• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PELAKSANAAN FATWA DSN-MUI NO. 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN (STUDI PELAKSANAAN GADAI SYARI AH DI BTN SYARI AH SEMARANG) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PELAKSANAAN FATWA DSN-MUI NO. 25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN (STUDI PELAKSANAAN GADAI SYARI AH DI BTN SYARI AH SEMARANG) SKRIPSI"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I)

Dalam Ilmu Syari'ah

Oleh :

SITI HANI MASFIAH NIM. 062311026

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv



















...

Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)...(Q.S. Al-Baqoroh: 283)*

*

Lajnah Pentansih Mushaf Al-qur’an Departemen Agama RI, Alqur’an Dan

(5)

v

Orang-orang yang ku cintai yang selalu hadir mengiringi hari-hariku. Dalam menghadapi perjuangan hidup yang penuh cucuran keringat dan air mata. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakanku.

Di detiap ruang & waktu dalam kehidupanku khususnya buat:

1. Ayah dan bunda tercinta (Bpk Chasbullah dan ibu Cholisoh). “Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Semoga Allah Swt selalu melindungi beliau”.

2. Kakak-kakak ku (Mas Kholiq sekeluarga, Mbak. Rohmah sekeluarga, Mbak. Zah sekeluarga, Mbak. Hid sekeluarga, dan Mbak. Tutik). “yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun materi dan selalu mencurahkan kasih saying, perhatian & memberikan motivasi kepada adinda, jasamu takan pernah kulupakan, semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik buat kalian semua.thanks for all”.

3. Adek ku (I’in L.I). “yang selalu mendukung & menyayangiku, yang paling baik & suatu kebanggaan buatku, tetap semangat & sukses selalu.

4. Keponakanku (Syakira, Zuhairina, Mujib, Ami, Dewi, Renata). “ thanks, kalian memang keponakanku yang paling lucu, & imut-imut, canda tawamu selalu memberikan kebahagiaan dihidupku”.

5. Sahabat-sahabatku (Mbak. Chimoed, Eka,Uswatun, Ulil, Baiti, Tyas, Fuad, Wahib, kakak zein). “Yang senantiasa memberiku dukungan, & doa, memberi senyum saat ku sedih, membangunkan ku saat ku terjatuh dan memotivasi disaat ku rapuh, thanks for All”. Sahabat-sahabatku di kos D2 (Mbak. Indah, Faza, Khoir, Nely, Corina, Ummi, Emi, Ida, Nurul, Ulin, Alim, Salis, Lala, Nia, Maya). “thanks atas doa dan dukungan kalian semua baik moril maupun materiil . Kalian semua telah memberi warna baru dalam hidupku”.

(6)

vi

“Terimakasih atas doa dan dukungan kalian semua, kalian selalu memberi motivasi dan selalu mewarnai hari-hariku dengan penuh canda dan tawa”.

(7)

vii

Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah atau pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Dengan demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang menjadi bahan rujukan.

Semarang, Juni 2011 Penulis

SITI HANI MASFIAH NIM. 062311026

(8)

viii

MUI/III/2002 Tentang Rahn (Studi Lapangan Pelaksanaan Gadai Syari’ah Di BTN Syari’ah Semarang). Hal ini di latar belakangi bahwa gadai merupakan salah satu katagori dari perjanjian utang piutang untuk suatu kepercayaan dari yang berpiutang, maka yang berhutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya. Secara konseptual operasional gadai syari’ah tidak jauh beda dengan pegadaian konvensional, perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedang biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.

Adapun perumusan masalah adalah: a). Bagaimana Pelaksanaan Gadai Syari’ah Di BTN Syari’ah Semarang? b). Apakah Pelaksanaan Gadai Syari’ah Sesuai Dengan Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002?

Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yang dilakukan di BTN Syari’ah Semarang. Untuk mendapatkan data yang valid, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu dokumentasi dan wawancara. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer (secara langsung) hasil dari wawancara dengan para pihak Bank yang terkait dan sumber data sekunder (tidak langsung) berupa dokumen-dokumen, buku, catatan dan sebagainya. Setelah data-data terkumpul maka penulis menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan gadai syari’ah di BTN Syari’ah Semarang menggunakan dua akad yaitu akad Qardh artinya akad pemberian hutang piutang dari Bank kepada Nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar Bank menjaga barang jaminan yang telah diserahkan oleh nasabah. Dan akad Ijarah dalam menentukan biaya perawatan, pemeliharaan, dan penyimpanan barang milik nasabah, yang berdasarkan pada jumlah berat dan kadar emas dalam menentukan pinjaman. Bank akan mendapatkan fee atau upah atas jasa yang diberikan kepada penggadai atau bayaran atas jasa sewa tempat yang diberikan kepada penggadai. Hal ini berarti dalam penentuan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang tidak sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.

(9)

ix

Allah SWT atas rahmat, hidayat, dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul: Analisis Pelaksanaan Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-DSN-MUI/III/2002 (Studi Lapangan Pelaksanaan Gadai Syari’ah Di BTN Syari’ah Semarang) dengan baik. Shalawat salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan keluarganya yang membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi seperti sekarang ini.

Skripsi ini disusun guna memperoleh gelar sarjana (S1) di Fakultas Syariah IAIN Walisongo. Dalam penulisan skripsi ini tentu penulis tidak luput bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang Terhormat:

1. Bapak Dr. Imam Yahya M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Drs. H. Nur Khoirin, M. Ag, selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Moh. Solek, MA selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Segenap bapak dan ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah membantu dan

mendukung penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

5. BTN Syari’ah Semarang khususnya Ibu Ira Rosanty yang telah memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

6. Bapak dan Ibu, kakak serta adik beserta segenap keluarga, atas segala do’a, dukungan, perhatian, arahan, dan kasih sayangnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(10)

x pada diriku” amin.

Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin.

Semarang, Juni 2011

Penulis,

SITI HANI MASFIAH

(11)

xi HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN... iii MOTTO ... iv PERSEMBAHAN ... v DEKLARASI ... vii ABSTRAK ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Metode Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN A. Profil DSN-MUI ... 14

1. Latar Belakang Pembentukan DSN-MUI ... 14

2. Visi Misi ... 18

3. Orientasi Dan Peran MUI ... 19

4. Prosedur Penetapan MUI ... 23

5. Tugas Dan Wewenang Anggota ... 25

(12)

xii

1. Latar Belakang Berdirinya BTN Syari’ah Semarang ... 33

2. Visi Misi ... 35

B. Produk-Produk BTN Syari’ah Semarang... 36

1. Pendanaan ... 36

2. Pembiayaan ... 39

3. Pelayanan ... 45

C. Pelaksanaan Gadai Syari’ah ... 45

1. Syarat Dan Ketentuan... 45

2. Prosedur Dan Mekanisme... 46

3. Cara Perhitungan ... 50

D. Ijarah ... 52

BAB IV : ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Gadai Syari’ah Di BTN Syari’ah Semarang 55 1. Analisis Akad Gadai Syari’ah Di BTN Syari’ah Semarang 55 2. Analisis Rukun Dan Syarat Akad Rahn ... 57

3. Analisis Pelaksanaan Gadai di BTN Syari’ah Semarang . 62 B. Analisis Kesesuaian Gadai Syari’ah Dengan Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 67 B. Saran-Saran ... 68 C. Penutup... 68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturunkan Tuhan kepada Muhammad S.A.W. sebagai petunjuk dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidupan manusia, yaitu mengatur hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan khaliqnya.

Syari’at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang kaya harus menolong yang miskin, yang mampu harus menolong yang tidak mampu. Salah satu bentuk yang disyari’atkan dalam Islam adalah gadai (rahn).1

Gadai merupakan salah satu katagori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi milik orang yang menggadaikan (orang yang berhutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Praktik ini telah ada sejak zaman Rasululloh SAW, dan Rasululloh sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong.2

1 Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam Kontemporer,

Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, hlm. 78

2

(14)

Gadai dalam bahasa Arab disebut dengan Rahn. Secara etimologi berarti tetap, kekal, dan jaminan. Gadai dalam istilah hukum positif di Indonesia adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, rungguhan, cagar atau cagaran dan tanggungan. Gadai merupakan perjanjian penyerahan barang untuk menjadi agunan dari fasilitas pembiayaan yang diberikan.

Pengertian gadai atau ar-rahn seperti yang telah diuraikan adalah menyimpan sementara harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman uang yang diberikan oleh yang meminjamkan. Berarti barang yang dititipkan pada si peminjam uang dapat diambil kembali dalam jangka waktu tertentu. Dalam QS.Al-Baqarah ayat 283.3



















Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)

sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).4

Pengertian ayat tersebut, secara ekplisit menyebutkan barang tanggungan yang dipegang oleh orang yang berpiutang. Dalam dunia finansial dan perbankan, barang tanggungan biasa dikenal sebagai objek gadai atau jaminan ( kolateral ). Selain itu, istilah ar-rahnu juga disebut dalam salah satu hadist Nabi Muhammad saw. Yang artinya: apabila ada ternak digadaikan,

punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga) Nya… Kepada orang yang naik ia harus

3

Zainudin Ali, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 18

4

Departemen Agama RI, Alqur’an Dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989, hlm. 71

(15)

mengeluarkan biaya perawatannya. (HR. Al-Jamaah kecuali Muslim dan An-

Nasa’I, Al-Bukhari no.2329, kitab Ar-Rahn).5

Rahn adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain

(bank) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat menerima imbalan tertentu dari pemberi amanah.

Dalam gadai secara syari’ah, tidak ada pembungaan uang pinjaman, melainkan biaya penitipan barang.

Dalam perbankan syariah kontrak rahn di gunakan pada 2 (dua) hal sebagai berikut.

1. Rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan ( jaminan/ collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’ al murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.

2. Sebagai produk tersendiri, bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan penjagaan, serta penaksiran.

Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.6

Dengan adanya fatwa DSN-MUI tersebut, maka BTN Syari’ah Semarang mengeluarkan produk pembiayaan Gadai Syari’ah untuk membantu

5

Zainudin Ali, op.cit, hlm 18

6

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 130

(16)

nasabah dalam menggadaikan barangnya untuk memperoleh pinjaman. Dalam memberikan pembiayaan gadai kepada nasabah, BTN Syari’ah Semarang menggunakan prinsip qard yang diberikan oleh Bank kepada nasabah berdasarkan kesepakatan yang disertakan dengan Surat Gadai sebagai penyerahan barang jaminan (marhun) untuk jaminan pengembalian seluruh atau sebagian penyerahan barang jaminan (marhun) untuk jaminan pengembalian seluruh atau sebagian hutang nasabah kepada Bank (murtahin). Untuk memperoleh pinjaman dari BTN Syari’ah Semarang nasabah bisa datang langsung ke BTN Syari’ah Semarang dengan membawa persyaratan sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia.

b. Berusia minimal 17 tahun atau telah menikah.

c. Mengisi formulir pembukaan rekening yang telah disediakan. d. Melampirkan fotokopy KTP atau identitas diri lainnya.

e. Menyerahkan fotocopy NPWP pribadi untuk nasabah dengan jumlah pembiayaan 100 juta keatas.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap pelaksanaan fatwa DSN-MUI NO. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn studi lapangan pelaksanaan Gadai Syari’ah di BTN Syari’ah Semarang.

(17)

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan gadai syari’ah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang?

2. Apakah pelaksanaan gadai syari’ah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan gadai syari’ah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang.

b. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan gadai syari’ah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat bagi penulis

Dengan melakukan penelitian tentang gadai ( Rahn ) di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang maka penulis akan mengetahui bagaimana pelaksanaan gadai syari’ah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang secara komprehensif.

b. Manfaat bagi pihak lain

Penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan baik secara teori maupun praktis dan bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

(18)

D. KAJIAN PUSTAKA

Untuk menghindari terjadinya duplikasi dan penelitian terhadap objek yang sama serta menghindari anggapan plagiasi terhadap karya tertentu, maka perlu pengkajian terhadap karya-karya yang telah ada. Penelitian yang berkaitan dengan gadai (rahn) memang bukan untuk yang pertama kali, sebelumnya sudah ada penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut, diantara penelitian yang sudah pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. “Pemanfaatan Barang Gadai Oleh Pemberi Gadai (Rahn) Dalam

Perspekif Hukum Islam Dan KUH Perdata”. Oleh Nur asyah, Nim

2101171. Mahasiswi Fakultas Syari’ah/Muamalah lulus tahun 2006. Hasil temuan dalam penelitian ini adalah pertama mengenai pemanfaatan barang gadai , bahwa dalam KUH Perdata, pemegang gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang gadai demikian pula dalam hukum Islam. Pemegang gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang gadai, inilah persamaannya. Akan tetapi, dalam hukum Islam ditentukan bahwa pemegang gadai dapat mengambil manfaat terhadap barang gadai apabila barang gadainya berupa binatang ternak yang tentunya memerlukan pembiayaan. Maka sekedar mengambil manfaat untuk membiayai perawatan dan pemeliharaan terhadap barang gadai itu diperkenankan.

Kedua gadai (pand) dalam KUH Perdata hanya menyangkut benda

bergerak, sedangkan dalam Hukum Islam, gadai itu meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak. Dengan demikian, gadai dalam hukum

(19)

Islam merupakan kombinasi dari gadai dalam KUH Perdata dan Hukum Adat.7

2. “Tinjauan Hukum Islam Pemanfaatan Barang Gadai Sepeda Motor

(Studi Kasus Di Desa Karangmulyo Pegandon Kendal), oleh Nur

Rif’ati mahasiswa angkatan 2002 jurusan muamalah Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Dalam skripsi tersebut membidik pada pemanfaatan barang gadai ditinjau dari segi hukum Islam.8

3. “Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Fatwa DSN NOMOR:

26/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn Emas (Studi Di Bank Syari’ah Mandiri Semarang)” oleh minikmatin lutfiah, nim 062311037 mahasiswi

angkatan 2006 Jurusan Muamalah Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang. Hasil temuan dalam peneliatian ini adalah pertama secara teori hukum Islam yang tertera dalam Fatwa DSN-MUI NO: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas yaitu: rahn emas di perbolehkan berdasarkan prinsip rahin, bahwa murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang (rahin) dilunasi. Besarnya biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pinjaman. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin). Besarnya ongkos didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan

7

Nur asyah, Pemanfaatan Barang Gadai Oleh pemberi Gadai (Rahn) Dalam Perspektif

Hukum Islam Dan KUH Perdata, S1 Mualah IAIN Walisongo Semarang 2006

8

Nur Rif’ati, Analisis Hukum Islam Pemanfaatan Barang Gadai Sepeda Motor (Studi

(20)

akad ijarah. Kedua, Pelaksanaan praktek gadai emas di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Karangayu Semarang menggunakan dua akad yaitu akad

Qardh dalam rangka rahn artinya akad pemberian pinjaman dari Bank

kepada Nasabah yang disertai dengan pnyerahan tugas agar Bank menjaga barang jaminan yang telah diserahkan oleh nasabah. dimana akad ini digunakan sebagai akad dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah yang memberikan jaminan barang berupa emas. dan akad ijarah digunakan pada biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang gadai berupa emas. Dengan akad ijarah dalam pemeliharaan atau penyimpanan barang gadai, maka bank dapat memperoleh pendapatan yang sah dan halal. 9

Adapun yang penulis lakukan dalam penelitian ini yaitu gadai syari’ah dalam produk pembiayaan di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang kaitannya dengan Fatwa DSN-MUI NO. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn. Dan sepengetahuan penulis, belum ada tulisan yang membahas masalah tersebut. Sehingga penelitian ini benar-benar berbeda dari penelitian- penelitian sebelumnya seperti yang penulis paparkan di atas.

9

Minikmatin Lutfiah, Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Fatwa DSN NO.

26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas (Studi Di Bank Syariah Mandiri Semarang), SI

(21)

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (sosial) maupun lembaga pemerintahan.10 Dalam penelitian ini penulis meneliti, mengkaji dan melakukan wawancara langsung ke Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang.

2. Metode pengumpulan data

Sesuai dengan keperluan dalam penulisan ini, pengumpulan data akan dilakukan dengan cara dokumentasi dan wawancara.

a. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, dan sebagainya.11 Dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data melalui dokumentasi dari dokumen-dokumen di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, kitab, buku-buku, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan gadai di Bank Tabungan Negara Syar’iah Semarang.

10

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. ke-II, 1998 hlm. 22

11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006 hlm 231

(22)

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan responden.12 Dengan penelitian ini penulis melakukan wawancara langsung dengan kepala cabang, karyawan, dan customer di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gadai di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang. 3. Sumber data

Dalam penelitian ini ada dua sumber data yang penulis gunakan yaitu sumber data primer dan sekunder.

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.13

Sumber data primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung dengan kepala cabang, karyawan, dan customer Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang.

b. Data sekunder yaitu sumber yang dapat memberikan informasi atau data tambahan yang dapat memperkuat data pokok baik yang berupa manusia atau benda (majalah, buku, Koran dll).14 Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah dokumen-dokumen, buku-buku dan data-data lain yang berkaitan dengan gadai.

12

W. Gulo, Metode Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2002 hlm.119

13

Amirudin Dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Dan Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 hlm.30

14

(23)

4. Metode analisis

Setelah data-data terkumpul maka penulis akan melakukan analisis dengan menggunakan metode deskriftif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.15 Dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan bagaimana analisis pelaksanaan fatwa DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn (studi pelaksanaan gadai syariah di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang).

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah dalam memahami tulisan ini, maka penulis akan membagi dalam lima bab yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN, pada bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN terdiri atas: Profil DSN-MUI, Dasar Pemikiran Pembentukan DSN, Visi Misi MUI, Orientasi Dan Peran MUI, Prosedur Penetapan Fatwa MUI, Tugas Dan Wewenang DSN, Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002, Kedudukan DSN.

15

Beni Akhmad Saebani, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2009 hlm 57

(24)

BAB III : PELAKSANAAN GADAI SYARI’AH DI BANK TABUNGAN NEGARA SYARI’AH SEMARANG, meliputi: Profil Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, Visi Misi Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, Produk-Produk Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, Pelaksanaan Gadai syari’ah Di Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang.

BAB IV : ANALISIS, pada bab ini berisi: Analisis pelaksanaan gadai syari’ah di Bank Tabungan Negara Syariah Semarang, Analisis Kesesuaian gadai syari’ah dengan fatwa DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002.

(25)

BAB II

FATWA DSN-MUI NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN

A. Profil DSN-MUI

1. Latar Belakang Pembentukan DSN-MUI

MUI adalah wadah yang menghimpun dan mempersatukan pendapat dan pemikiran ulama Indonesia yang tidak bersifat operasional tetapi koordinatif. Majelis ini dibentuk pada tanggal 26 juli 1975 M atau 17 rajab 1395 H dalam suatu pertemuan ulama nasional, yang kemudian disebut Musyawarah Nasional I Majelis Ulama Indonesia, yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 21-27 Juli 1975.

Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh dua faktor:

a. Wadah ini telah lama menjadi hasrat umat Islam dan pemerintah, mengingat sepanjang sejarah bangsa ulama memperlihatkan pengaruhnya yang sangat kuat, nasihat-nasihat mereka dicari umat, sehingga program pemerintah khususnya menyangkut keagamaan akan berjalan baik bila mendapat dukungan ulama, atau minimal tidak dihalangi oleh para ulama.

b. Peran ulama yang dirasakan sangat penting.16

Motivasi mendirikan MUI Pusat pada saat itu adalah agar pemerintah mengadakan pembinaan terhadap kegiatan masyarakat

16

Ainul Rokhim Faqih, et al. HKI, Hukum Islam Dan Fatwa MUI, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 35

(26)

yang dianggap penting. Peran dan tugas MUI Pusat ketika itu hanya mencari dukungan untuk pemerintah dari pihak ulama.

Pusat dakwah Islam Indonesia yang dibentuk Menteri Agama RI 14 September 1969 memprakarsai penyelenggaraan loka karya muballigh se-Indonesia (26-29 November 1974). Loka karya ini melahirkan sebuah konsensus bahwa diperlukan adanya majlis ulama sebagai wahana yang dapat menjalankan mekanisme yang efektif dan efisien guna memelihara dan membina kontinuitas partisipasi umat Islam Indonesia terhadap pembangunan. Hal tersebut diperkuat oleh amanat Presiden Soeharto pada saat itu yang juga mengharapkan segera dibentuknya Majelis Ulama Indonesia.

Dalam sebuah musyawarah yang dihadiri dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al-Washiliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh atau cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah bermusyawarahnya para ulama, Zu’amma dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam sebuah “PIAGAM BERDIRINYA MUI” yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama.

(27)

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk : 17

1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala;

2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta;

3. Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

17

(28)

Akhirnya, melalui Menteri Agama dengan surat yang bernomor 28, pada tanggal 1 Juli 1975 dibentuklah sebuah panitia Munas 1 MUI yang kemudian melahirkan keputusan untuk membentuk MUI dengan memberikan kepercayaan kepada Prof. Dr. HAMKA sebagai ketuanya. Pembentukan MUI dimaksudkan agar para ulama mempunyai wadah dalam ke ikut sertaan menciptakan masyarakat yang aman, damai, adil, dan makmur serta diridhoi Alloh Swt.18

Sampai saat ini Majelis Ulama Indonesia mengalami beberapa kali kongres atau musyawarah nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh. Ketua Umum MUI yang pertama, kedua dan ketiga telah meninggal dunia dan mengakhiri tugas-tugasnya. Sedangkan dua yang terakhir masih terus berkhidmah untuk memimpin majelis para ulama ini.19

Adapun dasar pemikiran pembentukan DSN adalah:

a. Dengan semakin berkembangnya lembaga-lembaga keuangan syari’ah di tanah air akhir-akhir ini dan adanya Dewan Pengawas Syari’ah Nasional pada lembaga keuangan, dipandang perlu didirikan Dewan Syari’ah Nasional yang akan menampung berbagai masalah atau kasus yang memerlukan fatwa agar diperoleh kesamaan dalam penanganannya dari masing-masing Dewan Pengawas Syari’ah yang

18

Ibid

19

(29)

ada di lembaga syari’ah.

b. Pembentukan Dewan Syariah Nasional merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi/keuangan. Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat berfungsi untuk mendorong penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi.

c. Dewan Syariah Nasional berperan secara pro-aktif dalam menanggapi perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang ekonomi dan keuangan.

2. Visi Misi

MUI sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, dan cendikiawan muslim adalah gerakan masyarakat. Dalam hal ini, MUI tidak berbeda dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang menjunjung tinggi semangat kemandirian, oleh karena itu, MUI juga mempunyai visi, misi dan peran penting MUI sebagai berikut :

1. Visi

Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan ampunan Allah swt (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur) menuju masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya kejayaan Islam dan kaum muslimin (izzul Islam wal-muslimin) dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil 'alamin).

(30)

2. Misi

a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah

hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat

Islam dalam menanamkan dan memupuk aqidah Islamiyah, serta menjalankan syariah Islamiyah;

b. Melaksanakan dakwah Islam, amar ma'ruf nahi mungkar dalam mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat berkualitas (khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan; c. Mengembangkan ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam

mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.20

3. Orientasi Dan Peran MUI

MUI dalam pedoman dasarnya (pasal 5) menyebutkan bahwa berdirinya MUI bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas (khaira ummah), dan Negara yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniyah yang diridlai Alloh SWT. MUI juga menempatkan Sembilan orientasi sebagai bentuk pengkhidmatan, yaitu: 1. Diniyyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mendasari semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam yang kaffah.

20

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis

(31)

2. Irsyadiyyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan dahwah wal irsyat, yaitu upaya untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam arti yang seluas-luasnya. Setiap kegiatan MUI dimaksudkan untuk dakwah dan dirancang untuk selalu berdimensi dakwah.

3. Istijabiyyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang berorientasi

istijabiyyah, senantiasa memberikan jawaban positif dan responsif

terhadap setiap permasalahan yang dihadapi masyarakat melalui prakarsa kebajikan (amal shaleh) dalam semangat berlomba dan kebaikan.

4. Hurriyyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan independen yang bebas dan merdeka serta tidak dan tergantung maupun terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pikiran, pandangan dan pendapat.21

5. Ta’awuniyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mendasari diri pada semangat tolong menolong untuk kebaikan dan ketaqwaan dalam membela kaum dhu’afa untuk meningkatkan harkat dan martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan atas

21

(32)

dasar persaudaraan dikalangan seluruh umat Islam (ukhuwwah

Islamiyah). Ini merupakan landasan bagi MUI untuk mengembangkan

persaudaraan kebangsaan (ukhuwwah wathaniyyah) dan memperkukuh persaudaraan kemanusiaan (ukhuwwah basyariyyah). 6. Syurriyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang menekankan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. 7. Tasamuh

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam menghadapi masalah-masalah khilafiyah.

8. Qudwah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan yang bersifat perintisan untuk kemaslahatan umat.

9. Addualiyah

MUI merupakan wadah pengkhidmatan yang menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif memperjuangkan perdamaian dan tatanandunia sesuai dengan ajaran Islam.

(33)

Dalam hal peran, MUI mengagendakan organisasi ini pada enam peran utama, yaitu:

a) Sebagai pewaris tugas-tugas para nabi (warasat al anbiya). Yaitu menyebarkan agama Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu kebijakan yang arif dan bijaksana berdasarkan Islam.

b) Sebagai pemberi fatwa (mufti). Sebagai lembaga pemberi fatwa MUI mengakomodasikan dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran faham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya.

c) Sebagai pembimbing dan pelayanan umat. Yaitu, melayani umat dan bangsa dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka.

d) Sebagai penegak amar ma’ruf nahi munkar. Yaitu, menegaskan kebenaran sebagai kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh hikmah dan istiqamah.

e) Sebagai pelopor gerakan pembaharuan (al tajdid). Yaitu, gerakan pembaharuan pemikiran Islam.

f) Sebagai pelopor gerakan ishlah. 22

4. Prosedur Penetapan Fatwa MUI

Metode pembuatan fatwa MUI pertama kali dibuat pada 1975 dan tampak kemudian dalam himpunan fatwa MUI 1995 dan 1997. Secara umum, petunjuk penetapan fatwa MUI dapat dikemukakan sebagai berikut:

22

(34)

a. Dasar-dasar fatwa adalah: 1) Al quran

2) Sunnah (tradisi dan kebiasaan nabi) 3) Ijma’(kesepakatan pendapat para ulama) 4) Qiyas (penarikan kesimpulan dengan analogi)

b. Pembahasan masalah yang memerlukan fatwa harus mempertimbangkan:

1) Dasar-dasar fatwa merujuk ke atas

2) Pendapat para imam madzhab mengenai hukum Islam dan pendapat para ulama terkemuka diperoleh melalui penelitian terhadap penafsiran al-quran.

c. Pembahasan yang merujuk keatas adalah metode untuk menentukan penafsiran mana yang lebih kuat dan bermanfaat sebagai fatwa bagi masyarakat Islam.

d. Ketika suatu permasalahan yang memerlukan fatwa tidak dapat dilakukan seperti prosedur di atas, maka harus ditetapkan dengan penafsiran dan pertimbangan (ijtihad).

e. Mereka yang mempunyai otoritas untuk menangani fatwa adalah: 1) MUI berkaitan dengan:

a) Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan berkaitan dengan masyarakat Islam Indonesia secara umum. b) Masalah-masalah keagamaan yang relevan dengan wilayah

(35)

2) MUI tingkat propinsi berkaitan dengan masalah keagamaan yang sifatnya local dan kasus kedaerahan, tetapi setelah berkonsultasi dengan MUI pusat dan komisi fatwa.

f. Sidang komisi fatwa harus dihadiri para anggota komisi fatwa yang telah diangkat pimpinan pusat MUI dan pimpinan pusat MUI propinsi dengan kemungkinan mengundang para ahli jika dianggap perlu.23 g. Sidang komisi fatwa diselenggarakan ketika:

1) Ada permintaan atau kebutuhan yang dianggap MUI memerlukan fatwa.

2) Permintaan atau kebutuhan tersebut dapat dari pemerintah, lembaga-lembaga sosial, dan masyarakat atau MUI sendiri.

h. Sesuai dengan aturan sidang komisi fatwa, bentuk fatwa yang berkaitan dengan masalah tertentu harus diserahkan ketua komisi fatwa kepada ketua MUI nasional dan propinsi.

i. Pimpinan pusat MUI nasional/propinsi akan merumuskan kembali fatwa itu kedalam bentuk sertifikat keputusan penetapan fatwa.24

5. Tugas Dan Wewenang Anggota

Pada tahun 2000, lampiran II SK MUI No. Kep-754/MUI/II/99 tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional dijadikan sebagai Pedoman Dasar Dewan Syari’ah Nasional melalui Keputusan DSN-MUI No. 01 Tahun 2000. Tugas dan wewenang dari DSN adalah sebagai berikut:

23

Ibid

24

Depag RI, Himpunan Fatwa Majlis Ulama Indonesia, Jakarta: Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Depag RI, 2003, hlm 6

(36)

a. Dewan Syariah Nasional bertugas:

1) Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

b. Dewan Syariah Nasional berwenang :

1) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. 3) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi

nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.

4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

(37)

6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.25

Sebelum terbentuknya DSN, masing-masing LKS telah membentuk DPS. Pembentukan DPS didasarkan pada PP No. 72 Th. 1992 dan SEBI No. 25/4/BPPP.

Pada pasal 5 PP No. 72 Th. 1992 ditentukan bahwa:

(1) Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syari’ah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan prinsip syari’ah. (2) Pembentukan Dewan Pengawas Syari’ah dilakukan oleh Bank yang

bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas Syari’ah berkonsultasi dengan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 25/4/BPPP tanggal 29 februari 1993 ditentukan pula bahwa Bank berdasarkan prinsip bagi hasil (Bank Syari’ah) wajib memiliki DPS. Hal ini yang juga kemudian diikuti pada LKS lainnya, seperti di perusahaan asuransi syari’ah. Ketentuan-ketentuan ini dapat terlihat peran MUI yang ikut serta dilibatkan oleh

25

Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Dalam Sistem

Hukum Nasional Di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010,

(38)

pemerintah sejak awal penyelenggaran perekonomian syari’ah.26

Tugas utama dari DPS yang dibentuk oleh DSN adalah mengawasi kegiatan usaha LKS agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syari’ah yang telah difatwakan oleh DSN. Untuk melaksanakan tugas tersebut, maka DPS melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada dibawah pengawasannya, berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN, melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasi kepada DSN dan merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

Dewan Pengawas Syari’ah yang berfungsi sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada LKS memiliki kewajiban:

a. Mengikuti fatwa DSN

b. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN c. Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan LKS yang diawasinya

kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.

Dalam melaksanakan fungsi DPS memiliki tugas pokok pada LKS sebagai berikut:

a) Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.

b) Melakukan pengawasan, baik secara aktif dan pasif, terutama dalam

26

(39)

pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syari’ah.

c) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syari’ah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari LKS yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

Bank Indonesia telah membuat pedoman pengawasan syari’ah dan tata cara pelaporan hasil pengawasan bagi DPS di bank-bank syari’ah dan unit-unit usaha syari’ah pada bank konvensional dalam SEBI No. 8/19/D Pbs tanggal 24 agustus 2006. Dalam ketentuan tersebut ditegaskan tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS adalah:

1) Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.

2) Menilai aspek syari’ah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank.

3) Memberikan opini dari aspek syari’ah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank. 4) Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk diminta

fatwa kepada DSN-MUI.

5) Menyampaikan hasil pengawasan syari’ah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada direksi, komisaris, DSN-MUI dan BI.27

27

(40)

B. Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn

Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya,

marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizing rahin,

dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar mengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban

rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya

pemeliharaan dan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan marhun.

a. Apabila jatuh tempo, marhun harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.

b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syari’ah.

c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.

(41)

d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.28

Pertimbangan DSN menetapkan fatwa tentang rahn adalah:

1) Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang.

2) Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya.

3) Agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.29 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syari’ah, diantaranya sebagai berikut:

a) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 25/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn.

b) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 26/DSN-MUI/III/2002, tentang Rahn Emas.

c) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 09/DSN-MUI/III/2000, tentang Pembiayaan Ijaroh.

d) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 10/DSN-MUI/III/2000, tentang Wakalah.

28

Dsn-Mui, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Jakarta: CV. Gaung Persada, Cet. Ke-3, 2006, hlm 153-154

29

(42)

e) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 43/DSN-MUI/III/2004, tentang Ganti Rugi.30

Kedudukan DSN:

Fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan hukum positif yang mengikat. Sebab, keberadaannya sering dilegitimasi lewat peraturan perundang-undangan oleh lembaga pemerintah, sehingga harus dipatuhi pelaku ekonomi syariah. Terlebih, adanya keterikatan antara DPS dan DSN karena anggota DPS direkomendasikan oleh DSN. “Keterikatan itu juga ketika melakukan tugas pengawasan, DPS harus merujuk pada fatwa DSN.” Adapun kedudukannya adalah:

a) Dewan Syari’ah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama’ Indonesia.

b) Dewan Syari’ah Nasional membantu pihak terkait, seperti departement keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan atau ketentuan untuk lembaga keuangan syari’ah.

c) Anggota Dewan Syari’ah Nasional terdiri dari para ulama’, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan Muamalah syari’ah. d) Anggota Dewan Syari’ah National ditunjuk dan diangkat oleh MUI

untuk masa bakti 4 (empat) tahun.31

30

Zainudin Ali, Hukum Gadai Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 8

31

(43)

BAB III

PELAKSANAAN GADAI SYARI’AH DI BTN SYARI’AH SEMARANG

A. Profil BTN Syari’ah Semarang

1. Latar Belakang Bredirinya BTN Syari’ah Semarang

BTN Syariah merupakan Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank BTN (Persero).Tbk yang menjalankan bisnis dengan prinsip Syariah. BTN Syariah mulai beroperasi pada tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor Cabang Syariah pertama di Jakarta, sampai dengan Desember 2009 telah dibuka 20 Kantor Cabang, 1 Kantor Cabang Pembantu Syariah, dengan 119 Kantor Layanan Syariah.

Tujuan dari pendirian UUS Bank BTN adalah untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan produk dan layanan perbankan sesuai prinsip Syariah dan memberi manfaat yang setara, seimbang dalam pemenuhan kepentingan nasabah dan Bank.

Sebagai bagian dari Bank BTN yang merupakan Bank BUMN BTN Syariah menjalankan fungsi intermediasi dengan menghimpun dana masyarakat melalui produk-produk Giro, Tabungan, dan Deposito, dan menyalurkan kembali ke sektor riil melalui berbagai produk pembiayaan KPR, Multiguna, Investasi dan Modal Kerja.32

32

(44)

Sesuai dengan motonya : "Maju dan Sejahtera Bersama" maka BTN Syariah mengutamakan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam penerapan imbal hasil antara Nasabah dan Bank.

KPR BTN iB adalah produk pembiayaan BTN Syariah yang ditujukan bagi perorangan, untuk pembelian rumah,ruko, apartemen, baik baru ataupun lama. Akad yang digunakan adalah akad Murabahah (jual beli), dimana nasabah bebas memilih lokasi obyek KPR sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan nasabah sendiri dari aspek lokasi maupun harga.

Keuntungan dan manfaat dari KPR BTN iB antara lain: Angsuran tetap sampai pembiayaan lunas, maksimal pembiayaan sampai dengan 80%, jangka waktu sampai dengan 15 Tahun, bebas menentukan lokasi, margin bersaing mulai 8,07%, persyaratan mudah dan fleksibel, tidak ada pinalti untuk pelunasan dipercepat dan tidak ada biaya provisi Selain KPR BTN IB, produk BTN Syariah yang mendukung pembiayaan untuk rumah adalah: KPR Indensya BTN iB untuk pembelian rumah berdasarkan pesanan. Swagriya BTN iB untuk kebutuhan renovasi ataupun pembangunan rumah anda.

Tujuan Pendirian

a. Untuk memenuhi kebutuhan Bank dalam memberikan pelayanan jasa keuangan syariah.

b. Mendukung pencapaian sasaran laba usaha Bank.

c. Meningkatkan ketahanan Bank dalam menghadapi perubahan lingkungan usaha.

(45)

d. Memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap nasabah dan pegawai.

Dewan Pengawas

Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank.

Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang Syariah Muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan, persyaratan anggota DPS diatur dan ditetapkan oleh DPS. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa Bank dengan ketentuan dan prinsip Syariah.33

2. Visi Misi 1. Visi

Menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan

2. Misi

a. Memberikan pelayanan unggul dalam pembiayaan perumahan dan industri terkait, pembiayaan konsumsi dan usaha kecil menengah. b. Meningkatkan keunggulan kompetitif melalui inovasi

pengembangan produk, jasa dan jaringan strategis berbasis teknologi terkini.

c. Menyiapkan dan mengembangkan Human Capital yang berkualitas, profesional dan memiliki integritas tinggi.

33

(46)

d. Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan good corporate governance untuk meningkatkan

Shareholder Value.

e. Mempedulikan kepentingan masyarakat dan lingkungannya.34

B. Produk-produk BTN Syari’ah Semarang 1. Pendanaan

a. Giro Batara

Merupakan produk dana dengan prinsip wadiah (titipan) yang diperuntukan bagi nasabah perorangan, joint account perorangan, atau lembaga baik WNI maupaun WNA dalam mata uang rupiah.

Keunggulan:

1) Sarana penitipan uang yang aman dan terpercaya.

2) Menunjang aktivitas usaha dalam pembayaran dan penerimaan. 3) Fasilitas kartu ATM Batara Syari’ah yang dapat digunakan pada

ATM berlogo link bagi nasabah perorangan.

4) Bonus diberikan secara sukarela sesuai kebijakan Bank kepada nasabah.

5) Penarikan dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek, Bilyet, Giro, Kartu ATM, Pemindah bukuan atau sarana perintah pembayaran lainnya.

6) Dapat dipotong zakat.

34

Hasil wawancara dengan Bpk. Rifki Officer Gadai Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang pada tanggal 24 Maret 2011.

(47)

b. Giro Investa Batara

Giro yang bersifat/berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan dan imbal bagi hasil yang disepakati, menggunakan Cek/BG, kartu ATM dan sarana lainnya pemindah bukuan.

c. Tabungan Batara

Merupakan produk tabungan dengan prinsip wadiah (titipan) yang diperuntukan bagi nasabah perorangan, joint account perorangan, atau lembaga baik WNI maupun WNA.

Keunggulan:

1) Bebas biaya adminstrasi.

2) Fasilitas ATM link dan ATM bersama bebas biaya kartu. 3) Mendapatkan asuransi jiwa bebas dan premi.

4) Bonus diberikan secara sukarela sesuai kebijakan Bank kepada nasabah.

5) Kemudahan bertransaksi di seluruh KCS dan KLS.

6) Atas pemberian bonus diberikan pilihan pemotongan pajak. d. Tabungan Investa Batara

Merupakan produk tabungan dengan prinsip mudharabah (investasi) yang diperuntukan bagi nasabah perorangan, joint account perorangan, atau lembaga baik WNI maupun WNA.

Keunggulan:

(48)

2) Fasilitas ATM link dan ATM bersama bebas biaya kartu. 3) Mendapatkan asuransi jiwa bebas premi.

4) Mendapatkan bagi hasil yang menarik

5) Kemudahan bertransaksi diseluruh KCS dan KLS.

6) Atas pemberian bagi hasil diberikan pilihan pemotongan zakat. e. Tabungan Baitulloh Batara

Merupakan sarana penyimpanan dana untuk mempersiapkan biaya perjalanan Ibadah Haji, dengan prinsip mudharabah (investasi). Keunggulan:

1) Bebas biaya administrasi.

2) Bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati.

3) Kemudahan penyetoran lanjutan diseluruh KCS dan KLS. 4) Fasilitas on-line siskohat dengan Departemen Agama.

5) Atas pemberian bagi hasil diberikan pilihan pemotongan zakat. f. Deposito Batara

Merupakan produk dana dengan prinsip mudharabah (investasi) yang diperuntukan bagi nasabah perorangan, atau lembaga baik WNI maupun WNA.

Keunggulan:

1) Bagi hasil yang menarik, dan dapat diakumulasikan ke dalam pokok.

(49)

3) Fasilitas Automatic Roll Over (ARO) dan Non Automatic Over (non ARO).

4) Pencairan sebelum jatuh tempo tidak dikenakan penalty.35

2. Pembiayaan

a. KPR BTN

KPR BTN adalah produk pembiayaan BTN syari’ah yang ditujukan bagi perorangan, untuk pembelian rumah, ruko, apartemen baik baru maupun lama. Akad yang dipergunakan adalah akad

murabahah (jual beli), dimana nasabah bebas memilih obyek KPR,

sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan nasabah sendiri dari aspek lokasi maupun harga. Dengan keunggulan tersebut maka nasabah KPR BTN akan mendapat keuntungan dan manfaat sebagai berikut: 1) Angsuran tetap sampai lunas.

2) Maksimal pembiayaan KPR BTN syari’ah yang diberikan adalah 80% untuk rumah baru dan 70% untuk rumah second.

3) Jangka waktu maksimal sampai dengan 15 (lima belas) tahun. 4) Lokasi rumah, rumah toko, apartemen dan jenis rumah tinggal

lainnya bebas. 5) Margin bersaing.

6) Persyaratan mudah dan fleksibel.

7) Pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalty. 8) Berdasarkan prinsip syari’ah.

35

http://www.btn.co.id/getattchment/syariah/tentang kami/produk-btn-syariah, dikutip senin 4 april 2011, jam 11.00

(50)

b. KPR INDENSYA BTN

KPR indensya BTN adalah fasilitas pembiayaan KPR berdasarkan akad istishna (pesanan), diperuntukan bagi pemohon peorangan yang akan membeli rumah dari Bank, yang dibangun oleh pengembang sesuai dengan pesanan dari nasabah. Pembiayaan KPR indensya memeberikan keuntungan dan manfaat bagi nasabah antara lain sebagai berikut:

1) Angsuran tetap sampai lunas.

2) Mendapatkan grace period pembayaran angsuran s/d 6 bulan setelah akad, atau sesuai kebijakan Bank.

3) Maksimal pembiayaan KPR INDENSYA diberikan sebesar 70% untuk nasabah non-kolektif.

4) Jangka waktu pembiayaan maksimal 15 (lima belas) tahun. 5) Margin bersaing.

6) Persyaratan mudah dan fleksibel.

7) Pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalty. 8) Berdasarkan prinsip syari’ah.

c. Gadai BTN

Pembiayaan Gadai BTN dengan jenis gadai (kadar emas 16 s/d 24 karat) dapat berupa emas batangan, emas perhiasan, uang emas, koin emas, piagam emas, dan mahkota, adalah pinjaman kepada nasabah berdasarkan prinsip qard yang diberikan oleh Bank kepada nasabah berdasarkan kesepakatan, yang disertakan dengan surat gadai

(51)

sebagai penyerahan barang jaminan (marhun) untuk jaminan pengembalian seluruh atau sebagian penyerahan barang jaminan (marhun) untuk jaminan pengembalian seluruh atau sebagian hutang nasabah kepada Bank (murtahin).36

d. Kendaraan Bermotor BTN

Kendaraan Bermotor BTN adalah fasilitas pembiayaan berdasarkan akad murabahah (jual beli), dalam rangka membeli kendaraan mobil atau sepeda motor bagi nasabah perorangan.

Nasabah kendaraan bermotor BTN akan menikmati berbagai keuntungan sebagai berikut:

1) Angsuran tetap sampai lunas.

2) Maksimal pembiayaan kendaraan bermotor BTN syari’ah yang diberikan sebesar 80%.

3) Jangka waktu pembiayaan kendaraan bermotor untuk mobil baru 5 (lima) tahun, mobil bekas (masa pakai+ jangka waktu pembiayaan tidak melebihi 7 (tujuh) tahun).

4) Jangka waktu maksimum pembiayaan kendaraan bermotor untuk motor baru adalah 4 (empat) tahun.

5) Margin bersaing.

6) Persyaratan mudah dan fleksibel.

7) Pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalty.

36

(52)

e. Swagriya BTN

Swagriya BTN adalah fasilitas pembiayaan berdasarkan akad

murabahah (jual beli), yang diperuntukan bagi pemohon yang

memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Bank, untuk membiayai pembangunan atau renovasi rumah, ruko atau bangunan lainnya diatas tanah yang sudah dimiliki oleh pemohon, baik untuk dipakai sendiri maupun untuk disewakan.

Nasabah swagriya BTN akan menikmati berbagai manfaat dan keuntungan sebagai berikut:

1) Angsuran tetap sampai lunas.

2) Nasabah bebas merencanakan pembagunan atau renovasi rumah/ ruko sesuai keinginan dan kebutuhannya.

3) Maksimum pembiayaan yang diberikan 100% dari RAB. 4) Jangka waktu hingga 15 (lima belas) tahun.

5) Margin bersaing.

6) Persyaratan mudah dan fleksibel.

7) Pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalty. 8) Berdasarkan prinsip syari’ah.

f. Modal Kerja BTN

Modal Kerja BTN adalah fasilitas pembiayaan dengan akad

mudharabah (bagi hasil), berupa penyediaan dana oleh Bank BTN

untuk memenuhi kebutuhan modal kerja usaha nasabah, baik perorangan, perusahaan, maupun koperasi.

(53)

Bidang usaha yang dibiayai antara lain adalah:

1) Industri sektor perumahan dan industri ikutannya, perdagangan atau jasa.

2) Pengadaan barang atau jasa atau proyek dengan surat perintah kerja (SPK) oleh kontraktor.

3) Memenuhi kenutuhan modal kerja untuk disalurkan kembali kepada konsumen (end user).37

g. Yasa Griya BTN

Yasa Griya BTN adalah pembiayaan modal kerja dengan akad

musyarakah (sharing capital), untuk keperluan modal kerja

pembangunan proyek perumahan kepada pengembang/developer, baik perorangan, perusahaan, maupaun koperasi.

Dengan pola musyarakah maka masing-masing pihak (Bank dan Nasabah) menyertakan modal dan berbagi pendapatan menurut kesepakatan bersama.

Yasa Griya BTN dapat digunakan untuk membiaya seluruh kegiatan pembangunan kontruksi perumahan, yaitu pembangunan rumah berikut prasarana pendukung.

h. Pembiayaan Investa BTN

Pembiayaan investa BTN adalah pembiayaan kepada lembaga atau badan usaha dengan prinsip murabahah atau musyarakah yang diberikan kepada nasabah lembaga yang memenuhi syarat, untuk

37

(54)

mendanai pembelian barang modal atau barang investasi dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan atau peningkatan kapasitas usaha. i. Pembiayaan KPR Subsidi BTN

Pembiayaan KPR BTN bersubsidi adalah pembiayaan KPR BTN yang disediakan kepada kelompok masyarakat yang memenuhi criteria menurut ketentuan Kementrian Negara Perumahan Rakyat untuk mendapatkan subsidi Uang Muka dalam rangka pembelian Rumah Sederhana Sehat (RSH). Syarat-syarat yang harus dipenuhi nasabah adalah sebagai berikut:

1) Keluarga/rumah tangga yang berpenghasilan tetap atau tidak tetap. 2) Belum pernah memiliki rumah.

3) Belum pernah memperoleh subsidi perumahan. 4) Penghasilan/gaji pokok maksimal Rp. 2,5 juta/bulan.

3. Pelayanan

a. Layanan SKN (System Kliring Nasional)

Kiriman uang rupiah, untuk memudahkan transaksi pengiriman uang dengan jangka waktu penerimaan uang 1hari.

b. Layanan RTGS (Real Time Gross Settelment)

System transfer uang on-line dengan waktu pengiriman yang cepat ke nomor rekening tujuan dengan jangka waktu penerimaan uang pada hari yang sama.38

38

(55)

C. Pelaksanaan Gadai Syari’ah 1. Syarat Dan Ketentuan

Syarat:

a. Minimal berusia 17 tahun atau telah menikah.

b. Mengisi formulir pembukaan rekening yang telah disediakan. c. Melampirkan fotocopy KTP atau identitas lainnya.

d. Menyerahkan fotocopy NPWP pribadi untuk nasabah dengan jumlah pembiayaan 100 juta keatas.

e. Jaminan barang berupa emas perhiasan atau emas batangan atau koin emas, Emas perhiasan tidak ada keharusan dilengkapi kuitansi pembelian.

f. Barang jaminan harus milik nasabah secara sah tidak diperoleh dari hasil kejahatan, tidak terkait dengan barang yang disewabelikan. Ketentuan:

a. Pembiayaan mulai 500 ribu.

b. Jaminan emas minimal 16 karat berupa emas perhiasan atau batangan maupun logam.

c. Biaya sewa ditetapkan pada saat pembiayaan diajukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Biaya administrasi.

e. Jangka waktu 4 bulan dan dapat diperpanjang.39

39

Hasil wawancara dengan Ibu Ira Rosanty officer gadai Syari’ah Bank Tabungan Negara Syari’ah Semarang, pada tanggal 24 Maret 2011.

(56)

2. Prosedur Dan Mekanisme

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan nasabah dalam mengajukan pembiayaan adalah sebagai berikut:

a. Nasabah datang ke penaksir atau officer gadai untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan rahn, serta menyerahkan barang jaminan untuk dilakukan penaksiran.

b. Sebelum melakukan penaksiran, Bank melakukan penentuan terhadap barang tersebut dengan menggunakan timbangan emas (jika berupa perhiasan) dan batu gosok disertai larutan (jika berupa emas batangan) untuk menetukan berat kadar emas tersebut.

c. Barang ditaksir sesuai standardisasi harga emas yang berlaku di BTN Syari’ah.

d. Setelah dilakukan penaksiran kemudian ditentukan nilai pembiayaan serta biaya administrasi dan biaya pemeliharaan dan penyimpanan. e. Nasabah diberikan Surat Bukti Gadai Emas (SBGE) untuk

ditandatangani. surat ini berisi atas perjanjian akad, dan memorandum pembiayaan, serta tanda terima barang.

f. Setelah nasabah menandatangani SBGE, nasabah bisa langsung mengambil uang di teller dengan membawa slip penarikan uang. Sebelumnya kedua belah pihak bertanggung jawab dibawah ini:

a. BTN Syari’ah sebagai tersebut dalam surat gadai yang dalam hal ini diwakili oleh pejabat cabang dan oleh karenanya berhak untuk dan

(57)

atas serta kepentingan Bank sebagai Muqarid selanjutnya di sebut Bank.

b. Nasabah / Muqarid yaitu orang yang nama dan alamatnya tercantum dalam surat gadai itu.

Para pihak terlebih dahulu menerangkan bahwa dengan ini telah setuju dan sepakat untuk membuat perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip Qard selanjutnya dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut: a. Qard adalah pokok dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak

peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus/cicilan dalam jangka waktu tertentu.

b. Bank/Muqarid adalah pihak yang memberikan sejumlah uang sebagai pinjaman kepada nasabah.

c. Nasabah/Muqarid adalah penerima pinjaman atau sejumlah uang yang harus dikembalikan kepada Bank sekaligus pada saat jatuh tempo. d. Bank dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan pinjaman uang

dan oleh karena itu berpiutang serta berhak menagih kepada nasabah sejumlah hutang atau bagian dan hutang yang belum dibayar oleh nasabah.

e. Nasabah menerima pinjaman uang dan oleh karena itu mengaku berhutang serta berjanji dan dengan jangka waktu dan cara pembayaran ditetapkan.

f. Jumlah Qard adalah sebesar sebagaimana telah tercantum dalam surat gadai BTN Syari’ah.

Referensi

Dokumen terkait

dengan pentingnya tanah untuk kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, tanah sering menjadi objek sengketa, yang dapat diselesaikan dalam teritorial wilayah Negara

Pihak UTD PMI Provinsi Lampung telah melakukan upaya untuk menangani masalah ini dengan memberi tahu kepada masyarakat mengenai transaksi penyediaan darah di UTD

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari peralakuan panas terhadap sifat mekanis dan struktur mikro pada Aluminium Silikon A383 menggunakan metode age

Hampir sama dengan penulisan rujukan buku, hanya saja di bagian akhir berturut-turut ditulis tahun, nomor jurnal, dan nomor halaman dari karya ilmiah tersebut.. Pembatasan nomor

keseharian atau budaya lokal siswa (budaya Bali), (2) melatih kemampuan bernalar dan kemampuan pemecahan masalah siswa melalui penyajian materi dengan pendekatan

- Alat ini tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh orang (termasuk anak-anak) dengan cacat fisik, indera atau kecakapan mental yang kurang, atau kurang pengalaman dan

Mengacu pada analisis data yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel peran Pemkot Solo dan

Hasil pengamatan terhadap kebocoran mikro pada restorasi kavitas klas II menunjukkan pada kelompok I yang dilakukan restorasi kavitas klas II dengan