• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN FEMINISME DALAM LAYANG PANUNTUN KAMULYANING BOCAH WADON KARYA RADEN WIRAWANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN FEMINISME DALAM LAYANG PANUNTUN KAMULYANING BOCAH WADON KARYA RADEN WIRAWANGSA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 31

KAJIAN FEMINISME DALAM LAYANG PANUNTUN

KAMULYANING BOCAH WADON

KARYA RADEN WIRAWANGSA

Herlina Setyowati, Djoko Sulaksono, Apriliani Ekaningsih Universitas Muhammadiyah Purworejo

ABSTRAK

Konsep fundamental Jawa mengenai kedudukan seorang wanita di masyarakat masih menjadi hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Keberadaan karya sastra yang adapun, sedikit banyak terpengaruh oleh feminism atau konsep kesetaraan gender. Begitupun karya sastra tulis Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon karya Raden Wirawangsa. Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon diartikan sebagai buku penuntun kemuliaan bagi anak perempuan. Teks sastra ini berisi nasehat pengarang mengenai pentingnya memuliakan anak perempuan agar menjadi wanita yang mandiri. Sebagai salah satu teks sastra klasik yang menyampaikan kebangkitan wanita Jawa dalam status sosial budayanya, Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon menjadi bukti bahwa teks sastra tersebut merupakan hasil imajinasi pengarang atas pengaruh situasi sosial budaya pada masa itu. Bagaimanapun juga, karya sastra merupakan perpaduan harmonis antara lingkungan dan faktor kehidupan pengarang.

Kata Kunci : Feminisme, Relevansi, Layang A. Pendahuluan

Karya sastra merupakan hasil kerja pemikiran kreatif pengarang atas pengaruh kehidupan sosial dan budaya di masa pengarang mencipta sebuah karya sastra. Melalui karya satra, seorang pengarang menuangkan gagasan, pandangan, dan pendapatnya menjadi sebentuk dunia baru yang menarik. Dalam kesusastraan Jawa, ide-ide pengarang atas kondisi sosial budaya di masa lalu disampaikan secara kreatif ke dalam bentuk gancaran (prosa) ataupun tembang (puisi Jawa). Dari teks-teks sastra Jawa, baik yang berbentuk prosa ataupun tembang, beberapa diantaranya membahas mengenai kehidupan sosial budaya wanita-wanita Jawa. Dalam dunia nyata ataupun dunia sastra, status sosial wanita dalam masyarakat Jawa berada pada posisi sebagai pelayan bagi kaum laki-laki. Wanita dilekatkan dengan istilah “dapur, sumur, kasur” yang berarti harus memasak, mencuci untuk seluruh anggota keluarga, dan melayani suami di kasur. Dalam masyarakat Jawa juga ada istilah yang ditujukan kepada wanita yaitu masak, macak, manak, yang berarti memasak, bersolek dan melahirkan anak-anak untuk suaminya.

(2)

Istilah-Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 32 istilah tersebut terasa menyakitkan bagi kaum wanita, karena wanita terkesan hanya sebagai pelayan bagi kepentingan kaum lelaki, walaupun disadari memang kondisi tersebut adalah kodrat semua wanita.

Penindasan terhadap hak wanita-wanita Jawa telah terjadi berabad-abad lamanya. Penindasan itu terlihat dengan jelas pada keluarga yang feodalistik, seperti keluarga priyayi pada masyarakat Jawa. Dalam kebudayaan priyayi, konstruksi gender berkembang sangat kuat. Masyarakat priyayi bersifat patriarkhal, dengan menonjolkan peran dominan kaum laki-laki. Kaum perempuan ditempatkan pada peran yang kurang penting. Kaum laki-laki adalah pemimpin dan bersifat otoriter, sehingga seorang istri pejabat tidak boleh keluar rumah pada saat suami tidak ada di rumah, istri diharuskan berbusana rapi, bersih, berwajah cerah, tidak boleh mendahului makan sebelum suaminya makan, dan istri tidak boleh mengeluh jika suaminya memiliki selir walaupun lebih dari satu. Ini menunjukkan bahwa wanita hanyalah menjadi pelayan bagi kepentingan laki-laki, terlebih kepada kepentingan biologis saja.

Begitupula pada masyarakat pedesaan, wanita hanyalah diberi posisi sebagai pengurus rumah tangga dan tidak diperkenankan mencampuri urusan kaum lelaki. Untuk menyelamatkan hak perempuan yang tertindas berabad-abad lamanya, munculah gerakan feminisme, yaitu gerakan wanita yang mengusahakan persamaan hak antara pria dan wanita. Tokoh pelopor feminisme di Indonesia yang terkenal adalah R.A. Kartini. Beliau sebagai keturunan priyayi Jawa yang mampu membebaskan diri dari kekangan tradisi budaya Jawa, dengan dibantu teman-temanya dari Belanda. Kartini mampu membentuk pola pikir baru dalam masyarakat, yaitu bahwa wanita berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal memperoleh pendidikan.

Semenjak permasalahan Kartini menjadi acuan semua wanita Indonesia khususnya di Jawa, banyak sekali karya sastra lama yang berusaha menyajikan konsep kesetaraan gender. Para pujangga berlomba-lomba menuangkan idenya tentang konsep-konsep hidup wanita Jawa. Salah satu karya sastra lama tersebut adalah Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon karya Raden Wirawangsa yang ditulis pada tahun 1917 menggunakan bahasa dan aksara Jawa. Berdasar judulnya, Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon yang diartikan sebagai

(3)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 33 buku penuntun kemuliaan anak perempuan, dimungkinkan berisi nasehat pengarang mengenai pentingnya memuliakan anak perempuan agar menjadi wanita yang mandiri. Sebagai salah satu teks sastra klasik yang menyampaikan kebangkitan wanita Jawa dalam status sosial budayanya, Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon menjadi bukti bahwa teks sastra tersebut merupakan hasil imajinasi pengarang atas pengaruh situasi sosial budaya pada masa itu.

Perkembangan feminisme di Jawa sangat menarik untuk dikaji, terlebih yang tertuang dalam teks-teks sastra klasik. Namun sayangnya teks-teks sastra klasik sudah tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat, sehingga pengkajian mengenai feminisme terhadap teks sastra klasik masih sangat jarang. Hal tersebut disebabkan karena teks Layang panuntun Kamulyaning Bocah wadon ditulis menggunakan aksara dan bahasa Jawa yang sudah tidak dimengerti oleh pembaca masa kini, serta kurangnya minat masyarakat terhadap teks-teks klasik.

B. Pemahaman Konsep Feminisme Wanita Jawa

Menurut Moeliono dalam Sugihastuti (2010: 18) dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Sependapat dengan Fakih (2008:100), feminisme merupakan perjuangan dalam rangka mentransformasikan sistem dan struktur yang tidak adil, menuju ke sistem yang adil perempuan maupun laki-laki. Sedangkan Goefe dalam Sugihastuti dan Itsna (2007: 18) menjelaskan bahwa Feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik ekonomi, dan sosial; atau kegiatan terorganiasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki (Djajanegara, 2003:4).

Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ada berbagai cara. Salah satu cara adalah berjuang untuk hak dan lingkungan keluarga dan rumah tangga, yang sering disebut dengan gerakan pembebasan wanita. Agar mampu mandiri, pertama-tama perempuan harus diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang memungkinkan perempuan mengasah daya pikirnya. Dengan daya pikir terasah, wanita akan sanggup mengembangkan

(4)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 34 dirinya lebih lanjut, yaitu mencapai kemandirian ekonomis, yang pada akhirnya akan memberikan kekuasaan (Djajanegara, 2003: 5).

Tuntutan kaum feminis mula-mula mencakup bidang hukum, ekonomi dan sosial. Tuntutan-tuntutan di bidang hukum, meliputi hak-hak dalam perkawinan seperti yang telah diatur dalam undang-undang perkawinan. Di bidang ekonomi, tuntutan kaum feminis antara lain meliputi hak atas harta. Sebelum kawin, harta seorang wanita dikuasai ayah atau saudara-saudara laki-lakinya, sesudah kawin hartanya menjadi milik suaminya. Lebih dari itu, sebagian besar lapangan kerja tertutup bagi wanita. Kalaupun diberi kesempatan untuk mencari nafkah, upah yang diterimanya jauh lebih rendah daripada upah yang diterima kaum laki-laki. Di bidang sosial pun hak-hak perempuan sangat terbatas.

Tradisi menghendaki wanita menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga, sehingga sebagian besar masa hidupnya dihabiskan dalam lingkungan rumah saja. Wanita tidak diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi, memangku jabatan-jabatan tertentu, atau menekuni profesi-profesi tertentu (Djajanegara, 2003: 6).

Melihat posisi perempuan yang sulit, kaum feminis sadar bahwa satu-satunya jalan untuk mampu terjun ke dunia politik adalah melalui pendidikan. Dengan harapan melalui pendidikan, pengetahuan mereka menjadi luas dan mereka bisa mengetahui liku-liku berbagai bidang termasuk bidang politik yang selalu didominasi kaum laki-laki (Djajanegara, 2003: 7). Fakih dalam Binarti (2009: 19) menjelaskan bahwa feminism sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya tertindas dan dieksploitasi, maka mereka berusaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Walaupun ada perbedaan antar feminis mengenai apa, mengapa, dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, tetapi mereka sepaham, pada hakekatnya perjuangan feminis itu demi kesamaan dan mengontrol raga serta kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah.

Feminisme tidak hanya memperjuangkan emansipasi perempuan di hadapan kaum laki-laki saja, tetapi mereka juga sadar bahwa laki-laki juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi, eksploitasi serta represi dari sistem yang tidak adil. Dengan demikian strategi perjuangan panjang gerakan

(5)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 35 feminisme tidak sekedar upaya pemenuhan kebutuhan praktis kaum perempuan atau hanya dalam rangka mengakhiri dominasi gender dan manifestasinya, seperti: eksploitasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan dan penjinakan belaka, melainkan perjuangan transformasi sosial ke arah pencipta struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik. Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa feminisme dipahami sebagai suatu gerakan kaum wanita yang menuntut persamaan hak antara kaum wanita dan laki-laki dalam bidang politik, sosial, budaya, dan beberapa bidang lain untuk menekan ketertindasan kaum wanita yang telah terjadi selama ribuan tahun.

C. Feminisme dalam Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon

Kajian feminisme terhadap Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon dilakukan dengan mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita untuk dicari kedudukannya di dalam masyarakat. Kajian feminisme secara lengkap adalah sebagai berikut.

a. Kedudukan Tokoh-tokoh Wanita Dalam Masyarakat

Sarpinah adalah seorang anak perempuan dari pasangan Bekel Jagakarya. Sedangkan Ruminah adalah anak perempuan seorang Lurah di desa Karang Lo, yang bernama Lurah Karti Rumeksa.

Sebagai anak-anak yang ditakdirkan menjadi wanita dalam tradisi Jawa, kesempatan mendapatkan pendidikan adalah sebuah hal yang sulit. Hal ini disebabkan atauran tradisi yang

menghendaki wanita hanya menjadi sosok pengurus rumah tangga saja. Namun, berkat bantuan tokoh-tokoh lain, kedua anak perempuan tersebut bisa mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan. Pada awal cerita, kedua tokoh tersebut tidak ditampilkan. Namun pada akhir cerita, pengarang lebih banyak mengisahkan kedua tokoh tersebut. Dikisahkan, dalam kedua tokoh tersebut mengusahakan kepandaiannya, mereka sambil mengajar anak-anak perempuan dari masyarakat kelas bawah. Usaha mereka dalam mengusahakan peningkatan kemampuan kaum wanita pada masa itu mendapat respon positif dari masyarakat. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

(6)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 36 Bocah loro mau anggone padha marsudi undhaking

kapinterane, disambi angeberake kawruhe mulang marang bocah bocah wadon anake wong cilik ing desa kono. Mula wong sadesa padha seneng kabeh pikire sarta amumuji marang bocah loro mau, bisaa lestari ing salawas lawase dadi panutaning bocah wadon kabeh (Wirawangsa,55) Terjemahan :

“Kedua anak tersebut dalam mengusahakan peningkatan kepandaiannya, sambil menyebarkan pengetahuan dengan mengajar anak-anak perempuan masyarakat kecil desa tersebut. Sehingga orang satu desa sangat gembira serta memuji kedua anak tersebut, semoga bisa selamanya bertahan menjadi panutan semua anak perempuan‟

Begitu terhormatnya mereka dalam kalangan masyarakat karena usaha mereka dalam mengembangkan kemampuan wanita dengan mendirikan sekolahan swasta. Anak didik mereka sudah mencapai sekitar limapuluh. Kenyataan tersebut adalah hal yang membanggakan, karena di desa bisa berdiri sekolah untuk wanita dengan murid sebanyak itu.

b. Tujuan hidup Tokoh-tokoh Wanita

Dari uraian tentang kedudukan tokoh di atas sudah dapat digambarkan bahwa tujuan hidup Sarpinah dan Ruminah adalah memperjuangkan hak-hak mereka para kaum wanita agar kehidupannya tidak tergantung kepada laki-laki. Hal ini juga tampak pada kutipan berikut.

Kutipan :

Dene nalika samana si ruminah umur 13 tahun, si sarpinah umur 12 tahun, dadi dheweke isih padha kaconggah

ambanjurake kawruhe sarana tuku buku buku pangawikan kanggoning bocah wadon, sabab bocah loro mau padha karepe sumedya anggayuh bisaa dadi guru wadon, kapengine banget ambabarake kapinteran lan kawruhe, aweh pangajaran marang kanca kancane bocah wadon padesan anake wong miskin, supaya padha weruh marang pangajaran kang nuntun marang kautamaning uripe (Wirawangsa, 54)

Terjemahan :

“Saat itu Ruminah berumur 13, sedangkan Sarpinah berumur 12 tahun, jadi mereka masih sangat bersemangat meningkatkan pendidikan dengan membeli buku-buku tentang keahlian wanita, karena kedua anak tersebut

(7)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 37 mempunyai keinginan yang sama yaitu ingin menjadi guru

wanita, ingin sekali memberikan kepandaian dan pengetahuanya, memberikan ilmu kepada teman-teman wanita desa anak orang miskin, agar mendapatkan ilmu yang menuntun kepada kehidupan yang lebih baik‟

Dari kutipan tersebut memperjelas tujuan hidup Ruminah dan Sarpinah, yaitu mereka sangat ingin penjadi penggerak kebangkitan kaum wanita dari kobodohannya demi kehidupan yang lebih baik di masa depan. Akan tetapi, apa yang dilakukan Sarpinah dan Ruminah tidak serta merta diteladani oleh kaum wanita lain. Misalnya, tokoh Ibu Bekel Jagakarsa. Sebagai seorang istri dalam tradisi Jawa, tidak banyak hal yang bisa diinginkan seorang wanita selain tunduk kepada aturan yaitu mengikuti perintah serta melayani suami. Karena posisinya yang hanya tunduk kepada suami, kemampuan wanita menjadi tidak dapat berkembang. Mereka telah terbiasa dengan kenyataan yang ada sehingga aplikasi dalam kehidupannya juga dipetik dari tradisi yang ada, seperti pada kutipan berikut.

Kutipan :

pakne, ajeng sampeyan gayuhaken napa anak sampeyan. Hathik anak wadon mawon ngangge disekolahake barang. Bocah wadon niku anggere empun bisa ngopen-openi ngomah kalih olah-olah, ajeng napa malih. Boten kangge kalih sing lanang bok gih kajenge, neh, tiwas ngekeh-kehi ragat, ning boten enten prelune, boten wurung wong wadon gih taksih dadi reh-rehane wong lanang. Bocah wadon niku watone burus atine, boten duwe patrap ala, rak empun cukup. Niku yen kula, lo (Wirawangsa, 39)

Terjemahan :

“Pakne, akan kamu jadikan apa anakmu. Anak perempuan kok disekolahkan segala. Anak perempuan itu jika sudah bisa merawat rumah dan masak, mau apa lagi. Tidak dipakai oleh suaminya ya biarkanlah. Selain itu, kita sudah mengeluarkan banyak biaya, tetapi tidak ada perlunya, pada akhirnya perempuan juga masih menjadi alat para pria. Anak perempuan itu jika hatinya halus, tidak memiliki sifat buruk, itu sudah cukup. Itu kalau saya lho”.

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Ibu Bekel sebagai seorang wanita yang sudah lama berada dalam lingkaran tradisi, telah tunduk dan mengaplikasikan keadaan yang ada kepada anaknya. Tokoh tersebut tidak

(8)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 38 berusaha mengubah keadaan yang ada, tetapi hanya pasrah dengan keadaan karena merasa tidak mungkin mampu. Tokoh ini dianggap tidak memiliki tujuan untuk mendukung gerakan feminisme karena hanya melestarikan tradisi ketertindasan wanita. apapun kenyataan yang ada, tokoh ini hanya mengikuti keputusan suaminya, seperti pada kutipan berikut.

Kutipan :

ah, boten prelu, wong kula empun monat manut mawon, kok dadak ken golek pasaksen malih (Wirawangsa, 46). Terjemahan :

“ah, tidak perlu, saya sudah ikut saja, tidak perlu mencari saksi lagi”. D. Relevansi Feminisme Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon

terhadap Kehidupan Sekarang

Walaupun Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon adalah sebuah karya sastra lama yang dibuat dengan tujuan untuk memberikan tuntunan dalam kehidupan masyarakat Jawa pada masa

lalu, tetapi isinya masih memiliki hubungan atau berkaitan dengan kehidupan sekarang. Hal ini dikarenakan saat ini masih banyak kaum wanita yang masih tertidas oleh kepentingan kaum laki-laki. Relevansi Feminisme Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon terhadap kehidupan saat ini adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan dalam segala bidang untuk kaum wanita perlu terus diusahakan, seperti pada kutipan berikut.

Kutipan :

“Dene sagedipun tiyang jawi naracak pinter, manawi estrinipun sampun tumut pinter” (Wirawangsa, 14)

Terjemahan :

“bisanya masyarakat Jawa menjadi pandai-pandai, jika kaum wanitanya juga sudah ikut pandai‟

b. Kaum wanita dituntut terus meningkatkan kemampuannya agar kehidupannya menjadi lebih baik, seperti kutipan berikut.

Kutipan :

“Meruhana apese wong tinitah dadi wadon, yen ora pinter pinter, saiki kalakon mung bakal dadi dolanane wong lanang bae, tangeh angrasakake kamuktening wong jojodhowan, ora wurung disawiyah lan dianggep kaya bature sing ala banget

(9)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 39 kae” (Wirawangsa, 52)

Terjemahan :

“Ketahuilah sialnya ditakdirkan menjadi perempuan, jika tidak pandai-pandai, sekarang bisa hanya menjadi permainan lakilaki saja, tidak akan bisa merasakan kemuliaan pernikahan,

yang pada akhirnya disia-siakan dan dianggap seperti pembantu yang paling buruk itu”

Dari kutipan tersebut dijelaskan bahwa manusia yang ditakdirkan menjadi perempuan yang tidak pintar adalah sebuah kesialan karena justru hanya akan menjadi bahan permainan kaum lelaki saja, tidak akan mungkin merasakan puncak kenikmatan orang berumah tangga, yang nantinya pasti akan diangap seperti pembantunya yang paling buruk itu. Karena itu wanita dituntut mampu meningkatkan kemampuannya setiap saat agar kehidupannya menjadi lebih baik.

c. Walaupun wanita terus memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, wanita tidak boleh lupa kepada kodratnya sebagai wanita. hal tersebut tampak dalam kutipan berikut.

Kutipan :

“Lare estri lajeng rumaos anggenipun dados

patih. Patih makaten wewenangipun namung andamel tata tentreming praja, anyumerepi punapa kuwajibanipun kaliyan atiti” (Wirawangsa, 28)

Terjemahan :

Lalu anak perempuan merasa menjadi seorang patih. Patih itu hanya berwenang menciptakan ketentraman negara, mengetahui apa yang menjadi kewajibanya.

Kutipan :

“prasasat patih wicaksana dhateng lurah

kridhaning westhi, amadhangi sureming praja sarta saged adamel tata tentreming sakukubanipun”. (Wirawangsa, 28) Terjemahan :

Seperti patih bijaksana kepada lurah, menerangi kegelapan negara serta bisa menciptakan ketentraman wilayahnya.

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa wanita dalam keluarga diibaratkan sebagai patih yang berwenang menjaga ketentraman keluarga dengan memahami apa yang menjadi kewajiban kodrat wanita. Sedangkan suami adalah seorang raja

(10)

Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 40 yang memimpin keutuhan keluarga. Jadi, walaupun wanita memiliki hak yang sama, tidak boleh lupa akan kodratnya sebagai seorang wanita.

E. Kesimpulan

Berdasarkan kajian feminisme terhadap teks Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Teks Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon dibuat pengarang sebagai wujud kampanye kebangkitan wanita dalam menuntut persamaan hak dalam bidang pendidikan, dimana wanita berkesempatan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya.

2. Tokoh-tokoh, watak, dan ide-ide yang disampaikan oleh tokoh-tokoh tersebut mewakili ide pengarang tentang gerakan feminisme. Melalui teks tersebut, pengarang ingin mengubah pandangan masyarakat bawah yang masih terikat tradisi Jawa dimana wanita tidak mendapatkan hak untuk mendapatkan pendidikan.

3. Relevansi Feminisme teks Layang Panuntun Kamulyaning Bocah Wadon dengan kehidupan saat ini adalah tentang kewajiban mengusahakan

pendidikan dalam segala bidang untuk kaum wanita. Kaum wanita dituntut

terus meningkatkan kemampuannya agar kehidupannya menjadi lebih baik.

Selain itu walaupun wanita saat ini telah mendapatkan kesempatan untuk

terus memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan,

tetapi wanita tidak boleh lupa kepada kodratnya sebagai wanita.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiastuti dan Itsna Hadi. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fakieh, Mansoer. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra feminis; Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Binarti, Sadar. 2009. Skripsi: Kajian Feminisme Novel Sintru, Oh Sintru Karya Suryadi WS: Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo

Referensi

Dokumen terkait

Besar kecilnya return saham disetiap perusahaan tergantung pada harga saham disetiap perusahaan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham diantaranya yaitu:

• Oleh karena itu data yang tampil di manajemen dapo berubah- ubah sejalan dengan proses update data yang dilakukan oleh sekolah..1. SUMBER DATA MANA YANG DIGUNAKAN SEBAGAI

Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis dari Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Markas Besar Polisi Republik Indonesia, Boy Rafli Amar, peran

Kontrak/SPMK/Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Untuk pekerjaan sejenis yang tercantum pada daftar pengalaman perusahaan 4 tahun terakhiri. Brosur Plate Screen,

Data diri berupa informasi pribadi yang telah dimasukan dalam aplikasi oleh admin, nilai pribadi adalah kumpulan semua nilai kinerja pribadi yang telah dinilai

- Dari hasil penyelidikan dan penyidikan yang telah kita lakukan, kejahatan yang dilakukan oleh kelompok Kriminal bersenjata DM Cs ini tidak ada hubungan

KEGIATAN SINERGI PROGRAM TUGAS PEMBANTUAN RUMAH SAKIT PARATAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BENGKULU

“Faktor -faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Paket Wisata Di Little Farmers Kabupaten Bandung Barat”.. Skripsi ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan