• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU RENDAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KARAKTERISTIK SWABAKAR BEBERAPA

BATUBARA INDONESIA MENGGUNAKAN METODE

PEMANASAN KONSTAN SUHU TINGGI DAN SUHU

RENDAH

ZULFAHMI, ACHMAD HAKIM SUTARWAN DAN DJONI D. ADNAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

Naskah masuk : 04 Mei 2007, revisi pertama : 26 Nopember 2007, revisi kedua : 21 Januari 2008, revisi terakhir : 25 Januari 2008

SARI

Penelitian sifat kerentanan swabakar dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu pemanasan konstan suhu tinggi dengan parameter suhu titik silang dan pemanasan konstan suhu rendah. Batubara yang digunakan dalam pengujian ini berasal dari Ombilin, Tanjung Enim, Fajar Bumi Sakti dan Berau dengan peringkat mulai dari lignit sampai bituminus.

Beberapa pengujian untuk mengetahui karakteristik swabakar batubara telah dilakukan dengan menggunakan alat reaktor uji. Berdasarkan metode pertama diketahui bahwa batubara yang berasal dari stockpile Tanjung

Enim memiliki suhu awal pembaraan (85°C) dan suhu titik nyala (325°C) lebih rendah dibandingkan dengan

batubara yang berasal dari Fajar Bumi Sakti (121-138°C dan 315-340°C) dan Ombilin (149-299°C dan >350°C).

Dengan demikian batubara Tanjung Enim paling rentan terhadap swabakar karena batubara Tanjung Enim memiliki porositas (6,2%) dan kandungan zat terbang (41%) yang relatif lebih tinggi sehingga penyerapan oksigen atau reaksi pengoksidasian lebih mudah terjadi yang menyebabkan batubara ini rentan terhadap pembakaran spontan.

Pengujian dengan metode pemanasan konstan pada temperatur rendah diperoleh bahwa batubara Ombilin lapisan A paling rentan terhadap swabakar. Hal ini ditunjukkan oleh waktu pencapaian temperatur pemanasan diri (120 menit) dan perubahan garis kurva yang tajam sebagai indikasi terjadinya swabakar batubara yang dicapai dalam waktu pemanasan yang relatif paling cepat (±12 jam) dibandingkan dengan batubara uji lainnya (16 jam sampai 40 jam).

(2)

ABSTRACT

Experiments to understand the characteristic of spontaneous combustions suspectibility of coal were done by using two methods that are based on high temperature constant heating using cross point temperature para- meter and low temperature constant heating. Coals from Ombilin, Tanjung Enim, Fajar Bumi Sakti and Berau with the rank between lignites until bituminous coal were used in the experiments.

Based on the first method, the coal from Tanjung Enim stockpile has ignition initial temperature of 85°C and

burning point temperature of 325°C which is lower than that of Fajar Bumi Sakti (121-138°C and 315-340°C)

and Ombilin (149 - 299°C and > 350°C).

The coal from Tanjung Enim was the most susceptible to spontaneous combustion due to high porosity (6,2%) and volatile matter content (41%), high amount of pores enhanced absorption of oxygen or oxidation. However, using the method of low temperature constant heating, coal from Ombilin at seam A was the most susceptible to spontaneous combustion. This spontaneous combustion of Ombilin A was faster (± 12 hours) than that of other coals (16 - 40 hours).

Keywords : coal, experimentation, reactor, spontaneous combustion, susceptibility

1. PENDAHULUAN

Swabakar batubara (spontaneous combustion) dapat terjadi di tambang bawah tanah, singkapan lapisan batubara atau tambang terbuka, pada tempat penimbunan (stockpile) batubara maupun saat transportasi seperti pengapalan. Batubara Indonesia dominan dibentuk oleh komposisi material reaktif sehingga umumnya cenderung rentan swabakar (Ahmad dan Sutarwan, 1999; 2001). Selain itu penambangan batubara di Indonesia pada masa mendatang akan mengarah ke tambang bawah tanah, seiring dengan makin berkurangnya cadangan batubara yang dapat diusahakan secara tambang terbuka. Secara umum swabakar di tambang bawah tanah lebih berbahaya dibandingkan tambang terbuka. Hal ini disebabkan sulitnya mendeteksi gejala swabakar secara cepat dan penangannanya, mengingat ruang dan pengamatan yang terbatas. Dibandingkan dengan tambang terbuka yang dapat terlihat secara cepat dengan timbulnya asap dan secara cepat dapat ditangani dengan m elakukan pembongkaran.

JCOAL dan Puslitbang tekMIRA telah bekerjasama untuk melakukan kegiatan penerapan teknologi pencegahan dan penanggulangan swabakar batubara khususnya di tambang batubara bawah tanah Ombilin pada tahun 2002-2006. Kerjasama penelitian ini merupakan salah satu upaya mendukung pengem- bangan sektor energi batubara, khususnya agar terhindar dari kerugian kehilangan cadangan batubara, menurunnya produktivitas dan keselamatan kesehatan

kerja (K3) tambang, kerugian aset atau kerusakan fasilitas produksi tambang serta kerugian akibat pencemaran dan penurunan kualitas udara akibat

emisi CO2, gas-gas beracun maupun asap (smoke)

dari kebakaran.

Pada kegiatan kerjasama tersebut telah dilakukan penelitian dan pengembangan penerapan teknologi pencegahan dan penanggulangan swabakar batubara dalam rangka mewujudkan tambang yang memenuhi K3 tambang dan lingkungan serta diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian dan pengembangan yang mendukung kebijakan pemerintah, terutama dalam sektor pengembangan industri batubara yang berwawasan lingkungan.

Tulisan ini merupakan salah satu hasil kegiatan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kerjasama tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sifat kerentanan beberapa batubara Indo- nesia terhadap pembakaran spontan (swabakar)

2. METODOLOGI

Pengujian karakteristik swabakar batubara dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengujian yaitu : 1. suhu titik silang;

2. pemanasan konstan temperatur tinggi dengan parameter suhu titik silang; dan

3. pemanasan konstan batubara pada temperatur rendah.

(3)

2.1. Metode Suhu Titik Silang (Cross Point Temperature)

Metode ini dilakukan dengan cara pemanasan percontoh batubara dalam atmosfer oksidasi dengan laju kenaikan temperatur tertentu. Suhu terendah ketika reaksi eksotermis terjadi pada batubara yang terbakar dengan sendirinya dapat diamati di bawah kondisi percobaan. Kejadian ini dinyatakan sebagai temperatur kritis oksidasi atau suhu kritis penyulutan awal pembaraan atau titik awal perubahan mendadak garis kurva, sedangkan suhu nyala (ignition point) sebagai suhu titik silang batubara yang bersangkutan. Batubara dengan kecenderungan tinggi terhadap swabakar akan mempunyai nilai suhu penyulutan awal pembaraan dan suhu titik silang yang rendah. Contoh batubara yang digunakan adalah butiran kasar

yaitu 2 – 5 cm dimasukkan ke dalam reaktor uji,

kemudian dilakukan pemanasan terhadap contoh uji.

2.2. Metode Pemanasan Konstan Temperatur Tinggi dengan Parameter Suhu Titik Silang

Oleh karena sulitnya mengatur laju kenaikan temperatur untuk setiap pengujian, pada percobaan ini dilakukan dengan metode pemanasan konstan temperatur tinggi, namun tetap dilakukan dengan parameter suhu titik silang. Pada metode ini suhu pemanas diatur konstan pada temperatur 100 atau

300°C. Gas nitrogen sebagai gas inert dialirkan ke

dalam reaktor dan dihentikan ketika temperatur telah

mencapai 100°C. Kemudian digantikan dengan

mengalirkan gas oksigen (O2) ke dalam reaktor uji

untuk memicu terjadinya reaksi pembakaran. Temperatur kritis oksidasi dan suhu titik silang ditentukan seperti pada metode suhu titik silang (sub- bab 2.1). Jumlah batubara untuk setiap percobaan adalah 1,5 kg dengan ukuran butir 2 – 5 cm.

2.3. Metode Pemanasan Konstan Temperatur Rendah (Low Temperature Constant Heating)

Pengujian swabakar dilakukan dengan cara pemanasan batubara bubuk halus dengan ukuran butir 120 – 235 mesh dan berat percontoh uji sekitar 1.000 miligram. Pemanasan dilakukan pada

temperatur rendah dan konstan, yaitu 35°C. Percontoh

batubara uji dimasukkan kedalam tabung kaca, kemudian dipanaskan di dalam reaktor pemanas. Ke dalam reaktor dialirkan gas nitrogen sampai tercapai kondisi temperatur yang sama pada tabung contoh uji dan reaktor pemanas, kemudian gas oksigen dialirkan dan dimulai pengukuran atau pengujian.

2.4. Peralatan dan Bahan

Pada penelitian pengujian karakteristik sifat swabakar batubara menggunakan metode suhu titik silang (crossing point temperatur method), peralatan yang digunakan adalah reaktor/alat uji swabakar hasil modifikasi tim swabakar Puslitbang tekMIRA. Sedangkan peralatan yang digunakan pada pengujian swabakar menggunakan metode pemanasan konstan temperatur rendah adalah reaktor uji swabakar batubara buatan Shimadzu SIT - 2 (Gambar 1).

(4)

Batubara yang digunakan berasal dari tambang Ombilin, Tanjung Enim, Fajar Bumi Sakti dan Berau, dengan peringkat batubara mulai dari lignit sampai bituminus.

2.4.1. Modifikasi Reaktor Uji Swabakar Batubara

Alat uji swabakar awal merupakan reaktor pemanas konvensional yang terbuat dari bahan stainless steel dengan ukuran tinggi luar 35,5 cm dan diameter luar

35 cm. Suhu kerja maksimum 300°C, laju aliran

gas maksimum 200 ml/menit dan daya listrik 2500 watt. Alat ini dilengkapi dengan sensor temperatur atau thermocouple untuk memantau temperatur ruang reaktor uji dan percontoh batubara. Namun pengendalian suhu dilakukan secara manual dan tidak dilengkapi peralatan komputer, sehingga sulit melakukan pengamatan secara langsung pada proses

dan kondisi terjadinya swabakar batubara secara kontinu.

2.4.2. Alat Uji Swabakar Termodifikasi

Untuk mengetahui kondisi yang terjadi pada reaktor secara kontinu dan kondisi yang terjadi pada saat pengujian (real time), sistem konvensional seperti pada reaktor awal sulit dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan modifikasi proses pembacaan atau pengiriman data dari reaktor ke pencatat suhu. Peralatan tambahan yang diperlukan, terdiri dari

software dan hardware yaitu sistem pengiriman data

berbasis mikrokontroler. Alat yang digunakan adalah Datalogger model DT-50 serie 3 buatan Datataker. Gambar 2 memperlihatkan skema alat uji swabakar yang telah dimodifikasi dan Gambar 3 adalah foto peralatan reaktor uji tersebut.

Pengukur Suhu

Kabel Penghubung

Regulator Gas

(Thermocouples)

Sumber Arus Listrik

Pengukur

Aliran Gas Kran

Tiga Arah Penangkap Gelembung Gas Reaktor Uji Pencatat Suhu Nitrogen Oksigen DATA LOGGER DT-100F RS-232

Gambar 2. Skema peralatan uji swabakar hasil modifikasi

(5)

Pada alat uji swabakar telah dilakukan beberapa perubahan yang cukup penting pada perangkat sistem

sofware dan hardware-nya. Untuk menangkap data

hasil pengiriman Datalogger, di komputer (PC Sam-

pling) perlu dibuat software konversi yang sudah

berbentuk digital. Software tersebut dapat menyajikan temperatur pemanas pada reaktor, suhu ruang (pemanas) reaktor dan temperatur batubara uji secara digital sekaligus dapat merekam kondisi real-time suhu dan menggambarkan kurva temperatur pemanas reaktor, ruang uji reaktor serta suhu percontoh batubara yang dimonitor langsung pada layar komputer. Titik silang (pertemuan) antara suhu percontoh batubara dengan suhu ruang reaktor uji merupakan titik temperatur nyala atau terjadinya swabakar batubara. Ada dua tampilan software, yaitu tampilan proses akuisisi data dan tampilan preview. Tampilan akuisisi data digunakan bila akan melakukan proses pengujian, dalam hal ini data yang ditampilkan secara real-time akan membuat kurva sesuai dengan nilai yang terkirim dari sensor yang diolah pada alat

datalogger, kemudian dikirimkan ke komputer serta

selanjutnya diolah oleh software ini. Gambar 4 menunjukkan bentuk tampilan proses akuisisi data dan pengiriman (ploting bacaan) data secara real-

time. Selain itu hasil data bacaan pengujian disimpan

dalam suatu file database dan bila diperlukan data tersebut dapat dianalisis atau ditam pilkan menggunakan sofware lainnya seperti Excel untuk mengetahui bentuk kurva hasil pengujian yang telah dilakukan sebelumnya.

3. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Pengujian Swabakar Metode Pemanasan

Konstan Temperatur Tinggi dengan Para- meter Suhu Titik Silang

Pengujian sifat swabakar batubara dilakukan terhadap percontoh batubara yang berasal dari PT. Fajar Bumi Sakti (FBS), Kalimantan Timur dan PTBA Tanjung Enim Sumatera Selatan serta PTBA Ombilin Sumatera Barat. Hasil uji swabakar batubara untuk masing- masing percontoh dapat dilihat pada Gambar 5, 6 dan 7.

(a) Rekaman sofware baru (b) Rekaman sofware lama

Gambar 4. Bentuk tampilan rekaman data reaktor uji : (a) pada software baru dan (b) pada soft-

ware lama

Gambar 5. Kurva swabakar batubara Fajar Bumi Sakti (FBS):(a) batubara lapisan A dan (b) batubara lapisan B

(6)

Gambar 6. Kurva swabakar batubara: (a) batubara FBS lapisan C dan (b) batubara stockpile Tanjung Enim

Gambar 7. Kurva swabakar batubara Ombilin: (a) batubara lapisan A dan (b) batubara lapisan C

Dari Gambar 5 dan 6 terlihat bahwa titik suhu penyulutan awal pembaraan pada batubara FBS lapisan A dan C tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti, yaitu terjadi pada suhu sekitar

121oC - 124oC. Tetapi suhu titik nyala (titik silang

kurva) pada kedua lapisan batubara A dan C ini

berbeda, yaitu masing-masing pada temperatur 315°C

dan 340°C (Gambar 4a dan Gambar 5a). Sedangkan

batubara lapisan B menunjukkan suhu awal

pembaraan yang lebih tinggi yaitu sekitar 138°C

dengan suhu titik nyala yang hampir sama dengan

lapisan C, yaitu sekitar 345°C (Gambar 5.b).

Batubara Tanjung Enim memperlihatkan titik suhu

awal pembaraan pada temperatur 85°C dan suhu

titik nyala sekitar 325°C (Gambar 6). Pada Gambar

6.b ini terlihat ada peningkatan suhu ruang dan pemanas yang signifikan pada waktu 1795 x 5 detik. Hal ini disebabkan oleh kurang stabilnya pemanas yang digunakan, batubara Ombilin lapisan C menunjukkan titik suhu awal pembaraan terjadi

pada temperatur 149°C dan suhu nyala sekitar 345°C

(Gambar 7.b). Sedangkan batubara Ombilin lapisan

A memiliki titik suhu awal pembaraan pada 299°C

dan titik suhu nyala 410°C (Gambar 7.a). Hal ini

berarti batubara Ombilin lapisan A memiliki temperatur titik nyala paling tinggi dibanding batubara lainnya.

Dari hasil analisis kimia (Tabel 1) dan petrografi (Tabel 2) dapat dilihat batubara yang berasal dari Fajar Bumi Sakti memiliki kandungan zat terbang (40-43%) dan hidrogen (5,2 - 5,7%) yang tinggi serta

komposisi maseral reaktif vitrinit dan liptinit (85 –

94%) dominan membentuk batubara Fajar Bumi Sakti. Batubara Tanjung Enim memiliki kandungan zat terbang 41% dan porositas yang tinggi 6,2%, sedangkan batubara Ombilin kandungan zat terbang 37 -39% (relatif rendah), maseral reaktif vitrinit dan

liptinit 90 – 95%. Oleh karena itu batubara tersebut

tergolong relatif rentan terhadap terjadinya swabakar batubara. Batubara yang mengandung hidrogen tinggi yaitu > 15% tergolong batubara perhydrous yang kaya akan sumber bahan bakar gas dan cair serta rentan terhadap swabakar (Stach dkk, 1982).

Hasil analisis kimia batubara Tanjung Enim (Tabel 1) memberikan indikasi bahwa batubara Tanjung

(7)

Tabel 1. Karakteristik kimia batubara

Parameter Analisis

Contoh batubara

Unit Basis

OMB A OMB C TJ. ENIM FBS A FBS B FBS C

Kelembaban total 8,09 5,70 11,08 9,59 9,11 7,92 % ar PROKSIMAT Kelembaban (ADB) Abu Zat terbang Karbon tertambat 8,00 1,59 36,78 53,63 5,68 2,88 39,14 52,30 9,99 1,10 41,33 47,58 8,83 2,82 40,13 48,22 8,40 3,72 41,54 46,34 7,51 1,56 43,32 4.761 % % % % adb adb adb adb ULTIMAT Karbon Hidrogen Nitrogen Belerang Oksigen 71,75 3,21 1,38 0,42 21,65 73,98 5,43 1,37 0,57 15,77 0,59 68,27 5,47 1,20 1,49 20,75 67,41 5,23 1,18 0,32 22,14 71,30 5,65 1,32 0,21 19,96 % % % % % adb adb adb adb adb

Nilai Kalor 7.288 7.426 7.074 6.707 6.756 7.169 Kal/gr adb

Hard Grove Index 43 37 41 45 47 44 adb

Porositas 0,19 2,32 6,2 2,82 5,65 3,56 % adb

Keterangan : OMB A = Batubara Ombilin lapisan A ; FBS C = Batubara Fajar Bumi Sakti lapisan C; adb = air dried basis

Tabel 2. Karakteristik komposisi maseral batubara

ANALISIS BATUBARA UNIT

OMB A OMB C FBS A FBS B FBS C MASERAL Vitrinit Liptinit Inertinit 87,4 2,8 7,8 91,8 2,8 3,0 83,0 2,4 4,6 85,6 7,0 6,4 88,6 5,2 5,2 % % % Kandungan Mineral Pirit Lempung Karbonat Pirit Framboidal Rv.max 2,0 0,8 0,8 0,0 0,4 0,79 2,4 0,4 0,8 1,2 0,0 0,75 10,0 6,0 1,4 0,6 2,0 0,58 1,0 0,6 0,0 0,4 0,0 0,76 0,8 0,2 0,4 0,2 0,0 0,72 % % % % % %

Standar Acuan : Standar Australia

Keterangan : OMB A = Batubara Ombilin lapisan A ; FBS B = Batubara Fajar Bumi Sakti lapisan B

Enim paling rentan terhadap kebakaran spontan. Kondisi ini diperlihatkan oleh tingginya porositas batubara (6,2%) dan kandungan zat terbang (41%). Hal ini memungkinkan penyerapan oksigen atau reaksi pengoksidasian lebih mudah terjadi, sehingga batubara ini rentan terhadap pembakaran spontan. Dari hasil uji sifat swabakar batubara yang dilakukan

berdasarkan metode suhu titik silang, secara umum batubara Fajar Bumi Sakti, Tanjung Enim dan Ombilin memiliki sifat kerentanan tinggi terhadap swabakar. Acuan tingkat kerentanan swabakar batubara dipengaruhi oleh komposisi sifat fisik dan kimia dari jenis batubara tersebut, seperti porositas batubara, zat terbang dan kecepatan penyalaan batubara dengan kondisi tertentu.

(8)

3.2. Pengujian Swabakar Metode Pemanasan Konstan Suhu Rendah

Hasil pengujian menggunakan reaktor uji berdasarkan metode pemanasan konstan pada temperatur rendah diperlihatkan pada Gambar 8.

Tiga Besar (20 jam), FBS lapisan C dan A (22 dan 24 jam), batubara stockpile Tanjung Enim dan Ombilin C (27 dan 28 jam), batubara Berau (36 jam) dan FBS lapisan B (40 jam).

Dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan dua

Gambar 8. Kurva swabakar batubara: (a) batubara PTBA Ombilin dan Tanjung Enim, Berau dan (b) batubara Fajar Bumi Sakti

Dari hasil pengujian ini diperoleh bahwa batubara Ombilin lapisan A memperlihatkan waktu pencapaian

temperatur awal pemanasan diri (> 40°C) dan

temperatur threshold batubara (80-120°C) dicapai

dalam waktu yang relatif lebih cepat (dimulai sekitar menit ke 120 dan 600 menit) serta perubahan garis kurva yang tajam sebagai indikasi terjadinya swabakar (Gambar 8) juga dicapai dalam waktu yang relatif lebih cepat dibanding batubara uji lainnya. Batubara Ombilin lapisan A paling rentan terhadap swabakar ditunjukkan oleh waktu yang diperlukan untuk mencapai kenaikan temperatur pemanasan diri (self

heating temperatur) dan perubahan pola kurva yang

tajam (±12 jam) kemudian disusul oleh batubara FBS lapisan F dan D (16 dan 18 jam), batubara Muara

metode pengujian tersebut diperoleh hasil yang berbeda dalam sifat kerentanan batubara uji terhadap swabakar. Berdasarkan metode suhu titik silang maka batubara yang paling rentan terhadap swabakar adalah batubara stockpile Tanjung Enim peringkat tinggi (7074 Kkal/kg), sedangkan dengan m etode pemanasan konstan suhu rendah diperoleh batubara Ombilin lapisan A (7288 Kkal/kg) yang paling rentan terhadap swabakar. Perbedaan hasil pengujian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pada ukuran butir contoh uji yang digunakan dan perlakuan pengujian seperti kondisi temperatur uji dan ekses pemberian aliran oksigen. Tabel 3 memperlihatkan beberapa perbedaan spesifikasi alat reaktor yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3. Perbandingan perlakuan pengujian dan spesifikasi alat

NO PARAMETER ALAT SIMULASI

SWABAKAR SIT.2 ALAT SIMULASI SWABAKAR TEKMIRA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Berat contoh Ukuran contoh

Pengaturan suhu pemanas Aliran oksigen Aliran nitrogen Penggunaan listrik Waktu percobaan Keamanan Kebersihan

Kurva monitoring data suhu

1 gram

65-125 mikro meter (halus) 35ú° C (rendah) 1,75 ml/mnt 1,75 ml/mnt 300 w ± 48 jam Bisa ditinggal Relatif bersih Satu (suhu batubara)

1.500 gram 2-5 cm (kasar) 100 - 300° C (tinggi) 100 ml/mnt 100 ml/mnt 2.500 w ± 6 jam Harus dijaga

Mengeluarkan asap dan ter Tiga (heater, ruang, batubara)

(9)

Walaupun demikian bila yang menjadi parameter adalah kenaikan temperatur batubara maka seperti dapat

dilihat pada Gambar 7.a., batubara ombilin A mencapai suhu 200°C setelah waktu lebih kurang

1254 x 5 detik atau lebih cepat dari batubara Ombilin C (1433 x 5 detik) dan batubara Tanjung Enim (3290 x 5 detik). Metode dan alat uji swabakar perlu dikembangkan lagi agar didapat hasil yang repro- ducible dan

repeatable.

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

1. Hasil pengujian karakteristik swabakar batubara menggunakan reaktor uji berdasarkan metode suhu titik

silang menunjukkan bahwa batubara stockpile Tanjung Enim memiliki suhu awal pembaraan (85°C) dan

suhu titik nyala (325°C) lebih rendah dibanding batubara Fajar Bumi sakti (121-138°C dan 315-340°C)

dan Ombilin (149-299°C dan >350°C) sehingga batubara Tanjung Enim ini paling rentan

terhadap swabakar.

2. Pengujian karakteristik swabakar batubara menggunakan reaktor uji berdasarkan metode pemanasan konstan pada temperatur rendah diperoleh bahwa batubara Ombilin lapisan A sangat rentan terhadap pembakaran spontan dan batubara FBS lapisan B mengalami swabakar paling lambat.

3. Dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan dua metode pengujian tersebut diperoleh hasil yang berbeda dalam sifat kerentanan batubara terhadap swabakar. Penyebab perbedaan ini secara pasti belum dapat diketahui.

(10)

4.2. Saran

1. Perlu dilakukan pengembangan peralatan uji swabakar dan penelitian lebih lanjut secara lebih menyeluruh terhadap batubara Indonesia lainnya untuk mengetahui karakteristik kerentanan batubara Indonesia terhadap swabakar

2. Penelitian sifat swabakar batubara Indonesia perlu dilakukan dengan membuat kerjasama penelitian dengan pihak perusahaan pertambangan batubara atau industri batubara

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Y.N. dan Sutarwan, A.H., 1999. Pengkajian Penyebab Lapisan Batubara Terbakar di Daerah Ketahun Propins i Bengkulu. Prosiding Pertambangan Umum, 1999.

Ahmad Y.N., dan Sutarwan, A.H., 2001. Study and Prevention of Coal Fires Problems in Indone- sia.

Indonesian and Netherlands Summit- An- nual Technical Meeting, Denpasar, 2001.

JCOAL, 2005. Bahan Presentasi Pelatihan Semen

Grouting Ombilin.

Stach, E., Mackowsky, M.Th., Teichmuller, M., Tay- lor, G.H., Chandra, D. Dan Teichmuller, R.,

Gambar

Gambar  1.   Peralatan uji swabakar Shimadzu SIT - 2
Gambar 2 memperlihatkan skema alat uji swabakar  yang telah  dimodifikasi dan Gambar 3 adalah foto  peralatan reaktor uji tersebut
Gambar 4.    Bentuk tampilan rekaman data reaktor uji : (a) pada software baru dan (b) pada soft-  ware lama
Gambar 6.    Kurva swabakar batubara: (a) batubara FBS lapisan C dan (b)  batubara stockpile Tanjung Enim
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian diketahui juga nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi terhadap hidung buntu sebagai gejala dari alergi, penyakit flue dan demam adalah:. {A, F, D} = 0,9 { Θ } = 1

Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan vaksinasi AI yang tidak bersamaan dengan vaksin ND ini yang dilakukan saat ayam masih memiliki maternal antibodi yang tinggi (ayam berumur <

Pada hari ke 21 setelah vaksinasi (1 minggu setelah ditantang dengan virus IBD) yang merupakan titik rawan terjadinya kasus Gumboro pada ayam broiler, rataan titer antibodi

Faktor persaingan juga memiliki pengaruh terhadap partisipasi anggota koperasi, pesaingan dalam hal ini adalah strategisnya tempat, harga jual, harga beli, dan

Dalam pengembangan agrowisata yang berkelanjutan prinsip yang selalu dipengang yaitu adanya peran serta masyarakat lokal (Alam, 2006:11). Kota Batu menawarkan berbagai

a) Rika Nur Rahmatika,2014 dengan judul “Penerapan Value Clarification Technique (VCT) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Meningkatkan Kesadaran

Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data diolah dengan menggunakan microscoft exel. Hasil pretes dan postes dianalis kemudian ditabulasikan, tujuannya

Menurut Pasal 77 sampai 83 KUHAP adalah Praperadilan merupakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan menurut cara yang telah diatur dalam