• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA WILAYAH SUNGAI DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PADA WILAYAH SUNGAI DENGAN ANALISIS KOMPONEN UTAMA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALYSIS OF WATER RESOURCES MANAGEMENT POLICY IN THE RIVER

BASINS USING PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

Waluyo Hatmoko1, R. Wahyudi Triweko2, Radhika1, Rendy Firmansyah1

1Puslitbang Sumber Daya Air, Jl. Ir. H. Juanda 193, Bandung

2Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung

whatmoko@yahoo.com

ABSTRACT

Water resources management in Indonesia is based in the river basin area. The condition of the river basin areas is varying, e.g. population, socio-economic, climate and hydrological conditions, water users, water utilization, and river basin organizations. With the differences in river basin conditions, the management of river basin area should be in line with their characteristics. Therefore, there is a need of the information on the clustering of the river basin areas and its priorities, which river basin areas need to prioritize on development, management and conservation. The Principal Component Analysis is a mathematical method to reveal the hidden information from multi-variate data, resulting new set of variables, namely the Principal Components which have maximum information content, and the position of river basin area can be presented and can be observed their proximity or similarity. This study analyzing the data of river basin areas by using Principal Component Analysis, for river basin management policy. It is concluded that the First Principal Component shows the socio-economic development state of river basin area, the Second Principal Component related to the conditions of water availability and its infrastructure. Four cluster of river basin area and their management priorities have been established, to improve the river basin management policy in Indonesia. Keywords: water resources management, river basin area, principal component analysis, policy, socio-economic development

ABSTRAK

Pengelolaan sumber daya air di Indonesia dilaksanakan berdasarkan wilayah sungai, yang kondisinya sangat beragam, antara lain dalam hal jumlah penduduk, aktivitas sosial ekonomi, kondisi iklim dan hidrologi, pengguna air, tingkat pemanfaatan air, serta kelembagaan pengelolaan wilayah sungai. Penanganan suatu wilayah sungai tidak dapat disamakan dengan wilayah sungai lainnya. Untuk itu diperlukan informasi mengenai pengelompokan wilayah sungai, dan bagaimana urutan prioritas pengelolaannya; wilayah sungai mana yang perlu lebih mengutamakan arah pengembangan, atau pengelolaan dan konservasi. Analisis Komponen Utama merupakan metode matematis untuk mengungkap informasi yang tersembunyi dari data multi-variabel. Dengan analisis komponen utama akan diperoleh variabel baru, yaitu Komponen Utama dengan kandungan informasi yang maksimal, sehingga data dapat disajikan dalam bidang yang dibentuk dari Komponen Utama, dan dapat diamati kedekatan atau kemiripan satu wilayah sungai dengan lainnya. Penelitian ini mengkaji data kondisi wilayah sungai dengan menggunakan Analisis Komponen Utama untuk masukan kebijakan pengelolaan wilayah sungai. Disimpulkan bahwa Komponen Utama Pertama menunjukkan tingkat perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai, Komponen Utama Kedua terkait dengan kondisi ketersediaan air dan infrastrukturnya. Berdasarkan kedua Komponen Utama tersebut, wilayah sungai dibagi ke dalam empat kelompok, dan diurutkan prioritas pengelolaannya, sehingga arah pengelolaan masing-masing wilayah sungai dapat teridentifikasi sebagai masukan untuk meningkatkan kebijakan pengelolaan wilayah sungai di Indonesia.

Kata Kunci: pengelolaan sumber daya air, wilayah sungai, analisis komponen utama, kebijakan, perkembangan sosial-ekonomi

(2)

2

PENDAHULUAN Latar Belakang

Wilayah sungai merupakan dasar wilayah pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor No. 4/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan penetapan Wilayah Sungai membagi Indonesia atas 128 wilayah sungai, yang terdiri atas 5 wilayah sungai lintas negara; 31 wilayah sungai lintas provinsi; 28 wilayah sungai strategis nasional; 52 wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan 12 wilayah sungai dalam kabupaten kota.

Kondisi fisik, sosial-ekonomi dan sumber daya air dari berbagai wilayah sungai sangat beragam. Dengan beragamnya kondisi wilayah sungai, maka penanganan suatu wilayah sungai tidak dapat disamakan dengan wilayah sungai lainnya. Untuk itu perlu adanya tipologi atau pengelompokan wilayah sungai sesuai dengan karakteristiknya. Untuk itu diperlukan informasi mengenai wilayah sungai mana yang masih dapat dikembangkan, dan bagaimana urutan prioritas pengembangannya; serta wilayah sungai mana yang perlu lebih mengutamakan pengelolaan dan konservasi daripada pengembangannya.

Analisis komponen utama merupakan metode matematis untuk mengungkap struktur utama atau informasi yang tersembunyi dari data muti-variabel. Dengan analisis komponen utama akan diperoleh Komponen Utama yang menjelaskan variabilitas data atau mengandung informasi yang maksimal, sehingga dapat disajikan dalam bidang yang dibentuk dari kedua sumbu komponen utama. Selanjutnya pada bidang tersebut dapat diamati kedekatan satu wilayah sungai dengan lainnya, serta diidentifikasikan wilayah sungai yang ekstrem sangat berkembang atau sebaliknya. Dengan demikian variabel asli yang berdimensi banyak direduksi menjadi variabel yang memiliki dimensi lebih kecil akan tetapi masih dapat menyajikan informasi yang dikandung dalam variabel aslinya. Sampai saat ini belum ada analisis kebijakan pengelolaan sumber daya air pada seluruh wilayah sungai di Indonesia, dengan pendekatan analisis komponen utama yang menyertakan variabel fluktuasi debit alami dan intervensi infrastruktur.

Maksud dan Tujuan

Makalah ini merumuskan arah kebijakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai di Indonesia, berdasarkan data wilayah sungai, dengan menggunakan metode Analisis Komponen Utama. Tujuannya adalah sebagai masukan berupa arah pengelolaan dalam perencanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai secara Nasional.

KAJIAN PUSTAKA

Aplikasi analisis komponen utama terutama adalah pada teknologi informasi, dalam pengenalan pola (pattern recognition) (Bishop, 2006), yang digunakan untuk mengenali tulisan tangan, atau wajah seseorang, sebagaimana yang dilaporkan oleh Karamizadeh et al. (2013), serta identifikasi fosil binatang purba dan iklim di belahan bumi bagian Utara (Jolliffe & Cadima, 2016).

Penerapan Analisis Komponen Utama dalam bidang sumber daya air pada umumnya adalah untuk sistem dengan banyak variabel, untuk membuat suatu indeks, pengelompokan, atau menyajikan suatu fenomena agar lebih mudah dipahami. Aplikasinya pada kualitas air antara lain digunakan untuk identifikasi karakteristik fisik dan kimia air permukaan (Togue, Kuate, & Oben, 2017); Pengelolaan air limbah di Tunisia (Sahnoun, Serbaji, Karray, & Medhioub, 2013); Kualitas air tanah di Maroko (Hammoumi, Sinan, Lekhlif, & Lakhdar, 2013); dan Pengelompokan berbagai parameter kualitas air di India (Gajbhiye, Sharma, & Awasthi, 2015).

Penerapan di bidang hidrologi dan sumber daya air antara lain: Pengelompokan parameter model hidrologi di India (Sharma, Gajbhiye, & Tignath, 2015); Pola hujan jangka panjang di Malaysia (Othman, Ash’aari, & Mohamad, 2015); Pemetaan banjir dari data satelit di Mexico (Gómez-Palacios, Torres, & Reinoso, 2016); Penilaian indeks kekeringan multi-variabel (Li et al., 2015); Kajian daya dukung sumber daya air terhadap urbanisasi di China (Liu et al., 2017); Faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi irigasi di China (Fang, Jia, Tu, & Sun, 2017); dan indikator lingkungan pada pantai reklamasi di China (Chu et al., 2018).

Di Indonesia, (Adidarma, Martawati, Subrata, & Levina, 2011) menggunakan indeks kekeringan SPI skala waktu 12 bulan sebagai data dasar dalam pemilihan pos hujan untuk pemantauan kekeringan di Wilayah Sungai Pemali-Comal. Dari 147 buah pos hujan yang ada dipilih 15 buah pos hujan tersebar pada setiap Zona Prakiraan Iklim, dengan pendekatan analisis komponen utama.

Hatmoko et al. (2015) mengkaji pengelompokan 128 wilayah sungai di Indonesia, dengan menggunakan 5 variabel, yaitu: Tinggi Aliran Limpasan Andalan Q80%, Indeks Pemakaian Air, Proporsi Hutan, Proporsi Irigasi, dan Kepadatan Penduduk. Hasil yang diperoleh adalah Komponen Utama Pertama yang menyatakan kondisi pengembangan wilayah sungai. Komponen Utama

(3)

3 Kedua belum terdefinisi secara baik, dan

pengelompokan variabel juga belum ada. Penelitian tersebut menyarankan antara lain untuk melanjutkan penelitian dengan memasukkan variabel yang terkait erat dengan infrastruktur, selain variabel sosial ekonomi dan budaya masyarakat.

METODE PENELITIAN Analisis Komponen Utama

Analisis Komponen Utama merupakan teknik matematika dan statistika yang dapat mereduksi dimensi data dengan tetap memaksimalkan informasi yang terkandung di dalamnya. Jika data memiliki p buah variabel, maka dengan analisis komponen utama akan diperoleh variabel baru yang dinamakan komponen utama, yang saling tidak berkorelasi, dan memaksimalkan variansi. Dengan dua atau tiga buah komponen utama diharapkan dapat memuat informasi variansi yang dikandung di dalam p buah variabel. Komponen utama tersebut merupakan vektor karakteristik dari matriks korelasi antara p buah variabel tersebut. Sedangkan variansi dari komponen utama merupakan nilai karakteristik dari matriks korelasi yang sama. Komponen utama merupakan himpunan variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel yang diamati. Komponen utama memiliki sifat variansi yang semakin mengecil, sebagian besar variasi (keragaman atau informasi) dalam himpunan variabel yang diamati cenderung berkumpul pada beberapa komponen utama pertama, dan semakin sedikit informasi dari variabel asal yang terkumpul pada komponen utama terakhir. Hal ini berarti bahwa komponen-komponen utama pada urutan terakhir dapat diabaikan tanpa kehilangan banyak informasi. Dengan cara ini Analisa Komponen Utama dapat digunakan untuk mereduksi variabel-variabel. Jika data terdiri atas p buah variabel, dan n individu, maka terdapat p buah vektor berdimensi n, yaitu:

x1, ..., xp,

atau dapat dituliskan sebagai matriks X berukuran n x p,

dengan kolom ke j adalah vektor xj dari variabel

j, j = 1,...,p

Matriks kovariansi dari X adalah C = X’ X

Vektor karakteristik dari C yang berkaitan dengan nilai karakteristik λ1,..., λp urut dari besar ke kecil,

yaitu vektor c1,..., cp adalah Komponen Utama

Komponen utama cj memiliki variansi sebesar λj

Jika vektor data x telah ditransformasi normal baku dengan rerata nol dan variansi 1, maka matriks kovariansi C merupakan matriks korelasi antar p variabel.

Data

Analisis Komponen Utama dilakukan dengan menggunakan data dari 128 buah wilayah sungai di Indonesia. Masing-masing wilayah sungai diasumsikan homogen dan diwakili oleh sebuah data, dengan demikian terdapat 128 buah data yang yang meliputi 7 variabel, yaitu:

1) Tinggi aliran limpasan rerata pada wilayah sungai, dalam satuan milimeter per hari, menyatakan ketersediaan air atau “kebasahan” suatu wilayah sungai. Data ini bersumber dari Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air (2016).

2) Koefisien variasi limpasan bulanan rata-rata, dari data tinggi limpasan bulanan tiap wilayah sungai, menyatakan tingkat variabilitas sumber daya air;

Cv = s/Qrerata

dengan:

Cv = Koefisien variasi limpasan

S = simpangan baku limpasan bulanan

Qrerata = rerata limpasan bulanan

3) Indikator Tampungan Air, merupakan rasio antara jumlah kapasitas tampungan air pada wilayah sungai dengan rerata jumlah ketersediaan air permukaan pada wilayah sungai yang bersangkutan.

𝑅𝑇 =𝑇

𝑆

dengan:

RT = Indikator Tampungan Air

T = Jumlah kapasitas tampungan air waduk di wilayah sungai

S = Rerata ketersediaan air permukaan per tahun di wilayah sungai

4) Indeks Penggunaan Air, atau dikenal dengan nama IPA, menyatakan tingkat penggunaan air yang ada.

𝐼𝑃𝐴 =𝐷

𝑆

dengan:

IPA = Indeks Penggunaan Air

(4)

4 S = Rerata ketersediaan air permukaan

per tahun di wilayah sungai

5) Jumlah air tersedia per-orang per-tahun, atau yang dikenal dengan nama Falkenmark Index

(Falkenmark, 2013)

𝐹𝐼 =𝑆

𝑃

dengan:

FI = Jumlah air per orang per tahun S = Rerata ketersediaan air permukaan

per tahun di wilayah sungai P = Jumlah penduduk di wilayah sungai 6) Persentase luas lahan hutan pada wilayah

sungai.

7) Persentase luas lahan irigasi pada wilayah sungai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis komponen utama dilakukan dengan menggunakan data 128 wilayah sungai di Indonesia yang meliputi 7 variabel yang menyatakan karakteristik pengelolaan wilayah sungai, yaitu: 1) Tinggi aliran limpasan rerata; 2) Koefisien variasi limpasan bulanan; 3) Jumlah tampungan air pada waduk; 4) Indeks Penggunaan Air; 5) Jumlah air tersedia per-orang per-tahun; 5) persentase luas lahan hutan; dan 6) persentase luas lahan irigasi. Hasil keluaran dari analisis komponen utama adalah variabel-variabel baru yang dinamakan Komponen Utama Pertama, Kedua, sampai dengan Ketujuh, sesuai dengan jumlah variabel yang dikaji.

Kandungan Informasi

Masing-masing Komponen Utama mengandung informasi dari data, yang urut besarnya dari Komponen Utama Pertama, Kedua, dan selanjutnya, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kandungan Informasi pada Komponen Utama

Sumber: hasil analisis, 2017

Terlihat bahwa Komponen Utama Pertama mengandung informasi 46%, dan Komponen Utama Kedua 18%, sehingga bidang yang dibentuk oleh Komponen Utama Pertama dan Komponen Utama Kedua mengandung informasi sebesar 64% dari seluruh data yang dikaji.

Posisi dan Pengelompokan Variabel

Gambar 2menunjukkanposisi variabel pada bidang yang dibentuk oleh Komponen Utama Pertama dan Komponen Utama Kedua. Terlihat kedekatan atau kemiripan masing-masing variabel, serta pengelompokan variabel. Dapat diamati adanya tiga kelompok variabel sebagai berikut.

1) Kelompok Lestari. Variabel proporsi hutan, jumlah air per orang, dan debit rerata membentuk satu kelompok di sisi sebelah kiri, yang dapat dinamakan sebagai kelompok kondisi lestari, dengan lahan hutan yang relatif luas dan jumlah ketersediaan air yang berlimpah.

2) Kelompok Tekanan Air. Pada sisi kanan atas ada sebuah kelompok, yaitu: variabel koefisien variasi Cv yang menyatakan tekanan kondisi

ketersediaan air yang sangat fluktuatif, rawan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau; dan Indeks Penggunaan Air IPA, yang menyatakan tekanan dari penggunaan air. Dengan lain perkataan, persaingan dalam memanfaatkan air yang tersedia sebab air yang ada relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah air tersedia, sehingga rawan terjadi konflik akan air.

3) Kelompok Infrastruktur. Pada sisi kanan bagian bawah terjadi kelompok dari variabel kapasitas waduk pada wilayah sungai, dan variabel proporsi lahan irigasi di wilayah sungai, yang keduanya ini menyatakan tingkat berkembangnya infrastruktur pada wilayah sungai. 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45% 50% 1 2 3 4 5 6 7 K an d u n ga n In fo rm as i Komponen Utama

(5)

5 Gambar 2. Posisi Variabel pada Komponen

Utama 1 dan 2 Sumber: hasil analisis, 2017

Kelompok Lestari terlihat berseberangan atau membentuk sudut mendekati 180 derajat terhadap kelompok Tekanan Air, yang artinya berkorelasi erat secara negatif, atau dengan lain perkataan semakin tinggi kelestarian wilayah sungai, maka akan semakin rendah tekanan air. Sedangkan kelompok infrastruktur membentuk sudut 90 derajat terhadap kelompok lestari, dan searah atau lebih condong pada kelompok Tekanan Air.

Langkah selanjutnya adalah mengartikan informasi yang dikandung oleh kedua Komponen Utama ini, atau dengan lain perkataan bagaimana interpretasi skor wilayah sungai pada kedua Komponen Utama tersebut.

Interpretasi Komponen Utama

Untuk dapat memaknai skor wilayah sungai pada kedua Komponen Utama, maka Kedua Komponen Utama perlu diberikan interpretasi berdasarkan bobot variabel-variabel pada kedua Komponen Utama yang diperoleh dari Analisis Komponen Utama (Tabel 1).

Tabel 1. Bobot variabel dalam Komponen Utama

Komponen Utama KU 1 KU 2

Kandungan Informasi Kumulatif 46% 64%

Jumlah Tampungan Waduk 26% -52% Indeks Penggunaan Air (IPA) 44% -15% Koefisien Variasi Limpasan (Cv) 47% 2% Rerata limpasan (Qrerata) -29% -56%

Persentase lahan irigasi 36% -49% Persentase lahan hutan -41% -24% Jumlah air/orang/tahun -37% -30% Sumber: hasil analisis, 2017

Interpretasi Komponen Utama Pertama

Berdasarkan bobot yang merupakan nilai proyeksi variabel pada Komponen Utama Pertama, dapat dibagi dua, yaitu variabel dengan proyeksinya yang positif, dan yang negatif. Variabel dengan proyeksi positif mulai dari yang paling besar adalah Koefisien Variasi Limpasan, Indeks Penggunaan Air, yang keduanya dari kelompok variabel Tekanan Air. Selanjutnya yang juga sedikit positif adalah Persentase lahan Irigasi, dan Jumlah Tampungan Waduk, yang termasuk ke dalam kelompok Infrastruktur. Keempat variabel ini dipandang sebagai ciri dari berkembangnya sosial-ekonomi dari suatu wilayah sungai. Semakin besar nilai keempat variabel ini, maka semakin berkembang pula kondisi sosial ekonomi wilayah sungai tersebut. Keempat variabel tersebut juga menunjukkan kondisi konservasi yang buruk, mencerminkan kondisi perkotaan, terutama dari variabel koefisien variasi limpasan yang tinggi, menunjukkan fluktuasi debit yang tinggi menyebabkan indikator konservasi yang umum digunakan yaitu rasio antara debit maksimum dan minimum yang tinggi pula.

Sebaliknya, variabel persentase lahan hutan dalam wilayah sungai, jumlah air per orang per tahun, dan tinggi aliran limpasan rata-rata sama-sama memiliki nilai proyeksi negatif pada Komponen Utama Pertama. Ketiga variabel dalam kelompok Lestari ini dapat dipandang sebagai indikasi belum berkembangnya sosial-ekonomi suatu wilayah sungai. Ketiga variabel ini juga menunjukkan tingkat konservasi atau kelestarian sumber daya air yang tinggi. Wilayah sungai yang lestari, dengan konservasi yang baik, akan memiliki nilai persentase luas hutan di dalam wilayah sungai yang tinggi, tinggi aliran debit alami yang besar, dan jumlah air per orang per tahun yang tinggi pula. Dengan demikian Komponen Utama Pertama ini menyatakan tingkat berkembangnya sosial-ekonomi suatu wilayah sungai. Semakin tinggi nilai suatu wilayah sungai pada Komponen Utama Pertama ini maka semakin berkembang pula sosial-ekonomi wilayah sungai yang bersangkutan, yang dicirikan dengan tingginya perbandingan antara penggunaan air dengan jumlah air tersedia; tingginya fluktuasi debit musim hujan dan kemarau yang tipikal kawasan perkotaan; tingginya jumlah kapasitas waduk serta persentase luas lahan irigasi terhadap luas wilayah sungai; yang seiring dengan rendahnya proporsi hutan, jumlah air per orang per tahun, serta debit rerata limpasan.

Interpretasi Komponen Utama Kedua

Proyeksi semua variabel pada Komponen Utama Kedua memiliki nilai negatif, kecuali variabel koefisien variasi debit limpasan yang nilainya sedikit positif mendekati nol. Hal ini menunjukkan

Waduk IPA Cv Qrerata Irigasi Hutan Air/orang -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 -1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 K o mp o n e n U ta ma K e d u a

(6)

6 bahwa koefisien variasi debit limpasan tidak

berperan terhadap Komponen Utama Kedua. Variabel yang paling berperan secara negatif terhadap Komponen Utama Kedua adalah rerata limpasan, dan dua variabel dari Kelompok Infrastruktur, yaitu jumlah tampungan waduk, dan persentase irigasi.

Hal ini menunjukkan bahwa wilayah sungai yang memiliki skor tinggi pada Komponen Utama Kedua adalah wilayah sungai dengan kondisi ketersediaan air alami yang terbatas, tidak ada bendungan dan minim sawah irigasi. Dengan lain perkataan merupakan wilayah sungai yang relatif kurang berkembang dan air yang ada secara alami jumlahnya relatif minim. Dengan demikian, wilayah sungai dengan skor yang tinggi pada Komponen Utama Kedua perlu diprioritaskan pembangunan

fisiknya, sebab dari segi infrastruktur tertinggal sementara kondisi ketersediaan air alami juga minim.

Posisi Wilayah Sungai pada Komponen Utama

Posisi wilayah sungai pada bidang yang dibentuk oleh Komponen Utama Pertama sebagai sumbu-X dan Komponen Utama Kedua sebagai sumbu-Y disajikan pada Gambar 3 dengan tematik pengelola wilayah sungai, dan pada Gambar 4 dengan tematik pulau. Absis sumbu-X menyatakan tingkat berkembangnya dibandingkan dengan konservasi atau kelestarian suatu wilayah sungai, dan ordinat sumbu-Y berkaitan dengan ketinggalan infrastruktur bersamaan dengan rendahnya ketersediaan air alami.

Gambar 3. Posisi wilayah sungai menurut pengelolanya pada Komponen Utama 1 dan 2 Sumber: hasil analisis, 2017

Pada absis sumbu-X yang menyatakan perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai, secara umum wilayah sungai dengan kewenangan Pusat lebih banyak berada pada ekstrem kanan, yaitu Wilayah Sungai Citarum, Lombok, Bali-Penida, Jratunseluna, Cimanuk-Cisanggarung dan Bengawan Solo. Namun demikian ada pula wilayah sungai kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang juga sudah sangat berkembang, yaitu Wilayah Sungai Welang-Rejoso, Wiso-Gelis (kewenangan

Kabupaten), Pekalen-Sampean, dan Pemali-Comal. Sementara pada ordinat yang menyatakan kondisi kekurangan air dan infrastruktur irigasi dan bendungan, wilayah sungai kewenangan Kabupaten/Kota yang memiliki luas yang minim, pada umumnya memiliki nilai ordinat yang positif, yang menandakan dalam kondisi kurangnya infrastruktur dan minimnya ketersediaan air. KU 2 KU 1 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 WS ACEH-MEUREUDU WS AMBON-SERAM WS BALI-PENIDA WS BATANGHARI WS BENANAIN WS BENGAWAN SOLO WS BONDOYUDO-BEDADUNG WS BONGKA-MENTAWA WS CIMANUK-CISANGGARUNG WS CISADEA-CIBARENO WS CITARUM WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA WS FLORES WS JRATUNSELUNA WS KAHAYAN WS KAMUNDAN-SEBYAR WS KAYAN WS KEPULAUAN BANGGAI WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA WS KEPULAUAN RIAU WS KEPULAUAN SERIBU WS MAHAKAM WS PAWAN WS SERAYU-BOGOWONTO WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA WS WOYLA-BATEUE -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2

Pengelola Wilayah Sungai

Pusat (64) Provinsi (52) Kab/Kota (12)

(7)

7 Gambar 4 yang menyajikan posisi wilayah sungai

secara tematik pulau. Hampir seluruh wilayah sungai di Jawa berada di bagian kanan bawah, artinya aspek sosial-ekonomi telah berkembang, dengan infrastruktur irigasi dan bendungan, serta kondisi ketersediaan air yang relatif banyak. Wilayah sungai yang terletak di bagian kanan bawah tersebut antara lain adalah Wilayah Sungai Citarum, Cimanuk-Cisanggarung, Jratunseluna, Bali-Penida, Lombok, dan Bengawan Solo.

Wilayah sungai yang terletak di Pulau Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua umumnya berada di sisi sebelah kiri, menandakan masih lestari dan belum berkembang. Wilayah Sungai di Maluku umumnya berada di kiri atas, yang berarti belum berkembang, minim infrastruktur, dan relatif terbatas ketersediaan airnya, sedangkan wilayah sungai di Sumatera, Kalimantan dan Papua umumnya berada di sisi kiri bawah, namun tidak terlalu bawah, yang mengindikasikan adanya infrastruktur irigasi dan bendungan atau ketersediaan air yang tinggi. Wilayah sungai yang berada di Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi umumnya berada di bagian atas, dan kecuali wilayah sungai Bali-Penida dan Lombok, semuanya berada yang di bagian kanan atas, menunjukkan bahwa selain dari kondisi air yang relatif terbatas, sosial-ekonomi telah berkembang, namun infrastruktur irigasi dan bendungan masih perlu ditingkatkan.

Peta Wilayah Sungai menurut Komponen Utama

Skor masing-masing wilayah sungai pada Komponen Utama Pertama yang memuat

kandungan informasi 46% disajikan pada Error! Reference source not found.. Terlihat bahwa wilayah sungai yang paling berkembang adalah Wilayah Sungai Citarum, yang disusul oleh Wilayah Sungai Lombok, Jratunseluna, Welang-Rejoso, Bali-Penida, Wiso-Gelis, Bengawan Solo, Cimanuk-Cisanggarung, Ciliwung-Cisadane, dan Brantas. Sedangkan wilayah sungai yang paling belum berkembang adalah wilayah sungai di Papua dan Kalimantan, yaitu Wilayah Sungai Kayan, Sesayap, Einlanden-Digul-Bikuma, Wapoga-Mimika, Omba, Mamberamo-Tami-Apauvar, dan Kamundan-Sebyar.

Wilayah sungai dengan nilai skor tertinggi pada Komponen Utama Kedua, merupakan wilayah sungai dengan tinggi aliran limpasan yang minim, berarti kondisi ketersediaan air yang terbatas secara alami, dan minim infrastruktur irigasi dan bendungan. Wilayah sungai yang perlu dikembangkan ini pada umumnya terletak di bagian Timur Indonesia, dan berupa kepulauan, antara lain adalah Wilayah Sungai Benanain, Flores Timur Kepulauan Lembata-Alor, Noelmina, Sumba, Kepulauan Seribu, Madura-Bawean, dan Muna. Sedangkan wilayah sungai dengan nilai rendah pada Komponen Utama Kedua, merupakan wilayah sungai dengan ketersediaan air alami yang besar, dan/atau pengembangan infrastruktur irigasi dan bendungan relatif sudah banyak. Wilayah sungai dalam katagori ini adalah Wilayah Sungai Citarum, Cimanuk-Cisanggarung, Kayan, Siberut-Pagai-Sipora, Serayu-Bogowonto, Einlanden-Digul-Bikuma, Wapoga-Mimika, Jratunseluna, Sesayap, dan Pemali-Juana.

(8)

8 Gambar 4. Posisi wilayah sungai menurut pulau pada Komponen Utama 1 dan 2

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 5. Skor Wilayah Sungai pada Komponen Utama Pertama Sumber: hasil analisis, 2017

KU 2 KU 1 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 WS ACEH-MEUREUDU WS AMBON-SERAM WS BALI-PENIDA WS BATANGHARI WS BENANAIN WS BENGAWAN SOLO WS BONDOYUDO-BEDADUNG WS BONGKA-MENTAWA WS CIMANUK-CISANGGARUNG WS CISADEA-CIBARENO WS CITARUM WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA WS FLORES WS JRATUNSELUNA WS KAHAYAN WS KAMUNDAN-SEBYAR WS KAYAN WS KEPULAUAN BANGGAI WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA WS KEPULAUAN RIAU WS KEPULAUAN SERIBU WS MAHAKAM WS PAWAN WS SERAYU-BOGOWONTO WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA WS WOYLA-BATEUE -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 Pulau Sumatera (45) Jaw a (24) Kalimantan (17) Sulaw esi (8) Bali Nusa Tenggara (22) Maluku (7) Papua (5)

Komponen Utama Pertama 1.3 to 5.7 (29) 0.1 to 1.3 (21) -0.6 to 0.1 (22) -1.1 to -0.6 (26) -4.9 to -1.1 (29)

(9)

9 Gambar 6. Skor Wilayah Sungai pada Komponen Utama Kedua

Sumber: hasil analisis, 2017

Gambar 7. Pengelompokan Wilayah Sungai Sumber: hasil analisis, 2017

Pengelompokan Wilayah Sungai

Berdasarkan bidang yang dibentuk dari Komponen Utama Pertama dan Komponen Utama Kedua, terdapat empat kuadran yang menunjukkan pengelompokan wilayah sungai, yaitu:

1) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan minim infrastruktur atau ketersediaan air yang terbatas, yaitu wilayah sungai yang berada di dalam kuadran I, dibentuk oleh Komponen Utama Pertama positif (berkembang) dan Komponen Utama Kedua positif (ketersediaan air atau infrastruktur minim), antara lain

wilayah sungai Wiso-Gelis, Kepulauan Seribu, Madura-Bawean, Pekalen-Sampean, Flotim Kepulauan-Lembata-Alor, Noelmina, Benanain, Sumba, Kepulauan Karimunjawa, dan Flores. Pembangunan infrastruktur sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi air yang terbatas pada wilayah yang telah berkembang.

2) Kelompok sosial-ekonomi belum berkembang dan minim infrastruktur dan ketersediaan air, yaitu wilayah sungai yang berada di dalam kuadran II, dibentuk oleh Komponen Utama Pertama negatif dan Komponen Utama Kedua

Komponen Utama Kedua 0.76 to 2.13 (26) 0.34 to 0.76 (26) -0.09 to 0.34 (21) -0.72 to -0.09 (27) -6.3 to -0.72 (27)

Pengelompokan Wilayah Sungai Berkembang, Basah, Infrastruktur optimal (25) Berkembang, Kering, Infrastruktur minim (30) Belum berkembangi, Kering, Infrastruktur minim (39) Belum berkembang, Air berlimpah (34)

(10)

10 positif, antara lain wilayah sungai Berau-Kelai,

Bukit Batu, Mahakam, Lambunu-Buol, Enggano, Randangan, Kendilo, Halmahera Selatan, Alas-Singkil, Karangan, Guntung-Kateman, dan Bengkalis-Meranti. Pada kelompok dengan jumlah air terbatas ini diperlukan pembangunan infrastruktur secara selektif.

3) Kelompok sosial-ekonomi belum berkembang dengan air yang berlimpah, berada di dalam kuadran III, dibentuk oleh Komponen Utama Pertama negatif dan Komponen Utama Kedua negatif, termasuk sebagian besar wilayah sungai di Papua dan Kalimantan. Pengembangan sumber daya air dapat dilakukan pada wilayah sungai dengan air yang berlimpah, dengan memperhatikan keberlanjutannya, misalnya antara lain jika dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air harus jelas pemanfaatannya, serta pengembangan irigasi perlu memperhatikan tenaga kerja yang tersedia,

4) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan infrastruktur maksimal, yaitu wilayah sungai yang berada di dalam kuadran IV, dibentuk oleh Komponen Utama Pertama positif (berkembang) dan Komponen Kedua negatif (infrastruktur dan ketersediaan air maksimal), antara lain adalah wilayah sungai Citarum, Lombok, Cimanuk-Cisanggarung, Jratunseluna, Bali-Penida, Welang-Rejoso, Bengawan Solo, dan Ciliwung-Cisadane. Pada kelompok wilayah sungai yang telah dimanfaatkan secara optimal ini, pengelolaan wilayah sungai lebih dititik-beratkan pada operasi, pemeliharaan, dan konservasi.

Daftar lengkap dari keempat kelompok wilayah sungai, beserta koordinatnya pada kedua Komponen Utama, serta jarak ke titik nol disajikan secara urut terhadap jarak ke titik nol, pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 4. Jarak ke titik nol menyatakan prioritas atau urgensi wilayah sungai tersebut.

KESIMPULAN

Dari kajian Analisis Komponen Utama pada 128 wilayah sungai di Indonesia, dengan 7 variabel persentase hutan, persentase irigasi, jumlah kapasitas waduk, Indeks Penggunaan Air, Jumlah air/orang/tahun, tinggi limpasan rerata, dan koefisien variasi limpasan antar bulan, diperoleh tiga kelompok variabel, yaitu (a) Kelompok Lestari, yang terdiri atas persentase hutan, tebal rerata aliran limpasan, dan jumlah air/orang/tahun; (b) Kelompok Tekanan Air, yaitu variabel Indeks Penggunaan Air dan koefisien variasi limpasan; dan (c) Kelompok Infrastruktur, yaitu variabel persentase irigasi dan jumlah kapasitas tampungan waduk.

Komponen Utama Pertama menyatakan tingkat perkembangan sosial-ekonomi wilayah sungai, dan Komponen Utama Kedua mencirikan minimnya infrastruktur dan ketersediaan air. Kedua Komponen Utama ini mengandung 64% dari seluruh informasi pada ketujuh variabel yang dikaji. Koordinat wilayah sungai pada Komponen Utama Pertama menunjukkan posisi tingkat berkembangnya sosial-ekonomi suatu wilayah sungai, sedangkan pada Komponen Utama Kedua menyatakan tingkat urgensi pengembangan wilayah sungai.

Berdasarkan bidang yang dibentuk dari kedua Komponen Utama, dapat dibagi 4 buah kuadran yang menyatakan kelompok wilayah sungai, yaitu (1) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan infrastruktur maksimal, antara lain wilayah sungai Citarum, Lombok, Ciliwung-Cisadane, dan Bali-Penida; (2) Kelompok sosial-ekonomi berkembang dengan infrastruktur dan ketersediaan air yang terbatas, antara lain wilayah sungai Madura-Bawean, Benanain, dan Noelmina; (3) Belum berkembang, dengan infrastruktur dan ketersediaan air terbatas, antara lain wilayah sungai Berau-Kelai dan Halmahera Selatan; dan (4) Belum berkembang dengan ketersediaan air yang berlimpah, yaitu pada wilayah sungai di Papua dan Kalimantan.

Pengelompokan dan urutan skor wilayah sungai pada komponen utama telah memberikan arah dan prioritas kebijakan pengelolaan sumber daya air nasional. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan lebih banyak variabel yang mencakup kondisi sosial-ekonomi, dan budaya masyarakat pada wilayah sungai.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan pada pimpinan Puslitbang Sumber Daya Air yang telah mempercayakan kami untuk melaksanakan penelitian mengenai strategi pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai, di tahun anggaran 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Adidarma, W. K., Martawati, L., Subrata, O., & Levina. (2011). Mitigasi kekeringan. Jakarta: Badan Litbang Pekerjaan Umum.

Bishop, C. M. (2006). Pattern Recognition and Machine Learning. (M. Jordan, J. Kleinberg, & B.Scholkopf, Eds.), Information Science and Statistics (Vol. 16). New York: Springer. https://doi.org/10.1117/1.2819119

Chu, K., Liu, W., She, Y., Hua, Z., Tan, M., Liu, X., … Jia, Y. (2018). Modified Principal Component

(11)

11 Analysis for Identifying Key Environmental

Indicators and Application to a Large-Scale Tidal Flat Reclamation. Water, 10(1), 69. https://doi.org/10.3390/w10010069

Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air. (2016). Penyusunan Peta Ketersediaan Air. Jakarta.

Falkenmark, M. (2013). Adapting to climate change: towards societal water security in dry-climate countries. International Journal of Water Resources Development, 29(2), 123–136. https://doi.org/10.1080/07900627.2012.72 1714

Fang, S., Jia, R., Tu, W., & Sun, Z. (2017). Assessing factors driving the change of irrigation water-use efficiency in China based on geographical features. Water (Switzerland), 9(10). https://doi.org/10.3390/w9100759

Gajbhiye, S., Sharma, S. K., & Awasthi, M. K. (2015). Application of Principal Components Analysis for Interpretation and Grouping of Water Quality Parameters. International Journal of Hybrid Information Technology, 8(4), 89–96. Gómez-Palacios, D., Torres, M. A., & Reinoso, E.

(2016). Flood mapping through principal component analysis of multitemporal satellite imagery considering the alteration of water spectral properties due to turbidity conditions. Geomatics, Natural Hazards and

Risk, 0(0), 1–17.

https://doi.org/10.1080/19475705.2016.12 50115

Hammoumi, N. E. L., Sinan, M., Lekhlif, B., & Lakhdar, M. (2013). Use of multivariate statistical and geographic information system ( GIS ) -based approach to evaluate ground water quality in the irrigated plain of Tadla ( Morocco ).

International Journal of Water Resources and Environmen Tal Engineering, 5(February), 77– 93. https://doi.org/10.5897/IJWREE12.078 Hatmoko, W., Radhika, Purnama, B., Firmansyah, R.,

& Fathoni, A. (2015). Pengelompokan wilayah sungai di Indonesia dengan analisis komponen utama. In Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan HATHI XXXII. Malang: Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI).

Jolliffe, I. T., & Cadima, J. (2016). Principal component analysis: a review and recent developments. Philosophical Transactions. Series A, Mathematical, Physical, and Engineering Sciences, 374(2065), 20150202. https://doi.org/10.1098/rsta.2015.0202 Karamizadeh, S., Abdullah, S. M., Manaf, A. A.,

Zamani, M., & Hooman, A. (2013). An Overview of Principal Component Analysis. Journal of Signal and Information Processing, 4(August), 173–175.

https://doi.org/10.4236/jsip.2013.43B031 Li, Q., Zeng, M., Wang, H., Li, P., Wang, K., & Yu, M.

(2015). Drought assessment using a multivariate drought index in the Huaihe River basin of Eastern China. IAHS-AISH Proceedings and Reports, 369, 61–67. https://doi.org/10.5194/piahs-369-61-2015 Liu, C., Wang, R., Zhang, X., Cheng, C., Song, H., & Hu,

Y. (2017). Comparative analysis of water resources carrying capacity based on principal component analysis in Beijing-Tianjin-Hebei region from the perspective of urbanization,

30012, 30012.

https://doi.org/10.1063/1.4971934

Othman, M., Ash’aari, Z. H., & Mohamad, N. D. (2015). Long-term Daily Rainfall Pattern Recognition: Application of Principal Component Analysis.

Procedia Environmental Sciences, 30, 127–132. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2015.10.02 2

Sahnoun, H., Serbaji, M. M., Karray, B., & Medhioub, K. (2013). Olive Mill Waste Water Management Study by Using Principal Component Analysis. International Journal of Geosciences, 4(2), 444–453. https://doi.org/10.4236/ijg.2013.42041 Sharma, S. K., Gajbhiye, S., & Tignath, S. (2015).

Application of principal component analysis in grouping geomorphic parameters of a watershed for hydrological modeling. Applied Water Science, 5(1), 89–96. https://doi.org/10.1007/s13201-014-0170-1

Togue, F. K., Kuate, G. L. O., & Oben, L. M. (2017). Physico-Chemical characterization of the surface water of Nkam River using the Principal Component Analysis, 8(6), 1910– 1920.

(12)

12 Lampiran 1. Wilayah Sungai sosial ekonomi- berkembang dengan infrastruktur dan banyak air

No. Nama Wilayah Sungai KU-1 KU-2 Jarak

1 WS CITARUM 5.63 -6.30 8.44 2 WS LOMBOK 4.77 -0.83 4.84 3 WS CIMANUK-CISANGGARUNG 3.04 -3.44 4.59 4 WS JRATUNSELUNA 4.09 -1.43 4.33 5 WS BALI-PENIDA 3.93 -0.85 4.02 6 WS WELANG-REJOSO 3.95 -0.64 4.00 7 WS BENGAWAN SOLO 3.08 -0.54 3.13 8 WS CILIWUNG-CISADANE 3.01 -0.21 3.02 9 WS BRANTAS 2.82 -0.94 2.97 10 WS KEPULAUAN RIAU 1.32 -2.55 2.87 11 WS PEMALI-COMAL 2.49 -1.30 2.81 12 WS SEPUTIH-SEKAMPUNG 2.20 -0.76 2.33 13 WS SERAYU-BOGOWONTO 1.22 -1.86 2.22 14 WS BONDOYUDO-BEDADUNG 2.14 -0.25 2.16 15 WS JENEBERANG 2.07 -0.48 2.12 16 WS BELAWAN-ULAR-PADANG 1.91 -0.13 1.92 17 WS PROGO-OPAK-SERANG 1.64 -0.03 1.64 18 WS CITANDUY 0.83 -1.03 1.32 19 WS CISADEA-CIBARENO 0.10 -1.05 1.06 20 WS POMPENGAN-LARONA 0.11 -0.99 1.00 21 WS BENGKULU-ALAS-TALO 0.03 -0.75 0.75 22 WS CIWULAN-CILAKI 0.26 -0.56 0.62 23 WS PENGABUAN-LAGAN 0.37 -0.43 0.57 24 WS CIDANAU-CIUJUNG-CIDURIAN 0.39 -0.41 0.56 25 WS CILIMAN-CIBUNGUR 0.17 -0.03 0.17

(13)

13 Lampiran 2. Wilayah Sungai sosial-ekonomi berkembang namun minim infrastruktur dan air

No. Nama Wilayah Sungai KU-1 KU-2 Jarak

1 WS WISO-GELIS 3.50 0.17 3.51 2 WS KEPULAUAN SERIBU 2.79 1.69 3.26 3 WS MADURA-BAWEAN 2.28 1.68 2.84 4 WS PEKALEN-SAMPEAN 2.72 0.41 2.75 5 WS FLOTIM KEPULAUAN-LEMBATA-ALOR 1.68 2.11 2.70 6 WS NOELMINA 1.73 2.06 2.69 7 WS BENANAIN 1.59 2.12 2.65 8 WS SUMBA 1.71 2.02 2.65 9 WS KEPULAUAN KARIMUNJAWA 2.53 0.53 2.59 10 WS FLORES 1.67 1.81 2.46 11 WS BARU-BAJULMATI 2.30 0.22 2.31 12 WS SUMBAWA 2.24 0.25 2.26 13 WS MUNA 0.43 1.66 1.72 14 WS POLEANG-RORAYA 0.70 1.39 1.56 15 WS BODRI-KUTO 1.54 0.06 1.54 16 WS KEPULAUAN BANGGAI 0.34 1.49 1.53 17 WS LIMBOTO-BOLANGO-BONE 0.41 1.44 1.50 18 WS ACEH-MEUREUDU 0.79 1.19 1.43 19 WS KEPULAUAN YAMDENA-WETAR 0.10 1.37 1.37 20 WS PAGUYAMAN 0.51 1.24 1.34 21 WS WALANAE-CENRANAE 1.23 0.34 1.28 22 WS PASE-PEUSANGAN 0.71 1.06 1.27 23 WS BUTON 0.02 1.01 1.01 24 WS BAH BOLON 0.60 0.74 0.95 25 WS POIGAR-RANOYAPO 0.30 0.87 0.92 26 WS MESUJI-TULANG BAWANG 0.79 0.26 0.84 27 WS DUMOGA-SANGKUB 0.15 0.64 0.66 28 WS SADDANG 0.48 0.25 0.54 29 WS TOBA-ASAHAN 0.24 0.04 0.24 30 WS HALMAHERA UTARA 0.10 0.08 0.13

(14)

14 Lampiran 3. Wilayah Sungai belum berkembang dengan sedikit air dan infrastruktur

No. Nama Wilayah Sungai KU-1 KU-2 Jarak

1 WS BERAU-KELAI -2.00 0.25 2.02 2 WS BUKIT BATU -1.73 0.04 1.73 3 WS MAHAKAM -1.17 1.06 1.58 4 WS LAMBUNU-BUOL -0.47 1.27 1.35 5 WS ENGGANO -1.25 0.42 1.32 6 WS RANDANGAN -0.36 1.26 1.31 7 WS KENDILO -1.06 0.76 1.31 8 WS HALMAHERA SELATAN -0.87 0.88 1.24 9 WS ALAS-SINGKIL -1.21 0.11 1.21 10 WS KARANGAN -0.71 0.98 1.21 11 WS GUNTUNG-KATEMAN -0.99 0.38 1.06 12 WS BENGKALIS-MERANTI -1.00 0.32 1.05 13 WS KEPULAUAN KEI-ARU -0.54 0.88 1.03 14 WS PARIGI-POSO -0.95 0.38 1.02 15 WS PALU-LARIANG -0.73 0.71 1.02 16 WS KUBU -0.94 0.39 1.01 17 WS BANGKA -0.93 0.37 1.00 18 WS BELITUNG -0.92 0.38 0.99 19 WS KALUKKU-KARAMA -0.90 0.39 0.98 20 WS SIMEULUE -0.96 0.14 0.97 21 WS ROKAN -0.87 0.43 0.97 22 WS CENGAL-BATULICIN -0.82 0.44 0.93 23 WS SEMANGKA -0.21 0.91 0.93 24 WS PULAU LAUT -0.50 0.73 0.89 25 WS MEMPAWAH -0.81 0.35 0.88 26 WS SIAK -0.71 0.46 0.85 27 WS INDRAGIRI-AKUAMAN -0.80 0.26 0.85 28 WS BONGKA-MENTAWA -0.28 0.79 0.84 29 WS TONDANO-SANGIHE-TALAUD-MIANGAS -0.23 0.80 0.83 30 WS AMBON-SERAM -0.63 0.54 0.83 31 WS JAMBO AYE -0.01 0.79 0.79 32 WS KEPULAUAN SULA-OBI -0.32 0.69 0.76 33 WS SAMBAS -0.63 0.43 0.76 34 WS RETEH -0.59 0.45 0.74 35 WS BARUMUN-KUALUH -0.36 0.58 0.68 36 WS LASOLO-KONAWEHA -0.14 0.58 0.60 37 WS WAMPU-BESITANG -0.31 0.36 0.47 38 WS MUSI-SUGIHAN-BANYUASIN -0.16 0.32 0.36 39 WS BURU -0.17 0.14 0.22

(15)

15 Lampiran 4. Wilayah Sungai belum berkembang dan banyak air

No. Nama Wilayah Sungai KU-1 KU-2 Jarak

1 WS KAYAN -4.81 -2.40 5.37 2 WS EINLANDEN-DIGUL-BIKUMA -3.43 -1.63 3.80 3 WS SESAYAP -3.46 -1.31 3.70 4 WS WAPOGA-MIMIKA -3.36 -1.44 3.66 5 WS OMBA -3.35 -1.00 3.49 6 WS SIBERUT-PAGAI-SIPORA -2.78 -2.02 3.44 7 WS MAMBERAMO-TAMI-APAUVAR -3.13 -0.94 3.27 8 WS KAMUNDAN-SEBYAR -2.95 -1.08 3.14 9 WS SERUYAN -2.19 -0.56 2.26 10 WS KAPUAS -2.00 -0.61 2.09 11 WS MENTAYA-KATINGAN -2.00 -0.61 2.09 12 WS KAHAYAN -1.84 -0.82 2.01 13 WS SILAUT-TARUSAN -1.64 -1.00 1.92 14 WS PAWAN -1.81 -0.54 1.89 15 WS JELAI-KENDAWANGAN -1.77 -0.30 1.80 16 WS RAWA -1.74 -0.13 1.75 17 WS SEBELAT-KETAHUN-LAIS -1.36 -0.89 1.62 18 WS LAA-TAMBALAKO -1.48 -0.66 1.62 19 WS TERAMANG-MUAR -1.44 -0.72 1.61 20 WS BARU-KLUET -1.46 -0.09 1.46 21 WS TEUNOM-LAMBEUSO -1.05 -0.81 1.33 22 WS KAMPAR -1.04 -0.64 1.22 23 WS BT.ANGKOLA-BT.GADIS -1.17 -0.13 1.18 24 WS BARITO -1.16 -0.05 1.16 25 WS TOWARI-LASUSUA -1.07 -0.43 1.16 26 WS SIBUNDONG-BATANG TORU -1.13 -0.13 1.14 27 WS WOYLA-BATEUE -1.11 -0.25 1.13 28 WS BT.NATAL-BT.BATAHAN -1.04 -0.40 1.12 29 WS MASANG-PASAMAN -0.71 -0.44 0.84 30 WS NASAL-PADANG GUCI -0.75 -0.17 0.77 31 WS CIBALIUNG-CISAWARNA -0.51 -0.48 0.70 32 WS NIAS -0.66 -0.05 0.66 33 WS TAMIANG-LANGSA -0.07 -0.64 0.64 34 WS BATANGHARI -0.04 -0.52 0.52

Gambar

Gambar 1. Kandungan Informasi pada  Komponen Utama
Tabel 1. Bobot variabel dalam Komponen  Utama
Gambar 3. Posisi wilayah sungai menurut pengelolanya pada Komponen Utama 1 dan 2   Sumber: hasil analisis, 2017
Gambar 5. Skor Wilayah Sungai pada Komponen Utama Pertama  Sumber: hasil analisis, 2017
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pendefinisian pertama wewenang dan tanggung jawab para aktor pada jejaring Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo (TKPSDA WS Bengawan

14 ROHMANTO III/b Pelaksana Seksi Operasi dan Pengolahan Data pada Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Citarum Dinas PSDA Provinsi Jawa Barat 15 SITI

Disebabkan hal tersebut perlu kiranya dilakukan kajian untuk menentukan dampak akibat kenaikan tarif BJPSDA terhadap kinerja dari PDAM di wilayah sungai Brantas,

dan pantai yang rusak BBWSMS (Leading Sector), Dinas PU Kab/Kota, Dinas PU Provinsi, DKP Kab/kota (Prov. Lampung dan Sumatera Selatan) Melaksanakan pengerukan muara sungai

Target Audience dalam kampanye Pengelolaan Sumber daya Air Terpadu Sungai Citarum lebih ditekankan kepada ibu-ibu berusia 30 sampai dengan 50 tahun yang dimana umur

Selain melakukan pemberdayaan bagi masyarakat di daerah hulu sungai seperti gambaran di atas, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas juga melakukan pemberdayaan untuk

Dualisme pandangan pengelolaan sumber daya air karena faktanya batas batas admin tidak selalu berdasarkan pada daerah aliran sungai (DAS), wilayah sungai (WS) pada tiap

Berdasarkan hal tersebut di atas pada Tahun Anggaran 2007, Balai Besar Wilayah Sungai Progo-Opak-Serang bermaksud akan melakukan penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air