• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT. ULU MUSI AGUNG TENERA DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Rapat Umum Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang perseroan Terbatas

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diatur dalam Bab VI Pasal 75 sampai dengan Pasal 91 UUPT. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Teratas yang menyebutkan : “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”. RUPS merupakan tempat berkumpulnya atau forum para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan terbatas.42

Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berhak memperolah segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan/atau Komisaris.

(2)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.43

Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang saham melakukan control atas jalanya kepengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi.44 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi namun seringkali digunakan untuk mempengaruhi kebijaksanaan perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya pemegang saham tidak mempunyai kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru mempunyai kekuasaan atas Perseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).45

Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut :

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya (meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Rapat Umum Pemegang Saham asal memenuhi syarat untuk itu).

43Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas, Visimedia, Jakarta, 2009, hal.4.

44

M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’Neal,

Corporations, Alpen law & Business, 1977, hal. 306.

(3)

2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan stake holders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya.

3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya.46

Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Perseroan Terbatas sebagai kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakekatnya Perseroan Terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang terjelma dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ Perseroan Terbatas memiliki kekuasaan dan wewenang yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Anggaran Dasar nya. Inilah yang dinamakan wewenang eksklusif (exclusive authorities) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).47

Wewenang eksklusif Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas akan ada selama Undang-Undang Perseroan Terbatas belum dirubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar yang disahkan atau disetujui

46

Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, 2005, hal. 126-127. 47Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, PT. Alumni, Bandung, 2004, hal. 129.

(4)

oleh Menteri Kehakiman dapat diubah melalui perubahan Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.48

Adapun wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dinyatakan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur tentang, yaitu :

1) Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya.49

2) Menyetujui perbuatan hukum atas nama Perseroan yang dilakukan semua anggota Direksi, semua anggota Dewan Komisaris bersama-sama pendiri dengan syarat semua pemegang saham hadir dalam RUPS, dan semua pemegang saham menyetujuinya dalam RUPS tersebut.50

3) Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS.51

4) Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan.52

5) Menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan.53

6) Menyetujui penambahan modal perseroan.54 7) Menyetujui pengurangan modal Perseroan.55

48

Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitanya Dengan Tanggung Jawab Direksi

pada Perseroan Terbatas, Yayasan Wajar Hidup, Jakarta, 2006, hal.53.

49Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 51Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 52

Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 53Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 54Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(5)

8) Menyetujui rencana kerja tahunan apabila AD menentukan demikian.56

9) Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris.57

10) Memutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan wajib dan cadangan lain.58

11) Menetapkan pembagian tugas dan pengurusan Perseroan antara anggota Direksi.59 12) Mengangkat anggota Direksi.60

13) Menetapkan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi.61

14) Menunjuk pihak lain untuk mewakili Perseroan apabila seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.62

15) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk : a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau

b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan,

Persetujuan itu diperlukan apabila lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.63

16) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga.64

17) Memberhentikan anggota Direksi.65

55Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

56Pasal 64 ayat (1) jo. Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 57Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

58

Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 59Pasal 92 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 60Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 61Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 62Pasal 99 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 63

Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 64Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 65Pasal 105 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(6)

18) Menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan Dewan Komisaris terhadap anggota Direksi.66

19) Mengangkat anggota Dewan Komisaris.67

20) Menetapkan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan anggota Dewan Komisaris.68

21) Mengangkat Komisaris Independen.69

22) Memberi persetujuan atas Rancangan Penggabungan.70

23) Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan.71

24) Memberi keputusan atas pembubaran Perseroan.72

25) Menerima pertanggungjawaban likuidator atas penyelesaian likuidasi.73

Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyetujui atau menolak :

1) Rencana perubahan AD;

2) Rencana penjualan asset dan pemberian jaminan hutang;

3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan/atau Komisaris; 4) Laporan keuangan yang disampaikan oleh Direksi;

5) Pertanggungjawaban Direksi;

66

Pasal 106 ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 67Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 68Pasal 113 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 69Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 70Pasal 223 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 71

Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 72Pasal 142 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 73Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

(7)

6) Rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; 7) Rencana pembubaran Perseroan.

Bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Dalam ketentuan Pasal 78 UUPT, membagi Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) ke dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya dalam ilmu hukum dikenal dengan nama Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).74 Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan maupun Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) adalah Direksi. Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau lebih lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, dan Dewan Komisaris.75

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, Direksi menyampaikan Laporan Tahunan yang disusun sesuai ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUPT yang memuat sekurang-kurangnya :

74Parasian Simanungkalit, Op.Cit, hal. 64.

(8)

1) Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas dan lapiran perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;

2) Laporan mengenai kegiatan perseroan;

3) Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;

4) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan;

5) Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;

6) Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

7) Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.76

Selanjutnya Laporan Tahunan tersebut ditandatangani oleh semua Anggota Direksi dan semua Anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di Kantor Perseroan sejak tanggal panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 67 ayat (1) UUPT.

2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang pelaksanaannya tidak bersifat wajib dilaksanakan setiap tahun, akan tetapi dapat diadakan setiap waktu apabila kepentingan perseroan menghendaki untuk dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Berdasarkan Pasal 78 ayat (4) UUPT, agenda Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) diluar laporan tahunan Direksi tetapi tidak terbatas pada :

a. Perubahan susunan anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris baik perubahan yang disebabkan karena adanya anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang telah atau akan berakhir masa jabatannya, mengundurkan diri, meninggal dunia, diberhentikan oleh

(9)

RUPS, diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris, dimana perubahan tersebut harus dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM.

b. Perubahan AD tertentu yang harus dimitakan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM atau perubahan AD yang harus dilaporkan/diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM.

c. Persetujuan mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan Perseroan.

d. Pembubaran, likuidasi dan berakhirnya status badan hukum Perseroan.77

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) diadakan untuk membahas dan mengambil keputusan atas masalah-masalah yang timbul secara mendadak dan membutuhkan penanganan segera, karena akan menghambat operasionalisasi Perseroan Terbatas.78 Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) merupakan rapat yang diselenggarakan untuk membahas hal-hal tertentu yang dianggap perlu oleh pemegang saham. Dalam setiap forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hanya dapat membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu para pemegang saham berhak untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS tidak berhak untuk membicarakan apalagi sampai mengambil keputusan dalam mata acara lain, kecuali semua pemegang saham yang hadir dan/atau diwakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian keputusan atas mata acara yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.79

77Pasal 78 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 78

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 131-132.

79Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal. 81.

(10)

Kuorum dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Ketentuan aturan tentang kuorum dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilihat dalam Pasal 86 UUPT yang menyebutkan :

1. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

2. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.

3. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum.

4. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.

5. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.

6. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.

7. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

8. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.

9. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengubah anggaran dasar diatur dalam Pasal 88 UUPT yang menyebutkan :

1. RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalan rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

(11)

2. Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.

3. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga per lima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum

kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Selanjutnya ketentuan kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) juga diatur dalam Pasal 89 UUPT yang menyebutkan :

1. RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

2. Dalam kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.

3. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.

4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Setiap saham yang hadir mempunyai hak suara oleh karena setiap saham memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UUPT yang menyebutkan :

(12)

a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang ini.

4. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.

5. Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.

Kemudian dalam Pasal 53 UUPT menyebutkan :

1. Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.

2. Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.

3. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa.

4. Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain : a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;

c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;

d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;

e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal yang tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan untuk setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Persamaannya adalah jika kuorum kehadiran tidak tercapai untuk setiap Rapat Umum pemegang Saham (RUPS), maka Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku terhadap semua bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dan yang menjadi perbedaannya adalah terdapat perbedaan besarnya kuorum untuk setiap Rapat Umum pemegang

(13)

Saham (RUPS) tergantung pada factor materi acara yang dibicarakan atau dibahas oleh perseroan.

Cara Pelaksanaan, Bentuk Hak Suara dan Pengambilan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Menurut Pasal 79 ayat (1) juncto Pasal 81 ayat (1) UUPT memberikan kewenangan penuh kepada Direksi perseroan untuk secara langsung memanggil dan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan, yang dapat dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan mengumumkan dalam Surat Kabar.

Dalam pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersedia di kantor perseroan dimulai tanggal dilakukan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sampai dengan tanggal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan, dan Direksi wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut kepada Pemegang Saham secara cuma-cuma jika diminta.

Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan di tempat kedudukan perseroan atau ditempat perseroan melakukan kegiatan usaha pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan sesuai panggilan, dipimpin oleh salah seorang Anggota Direksi Perseroan. Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibuka dan dimulai, ketua Rapat Umum

(14)

Pemegang Saham (RUPS) berhak untuk memeriksa jumlah saham perseroan sesuai buku daftar saham yang diadakan oleh Direksi, yang hadir atau diwakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk memeriksa keabsahan surat kuasa yang dibawa oleh masing-masing wakil pemegang saham yang menguasakan kehadirannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 85 UUPT, yang menyebutkan :

1. Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya;

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara;

3. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda;

4. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

5. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut;

6. Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan undang-undang ini dan anggaran dasar Perseroan;

7. Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Setelah ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yakin bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) semua yang hadir adalah benar para pemegang saham perseroan sesuai dengan buku/catatan daftar saham yang ada pada perseroan atau kuasanya masing-masing berdasarkan surat kuasa dan kuorum kehadiran dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah tercapai sesuai ketentuan Anggaran Dasar atau UUPT.

Kemudian ketua membuka dan memulai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan menyatakan :

(15)

1) Bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat diselenggarakan dengan sah sesuai ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan;

2) Bahwa acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ini sesuai dengan surat panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang telah diterima oleh para Pemegang Saham Perseroan yang akan mengambil keputusan mengenai persetujuan/pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dipimpin oleh ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai :

1) Hak suara atas setiap saham yang hadir dalam RUPS yakni dengan berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 84 UUPT, yaitu :

a) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain;

b) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : (1) Saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;

(2) Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau

(3) Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.

2) Kuorum keputusan RUPS dengan berpedoman kepada Pasal 87 UUPT, yaitu : a) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat;

b) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau

(16)

anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.

Pada dasarnya setiap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seyogyanya diambil berdasarkan musyawarah mufakat. Apabila keputusan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan yang diambil akan menjadi sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.

Pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seperti yang diuraikan diatas dalam prakteknya biasanya tidak ada kesulitan yang berarti, tidak banyak perdebatan diantara pemegang saham yang hadir sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memutuskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai kuorum yang dibutuhkan. Hal ini bisa terjadi karena semua dokumen dan bahan yang dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah disediakan sebelumnya oleh Direksi sejak tanggal pemanggilan sampai dengan hari pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga memungkinkan peserta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat menelaah sebelumnya secara seksama segala sesuatu yang akan dibicarakan dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut.

Pembuatan Dan Penandatanganan Notulen/Risalah RUPS

Setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) “wajib” dibuat risalahnya. Oleh karena itu, pembuatannya bersifat “imperatif” (mandatory rule). Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tidak dibuat risalahnya, tidak sah dan dianggap tidak pernah ada

(17)

(never existed). Akibatnya hal-hal yang diputuskan dan ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat dilaksanakan.80

Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada UUPT diatur dalam Pasal 90 yang berbunyi :

1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS;

2) Tandatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris.

Berdasarkan ketentuan Pasal 90 UUPT di atas, maka Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dibuat dengan 2 (dua) cara, yaitu :

1) Secara dibawah tangan (onderhand) yang dibuat dan disusun sendiri oleh Direksi Perseroan; 2) Secara akta notaris (akta otentik) yang dibuat dan disusun oleh notaris.

Dalam prakteknya risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dibuat secara dibawah tangan biasa disebut Notulen atau Risalah. Cara ini dipilih oleh Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan apabila agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang dianggap hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri, dan keputusan-keputusan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut tidak memerlukan persetujuan dari atau harus dilaporkan atau diberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,81sehingga menurut pertimbangan Direksi dan/atau para Pemegang Saham Perseroan Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

80M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.340.

(18)

tersebut tidak harus berbentuk akta otentik. Karena pertimbangan itu pula Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan tidak perlu mengundang atau menghadap kepada seorang notaris pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilaksanakan dan biasanya sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan Direksi telah mempersiapkan draft Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan harapan apabila keputusan yang diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ternyata sama dengan Notulen/Risalah yang telah disediakan lebih dahulu itu, maka ketua rapat dan para Pemegang Saham yang hadir dapat langsung menandatangani risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. Dan setelah penandatanganan tersebut selesai maka selesailah seluruh rangkaian pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemudian ditandai dengan pernyataan ketua rapat yang menutup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut.

Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibawah tangan inilah yang tepat untuk pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan yang agenda atau acaranya khusus mengenai pemberian persetujuan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas laporan tahunan yang disampaikan oleh Direksi. Akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan semacam itu tidak diperkenankan untuk menghadirkan seorang Notaris. Kehadiran seorang Notaris ini bertujuan agar Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut dapat dibuat dan disusun oleh Notaris dalam bentuk akta otentik. Pilihan ini sepenuhnya tergantung kepada penyelenggara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Perseroan Terbatas yang bersangkutan yaitu Direksi dan/atau para Pemegang Saham.

Berbeda dengan Notulen/Risalah yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris disebut Berita Acara Rapat. Cara ini dipilih oleh Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan apabila agenda

(19)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak hanya membahas dan memutuska hal-hal yang hanya berlaku di dalam lingkungan Perseroan sendiri, tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan persetujuan dari atau harus dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia82 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPT. Apabila dibuat dalam akta Notaris, maka Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan harus meminta jasa Notaris untuk menghadiri dan menyaksikan jalanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar Notaris dapat membuat berita acara mengenai segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), asalkan tempat diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih dalam wilayah kerja Notaris yang bersangkutan.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan dengan akta Notaris tersebut, tata cara penyelenggarannya tetap harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Anggaran Dasar Perseroan dan/atau UUPT, dimana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tetap dipimpin oleh Direksi Perseroan dengan memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan, sedangkan Notaris berfungsi menjalankan kewajibannya untuk mendengar dan menyaksikan langsung jalannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejak dibuka sehingga ditutupnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat akta berita acara dalam bentuk yang sesuai dengan ketentuan Pasal 38 sampai dengan Pasal 57 UUJN.

Untuk penandatanganan berita acara ini tidak harus memenuhi ketentuan Pasal 90 ayat (1) UUPT, yang mensyaratkan agar hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) itu ditandatangani oleh minimal ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan paling sedikit 1 (satu) orang Pemegang Saham. Akan tetapi berita acara ini cukup ditandatangani oleh Notaris

(20)

yang bersangkutan. Namun bisa saja penandatanganan berita acara ini memenuhi Pasal 90 ayat (2) UUPT, tetapi dalam Pasal 44 UUJN mengharuskan disebutkan alasan apabila akta tidak ditandatangani, misalnya peserta rapat lebih dahulu meninggalkan ruang rapat. Berdasarkan akta berita acara inilah Notaris menerbitkan salinan akta.

Salinan inilah yang harus disimpan Direksi sebagai salah satu dokumen perusahaan yang dapat dijadikan bukti tentang adanya pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada hari, tanggal dan waktu yang disebutkan dalam Akta.

B. Pembubaran Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

1. Pengertian Pembubaran

Pembubaran Perseroan Terbatas pada dasarnya merupakan hal yang tidak diinginkan oleh para pemegang saham, oleh karenanya pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas sedapat mungkin harus dihindari, sebab dengan terjadinya pembubaran Perseroan Terbatas akan memberikan kerugian yang besar bagi para pemegang saham perseroan dan para pihak yang berhubungan langsung dengan perseroan.

Apabila pembubaran Perseroan Terbatas sudah tidak bisa dihindari, maka hal yang penting adalah setiap pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas harus dilaksanakan melalui proses hukum, sebagaimana perseroan sebagai badan hukum lahir dan diciptakan berdasarkan proses hukum.

(21)

Pengertian pembubaran Perseroan menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (1) yaitu :

a. Penghentian kegiatan usaha Perseroan;

b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status badan hukumnya “hilang”;

c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesainya likuidasi, dan pertanggungjawaban likuidator proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri atau Hakim Pengawas.83

Pembubaran Perseroan, tidak otomatis mematikan atau menghilangkan status badan hukumnya. Pemegang Saham masih tetap eksis. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih tetap berfungsi mengambil keputusan sepanjang hal itu berkenan dengan proses pembubaran atau likuidasi. Direksi dan Dewan Komisaris juga masih tetap ada dan valid.

2. Dasar Terjadinya Pembubaran Perseroan Terbatas

Dasar terjadinya pembubaran Perseroan berbeda dalam KUHD, UUPT Nomor 1 Tahun 1995 maupun dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Dalam KUHD, perseroan bubar karena alasan demi hukum atau dibubarkan karena alasan hukum tertentu. Dalam Pasal 47 ayat (2) KUHD menyatakan bahwa bila Perseroan Terbatas menderita kerugian sampai tujuh puluh lima persen dari modal, hal itu akan membawa bubarnya Perseroan Terbats demi hukum.84Sedangkan dalam UUPT Nomor 1 Tahun 1995, PT bubar bisa berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), habis jangka waktu berdirinya, atau penetapan pengadilan.

Berbeda pula menurut UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 142, pembubaran Perseroan bisa terjadi karena hal sebagai berikut :

83M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 543. 84Rachmadi Usman, Op,Cit, hal. 238.

(22)

a. Berdasarkan keputusan RUPS;

b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; c. Berdasarkan penetapan pengadilan;

d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolven sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehinggga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

a. Bubarnya Perseroan Karena Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menurut Pasal 144 ayat (1) UUPT dapat dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) Pemegang Saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara.

UUPT tidak memberikan ketegasan sebab-sebab yang bisa dijadikan alasan oleh Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham untuk mengajukan usul pembubaran Perseroan Terbatas kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Berdasarkan pertimbangan serius, pemegang saham dapat mengajukan usul pembubaran perseroan terbatas apabila :

1. Perseroan tidak lagi berjalan selama jangka waktu tertentu; 2. Perseroan menyimpang dari tujuan;

3. Perseroan menderita kerugian terus-menerus dan tidak ada harapan pulih kembali; 4. Perseroan melakukan perbuatan yang sangat merugikan kepentingan pemegang saham;

(23)

5. Perseroan melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan yang merugikan kepentingan negara atau kepentingan umum.85

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk melaksanakan pembubaran Perseroan wajib diselenggarakan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan UUPT dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur sebagai berikut :

1. untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) didahului dengan pemanggilan yang dilakukan oleh Direksi [Pasal 79 ayat (1)];

2. pemanggilan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan [Pasal 82 ayat (2)];

3. pemanggilan dilakukan dengan Surat Tercatat atau dalam Surat Kabar dengan menyebutkan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersedia di Kantor Perseroan [Pasal 82 ayat (3)];

4. syarat kuorum kehadiran paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS [Pasal 89 ayat (1)];

5. syarat sahnya keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam RUPS [Pasal 87 ayat (1) jo Pasal 89 ayat (1)];

6. pembubaran Perseroan mulai berlaku efektif sejak saat ditetapkan dalam keputusan RUPS [Pasal 143 ayat (3)].

b. Bubarnya Perseroan Karena Jangka Waktu Berdirinya Berakhir

Pembubaran perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir, yang ditegaskan dalam Pasal 145 ayat (1)

(24)

UUPT. Selanjutnya dalam Pasal 145 ayat (2) UUPT disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya perseroan berakhir, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan penunjukan likuidator. Artinya jangka waktu mengadakan RUPS tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.86

Terhitung sejak tanggal jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir, Direksi tidak boleh atau dilarang melakukan perbuatan hukum. Meskipun dalam Pasal 142 ayat (6) UUPT mengatakan pembubaran dan pengangkatan likuidator tidak berarti anggota Direksi dan Dewan Komisaris diberhentikan, namun menurut pasal 145 ayat (3) UUPT, mereka tidak memiliki kapasitas dan wewenang melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling, legal act). Semua perbuatan hukum dalam rangka pemberesan likuidasi, beralih seluruhnya kepada likuidator.

c. Bubarnya Perseroan Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri

Proses pembubaran perseroan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri diatur dalam ketentuan UUPT dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur sebagai berikut :

1. Pasal 146 ayat (1) menyebutkan : ”Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas : b. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau

Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;

c. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;

d. Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”.

(25)

Menurut penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c, yang dimaksud dengan alasan ”Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain :

1) Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (nonaktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada ”instansi pajak”, 2) Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah ”tidak diketahui alamatnya” walaupun

telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar, sehingga tidak dapat diadakan RUPS, 3) Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa, sehingga

RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham, atau

4) Kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa, sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya.

2. Pasal 146 ayat (2) menyebutkan ”Dalam penetapan Pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator”.

Penetapan PN yang lalai menetapkan penunjukan likuidator mengakibatkan penetapan itu tidak dapat dijalankan, karena tidak ada likuidator yang akan bertindak melakukan pemberesan. Jika terjadi hal demikian, menurut M.Yahya Harahap untuk mengatasi kasus Penetapan yang lalai menetapkan penunjukan likuidator, barangkali dapat ditempuh dua cara :

a. menerapkan ketentuan Pasal 142 ayat (3), yakni dengan sendirinya Direksi bertindak selaku likuidator, atau

b. mengajukan permohonan lagi, agar PN menunjuk likuidator.87

d. Bubarnya Perseroan Karena Harta Pailit Perseroan Tidak Cukup untuk Membayar Biaya Kepailitan

(26)

Dalam Pasal 142 ayat (1) huruf a UUPT, berbunyi sebagai berikut : ”Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya pailit”. Berdasarkan uraian tersebut, cara pembubaran yang diatur di dalamnya, berkaitan dengan Pasal 17 ayat (2) dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU).

Menurut Pasal 17 ayat (2) UU KPKPU, Majelis Hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepilitan dan imbalan jasa kurator. Selanjutnya Penjelasan pasal ini memberi pedoman kepada Majelis Hakim yang memutus perkara kepailitan, supaya biaya kepailitan ditetapkan berdasarkan rincian yang diajukan oleh Kurator setelah mendengar pertimbangan Hakim Pengawas.

Biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator menurut Pasal 17 ayat (3) UU KPKPU, dibebankan kepada ”pihak pemohon” pernyataan pailit (voluntair petition) atau kepada pemohon pailit (involuntary petition) dan Debitur dalam perbandingan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim tersebut. Dan untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Eksekusi atas permohonan Kurator.

Apabila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, Pengadilan Niaga atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara (jika ada), serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitur, dapat memutuskan ”pencabutan putusan pernyataan pailit”, dan putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.88Dalam hal ini Pengadilan Niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam UUKPKPU.89

88M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 553. 89Handri Raharjo, Op.Cit, hal. 133.

(27)

e. Bubarnya Perseroan Karena Harta Pailit Perseroan yang Telah Dinyatakan Pailit Dalam Keadaan Insolvensi

Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan berada dalam keadaan insolvensi, berkaitan dengan ketentuan Pasal 187 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( UU KPKPU). Menurut bunyi pasal ini, setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu Rapat Kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat, untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit, dan jika perlu mengadakan poncocokan piutang yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggang waktu.

Apabila ada lagi yang mengajukan tagihan setelah melampaui waktu yang ditentukan dalam penetapan Hakim Pengawas, maka menurut Pasal 187 ayat (1) UU KPKPU, masih dapat dilakukan pencocokan dalam Rapat Kreditor mengenai cara pemberesan harta pailit yang diadakan oleh Hakim Pengawas.

Bertitik tolak dari ketentuan yang dikatakan di atas dihubungan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT, terhitung sejak Perseroan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Perseroan telah berada dalam keadaan ”insolvensi”. Berarti sejak saat itu terjadi pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT. Oleh karena itu, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi.

f. Bubarnya Perseroan Karena Dicabutnya Izin Usaha Perseroan

Terjadinya pembubaran Perseroan yang diatur pada Pasal 142 ayat (1) huruf f UUPT adalah : ”Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

(28)

Pembubaran Perseroan jika izin usahanya dicabut, bersifat imperatif, yakni Perseroan ”wajib” melakukan likuidasi. Sifat imperatifnya digantungkan pada syarat, apabila pencabutan izin itu, mengakibatkan Perseroan tidak mungkinkan lagi berusaha dalam bidang lain. Oleh karena itu, kalau izin usaha Perseroan yang bersangkutan meliputi berbagai bidang usaha dan salah satu di antaranya dicabut, tidak terjadi pembubaran Perseroan.

3. Pembubaran Wajib Diikuti Dengan Likuidasi

Apabila terjadi pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam AD telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator.

Jika pembubaran terjadi berdasarkan karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi, yang bertindak melakukan likuidasi adalah Kurator. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT yang menyatakan, yang dimaksud dengan likuidasi yang dilakukan oleh Kurator adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan bubar berdasarkan karena harta Perseroan yang telah dinyatakan pailit, berada dalam keadaan insolvensi.

Penunjukan atau pengangkatan likuidator dilakukan oleh :

a. RUPS, apabila pembubaran Perseroan terjadi karena keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga maka yang berwenang mengangkat likuidator adalah RUPS.90 Dalam hal ini, menurut Pasal 142 ayat (3) UUPT jika RUPS tidak menunjuk atau mengangkat likuidator, Direksi yang bertindak sebagai likuidator.

(29)

Khusus untuk pengangkatan likuidator berdasarkan pembubaran Perseroan karena jangka waktu berdirinya berakhir, di dalam Pasal 145 ayat (2) UUPT menentukan jangka waktu penujukan likuidator, yakni harus ditunjuk oleh RUPS dalam jangka waktu paling sedikit 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.

b. Pengadilan Negeri, apabila pembubaran Perseroan terjadi berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri, Penunjukan/Pengangkatan likuidator dilakukan oleh Pengadilan dengan cara dicantumkan dalam Penetapan tersebut.

4. Perseroan Tidak Dapat Melakukan perbuatan Hukum

Menurut Pasal 142 ayat (2) huruf b UUPT yang menyebutkan ”Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi. Apabila larangan ini dilanggar oleh Perseroan, maka berdasarkan Pasal 142 ayat (5) UUPT, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.

Seperti disebutkan dalam Pasal 143 ayat (1) UUPT meskipun pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum selama proses likuidasi atau pemberesan berlangsungm, namun menurut Pasal 142 ayat (2) huruf b, Perseroan tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum. Pelanggaran anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris terhadap larangan itu, diancam dengan memikulkan tanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan itu.

(30)

5. Pemberitahuan Pembubaran Perseroan Terbatas Kepada Kreditor Dan Menteri

Pemberitahuan pembubaran Perseroan Terbatas kepada Kreditor dan Menteri dilakukan dengan cara yang diatur dalam Pasal 147 UUPT, yang menyebutkan :

(1) Dalam jangka waktu paling lambat lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan :

a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan b. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa

Perseroan dalam likuidasi.

(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :

a) pembubaran perseroan dan dasar hukumnya; b) nama dan alamat likuidator;

c) tata cara pengajuan tagihan; d) jangka waktu pengajuan tagihan.

(3) Jangka waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan bukti :

a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan

b. pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Dalam hal pemberitahuan pembubaran Perseroan kepada kreditor dan Menteri belum dilakukan oleh likuidator, maka pembubaran Perseroan tersebut tidak berlaku kepada pihak ketiga. Demikian juga bila likuidator lalai melakukan pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri, maka likuidator dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diderita pihak ketiga, sebagaimana diatur dalam Pasal 148 UUPT.

6. Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan

Setelah proses likuidasi perseroan selesai, Likuidator memberikan bertanggung jawaban kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau pengadilan yang mengangkatnya. Selanjutnya likuidator mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar dan

(31)

memberitahukan kepada Menteri setelah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung jawaban likuidator yang ditunjuknya [Pasal 152 ayat (1) jo ayat (3) UUPT].

Kemudian Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan. Selanjutnya Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 152 ayat (5) jo ayat (8) UUPT.

C. Pembubaran Perseroan Terbatas Melalui Rapat Umum Pemegang Saham PT. Ulu Musi Agung Tenera Dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Pada masa sebelum berlakunya Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), segala pendaftaran dan pengesahan Perseroan Terbatas dilakukan dengan sistem manual. Sistem manual tersebut banyak mengalami kendala dan memberatkan karena untuk sebuah Surat Keputusan Pendirian Badan Hukum diperlukan waktu sekitar 4 (empat) bulan sampai 6 (enam) bulan atau lebih. Dan jika dalam kurun waktu tersebut di atas suatu Perseroan Terbatas belum memperoleh Surat Keputusan Pendirian Badan Hukumnya dan Perseroan tersebut hendak dihentikan maka Perseroan Terbatas harus ”dibatalkan” bukan ”dibubarkan”.91

Setelah berlakunya Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), untuk memperolah sebuah Surat Keputusan Pendirian Badan Hukum hanya diperlukan waktu 1 (satu) bulan. Jika Surat Keputusan Pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas tersebut telah diperoleh maka hal tersebut memungkinkan suatu Perseroan Terbatas untuk beroperasi lebih

(32)

cepat dan jika Perseroan tersebut hendak dihentikan beroperasi maka Perseroan Terbatas tersebut harus ”dibubarkan”.92

Pendaftaran dan pengesahan PT. Ulu Musi Agung Tenera sudah menggunakan Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM). PT. Ulu Musi Agung Tenera telah berdiri dan telah memperoleh Surat Keputusan Pendirian Badan Hukumnya, yaitu yang disebut dengan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya tanggal 13 September 2007 nomor : W2-000000 HT.01.01-TH.2007 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 06 Nopember 2007 nomor 00, Tambahan nomor 00. Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas. Kemudian Anggaran Dasar Perseroan tersebut pernah dirubah untuk menyesuaikannya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahan Anggaran dasar tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan surat keputusannya tanggal 15 Agustus 2008 nomor : AHU-00000.AH.01.02.Tahun 2008.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 144 ayat (1) UUPT, pembubaran Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” berawal dari usul Direksi kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dimana maksud pembubaran Perseroan tersebut oleh Direksi telah terlebih dahulu dibicarakan kepada Komisaris.

Ada hal yang ganjil ditemui pada ”PT. Ulu Musi Agung Tenera” ini karena para pemegang saham sekaligus merangkap jabatan sebagai Direktur atau Komisaris, yang susunannya adalah sebagai berikut :

Nama Jabatan Pemegang/Pemilik 1. Tuan A Direktur 198 Saham

(33)

2. Tuan B Komisaris 2 Saham. Dimana modal perseroan terdiri dari :

Modal Dasar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);

Modal ditempatkan dan disetor Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);

Nilai nominal per lembar saham Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Dengan melihat susunan pengurus dan pemegang saham tersebut di atas, maka pemanggilan para pemegang saham untuk menghadiri dan mengadakan Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) tidak diperlukan dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 82 ayat (2) UUPT, oleh karena telah dapat diketahui sebelumnya bahwa dalam rapat akan hadir/terwakili seluruh saham yang telah ditempatkan oleh Perseroan hingga hari dan tanggal rapat diadakan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk melaksanakan dan menyetujui pembubaran Perseroan disebut dengan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) karena rapat tersebut bukan termasuk ke dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.

Atas permintaan Direksi Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” kepada Notaris, maka diadakanlah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” dihadapan Notaris, yang dipimpin oleh Direktur tuan A tersebut, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (4) dari Anggaran Dasar (AD) Perseroan. Dan Direktur tidak perlu memeriksa saham dengan hak suara yang hadir karena seluruh saham yang telah ditempat oleh Perseroan hadir. Akan tetapi Notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan yang diundang dalam rapat untuk membuatkan berita acara rapat, memeriksa kuorum

(34)

kehadiran para pemegang saham untuk sahnya akta yang dibuat dan memenuhi ketentuan UUPT.93

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dilaksanakan dengan agenda pembubaran Perseroan Terbatas ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” tersebut. Dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dengan suara bulat setuju untuk membubarkan ”PT. Ulu Musi Agung Tenera” tersebut diikuti dengan penunjukan Direktur sebagai Likuidator untuk melakukan proses likuidasi. Adapun Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tersebut diadakan pada tanggal 14 Desember 2009 dihadapan Notaris Kota Medan.

Setelah pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pembubaran ”PT. Ulu Musi Agung Tenera” tersebut, untuk memenuhi ketentuan Pasal 147 ayat (1) UUPT, pada tanggal 06 Januari 2010 Likuidator mengumumkan pembubaran tersebut dalam Surat Kabar yang beredar di Kota Medan, yang isinya sebagai berikut :

PENGUMUMAN : Berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang dituangkan dalam akta ”Berita Acara Rapat” tertanggal 14 Desember 2009 nomor 00, yang dibuat dihadapan ________, Notaris di Medan, para pemegang saham PT. ULU MUSI AGUNG TENERA berkedudukan di Medan, memutuskan untuk membubarkan Perseroan.

Diberitahukan kepada semua Kreditur Perseroan yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan untuk menyampaikan tagihannya secara tertulis kepada Likuidator dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman ini di alamat Likuidator, Jalan_________________ Medan.

Medan, 14 Desember 2009 Likuidator

PT. ULU MUSI AGUNG TENERA (Dalam likuidasi).

Selanjutnya berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Likuidator kepada Notaris, Notaris memberitahukan pembubaran tersebut kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia melalui Sistem Administarasi Badan Hukum (SISMINBAKUM). Atas pemberitahuan pembubaran tersebut Menteri Hukum Dan Hak

(35)

Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia telah mengirimkan surat Penerimaan Pemberitahuan Pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera (dalam likuidasi) tertanggal 20 Januari 2010 nomor : AHU-AH.01.10-00000.

Pelaksanaan pembubaran ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” tersebut hanya sampai pada pemberitahuan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia bahwa Perseroan dalam likuidasi, artinya Perseroan telah bubar dan sedang dalam tahap pemberesan. Sedangkan menurut UUPT, suatu Perseroan Terbatas dapat dikatakan bubar secara sempurna atau resmi secara formil jika proses pembubaran Perseroan berlajut sampai kepada tahap likuidator harus melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dengan mengumumkannya dalam iklan Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi. Setelah itu likuidator harus mempertanggung jawabkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mengenai proses likuidasi sehingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator dan mengumumkan dalam Surat Kabar hasil akhir likuidasi dan memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Terakhir membuat permohonan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia agar dicatat berakhirnya status badan hukum dan menghapus nama Perseroan dari Daftar Perseroan yang diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dikatakan ”PT.Ulu Musi Agung Tenera” tersebut belum bubar secara sempurna atau resmi secara formil karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 149 jo Pasal 152 UUPT. Oleh karena pembubaran ”PT. Ulu Musi Agung Tenera” tidak sempurna, maka akibat hukumnya adalah :

(36)

1. Perseroan masih dalam proses likuidasi hingga saat ini;

2. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum (berhenti total), kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi. Bila hal ini dilanggar maka anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng sebagaimana lebih jelas diatur dalam Pasal 142 ayat (2) huruf b jo ayat (5) UUPT. Tanggung jawab tersebut harus dijamin dari harta pribadi setiap anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dan diantara para anggota Direksi dan angggota Dewan Komisaris berlaku prinsip tangung renteng.

3. Organ Perseroan tidak berfungsi lagi kecuali Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih tetap berfungsi mengambil keputusan sepanjang hal tersebut berkenaan dengan proses likuidasi;

4. Prakteknya Perseroan sudah bubar, tetapi secara hukum status badan hukum Perseroan masih ada, jadi pihak ketiga masih ada peluang mengajukan tuntutan.

Dengan tidak dipenuhinya seluruh proses pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas yang diatur dalam ketentuan UUPT bukan merupakan suatu penyimpangan melainkan ketidak patuhan likuidator dan Perseroan. Hal demikian terjadi menurut pendapat penulis adalah karena tidak ada pengawasan terhadap proses pelaksanaan pembubaran Perseroan tersebut, sehingga PT yang bersangkutan beranggapan bahwa dipatuhi atau tidak dipatuhinya ketentuan UUPT, pihak pembuat Undang-Undang dalam hal ini pemerintah tidak mengetahui hal tersebut dan jikalaupun pemerintah mengetahuinya tidak ada peraturan yang memberikan sanksi terhadap ketidakpatuhan tersebut.

(37)

Tabel : Proses pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Proses Pembubaran PT. Ulu Musi Agung Tenera.

N o

UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

PT. Ulu Musi Agung Tenera

1. Pelaksanaan RUPS dan penunjukan Likuidator [Pasal 142 ayat (1) dan ayat (2)];

Pelaksanaan RUPS dan penunjukan Liuidator, dengan Berita Acara Rapat Tgl. 14 Desember 2009, yang dibuat dihadapan Notaris di Medan;

2. Dalam jangka 30 hari sejak

pembubaran Perseroan berdasarkan RUPS, Likuidator harus :

-mengumumkan dalam Surat Kabar dan BNRI, dan

-memberitahukan kepada Menteri [Pasal 147];

Dalam jangka 30 hari sejak pembubaran Perseroan berdasarkan RUPS, Likuidator mengumumkan pembubaran tersebut dalam Surat Kabar Tgl. 06 Januari 2010 dan memberitahukan kepada Menteri Tgl. 07 Januari 2010, atas pemberitahuan tersebut Menteri mengirimkan Surat Penerimaan Pemberitahuan PT. Ulu Musi Agung Tenera (dalam likuidasi) Tgl. 20 Januari 2010;

3. Dalam tahap pemberesan harta Perseroan, Likuidator wajib mengumumkan rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam Surat Kabar dan BNRI [Pasal 149];

--4. Pelaksanaan rapat pertanggung jawaban Likuidator kepada RUPS atas proses likuidasi sekaligus memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator [Pasal 152 ayat (1) dan (3)];

--5. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Pemberitahuan kepada Menteri mengenai hasil akhir proses likuidasi, agar Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari Daftar

(38)

--Perseroan [Pasal 152 ayat (3) dan (5)]; 6. Menteri mengumumkan berakhirnya

status badan hukum Perseroan dalam BNRI [Pasal 152 ayat (8)].

Gambar

Tabel : Proses pembubaran Perseroan Terbatas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)  berdasarkan  Undang-Undang  Nomor  40  Tahun  2007  tentang  Perseroan  Terbatas  dan  Proses Pembubaran PT

Referensi

Dokumen terkait

Apabila proses pembubaran atau likuidasi Perseroan tidak selesai atau tidak memenuhi seluruh proses pembubaran yang diatur dalam UUPT, maka pemegang saham tidak bertanggung

Pemegang Saham, dengan ini diberitahukan bahwa pada tanggal 17 Jun 2010 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk telah menyelenggarakan Rapat Umum Para Pemegang Saham Tahunan RUPS Ke

Komisaris yang ada yaitu sampai dengan penutupan RUPS Tahunan yang diselenggarakan pada tahun 2017 dengan tidak mengurangi hak dari Rapat Umum Pemegang Saham untuk

• Pemegang Saham yang telah hadir ke tempat Rapat namun dilarang menghadiri atau tidak dapat memasuki ruang Rapat karena alasan yang dicantumkan dalam pemanggilan ini

• Pemegang Saham yang telah hadir ke tempat Rapat namun dilarang menghadiri atau tidak dapat memasuki ruang Rapat karena alasan yang dicantumkan dalam pemanggilan ini

Para pemegang saham atau kuasanya yang akan menghadiri Rapat, diminta untuk membawa dan menyerahkan kepada petugas Perseroan, fotokopi surat saham kolektip dan fotokopi KTP

Pemegang Saham yang telah hadir ke tempat Rapat namun dilarang menghadiri atau tidak dapat memasuki ruang Rapat karena alasan yang dicantumkan dalam pemanggilan ini tetap

Sasaran dalam tesis ini adalah bagaimana keberadaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah menurut hukum dan bagaimana keabsahan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang