja yang dapat mempengaruhi Indonesia.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui secara kualitattif karakteristik siklon tropis di sekitar Indonesia

2. Mengetahui perbedaan siklon tropis pada tahun normal dan tahun el-nino.

3. Mengetahui jalur/track siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia. 4. Mengetahui dampak siklon tropis

yang terjadi di sekitar Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklon tropis

Siklon tropis adalah sistem angin pusaran yang biasanya terbentuk di lautan dimana suhu permukaan lautnya melebihi 26,5oC (daerah pusat tekanan rendah di

tropis) diantara garis lintang ±5o Lintang

Utara Selatan (LU/LS) menjauhi ekuator (Trewartha, 1995).

Menurut Tjasyono (2000), Siklon tropis mula-mula muncul sebagai gangguan tropis, tetapi jika:

a. kecepatan angin meningkat menjadi sekitar 20 knot, dan terdapat satu isobar tertututp atau lebih, maka gangguan menjadi depresi tropis.

b. kecepatan angin mengingkat antara 34 knot dan 64 knot, dan terdapat beberapa isobar tertutup di sekitar mata, maka depresi menjadi badai tropis.

c. Kecepatan angin melebihi 64 knot, maka badai meningkat menjadi siklon tropis.

Nama-nama lokal untuk gangguan cuaca jenis ini dapat bermacam-macam. Di perairan Indian barat dikenal dengan

Hurricane, di perairan Indian timur dan

Jepang disebut typhoon (taifun). Orang

Australia menyebutnya Willy-willy dan di

Philipina disebut dengan Baguio. Secara

tekhnisnya mereka menyebutnya siklon tropika (Donn, 1975).

(11)

Badai dewasa memiliki diameter berkisar dari 100 km sampai 1500 km. Biasanya bertekanan kurang dari 970 mb dengan kecepatan meningkat antara 50 sampai 100 m/s pada dekat pusatnya. Pada daerah pusat itu sendiri anginnya lemah yaitu sekitar 5 m/s atau bahkan kurang (Neiburger at al, 1995). pusat siklon terdapat inti panas yang disebut mata siklon. Mata

siklon memiliki diameter antara 10 hingga 100 km. Mata siklon merupakan daerah bebas awan (Tyasyono, 1999).

Siklon tropis mengalami perkembangan sampai menjadi topan dalam waktu kira-kira beberapa hari. Siklon tropis dapat terus menjadi topan dewasa selama jangka waktu dua minggu atau lebih, sampai siklon tersebut bergerak ke atas daratan atau keluar daerah lintang tropika (Neiburger et al, 1995).

2.2. Mekanisme dan Syarat-syarat Pembentukan Siklon Tropis

Terdapat enam kondisi penting untuk dapat berkembangnya siklon tropis (Gray, 1968, 1979), yaitu :

1. Terdapat air laut yang hangat dengan temperatur sekitar 26,5 C hingga kedalaman tertentu (sekitar 50 meter). Air hangat inilah yang berperan sebagai “bahan bakar” bagi mesin pembangkit energi panas siklon tropis.

2. Atmosfer yang mengalami

pendinginan secara cepat terhadap ketinggian.

3. Adanya lapisan yang relatif basah dekat troposfer bagian tengah (pada ketinggian 5 km).

4. Jarak minimum terhadap ekuator setidaknya 500 km. Hal ini karena dalam pembentukan siklon, diperlukan gaya semu Coriolis untuk mengimbangi gradien tekanan. Tanpa adanya gaya Coriolis, daerah tekanan rendah tidak akan dapat terus dipertahankan.

5. Adanya gangguan dekat permukaan dengan vortisitas dan konvergensi yang mencukupi. Siklon tropis tidak dapat terjadi dengan tiba-tiba, ia memerlukan suatu sistem dengan putaran dan aliran di dekat permukaan yang cukup besar.

6. Shear angin vertikal yang rendah di antara permukaan dan bagian atas troposfer (kurang dari 10 m/detik). Shear angin vertikal adalah besar

perubahan angin terhadap ketinggian. Shear angin vertikal yang besar akan mengacaukan atau mengganggu siklon tropis yang baru saja terbentuk atau mencegah terjadinya pembentukan siklon tropis. Jika siklon tropis telah terbentuk, shear angin vertikal akan memperlemah atau menghancurkan siklon tropis tersebut dengan mengganggu konveksi yang terjadi di pusat siklon.

Siklon tropis adalah badai sirkuler yang menimbulkan angin dan dapat merusak sampai daerah sekitar 250 mil. Kecepatan angin maksimum terjadi pada jarak 20 sampai 30 mil dari pusat siklon. Hujan dan angin terpusat dalam pita (band) spiral yang berputar. Dinding di sekitar mata siklon dapat menjulang sampai ketinggian antara 12 km dan 15 km. Pada jarak 10 sampai 100 km, udara berputar ke atas membentuk cincin dengan konveksi kuat di sekitar siklon. Cincin atau dinding konveksi ini disebut dinding mata (eyewall). Pada daerah dinding mata terjadi angin kencang dan hujan lebat dengan intensitas lebih dari 50 cm per hari.

2.3. Karakteristik Siklon Tropis

Pertumbuhan siklon tropis dibagi menjadi tahap lahir, tahap dewasa dan tahap mati dengan karakteristik sebagai berikut:

ƒ Tahap lahir, ditandai dengan susunan awan nisbi acak dan garis badai yang berkaitan dengan gangguan gelombang angin timuran. Tekanan permukaan turun sampai sekitar 1000 mb.

ƒ Tahap dewasa, ditandai oleh sirkulasi rotasi yang kuat dengan kondisi simetris dan pola awan teratur disertai mata siklon yang bertekanan rendah. Tekanan permukaan pada pusat siklon turun sampai di bawah 1000 mb. Kecepatan angin maksimum akan bertambah besar.

ƒ Tahap mati, ditandai oleh sirkulasi yang makin melebar sehingga ukuran dan bentuknya menjadi simetris.

Distribusi bulanan menunjukan bahwa kebanyakan siklon tropis terjadi pada akhir musim panas dan awal musim gugur, meskipun siklon tropis dapat terjadi pada bulan apa aja di Pasifik Utara bagian Barat (Tjasyono, 2000).

(12)

Di Atlantik utara hurricane terjadi mulai bulan Juni sampai November, puncaknya pada bulan Agustus sampai September. Di Samudra Hindia utara badai sering terjadi mulai April sampai Desember dengan puncaknya pada bulan Mei dan November. Di belahan bumi selatan aktivitas siklon tropis mulai terjadi pada akhir bulan Oktober sampai akhir Mei. Puncak aktivitas siklon terjadi pada pertengahan februari sampai Maret.

Hampir seluruh kejadian siklon terjadi pada lintang 30° dari ekuator dan 87% terjadi pada lintang 20°. Hal ini disebabkan karena efek coriolis sebagai penggerak awal putaran siklon sehingga siklon tidak pernah terjadi pada lintang tengah di sekitar ekuator.

Kebanyakan siklon tropis (65%) terbentuk pada daerah antara 10° dan 20° dari ekuator, sedikit sekali (± 13%) yang muncul pada lintang di atas 22°, dan siklon tidak muncul pada daerah 4° dari ekuator (Tjasyono, 2000).

2.4. Pergerakan dan Jejak Siklon

Siklon tropis merupakan sistem yang digerakkan oleh energi yang sangat besar. Pergerakan siklon dimuka bumi seringkali dibandingkan dengan jejak badai yang terjadi. Angin dalam skala besar responsif untuk pergerakan dan mengendalikan arah siklon tropis. Pergerakan siklon tropis disebut dengan track (jejak) siklon. Apabila

siklon tropis bergerak menuju ke lintang yang lebih tinggi secara umum track siklon di sekitar daerah tekanan tinggi dapat dibelokkan secara signifikan oleh pergerakan angin menuju daerah tekanan rendah.

Selain angin, Rotasi bumi (gaya coriolis) juga memberikan tenaga penggerak pada kejadian siklon tropis yang disebut dengan efek coriolis. Tenaga ini menyebabkan sistem siklonik untuk menggerakkan ke arah kutub bumi. Siklon tropis di belahan bumi utara dibelokkan kearah kutub utara dan siklon tropis dibelahan bumi selatan dibelokan kearah kutub selatan apabila tidak ada sistem tekanan tinggi yang menetralkan energi coriolis.

Waktu hidup siklon tropis dari beberapa jam sampai dapat bertahan 2 mingguan, dengan rata-rata 6 hari sejak badai tersebut mulai terbentuk sampai

memasuki daratan atau membelok ke arah subtropis (Tjasyono, 2000).

2.5. Hubungan El-Nino dengan siklon tropis

El-nino southern oscillation (ENSO) merupakan suatu fenomena interaksi antara lautan dengan atmosfir yang terjadi di Samudera Pasifik. El nino merupakan suatu fenomena lautan sedangkan southern oscillation merupakan suatu fenomena atmosfer.

Kejadian el-nino dan la-nina merupakan fase hangat dan dingin dari fenomena ENSO. Pada saat El nino, SPL di Samudera Pasifik tropis tersebut mengalami kenaikan dari kondisi normalnya, sebaliknya pada saat la-nina SPL-nya mengalami penurunan dari kondisi normalnya (Faqih 2003). Adanya kenaikan suhu permukaan laut dapat memicu terjadinya siklon tropis.

2.6. Dampak Siklon tropis

Siklon tropis yang terjadi di perairan terbuka dapat menyebabkan ombak besar, hujan lebat, dan angin kencang. Siklon tropis yang melewati daratan dapat menyebabkan kerusakan diantaranya:

- Angin kencang pada badai dapat menyebabkan kerusakan sarana umum, angkutan, bangunan, jembatan dan sebagainya.

- Siklon tropis menyebabkan kenaikan muka laut dan naiknya gelombang air laut sehingga menyebabkan banjir di daerah pesisir.

- Aktivitas badai kilat pada saat terjadi siklon tropis menyebabkan meningkatnya intensitas curah hujan.

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2007 di UPT Hujan Buatan, Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

ƒ Data kejadian siklon tropis pertiga jam dari tahun 1994 s/d 2006 Sumber:http://www.solar.ifa.hawaii. edu/tropical/tropical.html

(13)

ƒ Data anomali suhu permukaan laut pada tahun 1994 s/d 2006.

Sumber:http://www.cpc.ncep.noaa. gov/data/indicest/

ƒ Seperangkat komputer beserta

software-nya antara lain: Microsoft office, Arc View 3.3, Global Mapper 8

ƒ Gambar Peta dunia GTOPO30, Global 30 Arc Second Elevation Data, U.S. Geological Survey, National Mapping Division.

Sumber:http://edc.usgs.gov/product s/gtopo30/dem_img.html

3.3 Metode

3.3.1 Pengumpulan dan Penyusunan Data Data-data diperoleh dari internet. Kemudian data tersebut disusun dengan menggunakan software Microsoft Excel

kecuali gambar peta. Data-data yang diperoleh dari internet yaitu:

1. Data kejadian siklon per 3 jam dari bulan Juli 1994 sampai Desember 2006.

2. Data Anomali suhu permukaan laut tahun 1994 sampai dengan 2006 3. Gambar peta dengan letak

astronomis 60°-180°BT. 3.3.2 Pengelompokan Data

Data kejadian siklon yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kejadian siklon per 3 jam dari bulan Juli 1994 sampai Desember 2006 di sebagian Belahan Bumi Bagian Timur, dengan letak astronomis 60°-180°BT. Daerah kajian yang dibatasi ini dimaksudkan agar dapat menjelaskan karakteristik dan pengaruh siklon di sekitar Indonesia. Oleh karena itu, dari keseluruhan data kejadian siklon di dunia, hanya diambil data kejadian siklon pada wilayah 60°-180°BT karena Indonesia merupakan bagian dari wilayah tersebut dan kejadian siklon pada pada daerah tersebut masih dapat mempengaruhi Indonesia.

3.3.3 Pengoreksian Data

Data kejadian siklon per 3 jam pada tahun 1994-2006, disusun berdasarkan nama siklon dan waktu kejadiannya. Sehingga setiap siklon dapat diketahui urutan tahapan kejadiannya, mulai dari posisi muncul sampai dengan berakhir. Dari urutan data kejadin siklon pertiga jam tersebut terdapat beberapa data kejadian siklon yang

posisinya tercatat berubah dari N (Lintang Utara) menjadi S (Lintang Selatan) atau sebaliknya. Dari urutan data per 3 jam itu, hanya tercatat berpindah 1 kali. Hal ini dikarenakan kesalahan pencatatan atau human error. Maka dari itu, urutan posisi setiap siklon dikoreksi terlebih dahulu, apabila siklon hanya berpindah satu kali ke S (Lintang Selatan) maka, siklon tersebut dinyatakan terjadi di N (Lintang Utara) atau sebaliknya.

3.3.4 Analisis Karakteristik Siklon a. Analisis Frekuensi kejadian siklon

Setelah seluruh data kejadian siklon per 3 jam di 60°-180°BT setiap tahun di koreksi. Maka, data tersebut dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu siklon yang terjadi di Lintang Utara (N) dan siklon yang terjadi di Lintang Selatan (S) dengan maksud untuk membedakan karakteristik kedua wilayah kajian tersebut.

Data kejadian siklon per 3 jam di LU dan di LS dari tahun 1994-2006, kemudian disusun berdasarkan nama dan waktu setiap kejadian siklon. Setiap kejadian siklon memiliki nama yang berbeda sehingga dari nama-nama siklon dan waktu kejadiannya didapat jumlah kejadian siklon di LU maupun di LS.

Dari urutan data pergerakan suatu siklon, baik di LU maupun di LS diambil data pertama kali muncul dan data saat siklon berakhir seperti data posisi lintang dan bujur setiap kejadian siklon. Dari seluruh data tersebut diolah sehingga didapat data posisi lintang dan bujur yang paling subur untuk terjadinya siklon baik pada tahap pembentukan maupun pada tahap peredaan, selain itu juga diketahui terdapat beberapa data kejadian siklon yang hidup pada lintang kurang dari 5°.

Untuk mengetahui berapa nilai angin maksimum yang paling banyak pada seluruh kejadian siklon baik di LU maupun di LS, maka dari data per 3 jam setiap siklon, diambil data saat siklon mengalami kecepatan angin paling tinggi.

Sedangkan untuk mengetahui lamanya suatu siklon hidup baik siklon yang terjadi di LU maupun di LS maka, data per 3 jam dari setiap siklon diurutkan berdasarkan waktu kejadiannya. Sehingga didapat masa hidup suatu siklon. Dari seluruh data tersebut diolah sehingga didapat data rata-rata masa hidup siklon yang terjadi di LU dan LS. Selain masa hidupnya dicari juga

(14)

kecepatan angin maksimum dari setiap siklon, sehingga didapat data frekuensi kejadian siklon berdasarkan kecepatan angin maksimumnya.

b. Analisis Kejadian siklon bulanan

Untuk menentukan posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan di LU dan LS pada saat siklon mulai muncul, data yang digunakan yaitu data pada waktu siklon mulai muncul atau data pertama tercatat. Jadi, data yang diambil hanya data pertama dari setiap kejadian siklon. Data tahunan tersebut dikelompokan menjadi data bulanan. Sehingga didapat data jumlah siklon bulanan dari tahun 1994-2006, jumlah siklon rata-rata perbulan dan posisi lintang dan bujur rata-rata setiap bulannya pada saat siklon mulai muncul.

Sedangkan untuk mendapatkan posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan pada saat siklon berakhir, data yang digunakan yaitu data terakhir atau data pada waktu siklon berakhir. Jadi dari data per 3 jam, hanya diambil data terakhirnya saja dari setiap kejadian siklon pada tahun 1994-2006. data tersebut dirubah menjadi data bulanan, lalu data diolah sehingga didapat data posisi lintang dan bujur rata-rata bulanan dengan nilai Standar Deviasinya (Stdev) pada waktu siklon berakhir baik di LU maupun LS.

Kecepatan angin maksimum pada setiap siklon dari tahun 1994-2006 pada kejadian siklon di LU dan di LS, dikelompokan menjadi perbulan. Setelah itu diolah sehingga menjadi data kecepatan angin maksimum rata-rata bulanan.

Masa hidup setiap siklon yang sudah didapat sebelumnya, dikelompokan menjadi data bulanan, lalu diolah sehingga di dapat data masa hidup rata-rata bulanan baik pada siklon yang terjadi di LU maupun di LS.

3.3.5 Analisis Hubungan Fenomena ENSO dengan Siklon Tropis

Pada kajian ini menggunakan data anomali suhu permukaan laut tahunan di Nino 3.4; tahun kejadian fenomena El-nino serta data kejadian siklon tropis tahunan. Setelah itu dilihat perbedaan karakteristik siklon tropis seperti jumlah siklon dan masa hidupnya pada tahun normal dan tahun terjadinya El-nino di Lintang Utara dan Lintang Selatan (60°-180°BT).

3.3.6 Menggambarkan Jalur Kejadian siklon tropis

Data setiap siklon baik siklon yang terjadi di LU maupun di LS dipisahkan dan bentuknya diganti menjadi bentuk txt, setelah itu data dipanggil di Arc. View 3.3

sehigga jalur/ track setiap siklon dapat digambarkan. Gambar setiap track siklon tersebut dikelompokan menjadi perbulan lalu di overlay dengan gambar peta dunia.

(15)

Diagram Metodologi

Gambar 1 Diagram Alir Metodologi

Data siklon di BBS (60°-180°BT) tahun 1994-2006 Data siklon di LU Data siklon di LS Jumlah siklon bulanan dan tahunan Posisi muncul dan berakhir siklon Kec. Angin maks, masa hdp siklon Jumlah siklon bulanan dan tahunan Posisi muncul dan berakhir siklon Kec. Angin maks, masa hdp siklon

Analisis Statistik kejadian siklon di LU

Analisis Statistik kejadian siklon di LS Koreksi Data Di tolak Yes Data siklon di dunia tahun 1994-2006

Kesimpulan

& Hypothesa

(16)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Siklon Tropis

Data kejadian siklon tropis pada penelitian ini termasuk depresi tropis, badai tropis dan siklon tropis. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data pada bulan Juli tahun 1994 sampai dengan Desember 2006 di Belahan Bumi bagian Timur (BBT) dengan letak astronomis 60°-180°BT yaitu kejadian siklon tropis yang terjadi di daerah Selatan dan Utara Indonesia.

Dari data tersebut terdapat beberapa data kejadian siklon tropis yang berpindah dari lintang Selatan ke lintang Utara atau sebaliknya. Perpindahan tersebut secara tiba-tiba dengan jarak yang sangat jauh setelah itu berpindah kembali ke lintang selatan atau ke lintang utara. Secara teori siklon tropis tidak mungkin dapat melintasi garis equator. Di lihat dari data gambar track siklon pada lampiran juga tidak terdapat track siklon tersebut. Jadi, keadaan tersebut bisa saja terjadi karena kesalahan tekhnis dari alat penulis data atau karena human error.

4.2 Siklon Tropis yang Terjadi di Utara Ekuator (Lintang Utara)

Siklon tropis yang diamati dalam penelitian ini adalah siklon tropis yang terjadi di sekitar Indonesia yaitu di lintang Utara dengan asumsi mewakili karakteristik siklon yang terjadi di Utara Indonesia (BBU) dan lintang selatan dengan asumsi mewakili siklon yang terjadi di selatan Indonesia (BBS) pada tahun 1994-2006, dengan letak astronomis 60°-180° BT.

Di sekitar Indonesia rata-rata setiap bulannya terjadi 5 siklon tropis. Dari data bulan Juli tahun 1994 sampai Desember 2006 (60°-180° BT) di lintang Utara atau di utara ekuator terdapat sekitar 504 kejadian siklon tropis. Siklon tropis yang terjadi pada daerah tersebut terjadi sepanjang tahun dengan puncaknya pada bulan Juli sampai Oktober (Maksimum pada bulan Agustus) karena, pada bulan Agustus matahari sedang berada di Lintang Utara. Sedangkan pada bulan maret siklon jarang terbentuk di LU.

0 20 40 60 80 100 120 J F M A M J J A S O N D Bulan K e ja d ian si kl o n

Gambar 2 Kejadian siklon tropis bulanan

di BBU (Belahan Bumi Utara)

4.3 Siklon Tropis yang Terjadi di Selatan Ekuator (Lintang Selatan)

Daerah bagian selatan dari ekuator (Lintang Selatan) pada 60°-180°BT yang sering mengalami siklon tropis yaitu Samudera Hindia dan Perairan Australia. Samudera Hindia merupakan Samudera yang berbatasan dengan semenanjung Malaka, Indonesia. Sehingga kejadian siklon tropis di Samudera Hindia memberikan pengaruh terhadap keadaan cuaca dan iklim di Indonesia.

Dari data bulan Juli 1994 sampai Desember 2006 terdapat sekitar 272 kejadian siklon tropis di selatan ekuator (Selatan Indonesia). Siklon tropis lebih banyak terjadi pada bulan Oktober sampai Mei dengan puncaknya pada bulan Januari sampai Maret, dimana pada bulan ini matahari terletak di atas Samudera Hindia sehingga suhu perairan yang hangat meningkatkan aktivitas siklon. Sedangkan pada bulan Juni sampai dengan September hampir tidak pernah terjadi siklon tropis karena matahari sedang berada di Lintang Utara. 0 10 20 30 40 50 60 70 J F M A M J J A S O N D Bulan K e ja d ian si kl o n

Gambar 3 Kejadian siklon tropis bulanan

di BBS (Belahan Bumi Selatan).

(17)

Sebaliknya dari rata-rata kejadian siklon bulanan di lintang utara (BBU), di lintang selatan ini pada bulan Maret merupakan salah satu puncak kejadian siklon. Selama kurun waktu 12 tahun, pada bulan ini siklon terbentuk sekitar lebih dari 60 kali. Sedangkan pada bulan Juni sampai Agustus hampir tidak pernah terjadi siklon di Lintang Selatan (BBS, 60°-180°BT). Siklon tropis rata-rata lebih banyak terjadi di Utara ekuator (Lintang Utara) dibandingkan Selatan ekuator (Lintang Selatan) setiap tahunnya karena adanya perbedaan topografi antara Utara dengan Selatan Ekuator, di lintang utara lebih banyak daratannya dibandingkan di Lintang Selatan sehingga, adanya aliran udara terganggu oleh perubahan ketinggian medan atau oleh aliran dari darat ke laut (Neiburger et al, 1995).

4.4 Posisi Siklon Tropis Pada Tahap

Pembentukan dan Peredaan

kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki intensitas yang berbeda. Selain jumlah dan waktu, intensitas siklon tropis juga ditentukan oleh posisi lintang dan bujur saat siklon terbentuk. Kebanyakan siklon mulai terbentuk pada daerah antara 10° dan 20° dari ekuator, sedikit sekali yang muncul pada lintang di atas 4° dari ekuator (Tjasyono, 2000)

Kejadian siklon tropis salah satunya dipengaruhi oleh besarnya gaya coriolis. Besarnya gaya coriolis dipengaruhi oleh posisi lintang sehingga, posisi lintang dan bujur dapat menentukan daerah mana yang subur atau tidak untuk terjadinya siklon tropis.

4.4.1 Posisi Lintang dan Bujur Awal Kemunculan Siklon

a. Lintang Utara (LU)

Berdasarkan data kejadian siklon tahun 1994-2006 di sepanjang 60°-180°BT pada bagian utara ekuator yaitu sekitar Laut Arabia sampai Samudera Pasifik bagian Barat, siklon tropis dapat muncul antara lintang kurang dari 3°LU sampai dengan lintang 36°LU.

Siklon tropis yang terbentuk pada lintang kurang dari 3°LU, selama kurun waktu 12 tahun hanya terjadi 1 kali. Hal ini disebabkan, pada lintang tersebut gaya coriolisnya sangat kecil (mendekati nol) sehingga tidak mungkin terjadinya siklon tropis, kejadian siklon tersebut hanya merupakan penyimpangan yang bisa

disebabkan adanya faktor alam lainnya selain gaya coriolis. Sekitar 78% siklon mulai terbentuk pada lintang antara 6° sampai 21°LU.

Frekuensi munculnya siklon tropis pada wilayah tersebut semakin bertambah pada posisi lintang yang semakin tinggi hingga mencapai titik maksimum pada lintang 12°-15°LU, yang merupakan posisi lintang paling subur pada tahap pembentukan siklon tropis. Pada lintang di atas 15°LU, awal kemunculan siklon mulai berkurang dengan semakin tingginya lintang. 0 20 40 60 80 100 120 <=33 < 6 6 < 9 9 < 12 12 < 15 15 < 18 18 < 21 21 < 24 24 < 27 27 < 30 30 < 33 33 < 36 36 < 39>39 Derajat LU K e jad ia n siklo n

Gambar 4 Frekuensi awal kemunculan

siklon yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi lintang.

Apabila dilihat dari daerah kajian penelitian ini yaitu, daerah sekitar 60°-180°BT maka, siklon yang terjadi di lintang utara mulai muncul di sepanjang rentang bujur tersebut. Tetapi, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur 110°-160°BT (73%) atau sekitar Samudera Pasifik Utara bagian Barat, dengan puncaknya pada posisi 130°-140°BT yaitu sekitar Laut Filipina. Karena pada wilayah tersebut merupkan wilayah lautan yang luas. Sedangkan pada wilayah 60°-100°BT merupakan laut yang berbatasan dengan daratan (India) dan sebagian Asia Tenggara.

Berdasarkan grafik di bawah ini, dapat dilihat bahwa posisi lintang dan bujur yang paling sering untuk mulai terbentuknya siklon tropis yaitu pada lintang antara 12-15oLU dan 130o-140oBT yaitu sekitar Laut

(18)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 <= 6 0 60 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 10 0 100 < 11 0 110 < 12 0 120 < 13 0 130 < 14 0 140 < 15 0 150 < 16 0 160 < 17 0 170 < 18 0 Derajat BT K e ja d ian si k lo n

Gambar 5 Frekuensi awal terbentuk siklon

yang terjadi di utara ekuator berdasarkan posisi bujur. Dari Gambar 4 dan 5 di atas memperlihatkan bahwa wilayah utara Indonesia (utara ekuator, LU) yang subur untuk terbentuknya siklon yaitu Laut Cina Selatan, laut Filipina (Samudera Pasifik Utara bagian Barat).

b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Pada siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara (Utara Indonesia) terdapat siklon yang mulai muncul pada posisi lintang kurang dari 3°LU. Sedangkan, di Lintang Selatan (Selatan Indonesia) siklon mulai terbentuk di atas lintang 3°LS sampai 25.3°LS. Sekitar lebih dari 80% siklon mulai terbentuk pada lintang 9°-18°LS. Intensitas awal terbentuknya siklon memiliki pola lokal yaitu semakin tinggi posisi lintang maka semakin bertambah frekuensi awal kemunculan siklon hingga mencapai puncak maksimum pada lintang 12°-15°LS.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 <=3 3 < 6 6 < 9 9 < 12 12 < 15 15 < 18 18 < 21 21 < 24 24 < 27 27 < 30 30 < 33 Derajat LS K e jad ian sik lo n

Gambar 6 Frekuensi awal kemunculan

siklon yang terjadi di Lintang Selatan berdasarkan posisi lintang

Di Lintang Selatan atau sekitar Samudera Hindia Selatan dan perairan Australia, siklon tropis mulai terbentuk merata di sepanjang wilayah kajian yaitu 60°-180°BT, kecuali pada wilayah 100°-110°BT awal kemunculan siklon lebih jarang. 0 5 10 15 20 25 30 35 <= 60 60 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 100 100 < 110 110 < 120 120 < 130 130 < 140 140 < 15 0 150 < 160 160 < 170 170 < 180 Derajat BT K e ja d ian si kl o n

Gambar 7 Frekuensi awal terbentuk siklon

yang terjadi di LS berdasarkan posisi bujur

4.4.2 Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Peredaan Suatu Siklon

a. Samudera Pasifik bagian Barat dan Hindia bagian Utara

Dari grafik di bawah ini, terlihat bahwa posisi siklon pada tahap peredaan paling banyak berada pada lintang 21°-24°LU, dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) di bawah lintang 3°LU. Lain halnya pada tahap pembentukan, siklon paling banyak mulai hidup pada lintang 12°-15°LU dan terdapat siklon yang mulai hidup di bawah lintang 3°LU. Sekitar 90.4% dari data kejadian siklon tahun 1994-2006, siklon tropis berakhir (mati) pada posisi lintang di atas 12°LU. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa siklon bergerak menuju lintang yang lebih tinggi. 0 10 20 30 40 50 60 70 <=33 < 66 < 9 9 < 12 12 < 15 15 < 18 18 < 21 21 < 24 24 < 27 27 < 30 30 < 33 33 < 36 36 < 39>39 Derajat LU K e ja d ian si kl o n

Gambar 8 Frekuensi kejadian siklon tropis

di utara ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan.

Frekuensi kejadian siklon di LU lebih banyak berakhir (mati) pada bujur lebih dari 100°BT karena awal kemunculan siklon tropis juga lebih banyak pada posisi bujur 110°-180°BT. dari data kejadian siklon selama 12 tahun ini, dapat dilihat bahwa siklon tropis yang terjadi di utara ekuator dari wilayah 60°-180°BT paling banyak

(19)

siklon yang berakhir (mati) pada posisi 110°-120°BT. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 <= 6 0 60 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 100 100 < 110 110 < 120 120 < 130 130 < 140 140 < 150 150 < 160 160 < 170 170 < 180 Derajat BT K e ja d ian s ikl o n

Gambar 9 Frekuensi kejadian siklon di

utara Indonesia berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaannya

Sedangkan pada tahap pembentukan lebih banyak muncul pada posisi bujur lebih dari 110oBT dan puncaknya pada bujur

130o-140oBT. Keadaan tersebut

memperlihatkan bahwa siklon di lintang utara belahan bumi bagian timur, bergerak menuju lintang yang lebih tinggi.

b. Samudera Hindia dan Perairan Australia Dari data kejadian siklon tahun 1994-2006 di selatan ekuator (selatan Indonesia) yaitu dari sebagian Samudera Hindia sampai Laut Coral (Timur laut Australia) terdapat lebih dari 90% siklon tropis berakhir pada lintang 9°-30°LS yang puncaknya pada 15°-21°LS dan tidak ada siklon yang berakhir (mati) pada daerah lintang di bawah 3°LS. Di Lintang Selatan (LS), pada tahap pembentukan siklon lebih intensif pada lintang 6°-21°LS. Sedangkan pada tahap peredaannya siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi, sehingga siklon paling intensifnya muncul pada lintang 9°-30°LS.

0 10 20 30 40 50 60 <=33 < 66 < 9 9 < 12 12 < 15 15 < 18 18 < 21 21 < 24 24 < 27 27 < 30 30 < 33 33 < 36 36 < 39>39 Derajat LS K e ja d ian si k lo n

Gambar 10 Frekuensi kejadian siklon

tropis di Selatan Ekuator berdasarkan posisi lintang pada tahap peredaan.

Dari data kejadian siklon tahun 1994-2006 di selatan ekuator (selatan Indonesia) siklon muncul secara tersebar pada bujur

antara 60o-180oBT sesuai dengan daerah

kajian. Begitu juga posisi bujur pada saat siklon berakhir (mati).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 <= 60 60 < 70 70 < 80 80 < 90 90 < 100 100 < 110 110 < 120 120 < 130 130 < 140 140 < 150 150 < 160 160 < 170 170 < 180 Derajat BT K e ja d ian si kl o n

Gambar 11 Frekuensi kejadian siklon tropis

di Selatan Ekuator berdasarkan posisi Bujur pada tahap peredaan siklon.

4.5 Posisi Lintang Minimum dan

Maksimum Siklon Tropis Pada Tahap Pembentukan

Siklon tropis yang terjadi Lintang Utara pada 60o-180oBT dari tahun

1994-2006 mulai terbentuk dari 1.5oLU yang

merupakan posisi lintang minimum sampai 36oLU yang merupakan posisi lintang

maksimum awal terbentuknya siklon. Posisi minimum terjadi pada bulan Desember tahun 2001 dan maksimum bulan Juli tahun 1997.

Tabel 1 Data posisi lintang minimum dan

maksimum pada tahap pembentukan siklon

Tahun

LU LS min max min max

1994 5.1 34.7 7.2 12.4 1995 6 28.6 10 17.7 1996 4.3 33.2 4.8 25.3 1997 5.1 36 6.1 21 1998 6.1 29.5 9 22.1 1999 5.6 33.1 9.8 21.4 2000 7.4 33.1 6.3 19.5 2001 1.5 25.9 6.9 19.1 2002 4.8 32.1 7 20.8 2003 3.3 30.1 4.5 21.6 2004 6.1 29.4 7.7 23.1 2005 5 24.1 7.5 16.4 2006 5.3 26 7.7 18.7

Secara teori siklon tropis hanya dapat terbentuk di atas lintang 4o. Tetapi,

berdasarkan data kejadian siklon tahun 1994-2006 terdapat siklon yang mulai hidup di lintang kurang dari 4°. Hal ini merupakan anomali atau penyimpangan kejadian siklon

(20)

karena seharusnya siklon terbentuk pada lintang di atas 5°LU/LS.

Di Lintang Selatan siklon tropis mulai terbentuk pada posisi lintang 4.5°LU yang merupkan lintang terendah untuk dapat mulai terbentuknya siklon dan lintang 25.3°LS yang merupakan lintang paling tinggi yang masih dapat mulai terbentuk siklon.

Di Lintang Utara siklon tropis masih terbentuk pada lintang 36°LS, sedangkan di Lintang Selatan siklon hanya terbentuk sampai lintang 25.3°LS hal ini terjadi karena pada Lintang Utara terdapat kontras termal antara Samudera dengan daratan.

4.6 Kecepatan Angin Maksimum Pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia

Badai siklon terjadi pada daerah angin baratan. Angin baratan lebih berpengaruh dalam pembentukan siklon, walaupun angin siklon dapat berhembus dari segala penjuru.

Kecepatan angin pada siklon tropis ini merupakan kecepatan angin maksimum yang terjadi pada suatu badai. Baik di LU maupun di LS, frekuensi siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum paling banyak yaitu 20-40 knot yang merupakan depresi tropis dan badai tropis. Di Lintang Utara, sekitar 48% merupakan siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 60 knot. Sedangkan di LS siklon tropis dengan kecepatan angin maksimum lebih dari 60 knot yaitu sekitar 52 % karena, di Lintang Selatan lebih banyak siklon tropis yang terbentuk pada lautan yang luas sedangkan di Lintang Utara banyak daratan yang dapat menyebabkan siklon melemah apabila melaluinya.

Kejadian siklon tropis dengan kecepatan angin maksimumnya yang semakin besar maka frekuensinya semakin jarang. Kecuali, pada siklon yang memiliki kecapatan angin maksimumnya sekitar 120-140 knot. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 20<4 0 40<6 0 60<8 0 80<1 00 100< 120 120< 140 140< 160

Kec. angin m aks (knot)

K e jad ian s ikl o n LU LS

Gambar 12 Kejadian siklon di LU dan LS

berdasarkan kecepatan angin maksimum

Pada Gambar 12 terlihat, baik grafik frekuensi kejadian siklon tropis di LU dan LS memiliki pola yang sama. Di LU sekitar 33.4% siklon tropis memiliki kecepatan angin maksimum 20-40 knot.

4.7 Masa Hidup pada Siklon Tropis yang Terjadi di Sekitar Indonesia

Masa hidup Siklon tropis sangat bervariasi mulai dari beberapa jam sampai dengan mingguan. Baik di utara (LU) maupun di selatan ekuator (LS) pada 60°-180°BT, siklon tropis paling banyak hidup selama 4-6 hari.

Berdasarkan data kejadian siklon tropis dari tahun 1994-2006 di LU masa hidup siklon tropis paling lama yaitu 17 hari. Sedangkan di selatan mencapai 22 hari.

Dari grafik masa hidup siklon tropis di bawah ini, frekuensi kejadian siklon tropis di lintng utara maupun lintang selatan hampir memiliki pola yang sama. Lebih dari 80% kejadian siklon tropis di Lintang Utara dan Selatan, hidup dalam waktu hanya beberapa jam sampai dengan 9 hari.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 <3 4< 6 7 < 9 10 < 12 13 < 15 16 <18 19 < 21 >21

Masa hidup (hari)

Kej a d ia n si kl o n LU LS

Gambar 13 Frekuensi masa hidup siklon

(21)

4.8 Nilai Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan dan Peredaan

4.8.1 Nilai Rata-rata Bulanan Lintang dan Bujur Pada Tahap Pembentukan a. Lintang Utara (LU)

Rata-rata setiap bulannya siklon tropis di LU muncul pada lintang di atas 5° sampai 20°LU. Intensitas kejadian siklon tropis di Lintang Utara (LU) pada bulan Juli sampai Oktober lebih sering dibandingkan pada bulan lainnya. Pada bulan Juli sampai Oktober juga siklon lebih sering mulai terbentuk pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya yaitu pada kisaran rata-rata lintang di atas 10°– 26°LU. Sedangkan pada bulan Maret rata-rata siklon mulai terbentuk pada lintang 5-9°LU. Pada Bulan Maret variasi lintangnya sangat kecil hal ini dikarenakan pada bulan ini di Lintang Utara (BBU) jumlah kejadian siklon dari tahun 1994-2006 hanya terjadi 4 kali. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 J F M A M J J A S O N D Bulan de ra ja t LU Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 14 Posisi lintang rata-rata bulanan awal terbentuk siklon LU Posisi bujur awal terbentuk siklon bulanan di Lintang Utara (LU) sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan salah satunya ruang lingkup penelitian yang cukup luas yaitu dari 60°-180°BT. Kecuali pada bulan Juli sampai September hampir semua siklon mulai terbentuk pada Bujur di atas 100°BT atau sekitar Samudera Pasifik bagian Barat. Begitu juga pada bulan Maret siklon hanya terjadi di sekitar Laut Filipina.

Dari gambar 14 di bawah ini, terlihat bahwa siklon tropis yang terjadi di Lintang Utara rata-rata setiap bulanannya muncul pada posisi bujur di atas 100° sampai 150°BT. Maka dari itu, siklon tropis lebih banyak muncul pada posisi bujur yang lebih besar, karena pada posisi bujur lebih dari 100°BT di utara ekuator merupakan wilayah lautan yang luas.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 J F M A M J J A S O N D Bulan de ra ja t L U Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 15 Posisi bujur rata-rata bulanan

awal terbentuk siklon di LU Berdasarkan Gambar di bawah ini, dapat dilihat bahwa pada bulan Maret dan Agustus, selain tedapat perbedaan jumlah siklon pada setiap bulannya, posisi lintang rata-rata awal kemunculannya juga berbeda.

Gambar 16 Kejadian siklon di LU pada bulan Maret dari tahun 1995-2006

Gambar 17 Kejadian siklon di LU pada

bulan Agustus dari tahun 1995-2006.

b. Lintang Selatam (LS)

Siklon tropis yang terjadi di Lintang Selatan pada bulan Desember sampai April, posisi mulai munculnya rata-rata pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada bulan yang lainnya. Pada bulan Juni hampir

(22)

tidak ada variasi (Stdevnya kecil) baik posisi lintang maupun posisi bujurnya. Hal ini disebabkan pada bulan ini dari data tahun 1994-2006 di lintang selatan (60°-180°BT) jumlah siklon yang terjadi hanya 2 kali.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 J F M A M J J A S O N D Bulan de ra ja t LS Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 18 Posisi lintang awal rata-rata

bulanan pada awal terbentuk siklon di LS

Posisi bujur rata-rata pada bulan Juni lebih dari 170°BT, artinya pada bulan Juni siklon mulai terjadi sekitar wilayah laut Coral atau daerah Timur Laut Australia. Seperti halnya pada bulan Juni, siklon yang terjadi pada bulan Juli sampai September juga dari kurun waktu 13 tahun siklon hanya terjadi 2-3 kali. Maka dari itu variasi bujur pada tahap pembentukan siklon pada bulan tersebut kecil. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 J F M A M J J A S O N D Bulan de ra ja t LS Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 19 Posisi Bujur rata-rata bulanan

awal terbentuk siklon di LS Dari Gambar 20 dan 21 di bawah ini dapat dilihat bahwa siklon yang terjadi pada bulan Januari jauh lebih banyak dibandingkan pada bulan Juni. Selain itu juga, pada bulan Januari siklon terbentuk merata dari 60°-180°BT, sedangkan pada bulan Juni siklon hanya terbentuk di Laut Coral.

Gambar 20 Kejadian siklon tropis di LS

pada bulan Januari dari tahun 1995-2006

Gambar 21 Kejadian siklon tropis di LS

pada bulan Juni dari tahun 1995-2006

4.8.2 Rata-rata Bulanan Posisi Lintang dan Bujur Pada Tahap peredaan

a. Lintang Utara (LU)

Dilihat dari posisi lintang dan bujur saat berakhirnya suatu siklon lebih banyak pada daerah sekitar Laut Cina Selatan, Thailand dan Taiwan.

Siklon yang terjadi di Belahan Bumi Utara ( BBU, 60°-180°BT) setiap bulannya berakhir pada posisi lintang rata-rata bulanan yang berbeda. Pada bulan Juni sampai September siklon berakhir pada lintang rata-rata di atas 25oLU. Sedangkan

pada bulan yang lainnya siklon berakhir pada lintang rata-rata bulanan di bawah 25oLU.

Dari Gambar 13 dan 17 dapat terlihat bahwa rata-rata siklon tropis berakhir pada lintang yang lebih tinggi dibandingkan pada saat kemunculannya

(23)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 J F M A M J J A S O N D Bulan De ra ja t L U Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 22 Posisi lintang rata-rata bulanan

pada akhir kejadian siklon di LU.

Tahapan dari sebuah siklon tropis sejak terbentuk di Samudera hingga meredanya setelah memasuki daratan meliputi tahap pembentukan, tahap muda, tahap dewasa dan tahap peredaan. Siklon yang terjadi Lintang Utara ini pada tahap peredaannya terjadi pada posisi bujur rataan bulanan di atas 100° sampai 145°BT posisi ini menujukan bahwa pada posisi rataan bujur bulanan tahap pembentukan maupun tahap peredaan tidak terlalu jauh berbeda karena track siklon cenderung bergerak naik pada posisi lintang yang lebih tinggi, sedangkan posisi bujurnya berubah saat siklon berlangsung (tahap muda dan tahap dewasa).

Pada saat berakhir siklon bergerak mendekati posisi bujur yang tidak jauh berbeda dengan saat awal kemunculannya. Dengan kata lain perbedaan posisi siklon saat tahap pembentukan dan peredaan hanya pada posisi lintangnya saja. Track siklon dapat dilihat dalam lampiran gambar. Pada posisi bujur pada tahapan peredaan ini tidak terlalu jauh beda dengan pada rataan bujur bulanan saat tahap pembentukan siklon.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 J F M A M J J A S O N D Bulan De ra ja t BT Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 23 Posisi bujur rata-rata bulanan

pada akhir kejadian siklon di Utara ekuator.

b. Lintang Selatan (LS)

Posisi lintang rata-rata pada tahap pembentukan siklon tropis di lintang selatan

lebih kecil dibandingkan rata-rata lintang pada tahap peredaannya. Pada bulan Desember sampai April siklon berakhir pada rata-rata lintang sekitar 20oLS. Pada bulan

September siklon terbentuk pada lintang yang lebih rendah dibandingkan pada bulan yang lainnya. 0 5 10 15 20 25 30 35 J F M A M J J A S O N D Bulan De ra ja t L S Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 24 Posisi lintang rata-rata bulanan

siklon tropis pada tahap peredaan di BBS

Posisi bujur rata-rata bulanan pada tahap pembentukan maupun peredaan pada kejadian siklon di lintang selatan (BBS) tidak jauh berbeda, begitu juga dengan pola grafiknya. Perubahan posisi bujur sering terjadi pada saat siklon berlangsung karena rata-rata siklon bergerak pada lintang yang lebih tinggi. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 J F M A M J J A S O N D Bulan De ra ja t B T Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 25 Posisi bujur rata-rata bulanan

pada akhir kejadian siklon di Selatan ekuator

4.9 Nilai Rata-rata Bulanan Kecepatan Angin Maksimum dan Masa Hidup siklon Tropis

4.9.1 Rata-rata Kecepatan Angin Maksimum Bulanan Pada Siklon

a. Lintang Utara (LU)

Kejadian siklon setiap bulannya memiliki variasi kecepatan angin maksimum yang beraneka ragam, sehingga hasil rata-rata kecepatan angin maksimum bulananya belum dapat memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Variasi paling besar terjadi pada

(24)

bulan Maret dan April. Pada bulan Februari, rata-rata kecepatan angin maksimumnya paling kecil yaitu kurang dari 40 knot dengan nilai Standar Deviasi yang paling kecil diantara bulan yang lainnya, sehingga pada bulan Februari variasinya tidak terlalu besar. 0 20 40 60 80 100 120 140 J F M A M J J A S O N D Bulan kec. a n g in m aks ( k n o t) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 26 Rata-rata kecepatan angin

maksimum bulanan pada siklon tropis di LU

b. Lintang Selatan (LS)

Kecepatan angin maksimum rata-rata bulanan di BBS sangat bervariasi mulai dari 40 knot sampai lebih dari 120 knot. Kecuali pada bulan Juli sampai Oktober, kecepatan angin maksimum rata-rata berkisar pada 20-100 knot. Kecepatan angin maksimum rata-rata pada bulan Mei, mulai dari 30 knot sampai 90 knot. 0 20 40 60 80 100 120 140 J F M A M J J A S O N D Bulan kec. an g in m aks ( k n o t) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 27 Rata-rata kecepatan angin

maksimum bulanan di LS 4.9.2 Rata-rata Masa Hidup Bulanan Pada

Siklon Tropis a. Lintang Utara (LU)

Rata-rata masa hidup siklon bulanan paling panjang di lintang utara yaitu pada bulan April sedangkan rata-rata masa hidup paling pendek yaitu pada bulan Januari dan Februari, rata-ratanya hanya sekitar 2-3 hari. Sedangkan pada bulan Mei sampai

Desember rata-rata masa hidup bulanannya mencapai sekitar 5-6 hari.

0 2 4 6 8 10 12 J F M A M J J A S O N D Bulan M asa h idup ( H a ri ) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 28 Masa hidup rata-rata bulanan

pada siklon tropis di LU. b. Lintang Selatan (LS)

Di Utara ekuator pada bulan Januari masa hidup rata-rata siklon tropis paling pendek, sedangkan di selatan pada bulan Desember sampai Maret rata-rata masa hidupnya lebih dari 5 hari. Siklon yang terjadi pada bulan Juni sampai September rata-rata masa hidup lebih pendek dari bulan yang lainnya yaitu sekitar 3-4 hari.

0 2 4 6 8 10 12 J F M A M J J A S O N D Bulan Masa h idup (H a ri ) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 29 Masa hidup rata-rata bulanan

pada siklon tropis di LS

4.10 Pengaruh El-nino Terhadap Kejadian Siklon Tropis

Menurut Gray (1990), kejadian siklon tropis di beberapa Samudera pada saat El-nino yang mengalami peningkatan dari kondisi normalnya di Samudera Pasifik bagian selatan, Samudera Pasifik Utara bagian tengah, dan Samudera Pasifik bagian Timur. Kejadian siklon tropis yang mengalami penurunan dari kondisi normalnya Samudera Pasifik Utara bagian barat, Samudera Atlantik tropis, dan lautan di sekitar Australia.

Dari data kejadian siklon tropis bulan Juli 1994 sampai Desember 2006 di sekitar Indonesia dengan letak astronomis 60o

(25)

Samudera Pasifik dan Hindia, kejadian siklon tropis pada tahun el-nino ataupun pada tahun normal di Lintang Utara maupun Selatan tidak ada perbedaan jumlah kejadian siklon yang cukup beda. Hal ini dikarenakan daerah kajian yang cukup luas dan kurang spesifik. Sehingga datanya juga merupakan data total seluruh kejadian siklon di sebagian Belahan Bumi bagian Timur dari 60°-180°BT.

Tabel 2 Data kejadian siklon tropis tahunan

di LU dan LS Tahun 60-180° BT LU LS 1994 32 3 1995 39 16 1996 50 35 1997 42 29 1998 38 26 1999 41 21 2000 40 23 2001 39 18 2002 46 20 2003 33 23 2004 38 23 2005 34 18 2006 32 17 Rata2 39 21

Dari tahun 1994-2006, fenomena El nino terjadi pada tahun 1997, 2002 dan 2006. Fenomena ENSO pada tahun-tahun tersebut tidak memberikan pengaruh yang besar pada intensitas kejadian siklon di LU maupun LS pada wilayah 60°-180°BT. Karena, pada Lintang Utara siklon lebih banyak terbentuk pada daerah 110°-150°BT yang merupakan Samudera Pasifik Barat sehingga bukan termasuk wilayah yang dipengaruhi oleh el-nino

Kejadian ENSO dapat diketahui salah satunya dengan melihat perubahan Suhu Permukaan Laut (SPL) di sekitar Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Kejadian El-nino hanya berpengaruh pada sebagian Samudera Pasifik. Tetapi, pada daerah kajian penelitian ini siklon yang terjadi di Utara dan selatan Indonesia (60°-180°BT) tidak mengalami perbedaan yang nyata antara jumlah siklon di tahun normal maupun tahun el-nino, begitu juga.dengan masa hidupnya. 0 2 4 6 8 10 12 1994 1995 1996 1997 1998 1999 20002001200220032004200 5 200 6 Tahun M asa h idup (H a ri ) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 30 Masa hidup rata-rata tahunan

pada siklon tropis di Utara Ekuator. 0 2 4 6 8 10 12 14 199 4 199 5 199 6 199 7 199 8 1999200 0 200 1 200 2 200 3 200 4 200 5 200 6 Tahun M asa h id u p ( H ar i) Rata-rata -/+ Stdev

Gambar 31 Masa hidup rata-rata tahunan

pada siklon tropis di Selatan Ekuator.

4.11 Anomali Kejadian Siklon

Pada wilayah ekuator tidak memungkinkan terjadinya perbedaan tekanan yang ekstrim karena suhu muka laut relatif lebih hangat dengan perbedaan kecil. Selain itu juga di wilayah ekuator tidak ada pengaruh gaya coriolis. Sehingga, siklon mulai terbentuk pada lintang di atas 5oLU/LS dari ekuator. Tetapi, dari data

kejadian siklon tropis (1994-2006) di belahan bumi bagian timur (60o-180oBT)

terdapat beberapa siklon yang terjadi di bawah lintang 5°LU/LS dari ekuator.

Tabel 3 Siklon tropis yang terbentuk pada

lintang di bawah 5°LU/LS

No. Bulan Tahun Nama siklon

1 Mei 1996 JENNA-96 2 Desember 2001 VAMEI-01 3 Desember 2001 FAXAI-01 4 Desember 2002 05B-02 5 April 2003 KUJIRA-03 6 Januari 2005 02B-05 7 Maret 2006 01W-06

Penyimpangan kejadian siklon lebih banyak terjadi di Belahan Bumi Utara (BBU), ada 6 siklon yang terjadi di BBU dan 1 siklon yang terjadi di BBS. Siklon yang terbentuk di BBS yaitu siklon Jenna-96 dan siklon yang lainnya terbentuk di BBU.

(26)

Adanya penyimpangan kejadian siklon ini dapat disebabkan oleh fenomena alam lainnya seperti pusaran borneo dan pemanasan global.

Gambar 32 SIklon yang terbentuk di

bawah 5°LU/LS. Siklon Vameii

Siklon vameii terbentuk pada lintang 1,5 LU pada bulan Desember 2001. siklon tersebut jarang terjadi karena kawasan khatulistiwa dianggap sebagai kawasan yang bebas dari siklon tropika. Gaya coriolis yang semakin lemah apabila mendekati khatulistiwa merupakan penyebab jarangnya terjadi pembentukan siklon tropis pada lintang di bawah 5°LU.

Siklon vameii terjadi akibat adanya interaksi antara pusaran Borneo yang berputar di Laut Cina Selatan dengan hembusan angin Monsoon Timur Laut sehingga dapat menyebabkan pusaran siklonik bergerak ke bagian selatan laut Cina Selatan. Pusaran Borneo yaitu gangguan skala sinoptik yang terjadi di kepulauan Borneo (Chang et al, 2005). Titik tengah

pusaran Borneo memiliki tekanan rendah sehingga angin dari kawasan bertekanan tinggi akan membawa uap air ketika menyeberangi Laut Cina Selatan yang menyebabkan terjadinya pembentukan awan yang tebal sehingga curah hujan meningkat. Pusaran Borneo semakin kuat apabila ada hembusan angin Monsoon Timur Laut dan frekuensi hembusan angin monsoon Timur laut dapat melamah apabila terjadi MJO (Chang et al, 2005).

Gambar 33 Pusaran Borneo 4.12 Dampak Siklon Tropis

Badai tropis adalah gerak berputar udara yang terjadi di perairan laut tropis dengan kecepatan angin yang berkisar antara 63-115 km/jam disertai dengan hujan yang sangat lebat. Kecepatan angin yang demikian besar dan hujan yang sangat lebat akan menimbulkan bahaya angin ribut, banjir, dan longsor beserta dengan seluruh bencana lainnya seperti kerusakan properti, infrastruktur, dan korban jiwa.

Di Indonesia sendiri hanya terkena pengaruh dari ekor siklon bukan pengaruh langsung. Efek yang ditimbulkannya berupa angin kencang, curah hujan tinggi dan naiknya gelombang muka air laut. Misalnya efek yang ditimbulkan siklon Inigo pada tanggal 1 April 2003. Siklon ini menyebabkan terjadinya hujan lebat yang disertai angin kencang di Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Ende dan Flores Timur, mengakibatkan banjir dan tanah longsor.

Selain itu juga, pengaruh Siklon Ivy pada tanggal 27 Februari 2004 yaitu siklon Ivy menarik awan-awan yang ada di Indonesia ke arah pusat siklon (sebelah tenggara Papua). Akibatnya sebagian besar wilayah Indonesia berpeluang cerah hingga berawan sejenak setelah sebelumnya dilanda hujan berhari-hari. Hanya wilayah Papua yang berpeluang kuat hujan lebat karena lebih dekat dengan pusat siklon Ivy.

(27)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Siklon yang terjadi di sekitar Indonesia (Utara dan Selatan Indonesia) dengan letak astronomis 60°-180°BT memiliki karakter yang berbeda. Dari data tahun 1994-2006 kejadian siklon di LU lebih banyak dibandingkan di LS. Di LU puncak kejadian siklon pada bulan Juli samapai Oktober, sedangkan di LS puncaknya bulan Januari sampai Maret. Siklon lebih banyak terbentuk pada lintang 9°-18°LU/LS dan cenderung bergerak menuju lintang yang lebih tinggi. Di LU terdapat 6 siklon yang terjadi pada lintang kurang dari 5°, sedangkan di LS hanya terjadi 1 kali. Salah satu siklon yang mulai terbentuk di bawah 5° yaitu siklon Vameii yang terbentuk pada lintang 1.5°LU dan terjadi pada bulan Desember tahun 2001 yang melintasi Pulau Sumatera, Indonesia. Di LU daerah paling potensial yaitu di Laut Cina Selatan dan Laut Filipina, sedangkan di LS siklon terbentuk secara tersebar di sepanjang daerah kajian.

Kejadian siklon tropis pada tahun el-nino maupun pada tahun normal di LU dan LS tidak ada perbedaan jumlah kejadian siklon yang cukup beda, begitu juga dengan rata-rata masa hidupnya.

Berdasarkan Gambar jejak (track) siklon, baik di Lintang Utara maupun Lintang Selatan, siklon selalu bergerak ke arah lintang yang lebih tinggi. Di LU daerah paling potensial yaitu di Laut Cina Selatan dan Laut Filipina, sedangkan di LS siklon terbentuk secara tersebar di sepanjang daerah kajian. Siklon di sekitar Indonesia disimpulkan bersifat keotik. Karena terdapat keteraturan pola siklon dari sejak lahir hingga mati dan juga variasinya masih memiliki batas (pergerakan pada daerah tertentu).

Salah satu dampak siklon tropis terhadap Indonesia yaitu berupa hujan lebat yang disertai angin kencang di Nusa Tenggara Timur, khususnya Kabupaten Ende dan Flores Timur, yang mengakibatkan banjir dan tanah longsor yang ditimbulkan dari siklon Inigo dan akibat siklon ivy yaitu sebagian besar wilayah Indonesia berpeluang cerah hingga berawan sejenak setelah sebelumnya dilanda hujan berhari-hari. Hanya wilayah Papua yang berpeluang kuat hujan lebat karena lebih dekat dengan pusat siklon Ivy.

5.2 Saran

Untuk mengetahui kekuatan siklon tropis perlu adanya data tekanan udara pada saat terjadi siklon, penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan data tekanan dan dalam penggambaran siklon tropisnya tidak hanya tracknya saja tetapi juga kecepatan angin pada setiap siklon tropis. Selain itu juga, daerah kajiannya dibatasi sesuai dengan batasan wilayahnya sehingga hasilnya dapat lebih spesifik. Untuk menjelaskan secara detail alasan dan penyebab adanya karakteristik siklon tropis yang terjadi di sekitar perlu adanya penelitian lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Chang et al. 2005. Synoptic Disturbances Over the Equatorial South Cina Sea Western Continent During Boreal Winter. Mon. Wea. Rev. 133. 489-503.

Donn, William L. 1975. Meteorology. Fourth edition. Mc. Graw-Hill. Dyahwati, N. 2006. Karakteristik Fisik

Siklon Tropis dan Pengaruhnya. Skripsi. FMIPA IPB. Bogor.(Tidak dipublikasikan)

Faqih, A. 2003. Analisis Pola Spasial dan Temporal Anomali Suhu Permukaan Laut Samudera Pasifik, Hindia dan Atlantik serta kaitannya dengan anomaly curah hujan bulanan.Skripsi.FMIPA

IPB.Bogor.(Tidak dipublikasikan) Gray, W.M. 1968.Global view of the origins

of tropical disturbance and storm.Mon. Wea. Rev. 96:669-700. Neiburger M, dkk. 1995. Memahami

Lingkungan Atmosfer Kita. Purbo Ardina, penerjemah. Terjemahan dari Understanding Our Atmosphere Environment. Bandung: Penerbit ITB.

Risandi, E. 2004. Kajian Suhu Permukaan Laut, Siklon Tropis dan Curah Hujan.Skripsi FMIPA IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan)

(28)

Suharsono, H. 1993. Iklim Tropika dalam

Klimatologi Dasar. (Ir.Handoko,ed). Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor. pp: 175-187 June, T. 1993. Angin dalam Klimatologi

Dasar. (Ir.Handoko,ed). Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor. pp: 79-90.

Tjasyono, B.1999. The Impact of Tropical Storms on the Weather Over Indonesia. Conference Proceedings. Weather Modification Technical Service Unit. Agency for Assesment and Aplication of Technology: Jakarta.

Tjasyono, B. 2000. Pengantar Geosains. Bandung: Penerbit ITB.

Trewartha, G.T. 1995. Pengantar Iklim Edisi Kelima.Gadjah Mada University

www.solar.ifa.hawaii.edu/tropical/tropical.ht ml/ 25 Maret 2007 www.cpc.ncep.noaa.gov/data/ 25 Maret 2007 www.edc.usgs.gov/products/gtopo30/dem_i mg.html/ 16 April 2007

(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

Lampiran 4. Langkah-langkah Membuat Gambar Jejak (Track) Siklon Tropis

1. Data Siklon Tropis di LU dan di LS

Data setiap siklon dirubah bentuknya menjadi (*.txt) agar dapat dibuka/ dipanggil di Arc.View 3.3 dan dikelompokan berdasarkan bulan kejadiannya dari tahun 1995-2006.

Contoh: Siklon Vameii di copy → File → Save As (Save as type: Text (Tab Delimited (*.txt) →

Save

1. Gambar Peta LU dan LS

Gambar Peta dunia dirubah menjadi bentuk (*.bil) untuk dapat diambil di Arc. View, dengan cara:

Open Peta di global Mapper 8 → File → Raster and Elevation Data → Eksport bil/BIP/BSQ File…→Format (Bil-Band interleaved raster imagery)→ Ok

(35)

Lampiran 4. Lanjutan

2. Mengolah data siklon di Arc. View 3.3 a. Memasukan data Siklon

Untuk dapat diolah di Arc. View, data setiap siklon yang sudah dalam bentuk (*.txt) dimasukan ke dalam Tables berdasarkan waktu (bulan) kejadiannya dari tahun 1995-2006 baik di LU maupun di LS. Dengan cara sebagai berikut:

New→ Tables→ Add (List files of type: Delimited Text (*.txt) → data siklon →Ok Contoh:

b. Memanggil gambar peta di LU dan di LS

Gambar peta digunakan untuk melihat mengidentifikasi posisi siklon dan jejak siklonnya. Sehingga, untuk dapat dibuka di Arc. View, gambar peta yang dimasukan harus dalam bentuk (*.bil). dengan cara:

New → View → open, setelah view baru dibuka lalu memanggil gambar peta tersebut. Yaitu: View → Add Theme ( data source types: Images data source → gambar peta (*.bil) → Ok Contoh:

c. Memanggil data siklon yang disimpan di Tables

Setelah gambar peta dibuka di new view, langkah selanjutnya yaitu memanggil setiap data siklon bulanan, agar data siklon dapat dioverlay dengan gambar peta maka data yang dimasukan dari setiap siklon tersebut yaitu data posisi lintang (Latitude) dan bujurnya (longitude). Caranya seperti berikut ini:

view → Add Event Theme (Table: Nama Siklon, X Field: Bujur/longitude, Y Field: Lintang (Latitude) → Ok

Gambar

Diagram Metodologi
Gambar 4   Frekuensi awal kemunculan  siklon yang terjadi di utara  ekuator berdasarkan posisi  lintang
Gambar 5  Frekuensi awal terbentuk siklon  yang terjadi di utara ekuator  berdasarkan posisi bujur
Gambar 9  Frekuensi kejadian siklon di  utara Indonesia berdasarkan  posisi Bujur pada tahap  peredaannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan faktor risiko penularan (p=0,098), pekerjaan berdasarkan faktor risiko penularan (p=0,725), status pernikahan

Mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan penyusunan rencana umum jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, data informasi, penyusunan program, monitoring dan

Pertemuan di ruang kelas program Magister Ilmu Administrasi dan Kebijakan Pendidikan adalah kegiatan yang membaca teks yang memberikan gambaran mengenai sebuah

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola sebaran dan tingkat kepadatan populasi siput gonggong di perairan Madong serta menganalisis hubungan tingkat

You could be fine and also correct enough to obtain just how crucial is reading this Prehistoric India (Classic Reprint) By Stuart Piggott Also you always read by obligation, you

Hukuman yang diberikan ini sangat ringan, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) Perda Kabupaten Bantul Nomor 5 Tahun 2007 tentang Larangan Melakukan Praktik Prostitusi

Bagaimana wujud rancang sebuah arena olahraga papan luncur, bmx, dan in-line skate di Yogyakarta—sebagai suatu tempat pelatihan yang representatif dan dapat menampung aktivitas,