• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TAX PLANNING PPN DALAM PENGHEMATAN BEBAN CASH FLOW DI CV. MMM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TAX PLANNING PPN DALAM PENGHEMATAN BEBAN CASH FLOW DI CV. MMM"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN

TAX PLANNING

PPN DALAM PENGHEMATAN BEBAN

CASH

FLOW

DI CV. MMM

Nora Dewi Lestari Leo

noralestaridewi@yahoo.com

Titik Mildawati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

This research is meant to find out how the implementation of tax planning on the value added tax as the maximization of tax saving and cash flow management at CV MMM. The input tax and output tax is the basis for the calculation of payable value added tax which led to a cash out for a company which affects the load of cash flow amount. A descriptive approach is applied in this research which is discussed in this thesis by using analysis and qualitative method. It can be concluded from the results of this research that the implementation of tax planning in purchasing the company’s assets such as car, the implementation of tax planning on advertising services (infomedia), the implementation of tax planning on the telephone receipt as input tax, tax planning as a means of controlling cash flow by delaying the reporting of input tax at different period has been proven to provide a significant results of the saving and beneficial to the company. This indicates that tax planning can be one of alternatives in controlling the company’s cash flow.

Keywords : Tax planning, Tax saving maximization, Cash Flow Management, Input Tax, Output Tax ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan tax planning atas PPN sebagai maksimalisasi tax saving dan manajemen cash flow di CV. MMM. Pajak masukan dan Pajak keluaran merupakan dasar perhitungan PPN kurang bayar, yang menyebabkan kas keluar bagi perusahaan yang mempengaruhi besaran beban cash flow. Penelitian yang dibahas pada skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan analisis dan secara kualitatif. Hasil pada penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan perencanaan pajak atas pembelian aktiva perusahaan berupa mobil, perencanaan pajak atas jasa periklanan (infomedia) dan kuitansi telepon sebagai pajak masukan, perencanaan pajak sebagai sarana pengendalian arus kas dengan cara penundaan pelaporan pajak masukan pada masa tidak sama terbukti memberikan hasil tax saving yang cukup signifikan dan bermanfaat bagi perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan pajak dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian arus kas perusahaan.

Kata Kunci : Tax planning, maksimalisasi tax saving, manajemen cash flow, pajak masukan, pajak keluaran.

PENDAHULUAN

Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia adalah sistem self assessment yang mengharuskan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri. Dalam hal ini Wajib Pajak dianggap paling tahu mengenai besarnya pajak terhutang karena wajib pajak tentu lebih memahami penghasilannya sendiri. Salah satu dari sumber penerimaan dari sektor pajak adalah penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai diatur berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1983. PPN merupakan pajak yang dikenakan pada setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dimana pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang harus ia tanggung. Mekanisme dalam

(2)

pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN terdapat pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, terdiri dari pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli atau memperoleh produknya.

Pada dasarnya tujuan setiap perusahaan adalah mampu mempertahankan eksistensinya baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek dengan cara memaksimalkan laba, mengusahakan pertumbuhan, dan menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Kunci keberhasilan dari setiap perusahaan untuk mencapai tujuan utama tersebut adalah terletak pada kinerja operasional perusahaan yang tidak terlepas dari pajak, oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan, mempersiapkan serta mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi berkaitan dengan pajak. Karena pajak merupakan unsur pengurang laba, untuk itu diperlukan adanya perencanaan pajak yakni cara – cara menghemat pembayaran pajak yang tidak bertentangan dengan peraturan perpajakan. Perencanaan Pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.

Tujuan Perencanaan Pajak yakni agar memastikan kewajiban pajak menjadi seefisien mungkin dengan tetap berada dalam koridor peraturan yang berlaku. Untuk mencapai tujuan tersebut ada dua hal yang perlu dilaksanakan, yakni memahami ketentuan peraturan perpajakan dan membuat pembukuan yang memenuhi syarat. Salah satu contoh perencanaan pajak yang digunakan oleh perusahaan adalah perencanaan pajak untuk meminimalkan besarnya nilai atas Pajak Pertambahan Nilai. Perencanaan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan, dimana perusahaan sebaiknya memperoleh barang atau jasa dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), supaya pajak masukannya dapat dikreditkan. Dalam hal penjualan barang atau jasa yang pembayarannya belum diterima, pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai penyerahan barang atau jasa dilakukan.

CV. MMM merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang general trade and laboratories supplies. CV. MMM telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sehingga wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai dari pembeli saat menjual barang dagangan yang kemudian disebut pajak keluaran. Sedangkan pada saat membeli barang, perusahaan juga akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut pajak masukan. Untuk mengetahui besar pajak pertambahan nilai yang terhutang, maka perusahaan dapat mengkreditkan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

Pajak masukan dapat dikreditkan jika dan hanya jika menggunakan faktur pajak yang memenuhi syarat. Adapun pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam Undang – Undang nomor 42 tahun 2009 pasal 16 D yang menyatakan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c yakni aktiva berupa kendaraan bermotor sedan, dan station wagon. CV. MMM diduga belum mengkreditkan semua pajak masukannya, oleh karena itu penulis ingin memberikan saran kepada perusahaan untuk melakukan perencanaan pajak yang tepat guna mengefisiensi dan meminimalkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh perusahaan demi pencapaian penghematan beban cash flow.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan tax planning atas pajak pertambahan nilai sebagai maksimalisasi tax saving dan manajemen cash flow di CV. MMM. Penelitian ini mengacu kepada penelitian sebelumnya, dimana dari penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa dalam meminimalisasi atau mengurangi besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dapat dilakukan dengan memaksimalkan Pajak Masukan

(3)

yang berhubungan dengan usaha. Dan cara yang paling tepat dalam memecahkan masalah Pajak Pertambahan Nilai terhutang yang lebih bayar adalah dengan melakukan penundaan waktu pelaporan Pajak Masukan dan gabungan metode penundaan laporan Pajak Masukan dengan penundaan waktu pencetakan Faktur Pajak.

TINJAUAN TEORETIS Pengertian PPN

Menurut Undang – undang Nomor 42 tahun 2009 paragraf umum Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, dengan kata lain pajak tersebut disetor oleh produsen yang bukan penanggung pajak, dimana konsumen akhir tidak menyetorkan secara langsung pajak yang ia tanggung. Dasar hukum utama yang digunakan dalam penerapan dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah undang–undang Nomor 42 Tahun 2009 yang merupakan perubahan ketiga atas undang–undang Nomor 18 tahun 2000, Undang – undang Nomor 11 tahun 1994 serta undang–undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Karakteristik PPN

Karakteristik atau ciri – ciri Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menurut Penjelasan Umum Tarif Departemen Keuangan dalam www.tarif.depkeu.go.idadalah sebagai berikut : (a) Merupakan Pajak Objektif; (b) Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax); (c) Menggunakan mekanisme pengkreditan; (d) Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri; (e) Merupakan beban konsumen akhir; (f) Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan; (g) Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada.

Barang Kena Pajak

Menurut undang–undang nomor 42 tahun 2009 pasal 1 (satu) Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan undang–undang ini. Dan barang itu sendiri oleh undang–undang didefinisikan sebagai barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Dapat disimpulkan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Barang Kena Pajak menurut undang–undang nomor 42 tahun 2009 pasal 1 (satu) dipersyaratkan : (1) Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang, Hak Paten, Hak Cipta, dan lain lain); (2) Dikenakan pajak berdasarkan Undang –Undang PPN.

Pasal 4 (empat) A Undang – Undang PPN nomor 42 tahun 2009 yang memberikan peluang pengaturan tentang jenis – jenis barang yang tidak dikenakan PPN meliputi :

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumber jenisnya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas.

2. Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Tidak dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak daerah.

(4)

4. Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga. Dasar Pengenaan PPN

Dasar perhitungan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai berbeda–beda sesuai dengan transaksi yang terjadi seperti pada pasal 1 ayat (17) UU nomor 42 tahun 2009, yaitu :

1. DPP (Dasar Pengenaan Pajak) untuk PPN Barang adalah harga jual Barang Kena Pajak; 2. DPP untuk PPN Jasa adalah penggantian Jasa Kena Pajak;

3. DPP untuk PPN Impor adalah Nilai Impor : CIF + Bea Masuk + Pungutan lainnya berdasarkan ketentuan Pabean;

4. DPP untuk PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri adalah jumlah yang dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKPTB atau JKP;

5. DPP untuk PPN atas pemakaian sendiri, pemberian cuma–cuma, penyerahan media rekaman suara/gambar, penyerahan film, persediaan BKP tersisa (likuidasi), aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual dalam undang-undang perpajakan dan atau keputusan menteri keuangan (KepMenKeu); dan

6. DPP untuk PPN Ekspor adalah Nilai Ekspor Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Tarif PPN

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku umum di wilayah Indonesia menurut UU nomor 42 tahun 2009 pasal 7 dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%

Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Tarif ini dapat dirubah oleh perundang-undangan maupun keputusan menteri keuangan sekecil-kecilnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0%

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPN dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.

Pajak Keluaran dan Pajak Masukan

Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan terhadap Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di luar daerah pabean. Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau konsumen yang melakukan transaksi jual beli barang. Artinya PKP mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan Barang Kena Pajak (BKP) miliknya yang dibeli konsumen. Kemudian, nantinya dapat berfungsi menjadi kredit atau pengurang pajak. Sedangkan Pajak Masukan dapat dijelaskan secara sederhana sebagai Pajak Pertambahan Nilai yang harus Wajib Pajak bayar pada saat mendapatkan/memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Istilah Pajak Masukan sangat erat kaitannya dari mekanisme pemungutan, pembayaran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Metode pengkreditan Pajak Masukan berkaitan dengan salah satu prinsip pengenaan PPN, yaitu PPN pada hakekatnya hanya dikenakan pada perubahan nilai tambah dari BKP dan/atau JKP dalam setiap tingkatan rantai produksi dan distribusi dari BKP dan/atau JKP tersebut, dan hakekatnya penanggung terakhir dari beban Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumen

(5)

akhir. Berdasarkan pasal 1(satu) UU PPN nomor 42 tahun 2009 definisi Pajak Masukan adalah : ”Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak”

Tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan Menurut UU PPN pasal 9 ayat 8 nomor 42 tahun 2009, beberapa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk pengeluaran sebagai berikut : (1) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; (2) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; (3) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; (4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; (5) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; (6) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN nomor 42 tahun 2009 pasal 13 ayat 5; (7) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU PPN nomor 42 tahun 2009 pasal 13 ayat 6; (8) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; (9) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai melebihi tiga bulan masa pajak dari tanggal penerbitan atau yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.

Faktur Pajak

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-24/PJ/2012 disimpulkan bahwa faktur pajak merupakan dokumen yang menjadi bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Faktur Pajak ini merupakan ciri utama pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Bukti adanya Pajak Keluaran adalah berupa Faktur Pajak, dan demikian pula bukti adanya Pajak Masukan yang juga berupa Faktur Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran yang terjadi setiap akhir masa pajak di dalam SPT Masa PPN, pada hakekatnya merupakan kegiatan membandingkan antar Faktur Pajak.

1. Syarat

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor : PER-24/PJ/2012 pasal 5, yakni Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan : (1) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; (2) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; (3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; (4) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; (5) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; (6) Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan (7) Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

2. Saat Pembuatan

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajaknomor : PER-24/PJ/2012 pasal 2, yakni Faktur Pajak harus dibuat pada : (1) Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; (2) Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; (3) Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; (4) Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai

(6)

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; atau (5) Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara pemerintah maka Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak.

Dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak

Seiring dengan telah berlakunya undang–undang nomor 42 tahun 2009 (UU PPN) sejak 1 April 2010, maka aturan–aturan pelaksana untuk menjalankan UU PPN ini sudah harus segera diterbitkan. Ketentuan ini diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-27/PJ/2011 ini adalah :

a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh

BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;

c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;

d. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi; e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang

dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;

f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; g. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;

h. Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor JKP/BKP Tidak Berwujud, untuk ekspor JKP/BKP Tidak Terwujud;

i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP).

j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak terwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;

k. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Perusahaan Air Minum:

l. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara efek; dan

m. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan Manajemen Pajak

Sophar Lumbantoruan (1996) dalam Suandy (2008:5) menyebutkan manajemen pajak sebagai suatu strategi penghematan pajak. Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi – fungsi manajemen pajak menurut Suandy (2008:6) terdiri atas :

1. Perencanaan Pajak (tax planning)

Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang dilakukan.

2. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)

Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor–faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material.

(7)

3. Pengendalian pajak (tax control)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak.

Manfaat Perencanaan Pajak

Dengan adanya upaya perencanaan pajak yang baik dan cermat, menurut Suandy (2009:6) dalam Yuniarti (2012) Wajib Pajak akan memperoleh beberapa manfaat antara lain : 1. Menghemat kas keluar

Pajak sebagai unsur pengurang penghasilan (biaya) merupakan beban yang harus ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan (Wajib Pajak). Dengan meminimalkan beban pajak, yang tersedia untuk membayar pajak dapat dialokasikan kepada pos–pos lain dalam perusahaan. Terutama jika perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya, maka upaya ini dapat meminimalkan pembayaran atas sanksi perpajakan yang berlaku.

2. Mengatur aliran kas

Perencanaan pajak yang cermat dapat ditentukan dengan langkah yang tepat dalam mengestimasikan kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran, sehingga dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

Langkah – Langkah Dalam Melaksanakan Perencanaan Pajak

Langkah–langkah yang harus mendapatkan perhatian dalam menyusun suatu perencanaan pajak sesuai dengan undang–undang perpajakan (Zain, 2007:70), adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak

2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung serta penghambat tujuan 3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakan untuk mencapai tujuan

Sedangkan menurut Suandy (2008:13-25), agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahapan berikut ini :

1. Menganalisis informasi yang ada

2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak 3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak

4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak 5. Memutakhirkan rencana pajak

Selain itu dalam mengimplementasikan kebijakan perencanaan perpajakan, strategi yang dapat ditempuh oleh pembayar pajak diantaranya sebagai berikut :

1. Tax saving

Upaya untuk menghemat pengeluaran perusahaan yang berkaitan dengan pajak. 2. Tax avoidance

Upaya untuk menghindari pengenaan pajak dengan cara yang masih sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, dalam hal bahkan termasuk juga masalah etika bisnis.

3. Penundaan pembayaran pajak

Penundaan ini dilakukan dengan menerapkan manajemen waktu bagi pemenuhan berbagai hak dan kewajiban perpajakan.

4. Optimalisasi kredit pajak

Hal ini tidak dapat begitu saja disepelekan, karena kredit pajak adalah salah satu harapan bagi pembayar pajak, yang bisa membantu kondisi aliran kasnya di saat – saat yang genting.

(8)

5. Upaya menghindari atau memperkecil risiko pemeriksaan pajak

Pemeriksaan pajak adalah sebuah peristiwa tidak rutin yang dianggap berbahaya karena mengandung berbagai risiko yang seringkali tidak bisa diantisipasi dengan baik, atau diduga efeknya.

6. Upaya menghindari pelanggaran perpajakan

Demi efisiensi dan efektifitas, sekecil apapun pelanggaran terhadap ketentuan perpajakan, semestinya dipersepsi sebagai suatu kesalahan yang harus diperbaiki.

Alat Perencanaan Pajak

Ada beberapa yang perlu dikuasai dan dikerjakan jika tujuan perencanaan pajak hendak dicapai (Suandy, 2008:9) :

1. Memahami ketentuan perpajakan

Undang–undang yang berlaku sekarang ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan undang–undang lama. Namun masyarakat masih tetap merasa kurang memahami undang–undang tersebut. Kesulitan itu bertambah dengan dikeluarkannya keputusan–keputusan dan surat–surat edaran yang hampir tiap minggu diterbitkan. 2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat

Dengan adanya pemberian kepercayaan penuh dari pemerintah kepada Wajib Pajak, berarti peranan pembukuan dan akuntansi dalam perpajakan sangatlah besar, asalkan pembukuan atau akuntansi tersebut diselenggarakan dengan benar dan memenuhi ketentuan peraturan perpajakan, maka pelaksanaan kewajiban perpajakan dapat dikatakan telah terpenuhi.

Implementasi Perencanaan Pajak Pada Perusahaan

Perusahaan merupakan bagian integral dari ekonomi yang menggunakan sumber daya untuk menghasilkan barang atau jasa. Salah satu tujuan utama perusahaan adalah mencapai laba semaksimal mungkin, sekaligus sebagai alat pemotivasi investor untuk menanamkan modal perusahaan.

Ada dua cara yang bisa dilakukan atau dipilih oleh perencanaan pajak perusahaan untuk dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan perencanaan pajak menurut Suandy (2008:13-25) antara lain tax saving dan tax avoidance karena perbuatan seperti itu tidak melanggar undang – undang.

Salah satu cara melakukan penghematan pajak sebagai suatu aplikasi perencanaan pajak adalah dengan memaksimalkan pajak masukan yang mungkin dapat dikreditkan di perusahaan. Serta untuk menghindari risiko pemeriksaan pajak dapat dilakukan dengan cara merencanakan pajak masukan dengan dikreditkan atau dengan kata lain melakukan penundaan laporan beberapa faktur pajak masukan apabila terjadi masalah Pajak Pertambahan Nilai terhutang yang lebih bayar.

Laporan Arus Kas

Menurut PSAK no 2 laporan arus kas (cash flow statement atau statement of cash flows) adalah bagian dari laporan keuangan suatu perusahaan yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan aliran masuk dan keluar uang (kas) perusahaan. Informasi arus kas berguna sebagai indicator jumlah arus kas dimasa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas tafsiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih atau ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan entitas tersebut (termasuk likuiditas dan solvabilitas). Laporan arus kas juga dapat menunjukkan hubungan antara laba bersih dengan perubahan dalam kas perusahaan.

(9)

Apakah laba bersih perusahaan berimbang dengan perubahan arus kas perusahaan baik pemasukan dari penjualan dan piutang maupun pengeluaran arus kas dari pembayaran hutang dan beban perusahaan.

Laporan arus kas terdiri dari beberapa jenis kegiatan perubahan arus kas sebagai berikut (Kieso, 2002:374) dalam Yuniarti (2012) :

1. Arus kas dari kegiatan operasi 2. Arus kas dari kegiatan investasi 3. Arus kas dari pembiayaan Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh : (1) Anne H. tahun 2004 menyimpulkan bahwa dalam meminimalisasi atau mengurangi besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang dapat dilakukan dengan memaksimalkan Pajak Masukan yang berhubungan dengan usaha. (2) Sonny W.A. tahun 2007 menyimpulkan bahwa cara yang paling tepat dalam memecahkan masalah Pajak Pertambahan Nilai terhutang yang lebih bayar adalah dengan melakukan penundaan waktu pelaporan Pajak Masukan dan gabungan metode penundaan laporan Pajak Masukan dengan penundaan waktu pencetakan Faktur Pajak.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian Dan Gambaran Dari Populasi (Objek) Penelitian

Penelitian yang dibahas pada skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan analisis dan secara kualitatif. Deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah – masalah berupa fakta–fakta saat ini dari suatu populasi, sedangkan kualitatif itu sendiri merupakan data yang berbentuk uraian kata–kata dengan dasar teori yang mendukung dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

Adapun yang menjadi objek penelitian adalah Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai dalam Pencapaian Penghematan Beban Cash Flow di CV. MMM Surabaya, berkaitan dengan objek penelitian yang didasarkan pada hasil kondisi nyata dan dialami terhadap Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai dalam Pencapaian Penghematan Beban Cash Flow yang dipelajari penulis.

Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sumber Data

Merupakan langkah awal yaitu dengan melakukan survey langsung dengan tujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi dan kondisi perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini.

b. Teknik Pengumpulan Data

Merupakan kelanjutan dari survey dengan menggunakan beberapa cara antara lain : 1. Wawancara

Merupakan prosedur yang paling penting dalam penelitian ini. Dilakukan dengan terjun ke perusahaan secara langsung dan untuk mendapatkan data primer yang langsung diperoleh dari perusahaan yang diteliti.

2. Dokumentasi

Mengumpulkan data didapat dengan cara mengutip catatan akuntansi, dokumen resmi perusahaan, maupun arsip perusahaan yang bersangkutan.

(10)

Satuan Kajian

Dalam penelitian ini, penulis lebih menekankan pada pemahaman mengenai masalah – masalah yang terjadi pada perusahaan terutama segala hal yang berhubungan dengan Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai dalam Pencapaian Penghematan Beban Cash Flow.

Pajak masukan dan Pajak keluaran merupakan dasar perhitungan PPN kurang bayar, yang menyebabkan kas keluar bagi perusahaan yang mempengaruhi besaran beban cash flow. Peraturan PPN yang dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan, menjadi alasan untuk menentukan manfaat terbaik bagi perusahaan, alternatif mana yang harus dipilih dalam menentukan transaksi terkait dengan PPN masukan yang dapat dikreditkan atau yang tidak dapat dikreditkan, penentuan alternatif ini menjadi alat analisis untuk mencapai suatu tax saving yang legal dan menguntungkan bagi perusahaan.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara sistematis untuk menentukan upaya perencanaan pajak sehingga dapat membantu perusahaan mencapai penghematan atau minimalisasi arus kas keluar terutama dibidang perpajakan. Kemudian dari data tersebut diolah dengan langkah–langkah berikut ini :

1. Memahami peraturan perundang-undangan yang utamanya berhubungan dengan masalah Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat.

3. Menentukan beberapa alternatif perencanaan Pajak Pertambahan Nilai yang mungkin dapat dilakukan pada perusahaan.

4. Setelah mengetahui hasil perhitungan, kesimpulan dari hasil penelitian tersebut serta memberikan saran kepada perusahaan langkah apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan penghematan arus kas keluarnya. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Kebijakan Perusahaan Dalam Pembuatan Dan Penerimaan Faktur Pajak

CV. MMM merupakan distributor alat – alat laboratorium dan bahan–bahan kimia industri dengan merek dagang “Merck”. Meskipun transaksi penjualan dibagi menjadi dua metode, administrasi perpajakan yang dilakukan oleh manajemen CV. MMM tetap sama saja. Setiap invoice atau nota penjualan yang diterbitkan oleh CV. MMM harus disertai dengan pembuatan Faktur Pajak Barang tersebut. Seluruh dokumen kelengkapan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut diberikan langsung kepada pembeli untuk dapat dilakukan penagihan kepada pelanggan yang transaksinya secara tunai. Sedangkan untuk yang transaksinya secara kredit, CV. MMM hanya memberikan salinan dokumen tersebut agar dapat dikreditkan oleh pembeli. Dokumen resmi akan diberikan setelah pelanggan melakukan pelunasan terhadap nota penjualan atau invoice tersebut.

Hal ini juga berlaku untuk pembelian barang dagangan yang dilakukan oleh CV. MMM yang melakukan transaksi pembelian dengan dua metode, yaitu secara tunai dan kredit. Untuk pembelian yang dilakukan, CV. MMM mensyaratkan Faktur Pajak harus diterima pada tanggal yang sesuai dengan tanggal penerbitan invoice dari pemasok. Berikut ini adalah daftar penjualan yang dilakukan oleh CV. MMM selama periode Januari hingga Desember 2012 :

(11)

Tabel 1

Daftar Penjualan CV. MMM Masa Pajak Januari – Desember 2012 Bulan Tahun Penjualan (Rp) Pertambahan Pajak

Nilai (Rp) PPN yang tidak dipungut (Rp) Nota Retur (Rp) Pajak keluaran (Rp) Januari 2012 1.182.365.380,- 118.236.538,- 648.100,- - 117.588.438,- Februari 2012 1.561.791.740,- 156.179.174,- 1.756.520,- - 154.422.654,- Maret 2012 1.801.391.860,- 180.139.186,- 1.822.480,- - 178.316.706,- April 2012 1.534.078.910,- 153.407.891,- 1.402.910,- 6.017,- 151.998.964,- Mei 2012 1.851.841.710,- 185.184.171,- 4.654.340,- - 180.529.831,- Juni 2012 1.700.598.250,- 170.059.825,- 6.571.510,- - 163.488.315,- Juli 2012 1.674.273.840,- 167.427.384,- 1.477.610,- - 165.949.774,- Agustus 2012 1.390.950.400,- 139.095.040,- 51.500,- - 139.043.540,- September 2012 1.730.756.570,- 173.075.657,- - - 173.075.657,- Oktober 2012 1.820.539.920,- 182.053.992,- 3.155.225,- - 178.898.767,- November 2012 1.692.395.380,- 169.239.538,- 2.480.630,- - 166.758.908,- Desember 2012 2.655.940.620,- 265.594.062,- 2.410.320,- - 263.183.742,- Total 20.596.924.580,- 2.059.692.458,- 26. 431.145,- 6.017,- 2.033.255.296,- Sumber : Bagian akuntansi dan pajak CV. MMM

Transaksi penjualan diatas merupakan total dari seluruh penjualan, baik secara tunai maupun kredit. Untuk Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut oleh perusahaan merupakan nilai Pajak Pertambahan Nilai dari penjualan kepada customer yang berkedudukan di kawasan tertentu di dalam daerah pabean Indonesia. Oleh karena itu sesuai Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 pasal 16B (1), maka CV. MMM tidak melakukan pemungutan terhadap perusahaan tersebut.Berikut ini adalah daftar pembelian yang dilakukan oleh CV. MMM selama periode Januari hingga Desember 2012 :

Tabel 2

Daftar Pembelian CV. MMM Masa Pajak Januari – Desember 2012 Bulan Tahun Pembelian (Rp) Pertambahan Pajak

Nilai (Rp) Nota Retur (Rp) Pajak Masukan (Rp) Januari 2012 1.684.147.660,- 168.414.766,- - 168.414.766,- Februari 2012 1.403.399.320,- 140.339.932,- 6.836.668,- 133.503.264,- Maret 2012 1.692.845.490,- 169.284.549,- - 169.284.549,- April 2012 1.301.808.480,- 130.180.848,- - 130.180.848,- Mei 2012 1.694.540.190,- 169.454.019,- 132.372,- 169.321.647,- Juni 2012 1.530.926.060,- 153.092.606,- 1.828.017,- 151.264.589,- Juli 2012 1.538.668.370,- 153.866.837,- - 153.866.837,- Agustus 2012 1.108.288.000,- 110.828.800,- - 110.828.800,- September 2012 1.607.097.580,- 160.709.758,- - 160.709.758,- Oktober 2012 1.662.559.820,- 166.255.982,- 175.000,- 166.080.982,- November 2012 1.549.830.100,- 154.983.010,- 309.420,- 154.673.590,- Desember 2012 2.513.285.450,- 251.328.545,- 33.350,- 251.295.195,- Total 19.287.396.520,- 1.928.739.652,- 9.314.827,- 1.919.424.825,- Sumber : Bagian akuntansi dan pajak CV. MMM

(12)

Berikut ini adalah daftar Pajak Keluaran dan Pajak Masukan serta Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan oleh CV. MMM sebelum adanya perencanaan pajak untuk masa pajak Januari sampai Desember 2012.

Tabel 3

Daftar Pajak Pertambahan Nilai disetor Masa Pajak Januari – Desember 2012 Masa

Pajak Tahun Pajak keluaran (Rp) Pajak Masukan (Rp)

Setoran PPN (lebih) atau kurang bayar (Rp) Januari 2012 117.588.438,- 168.414.766,- (50.826.328,-) Februari 2012 154.422.654,- 133.503.264,- (29.906.938,-) Maret 2012 178.316.706,- 169.284.549,- (20.874.781,-) April 2012 151.998.964,- 130.180.848,- 943.335,- Mei 2012 180.529.831,- 169.321.647,- 11.208.184,- Juni 2012 163.488.315,- 151.264.589,- 12.223.726,- Juli 2012 165.949.774,- 153.866.837,- 12.082.937,- Agustus 2012 139.043.540,- 110.828.800,- 28.214.740,- September 2012 173.075.657,- 160.709.758,- 12.365.899,- Oktober 2012 178.898.767,- 166.080.982,- 12.817.785,- November 2012 166.758.908,- 154.673.590,- 12.085.318,- Desember 2012 263.183.742,- 251.295.195,- 11.888.547,-

Sumber : Bagian akuntansi dan pajak CV. MMM

Perencanaan Pajak yang disarankan

Perencanaan pajak pada CV. MMM secara garis besar cukup baik namun masih belum optimal. Hal ini disebabkan adanya komponen–komponen yang seharusnya dapat digunakan untuk menghemat pajak ternyata belum dimanfaatkan oleh manajemen CV. MMM. Oleh karena itu, CV. MMM dapat melakukan perencanaan pajak dengan berfokus pada upaya meminimalkan arus kas keluar dan memanfaatkan celah–celah perpajakan yang ada dalam peraturan perpajakan. Perencanaan pajak ini tentunya tergantung pada seluruh aktivitas ekonomi dan usaha yang direncanakan sebelumnya, serta hendaknya dilakukan tanpa melanggar aturan–aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Perencanaan pajak yang disarankan atas perencanaan pajak yang telah dilakukan oleh CV. MMM akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.

Penerapan Perencanaan Pajak Atas Pembelian Aktiva Perusahaan

Pengkreditan pajak tersebut didasarkan pada undang–undang nomor 42 tahun 2009 pasal 16D yang menyatakan Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c yakni aktiva berupa kendaraan bermotor sedan, dan station wagon.

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pihak manajemen diketahui bahwa perusahaan melakukan pembelian aktiva berupa mobil Mitsubishi Pajero Sport yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan pada bulan Mei 2012 secara tunai pada PT. Srikandi Motor senilai Rp. 347.849.090,- dengan PPN senilai Rp. 34.784.909,- dimana Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian mobil tersebut seharusnya dapat dikreditkan karena Mitsubishi Pajero Sport termasuk golongan jeep, dengan alasan bukan termasuk kendaraan jenis sedan atau station wagon. Memang untuk peraturan sebelumnya yaitu UU No. 8 tahun 1983, dan UU No. 18 tahun 2000 dimana di dalam dua Undang – Undang ini mengatur dan menyebutkan bahwa atas perolehan kendaraan dengan jenis sedan, jeep, station wagon, van dan kombi maka PPN nya tidak dapat dikreditkan. Namun pada

(13)

perubahan yang ketiga yaitu UU No. 42 tahun 2009, jenis perolehan kendaraan yang ppn nya tidak dapat dikreditkan dipersempit menjadi dua saja, yaitu sedan dan station wagon, oleh karenanya seharusnya perusahaan mengkreditkan PPN masukan atas pembelian kendaraan tersebut. Mobil Mitsubishi Pajero Sport merupakan golongan Jeep yang Pajak Pertambahan Nilainya seharusnya dapat dikreditkannamun perusahaan tidak mengkreditkan sehingga mempengaruhi aliran kas keluar yang bertambah besar yang secara kalkulasi akan mengakibatkan akumulasi pembayaran pajak lebih besar daripada apabila PPN atas kendaraan tersebut apabila dikreditkan, sehingga dapat membuat perusahaan kurang efektif dalam memaksimalkan tax saving, dan terkait hal ini perusahaan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar, yang seharusnya biaya tersebut dapat dipangkas menjadi lebih kecil yaitu dengan cara mengalokasikan atau memaksimalkan pengkreditan setiap Pajak Pertambahan Nilai atas setiap transaksi pembelian sehingga komponen Pajak Pertambahan Nilai tersebut tidak dimasukkan sebagai penambah biaya perolehan. Perencanaan pajak atas pembelian aktiva ini dicatat dalam ayat jurnal sebagai berikut :

Tabel 5

Ayat Jurnal Pembelian aktiva setelah tax planning

Masa Januari – Desember 2012

Bulan Posisi Akun Jumlah

Mei 2012

Debet Aktiva – Kendaraan Rp. 347.849.091,-

PPn Masukan Rp. 34.784.909,-

Kredit Kas Rp. 382.634.000,-

Sumber diolah oleh penulis

Dari perencanaan pajak atas pembelian aktiva pada masa pajak Mei 2012 CV. MMM sebaiknya dapat menghemat beban Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp. 34.784.909,-. Terkait hal tersebut tabel berikut memberikan perbedaan penyusutan yang menyebabkan pengakuan beban sebelum dan setelah tax planning berubah.

Tabel 6

Perbandingan Pengakuan Perhitungan Penyusutan

No. Keterangan Penyusutan Before Tax Planning Penyusutan After Tax Planning

1 Bulan Perolehan Mei 2012 Mei 2012

2 Kelompok Asset 2 2

3 Masa Ekonomis (Tahun) 8 8

4 Dasar Nilai Penyusutan :

Dasar Perolehan Dengan PPN 382.633.999,-

Dasar Perolehan Tanpa PPN 347.849.090,-

5 Penyusutan Perbulan 3.985.771,- 3.623.428,-

6 Penyusutan Selama Tahun 2012 31.886.167,- 28.987.424,-

7

Selisih tersebut merupakan efek dari ppn yang tidak lagi diakui sebagai biaya Penyusutan

2.898.742,- Sumber diolah oleh penulis

Berdasarkan tabel 6, yang merupakan penyajian tentang pengakuan terhadap adanya penyusutan, dimana dasar perhitungan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.03/2009, selama tahun 2012 perhitungan sebelum tax planning penyusutan diakui sebesar Rp. 31.886.167,- sedangkan setelah tax planning perhitungan penyusutan tersebut Sebesar Rp. 28.987.424,- perbedaan ini dikarenakan pada komposisi dasar perolehan yang dijadikan dasar untuk dikalikan dengan tarif penyusutan, yaitu dasar

(14)

dengan menambahkan PPN dan dasar yang tidak termasuk PPN, sehingga selama tahun 2012 mempunyai selisih sebesar Rp. 2.898.742,- atas selisih inilah yang kemudian mempengaruhi pengakuan atas beban pengurang laba kena pajak.

Penerapan Perencanaan Pajak Atas Jasa Periklanan (Infomedia)

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2010 tanggal 9 Maret 2010 yang merupakan ketentuan mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Dari perencanaan pajak untuk tujuan maksimalisasi tax saving melalui wawancara atau diskusi dengan bagian terkait pada CV. MMM ada transaksi yang penulis temukan yang seharusnya diperhatikan agar memberikan manfaat bagi perusahaan, yaitu transaksi periklanan yang melibatkan perusahaan Infomedia, dalam transaksi ini penulis mendapatkan informasi bahwa transaksi tersebut mempunyai bukti yang sah dan mencantumkan adanya PPN yang dipungut oleh pihak Infomedia terhadap transaksi tersebut, dan dimana bukti transaksi tersebut merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang artinya apabila diperhitungkan tambahan transaksi yang memunculkan PPN ini dapat dipergunakan sebagai penambah jumlah PPN masukan bagi perusahaan sehingga jumlah PPN masukan menjadi lebih besar dan mempengaruhi jumlah PPN kurang bayar pada periode masa transaksi tersebut. Dengan berkurangnya PPN kurang bayar tersebut secara akumulasi dapat memperkecil arus kas keluar perusahaan dan memaksimalkan tax saving.

Tabel 7

Ayat Jurnal Atas Jasa Periklanan Masa Januari – Desember 2012

Bulan Posisi Ayat Jurnal Jumlah

Agustus 2012

Debet Jasa Perikalanan Rp. 12.810.960,-

PPn Masukan Rp. 1.281.096,-

Kredit PPh atas Jasa Rp.256.219,-

Kas Rp. 13.835.837,-

Sumber diolah oleh penulis

Penerapan Perencanaan Pajak Atas Kuitansi Telepon sebagai Pajak Masukan

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-10/PJ/2010 tanggal 9 Maret 2010 yang merupakan ketentuan mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi dapat diakui sebagai Faktur Pajak. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kuitansi adalah bukti pembayaran atas tagihan rekening telepon yang diterbitkan oleh PT. Telkom pada setiap bulan, kuitansi ini diperoleh apabila pembayaran dilakukan secara tunai di kantor pelayanan pembayaran rekening telepon. Dengan kata lain, apabila pembayaran dilakukan melalui media lain seperti internet banking maupun transfer bank, maka wajib pajak tidak akan memperoleh kuitansi tersebut, sehingga bukti pembayarannya tidak dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak dan tidak dapat dikreditkan. Dalam kasus ini, CV. MMM masih melakukan pembayaran tagihan rekening teleponnya secara tunai di kantor pelayanan pembayaran tagihan telepon, sehingga CV. MMM mendapatkan bukti pembayaran berupa kuitansi dari PT. Telkom agar bisa menjadi Faktur Pajak yang dapat dikreditkan perusahaan. Berikut ini adalah rincian tagihan telepon CV. MMM selama bulan Januari sampai dengan Desember 2012.

(15)

Tabel 8

Daftar Kuitansi Telepon Masa Pajak Januari – Desember 2012

No Bulan Tahun Jumlah Tagihan (DPP) (Rp) Pertambahan Pajak Nilai (Rp) 1 Januari 2012 1.142.353,- 114.235,- 2 Februari 2012 702.000,- 70.200,- 3 Maret 2012 584.200,- 58.420,- 4 April 2012 1.628.028,- 162.803,- 5 Mei 2012 1.126.038,- 112.604,- 6 Juni 2012 1.507.522,- 150.752,- 7 Juli 2012 825.280,- 82.528,- 8 Agustus 2012 1.295.643,- 129.564,- 9 September 2012 1.570.677,- 157.068,- 10 Oktober 2012 839.835,- 83.983,- 11 November 2012 879.924,- 87.992,- 12 Desember 2012 917.517,- 91.752,- Total 13.019.017,- 1.301.902,- Sumber : Bagian akuntansi dan pajak CV. MMM

Penerapan Perencanaan Pajak yang lain

Penerapan perencanaan pajak oleh wajib pajak memungkinkan perusahaan sebagai wajib pajak untuk melalukan penundaan pembayaran atau penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut ke kas Negara, sehingga arus kas keluar yang dimiliki oleh wajib pajak dapat diminimalisasi. Beberapa penerapan perencanaan pajak yang disarankan untuk CV. MMM telah dibahas pada sub bab sebelumnya, berikut adalah penerapan perpajakan Pajak Pertambahan Nilai lain yang dapat diterapkan oleh CV. MMM, antara lain :

1. CV. MMM sebaiknya melakukan pembelian atau perolehan BKP dan JKP dari supplier yang telah dikukuhkan sebagai PKP agar pajak masukannya dapat dikreditkan. Perusahaan juga perlu mengamati dengan cermat setiap Faktur Pajak dari pembelian BKP atau penggunaan JKP jangan sampai terdapat pajak masukan yang belum atau lupa dikreditkan, selain itu juga jangan sampai Faktur Pajak yang diterima tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi syarat sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan.

2. Pastikan bahwa diskon yang diberikan terhadap penjualan BKP telah tercantum didalam Faktur Pajak, sehingga dasar pengenaan pajak dapat berkurang sebesar diskon yang diberikan dan pajak keluaran yang terhutang juga berkurang.

3. Pastikan bahwa item “Harga Jual/Penggantian/Termin/Uang Muka” didalam setiap Faktur Pajak yang diterbitkan dicoret sesuai dengan petunjuk “coret yang tidak perlu”. 4. Mintakan segera Faktur Pajak masukan tersebut agar dapat dikreditkan dengan pajak

keluaran pada saat pelaporan SPT masa PPN.

Penghematan Pajak Setelah Dilakukan Perencanaan Pajak

Berdasarkan perencanaan pajak atas pajak masukan yang telah dibahas pada sub bab – sub bab sebelumnya yaitu dengan penerapan perencanaan pajak atas pembelian aktiva perusahaan, penerapan perencanaan pajak atas jasa periklanan dan penerapan perencanaan pajak atas kuitansi telepon sebagai pajak masukan yang akan dikreditkan dengan pajak keluaran untuk setiap masa pajaknya, sehingga jumlah PPN yang terhutang dan arus kas

(16)

keluar perusahaan dapat lebih diminimalisasi. Penghematan pajak atas pajak masukan selama periode masa pajak Januari sampai dengan Desember 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 9

Daftar Penghematan Pajak Masukan Masa Pajak Januari – Desember 2012 Masa

Pajak Keterangan Perbedaan

PPN Masukan sebelum tax planning (Rp) PPN Masukan sesudah tax planning(Rp) Penghemat an(Rp) Januari PPN atas Tlp 168.414.766,- 168.529.001 ,- 114.235,- Februari PPN atas Tlp 133.503.264,- 133.573.464 ,- 70.200,- Maret PPN atas Tlp 169.284.549,- 169.342.969 ,- 58.420,- April PPN atas Tlp 130.180.848,- 130.343.651 ,- 162.803,-

Mei PPN atas Tlp + Kendaraan 169.321.647,- 204.219.160 ,- 34.897.513,-

Juni PPN atas Tlp 151.264.589,- 151.415.341 ,- 150.752,-

Juli PPN atas Tlp 153.866.837,- 153.949.365 ,- 82.528,-

Agustus PPN atas Tlp + Iklan Info Media 110.828.800,- 112.239.460 ,- 1.410.660,-

September PPN atas Tlp 160.709.758,- 160.866.826 ,- 157.068,-

Oktober PPN atas Tlp 166.080.982,- 166.164.965 ,- 83.983,-

November PPN atas Tlp 154.673.590,- 154.761.582 ,- 87.992,-

Desember PPN atas Tlp 251.295.195,- 251.386.947 ,- 91.752,-

Total 1.919.424.825,- 1.956.792.731,- 37.367.906,- Sumber diolah oleh penulis

Dari kedua penghematan pajak keluaran dan pajak masukan diatas, berikut ini adalah mekanisme pengkreditan antara PPN keluaran dan PPN masukan untuk menentukan besarnya PPN yang terhutang untuk masa pajak Januari sampai Desember 2012 setelah dilakukannya perencanaan pajak.

Tabel 10

Daftar PPN disetor setelah Penghematan Pajak Masa Pajak Januari – Desember 2012

Masa Pajak Tahun PPN Keluaran (Rp) PPN Masukan (Rp) Before Tax Planning PPN Masukan (Rp) After Tax Planning PPN disetor sebelum tax planning (Rp) PPN disetor sesudah tax planning (Rp) Januari 2012 117.588.438 168.414.766 168.529.001 -50.826.328 -50.940.563 Februari 2012 154.422.654 133.503.264 133.573.464 -29.906.938 -30.091.373 Maret 2012 178.316.706 169.284.549 169.342.969 -20.874.781 -21.117.636 April 2012 151.998.964 130.180.848 130.343.651 943.335 537.677 Mei 2012 180.529.831 169.321.647 204.219.160 11.208.184 -23.689.329 Juni 2012 163.488.315 151.264.589 151.415.341 12.223.726 -11.616.355 Juli 2012 165.949.774 153.866.837 153.949.365 12.082.937 384.054 Agustus 2012 139.043.540 110.828.800 112.239.460 28.214.740 26.804.080 September 2012 173.075.657 160.709.758 160.866.826 12.365.899 12.208.831 Oktober 2012 178.898.767 166.080.982 166.164.965 12.817.785 12.733.802 November 2012 166.758.908 154.673.590 154.761.582 12.085.318 11.997.326 Desember 2012 263.183.742 251.295.195 251.386.947 11.888.547 11.796.795 Total 2.033.255.296 1.919.424.825 1.956.792.731 113.830.471 76.462.565 Sumber diolah oleh penulis

(17)

Selain perencanaan pajak yang dapat menghemat pengeluaran arus kas perusahaan untuk pajak diatas, perencanaan pajak juga dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian terhadap pengeluaran perusahaan. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan penundaan pelaporan beban pajak setiap bulannya. Penundaan pelaporan tersebut dimaksudkan agar bagian keuangan dapat mengantisipasi kurangnya dana perusahaan untuk membayar PPN terhutang seperti dapat dilihat pada jumlah PPN yang disetor perusahaan setiap bulannya yang tidak dapat diprediksi.

Sesuai dengan perubahan UU yang terbaru yaitu UU PPN no.42 tahun 2009 yang tidak lagi memperbolehkan penundaan pembuatan Faktur Pajak hingga akhir bulan berikutnya atau dengan kata lain tanggal Faktur Pajak harus sama dengan tanggal penyerahan Barang Kena Pajak atau invoice yang diterbitkan oleh perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan harus menanggung terlebih dahulu pajak keluaran yang seharusnya dibebankan kepada konsumen. Padahal pengeluaran kas perusahaan tidak hanya untuk pajak saja, melainkan untuk keperluan lain, seperti melunasi pembelian ke supplier, membayar gaji karyawan, membayar biaya-biaya administrasi seperti telepon, rekening listrik dan air yang tidak dapat ditunda pembayarannya setiap bulan.

Selain itu melakukan penundaaan pelaporan pajak, perusahaan juga harus mengetahui jumlah pajak keluaran dan pajak masukan untuk masa pajak berikutnya. Sehingga CV. MMM dapat memilih dan memutuskan Faktur Pajak Masukan mana yang dapat ditunda pengkreditannya untuk masa pajak berikutnya. Kemudian perusahaan dapat membayar dan melaporkan pajak terhutangnya. Berikut adalah tabel yang menunjukkan penerapan perencanaan pajak sebagai sarana pengendalian arus kas perusahaan dalam hal penundaan pelaporan jumlah Pajak Masukan yang perlu dilaporkan untuk masa pajak Januari sampai Desember 2012.

Tabel 11

Daftar PPN yang disetor setelah dilakukan Penundaan Pelaporan Pengeluaran Pajak Masa Pajak Januari – Desember 2012

Masa Pajak Tahun PPN Masukan After Tax Planning (Rp) PPN Keluaran (Rp) After Tax Planning PPN yang disetor (Rp) Januari 2012 108,431,378,- 117.588.438,- 9,157,060,- Februari 2012 145,649,087,- 154.422.654,- 8,773,567,- Maret 2012 167,312,865,- 178.316.706,- 11,003,841,- April 2012 147,392,585,- 151.998.964,- 4,606,379,- Mei 2012 177,193,712,- 180.529.831,- 3,336,119,- Juni 2012 157,316,410,- 163.488.315,- 6,171,906,- Juli 2012 162,962,008,- 165.949.774,- 2,987,766,- Agustus 2012 133,353,053,- 139.043.540,- 5,690,487,- September 2012 167,772,043,- 173.075.657,- 5,303,614,- Oktober 2012 174,249,547,- 178.898.767,- 4,649,220,- November 2012 158,595,672,- 166.758.908,- 8,163,236,- Desember 2012 256,564,373,- 263.183.742,- 6,619,369,- Total 1.956.792.731 ,- 2.033.255.296,- 76.462.565,-

Sumber diolah oleh penulis

Dari hasil perhitungan pada tabel ini dapat dilihat bahwa pembayaran pajak terkait dengan PPN kurang bayar setelah dilakukan penundaan pelaporanpengeluaran pajak yaitu tabel 11, dibandingkan dengan tabel 10 total atas setoran pajak ke Negara terkait dengan PPN kurang bayaran jumlah totalnya adalah sama yaitu sebesar Rp. 76.462.565,- namun secara cashflow pergeseran ini menjadikan arus kas lebih teratur dan terjadi smoothing sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan pembayaran pajak oleh perusahaan setiap bulan

(18)

masa pajaknya. Hal ini akan membuat dana perusahaan dapat dikelola dengan baik untuk pos-pos keperluan lain seperti untuk membayar hutang yang telah jatuh tempo. Selain itu pengendalian ini juga akan memperkecil kemungkinan pemeriksaan pajak karena jarang terjadi lebih bayar pada PPN perusahaan.

Perbandingan perhitungan maksimalisasi tax saving sebelum dan sesudah tax planning Dengan penerapan perencanaan pada sub bab – sub bab sebelumnya, perusahaan dapat mengatur aliran arus kas perusahaan untuk pembayaran atau penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang. Berikut ini adalah tabel perbandingan akumulasi pembayaran pajak selama tahun 2012 sebelum dan sesudah tax planning sebagai bentuk penghematan pajak maupun penundaan pelaporan pajak masukan pada masa tidak sama sebagai sarana pengendalian arus kas dan maksimalisasi tax saving.

Tabel 12

Perbandingan maksimalisasi tax saving sebelum dan sesudahtax planning

Tahun 2012 Keterangan Jenis Account Laporan Fiskal SebelumTax Planning (Rp) Laporan Fiskal SesudahTax Planning (Rp) Keterangan Pembeda Penjualan 20.651.271.507,- 20.651.271.507,- - HPP 19.493.758.875,- 19.493.758.875,- -

Macam -macam Biaya 261.562.632,- 256.080.893,- karena reversing PPN Biaya berkurang

Laba Kena Pajak 895.950.000,- 901.431.739,-

Biaya yang diakui mengalami

perubahan Pajak Terutang Pasal

31E ayat 1

197.956.657,31,- 199.167.826,25,- Perubahan dasar LKP

terhadap tarif Pajak Total Pembayaran

PPN Kurang Bayar

113.830.471,- 76.462.565,- Pembayaran PPN KB Akumulasi sebelum dan setelah

tax planning

Total Setoran Pajak 311.787.128,- 275.630.391,-

Akumulasi penjumlahan setoran pajak antara Pasal 29

dan PPN

Selisih Tax Saving - 36.156.737,- Penghematan yang menguntungkan

perusahaan Sumber diolah oleh penulis

Dari tabel 12 yaitu tentang Perbandingan maksimalisasi tax saving sebelum dan sesudah tax planning dapat dilihat adanya perbedaan yaitu yang pertama adalah pengakuan biaya sebelum tax planning berjumlah lebih besar dari biaya yang diakui setelah tax planning hal ini disebabkan pengaruh dari pengeluaran akun yang sebelumnya diakui sebagai biaya kemudian dengan tax planning pengeluaran ini di reverse atau dibalik menjadi bagian PPN masukan yang dikreditkan untuk digunakan sebagai pengurang dari PPN keluaran.

(19)

Perbedaan yang kedua adalah nominal besaran laba kena pajak, hal ini menjadi searah karena pengurang atas laba berubah sehingga laba kena pajak pun berubah lebih besar dengan menggunakan tax planning yang disebabkan pengakuan beban yang lebih kecil.

Yang ketiga adalah PPh terutang Pasal 29, dengan menggunakan tax planning ini menjadikan PPh pasal 29 yang terutang menjadi lebih besar, hal ini juga searah dengan diakuinya laba kena pajak yang lebih besar dengan management tax planning ini.

Keempat yaitu perbedaan antara pembayaran PPN kurang bayar dimana tax planning menghasilkan tax saving yang maksimal dengan cara legal.

Dari seluruh perbedaan yang disajikan tabel 12 ini dapat dinyatakan bahwa dengan tax planning ini justru menambah besar PPh pasal 29 yang harus dibayar, bukan berarti ini menjadi kesimpulan atas salahnya tax planning ini, namun secara akumulasi yaitu antara PPh pasal 29 dan PPN kurang bayar yang disetorkan atas keperluan pajak menjadi lebih efektif yaitu dengan memaksimalkan tax saving, yang secara nominal sebesar Rp. 36.156.737,- yang artinya sangat menguntungkan bagi perusahaan dan secara legal diakui oleh aturan pajak.

Laporan Arus Kas Sebelum dan Sesudah Penerapan Perencanaan Pajak

Pada penjelasan sebelumnya, perusahaan dapat mengatur aliran arus kas perusahaan untuk pembayaran atau penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang. Berikut adalah resume laporan arus kas yang dikelola oleh penulis terkait dengan tax saving.

Tabel 13

Resume Laporan Arus Kas sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak Tahun 2012

Pada tabel 13 yaitu Resume Laporan Arus Kas sebelum dan sesudah Perencanaan Pajak, dapat didapatkan informasi mengenai adanya perbedaan yang cukup signifikan, perbedaan tersebut adalah hasil akhir atau total saldo akhir suatu kas dan bank perusahaan, sebelum dilakukan tax planning saldo akhir kas dan bank sebesar Rp. 2.769.759.362,- dan setelah tax planning menjadi lebih besar yaitu Rp. 2.805.916.099,- dengan demikian selisih

Keterangan Jenis Akun Resume Laporan Arus Kas Sebelum Tax Planning (Rp)

Resume Laporan Arus Kas Sesudah Tax

Planning (Rp) Penerimaan Kas dan Bank Selama Periode

Tahun 2012 23.934.840.816,- 23.934.840.816,-

Pengeluaran Kas dan Bank Selama Periode

Tahun 2012 22.102.624.444,- 22.066.467.707,-

Kenaikan atau Penurunan Kas dan Bank Selama Periode Tahun 2012

1.832.216.372,- 1.868.373.109,- Kas dan Bank Pada Awal Tahun

937.542.990,-

937.542.990,-

Kas dan Bank Pada Akhir Tahun 2.769.759.362,- 2.805.916.099,-

(20)

kedua bilangan tersebut adalah sebesar Rp. 36.156.737,- selisih ini adalah pengaruh dari adanya pergeseran atau reversing PPN yang diakui sebagai biaya yang kemudian diakui sebagai pengurang PPN Keluaran, dimana selisih tersebut merupakan penambah kas dan bank perusahaan yang memberikan manfaat ekonomis bagi perusahaan.

Dari tabel diatas, dapat juga dilihat bahwa perencanaan pajak yang telah sarankan pada sub bab – sub bab sebelumnya memberikan pengaruh yang cukup baik untuk dapat mengendalikan arus kas pengeluaran perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan pajak dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian arus kas perusahaan. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Beberapa Simpulan hasil penelitian ini, antara lain :

1. CV. MMM telah memiliki kebijakan-kebijakan yang cukup baik dalam mengatur segala kegiatan usahanya, utamanya dalam bidang perpajakan. Hal ini ditunjukkan dari sedikitnya pelanggaran administrasi pajak yang dilakukan oleh karyawan CV. MMM sehingga masa pajak Januari sampai Desember 2012, CV. MMM tidak sekalipun mendapat surat teguran maupun Surat Tagihan Pajak (STP) dari Direktorat Jenderal Pajak.

2. CV. MMM dalam memahami Tax Planning yang terkait maksimalisasi pengkreditan PPN Masukan telah mengabaikan beberapa PPN masukan yang seharusnya dapat dikreditkan dan memberikan manfaat bagi perusahaan namun secara kebijakan tidak dilakukan pengkreditan, padahal apabila dianalisis kebijakan tersebut kurang memberikan manfaat bagi perusahaan.

3. CV. MMM tidak melakukan penundaan pelaporan pajak masukan pada masa tidak sama terhadap beban Pajak Pertambahan Nilai yang disetornya sehingga jumlah pajak yang disetorkan setiap masa pajak mengalami perbedaan yang cukup besar dan membuat perusahaan tidak dapat mengatur dengan baik aliran arus kas keluarnya. Pengeluaran yang tidak konsisten tersebut akan menyebabkan pada saat perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk beban-beban lainnya perusahaan akan mengalami defisit pengeluaran.

Saran

Saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi CV. MMM Surabaya dalam melakukan perencanaan pajak, antara lain :

1. Manajemen CV. MMM sebaiknya memaksimalkan pajak masukan dengan memahami peraturan perpajakan, seperti peraturan yang mengatur tentang dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak. Selain itu CV. MMM juga dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang menjadi mitra perusahaan baik barang dagangan maupun pembelian lain seperti aktiva perusahaan yang pajak masukannya diperbolehkan oleh peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

2. CV. MMM perlu memperluas analisis pemahaman mengenai perundang-undangan yang berlaku supaya dapat memaksimalkan peraturan perpajakan utamanya dalam jenis Pajak Pertambahan Nilai yang dapat digunakan untuk memaksimalkan tax saving. Dimanatax planning terbukti memberikan hasil tax saving yang cukup signifikan bermanfaat bagi perusahaan. Yang artinya dapat mengurangi pembayaran pajak tanpa melakukan pelanggaran terkait peraturan perpajakan atau secara taat azaz perpajakan (legal).

3. Manajemen CV. MMM sebaiknya melakukan penundaan pelaporan pajak masukan pada sama tidak sama terhadap jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetorkannya

(21)

setiap bulan sehingga aliran arus kas perusahaan dapat dikendalikan dengan baik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara penundaan pembayaran pajak hingga akhir bulan agar mengetahui jumlah pajak keluaran untuk masa pajak berikutnya. Hal ini dapat digunakan untuk mengukur Faktur Pajak atau dokumen pajak masukan mana yang perlu ditunda pelaporannya, agar tercapai pengendalian arus kas yang diinginkan perusahaan.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan utama dalam penelitian ini adalah bahwa data perencanaan pajak menggunakan data dari perusahaan yang murni perdagangan, bukan perusahaan importir, perusahaan eksportir dan bukan perusahaan manufaktur, sehingga data yang didapatkan dirasa kurang kompleks oleh karenanya hasil data yang dievaluasi hanya berkisar di bagian pajak PPN saja. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan data evaluasian, baik dengan perusahaan yang lebih kompleks dalam perpajakannya ataupun dengan menambahkan dengan beberapa pasal perpajakan yang dihadapi oleh perusahaan yang di teliti, dengan tetap menggunakan prinsip menambah legal tax saving.

DAFTAR PUSTAKA

Anne H. 2004. Penerapan Tax Planning Untuk Meminimalkan Pajak Pertambahan Nilai Terhutang (Studi Kasus PT. X di Surabaya). Skripsi.Universitas Katolik Petra. Surabaya.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2012.Standar Akuntansi Keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. DSAK-IAI.Jakarta.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. 22 November 2012. Jakarta.

_______.Nomor PER-27/PJ/2011 Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal PajakNomor PER-10/PJ/2010 Tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan FakturPajak. 19 September 2011. Jakarta.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2009 Jenis-Jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan. 15 Mei 2009.Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105. Jakarta.

Sonny W.A. 2007. Pengaruh Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai Terhutang Yang Lebih Bayar Untuk Menghindari Pemeriksaan Pajak Dalam Satu Masa Pajak Pada PT. X di Surabaya. Skripsi.Universitas Katolik Petra. Surabaya.

Suandy, E. 2008.Perencanaan Pajak. Edisi Keempat. Salemba Empat. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 15 Oktober 2009.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150. Jakarta.

www.tarif.depkeu.go.id. 3Juli 2013 (19:02).

Yuniarti, D. 2012. Penerapan Perencanaan Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sebagai Alternatif Pengendalian Arus Kas Perusahaan di PT. BK. Skripsi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Zain, M. 2007. Manajemen Perpajakan. Edisi Ketiga. Salemba Empat. Jakarta. ●●●

Referensi

Dokumen terkait

Halaman hasil Ujian CBT ini merupakan halaman informasi yang berisi nilai yang diperoleh Peserta PPDB setelah selesai mengerjakan ujian tesebut.Tampilan dari halaman hasil

Bahwa karenanya yang menjadi obyek sengketa berupa Koreksi Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan terkait dengan klarifikasi “tidak ada” dan Pajak Masukan Ganda

Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk masa pajak yang tidak sama; Pajak Masukan atas perolehan barang tertentu sebelum

lain, dalam bahasa yang mudah mereka mengerti. Ini dapat membantu pemahaman bagi anggota group untuk ketuntassn materi pelajaran. 4) Group work memberikan kesempatan

[r]

 Praktikan yang dapat mengikuti praktikum susulan hanyalah praktikan yang memenuhi syarat sesuai ketentuan Institusi, yaitu rawat inap di Rumah Sakit (menunjukkan

Ketertarikan untuk dijadikan tema penulisan adalah: pertama, belum adanya yang membahas pemikiran Badiuzzaman Said Nursi dalam bentuk skripsi di Departemen

Pengukuran skor pada pasien dewasa menggunakan National Early Warning Score (NEWS), pada pasien anak menggunakan Pediatric Early Warning System (PEWS), pada pasien