• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG KPHL UNIT XXVI TAPANULI SELATAN-PADANG LAWAS UTARA. PERIODE"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

RENCANA PENGELOLAAN

HUTAN JANGKA PANJANG

KPHL UNIT XXVI TAPANULI

SELATAN-PADANG LAWAS

UTARA.

(2)
(3)

Halaman Pengesahan Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang ... 2

B. Maksud dan Tujuan ... 4

C. Sasaran ... 5

D Dasar Hukum ... 6

E. Ruang Lingkup ... 8

F.Batasan Pengertian ... 10

BAB II. Deskripsi Wilayah A. Risalah Wilayah KPHl Unit XXVI ... 16

B. Potensi Wilayah KPHL Unit XXVI ... 28

C. Data informasi sosial budaya ... 30

D. Data informasi izin pemanfaatan hutan ... 36

E.Posisi KPHL dalam Perspektif Tata Ruang ... 38

F. Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ... 39

BAB III. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan A. Visi ... 42

B. Misi ... 44

C.Tujuan Pengelolaan ... 44

D.Capaian Utama... 45

BAB IV. Analisis Proyeksi A. Analisis data dan Informasi ... 51

B.Analisis dan Proyeksi Core Business ... 52

(4)

ii

B. Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu ... 73

C. Pemberdayaan Masyarakat ... 78

D. Pembinaan dan Pemantauan Areal KPH ... 81

E. Penyelenggaraan Rehabilitasi pada areal diluar izin ... 81

F. Pembinaan dan Pemantauan KPH pada Areal yang telah berizin ... 84

G.Penyelenggaraan Perlindungan hutan dan Konservasi Alam ... 85

H.Penyelenggaraan Koordinasi dan Sinkronisasi antar pemegang ijin ... 86

I. Koordinasi dan Sinergi dengan Pemangku Kepentingan ... 89

J. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM ... 90

K. Penyediaan Pendanaan... 93

L. Pengembangan Database ... 95

M. Rasionalisasi Wilayah Kelola ... 96

N. Review Rencana Pengelolaan ... 97

O.Pengembangan Investasi ... 98

BAB VI. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian A.Pembinaan ... 122

B. Pengawasan ... 124

C. Pengendalian ... 126

BAB VII. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan A. Pemantauan ... 129

B. Evaluasi ... 130

C. Pelaporan ... 131

BAB VIII. Penutup ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 100

(5)

iii

No Keterangan Hal

2.1 Sebaran kecamatan yang masuk wilayah administratif KPHL Unit XXVI

17 2.2 Fungsi Kawasan KPHL Unit XXVI Berdasarkan SK 579 18 2.3 Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan

Fungsi

18

2.4 Data Curah Hujan di KPHL XXVI 21

2.5 Klasifikasi Tanah pada Wilayah KPHL Unit XXVI 21

2.6 Formasi Geologi pada Wilayah KPHL Unit XXVI 22

2.7 Kondisi Lereng di KPHL Unit XXVI 24

2.8 Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI 25

2.9 Luas Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI 25 2.10 Luasan Dan Kategori Kekritisan Lahan di KPHL XXVI 26 2.11 Luasan Lokasi RTkRHL pada wilayah KPHL Unit XVI 26

2.12 Nama DAS di wilayah Wilayah KPHL Unit XXVI 27

2.13 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk menurut desa 31

2.14 Sebaran jenis kelamin penduduk menurut desa 31

2.15 Sarana dan prasarana di desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse Nauli, desa Pardomuan

32 2.16 Penggunaan Lahan di Desa Sarogodung, desa Sipogu, desa Arse Nauli,

desa Pardomuan

34

2.17 Ijin Pemanfaatan Hutan di KPHL Unit XXVI 37

3.1 Korelasi antara Visi, Misi, Kegiatan Strategis dan Capaian Utama 47 4.1 Kondisi Potensi Wilayah dan Penutupan lahan Wilayah Kelola KPHL Unit

XXVI

52

4.2 Identifikasi faktor internal dan eksternal 54

4.2a Strategi Meningkatkan Kekuatan (Strength) dengan Memanfaatkan Peluang (Opportunity)

65 4.2b Strategi Mengatasai Kelemahan (Weakness) dengan Memanfaatkan

Peluang (Opportunity)

67 4.2c Strategi Mengatasi Kelemahan (Weakness) Dengan Memanfaatkan

Ancaman (Threat)

69 4.3 Harga Rata-Rata Berbagai Jenis Rotan di Tingkat Petani 54

4.4 Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani 57

4.5 Harga Getah Kemenyan di Tingkat Petani 59

4.6 Kondisi KPHL Unit XXVI dan Proyeksi di 10 (sepuluh) tahun ke depan

61 5.1 Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan

Fungsi

74

5.2 Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu 78

5.3 Rencana Pemberdayaan Masyarakat dalam Bentuk Penyerapan Tenaga Lokal, Kemitraan, Penyediaan Akses Usaha Kehutanan dan Ekonomi Produktif lainnya

80

5.4 Persyaratan Administrasi Minimal SDM KPH 92

5.5 Pengembangan Data Base KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Dalam Mendukung System Informasi Kehutanan di Tingkat KPH

96 5.6 Arahan pemanfaatan pada wilayah tertentu pada KPHL Unit XXVI 99 5.7 Logical framework dari visi dan misi KPHL Unit XXVI 100 5.8 Tata Waktu Rencana Kegiatan KPHL Unit XXVI 2016-2025 104

(6)

iv 6.3 Uraian kegiatan pengendalian dan tim pengendali 127 7.1 Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana pemantauan kegiatan

yang dilaksanakan KPHL Unit XXVI

133 7.2 Uraian kegiatan pemantauan dan tim pelaksana kegiatan yang

dilaksanakan instansi/ lembaga lain

136

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

2.1 Struktur organisasi KPHL Unit XXVI 28

4.1 Skema Analisis dan Proyeksi Core Business 55

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

1 Sebaran desa dalam KPHL Unit XXVI 139

2 Peta Penetapan Kawasan 152

3 Peta Fungsi Hutan 152

4 Peta Tutupan Hutan 153

5 Peta Pembagian Blok 153

6 Peta Sebaran Formasi Geologi dan Luasan 154

7 Peta sebaran klasifikasi tanah 154

8 Peta Sebaran Kemiringan Lereng 155

9 Peta Sebaran DAS 155

(7)

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH bertujuan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari. Pembentukan. Dalam melaksanakan kegiatannya, KPH memerlukan panduan program kerja yang tercantum dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) selama kurun waktu sepuluh tahun (2016-2025). RPHJP bertujuan untuk menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang dan memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah kelola.

KPH Unit XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar 173.441.87 Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung (110.775,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706,46 Ha). KPH ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010. Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi perubahan luasan kawasan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara.

Kondisi areal wilayah kerja KPHL XXVI menyimpan potensi yang menjanjikan manfaat untuk pembangunan daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya KPHL Unit XXVI, membagi areal menjadi unit kesatuan terkecil yang dinyatakan dalam blok. Berdasarkan kondisi biogeofisik, tutupan lahan dan sosial budaya, areal KPHL unit XXVI dibagi dalam 7 (tujuh) blok yaitu HL-Blok inti, HL-Blok Pemanfaatan, Blok Perlindungan, Blok Pemberdayaan, HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT, HP-HP-Blok Pemanfaatan Jasling dan HHBK dan HP-HP-Blok pemanfaatan HHK-HA.

Areal KPHL Unit XXVI memiliki potensi hasil hutan kayu dengan rata-rata volume tegakan dengan diameter 20-29.9 cm sebanyak 32.9 m3, 30-39.9 sebanyak 48.44 m3, 40-49.9 sebanyak 41.6 m3 dan diameter diatas 50 cm sebanyak 118.05 m3. Jenis pohon komersial yang ada di daerah ini diantaranya medang, Meranti, Kapur, Kruing, Bania, Merbau, Rengas. Sedangkan potensi HHBK yang banyak dijumpai dilokasi ini meliputi rotan, getah pinus, kemenyan kulit manis dan pasak bumi. Potensi jasa lingkungan dapat dikembangkan untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), potensi aliran air sungai untuk arung jeram, potensial track lintas alam ataupun sumber air minum.

(8)

KPHL Unit XXVI adalah “Mewujudkan KPH Mandiri, Berbasis Kelestarian Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat”. Visi selanjutnya dituangkan dalam 3 (tiga) misi yaitu (1). Mewujudkan kemandirian KPH melalui pemantapan operasional berupa peningkatan kualitas dan jumlah SDM kehutanan yang profesional, tata kelola administrasi yang baik, sarana dan prasarana, serta pemetaan potensi kawasan yang tepat dan terintegratif, (2). Mewujudkan skema kelestarian produksi, dan mengembangkan secara aktif kegiatan produktif yang berkelanjutan pada wilayah di KPHL Unit XXVI, mengembangkan usaha pemanfaatan hutan yang optimal namun tetap memegang prinsip-prinsip kelestarian dan (3). Peningkatan kapasitas pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatan-kegiatan edukatif yang ada di KPH, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau kegiatan KPH dengan menggunakan prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan. Sehingga meningkatkan produksi dan diversifikasi hasil hutan serta memperluas kesempatan berusaha dan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan rumusan visi, misi dan tujuan pengelolaan yang ingin dicapai, maka ada 15 capaian yang hendak dicapai oleh KPHL Unit XXVI dalam kurun waktu 10 tahun yaitu: (1).Terbangunnya kerjasama dengan berbagai instansi dan stakeholder terkait dengan pengelolaan KPH, (2).Terbangunnya koordinasi dengan pemegang izin yang berada di kawasan KPH; (3).Terbangunnya sistem database KPH yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, (4).Tertatanya blok dan petak di wilayah kerja sesuai yang mampu mengakomodir arahan RKTN dan kondisi nyata dilapangan; (5).Tersedianya SDM terampil dan profesional untuk pengelolaan KPH; (6).Rencana Pengelolaan KPH yang selalu mengikuti perkembangan berdasarkan baik dilapangan atau kebijakan, maupun inventarisasi berkala yang dilakukan; (7).Terbangunnya mekanisme dan skema perizinan yang memungkinkan untuk pemanfaatan sumberdaya hutan dibawah kelembagaan KPH; (8).Terbangunnya hutan kemasyarakatan sesuai arahan yang ada; (9).Terwujudnya kerjasama investasi antara KPHL Unit XXVI dengan berbagai pihak; (10). Berpartisipasinya masyarakat dalam pemberdayaan, pemanfaatan dan perlindungan hutan, (11).Termanfaatkannya HHK (meranti, kapur, kruing, bania, rengas, resak, lagan, medang, kelat, lesi-lesi); (12).Termanfaatkannya HHBK (getah pinus, rotan, kulit manis, pasak bumi dan kemenyan); (13).Termanfaatkannya potensi air, wisata alam dan jasa lingkungan; (14).Terbangunnya mekanisme dalam rangka monitoring dan evaluasi untuk memastikan tingkat kepatuhan

(9)

Adapun rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam 10 tahun kedepan yang diselaraskan dengan visi misi KPHL Unit XXVI adalah: (1) Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan hutannya, (2) Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, (3) Pemberdayaan masyarakat, (4) Pembinaan dan pemantauan pada areal KPH yang telah ada izin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, (5) Rehabilitasi pada areal di luar izin, (6) Pembinaan dan pemantauan rehabilitasi dan reklamasi di dalam areal yang berizin, (7) Rencana penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, (8) Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang izin, (9) Koordinasi dan sinergi dengan Instansi dan stakeholder terkait, (10) Rencana penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, (11) Penyediaan pendanaan, (12) Pengembangan database, (13) Rencana rasionalisasi wilayah kelola, (14) Review rencana pengelolaan, dan (15) Pengembangan investasi.

Pelaksanaan kegiatan KPH dilaksanakan secara bertahap dengan capaian yang jelas. Sebagai pelengkap dalam rangka mendukung kegiatan perencanaan dan implementasi kegiatan pengelolaan hutan di KPH maka RPHJP dilengkapi dengan data-data pendukung terkini. Arahan pelaksanaan pengelolaan untuk diaplikasikan secara konsisten serta terus dimonitor sehingga terwujud pengelolaan hutan intensif, efisien, dan efektif.

(10)

Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam perencanaan strategis Kementerian Kehutanan yang telah tertuang dalam RPJMN dan Rencana Strategis Kementrian Kehutanan 2010-2014. Gagasan pembangunan KPH dilandasi oleh keinginan yang kuat dari semua pihak dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien, efektif dan sesuai dengan fungsi pokok serta peruntukannya. Berdasarkan keinginan tersebut, selanjutnya di bentuk KPH-KPH yang tersebar di setiap propinsi yang ada di Indonesia.

Dalam rangka operasionalisasi kegiatan KPH diperlukan adanya rencana, program serta capaian yang terarah dan terjadwal berdasarkan potensi sumberdaya hutan yang ada di tapak tersebut. Rencana tersebut dibuat dalam suatu dokumen pengelolaan di tingkat tapak yang disebut RPHJP KPH yang memuat rencana operasionalisasi selama 10 tahun. Dalam rencana ini tercantum deskripsi kawasan, visi dan misi, analisis proyeksi, rencana kegiatan serta mekanisme pengawasan, pengendalian, monitoring dan evaluasinya, sehingga capaian kegiatan dapat terukur dengan baik.

RPHJP KPHL Unit XXVI ini merupakan dokumen yang berisi rencana-rencana pengelolaan hutan yang didasarkan pada kajian ilmiah dan didukung oleh data inventarisasi lapangan pada wilayah kelola KPHL Unit XXVI . Dokumen RPHJP ini disusun secara sistematis dan riil sehingga menjadi acuan bagi pengelolaan wilayah KPHL Unit XXVI selama 10 (sepuluh) tahun kedepannya.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut serta berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan KPHL Unit XXVI. Semoga RPHJP ini dapat dijadikan sebagai landasan dan acuan untuk mempercepat pembangunan kehutanan tingkat tapak di wilayah KPHL Unit XXVI.

Medan, Desember 2015

(11)

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B.

Maksud dan Tujuan

C. Sasaran

D. Dasar Hukum

E.

Ruang Lingkup

F.

Batasan Pengertian

(12)

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang merupakan negara yang memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Zaire, dengan luas hutan mencapai 120.35 juta hektar. Luasnya hutan tropis yang dimiliki telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu wilayah strategis dalam mewujudkan peran penyangga bagi kelangsungan kehidupan ekosistem di planet bumi seperti regulator air, sebagai paru-paru dunia, penyerap emisi gas-gas polutan penyebab efek rumah kaca, pencegah terjadinya perubahan iklim dunia secara radikal, dan sumber plasma nutfah (Ruhimat 2010).

Kondisi kehutanan Indonesia sampai saat ini masih sangat memprihatinkan yang ditandai dengan semakin meningkatnya laju degradasi hutan setiap tahunnya. Pada tahun 1970, laju kerusakan hutan mencapai 300 ribu hektar/tahun, namun pada tahun 1990 – 2000 menurut data terakhir dari Food and Agricultural Organization (FAO) laju kerusakan hutan mencapai 1,3 juta hektar/tahun (Baplan dalam Hadi, dkk., 2003), bahkan pada tahun 2003 telah mencapai 2,83 juta ha/tahun (Departemen Kehutanan, 2005). Selain laju degradasi hutan yang semakin meningkat, kehutanan Indonesia juga memiliki beberapa permasalahan seperti kurang berkembangnya investasi di bidang kehutanan, rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, serta meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik sehingga perlu dilakukan usaha yang bersifat strategis baik dalam bentuk deregulasi maupun debirokratisasi (Anonim, 2007). Oleh karena itu diperlukan adanya usaha konkrit dari semua kalangan, dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan hutan maupun kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat.

Terkait dengan hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan PP No 6 tahun 2007 yang bertujuan mengatur pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip-prinsip hutan lestari. Salah point penting dalam peraturan tersebut adalah mengenai pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH yang dibangun merupakan kesatuan pengelolan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien, lestari dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta penyelenggaraan pengelolaan hutan (Anonim, 2007). Pengelolaan hutan secara lestari dapat diwujudkan dengan membagi habis seluruh kawasan hutan ke dalam Kesatuan Pengelolaan

(13)

3

Hutan baik Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), maupun Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilakukan pada tingkat Provinsi, Kabupaten/kota serta pada tingkat wilayah pengelolaan. Pembentukan Organisasi Kelembagaan KPH merupakan Prioritas Pembangunan Nasional dalam Inpres Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang berkeadilan. Dengan PP tersebut diatas, maka seluruh pengelolaan hutan di Indonesia diarahkan pengelolaannya dilaksanakan oleh sebuah organisasi kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Adapun kelembagaan KPH tingkat Provinsi Sumatera Utara telah diinisiasi dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan tersebut, Kesatuan Pengelolaan Hutan di Provinsi Sumatera Utara memiliki luasan sebesar kurang lebih 3.196.381 Ha, yang terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) sebanyak 14 unit seluas kurang lebih 1.364.497 Ha dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) sebanyak 19 unit seluas kurang lebih 1.831.884 Ha.

KPH wilayah XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar 173.441.87 Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung (110.775.32 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958.41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706.48 Ha). KPHL ini mencakup areal dari Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan serta dibatasi oleh DAS Barumun, Batang Toru dan Bilah. Tidak berbeda dengan kawasan lainnya, KPHL wilayah XXVI juga menghadapi kendala yang terkait dengan degradasi dan deforestasi yang disebabkan oleh aktifitas penebangan liar (illegal logging) karena didorong adanya permintaan yang tinggi terhadap kayu dan hasil hutan lainnya baik di pasar lokal, nasional dan global. Perambahan lahan juga menjadi persoalan dengan semakin tingginya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perkebunan terutama sawit dan karet yang berakibat terjadi konversi kawasan hutan secara permanen, perladangan berpindah, klaim okupasi berupa desa/pemukiman, dan klaim sebagai tanah adat Selain itu kawasan ini juga menghadapi kendala adanya kegiatan penambangan baik legal maupun ilegal.

Dengan adanya tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan, maka pada tingkat tapak diperlukan perencanaan pengelolaan yang sesuai serta memperhatikan aspek pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial. Oleh karena itu

(14)

4

diperlukan adanya rencana pengelolaan jangka panjang sehingga kegiatan yang akan dilaksanakan mampu dikuantifikasi dalam bentuk formulasi strategi dan program kerja, struktur organisasi dan aspek finansial untuk menyiapkan kondis KPH sehingga dimonitoring, dilaporkan dan diverifikasi dalam suatu basis wilayah-wilayah kelestarian yang permanen. Rencana jangka panjang ini tentunya selaras dengan n dengan tujuan pengembangan wilayah Kabupaten dan/atau provinsi.

Dalam kerangka inilah maka perlu disusun Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHL Unit XXVI Sumatera Utara sebagai acuan rencana kerja di tingkat tapak dalam bentuk wilayah-wilayah pengelolaan hutan (KPH) yang akan mengelola hutan secara terintegrasi melalui kaidah-kaidah pengelolaan hutan yang dapat menjamin keberlangsungan fungsinya (sustainable forest management) sebagaimana yang dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan. Dokumen RPHJP ini akan menjadi masterplan penggerak seluruh aspek kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang (10 tahunan) untuk periode 2016-2025, yang memuat unsur-unsur tujuan yang akan dicapai, kondisi yang dihadapi, dan strategi pengembangan pengelolaan hutan, meliputi; tata hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam KPHL Unit XXVI Sumatera Utara .

B. Maksud dan Tujuan

Sebagai KPHL yang terdiri dari 3 (tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) penting dan 2 (dua) Kabupaten, maka maksud Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara adalah:

1. Menyediakan dokumen rencana pengelolaan hutan jangka panjang, yang mengarahkan penyelengaraan pengelolaan hutan untuk mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari pada wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam kurun waktu 10 tahun untuk periode 2016-2025

2. Memberikan arahan bagi para pihak yang berkepentingan dalam pembangunan kehutanan di wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara.

Tujuan Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, antara lain :

1. Terwujudnya suatu rencana pengelolaan hutan yang mempertimbangkan dan memperhatikan potensi dan kekhasan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara.

2. Terwujudnya pengelolaan hutan yang efektif dan efisien berdasarkan Proyeksi Kondisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam waktu 10 tahun yang akan datang.

(15)

5

3. Terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan yang optimal berdasarkan rencana Kegiatan Strategis Pengelolaan Hutan selama 10 tahun (periode 2016-2025) yang terencana dan terukur dengan tata waktu sesuai skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan secara efisien dan lestari berlandaskan sinergitas basis ekologi, ekonomi dan sosial.

4. Terselenggaranya pemberdayaan masyarakat melalui skema Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan kemitraan.

5. Terwujudnya pengamanan kawasan hutan melalui pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

C. Sasaran

Lokasi KPHL Unit XXVI region 7 (tujuh) Sumatera Utara berdasarkan SK Nomor SK.579/MENHUT-II/2014 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara meliputi kelompok Hutan lindung dengan luas areal 127.313 Ha, kelompok hutan Produksi Terbatas dengan luas areal 57.295 Ha dan kelompok Hutan Produksi dengan luas areal 28.132 Ha. Adapun sasaran pengelolaan yang hendak dicapai adalah :

1. Tersusunnya arahan rencana pengelolaan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara yang memuat tujuan pengelolaan yang akan dijabarkan secara jelas berdasarkan kondisi-kondisi yang dihadapi melalui :

a. Penelaahan kondisi terkini wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara dari aspek ekologi yang berkaitan dengan ; a). kondisi fisik wilayah antara lain meliputi : jenis tanah, iklim, ketinggian, geomorfologi, kelerengan, penutupan vegetasi, b). kondisi hutan yang meliputi : lahan kritis, jenis dan volume tegakan hutan, sebaran vegetasi, flora dan fauna, potensi non kayu, dan c) kondisi sumberdaya air dan Daerah Aliran Sungai (DAS);

b. Penelaahan kondisi ekonomi yang berkaitan dengan ; a). aksesibilitas wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, b). potensi pendukung ekonomi sekitar wilayah KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, antara lain meliputi : industri kehutanan sekitar KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara, peluang ekonomi yang dapat dikembangkan, keberadaan lembaga-lembaga ekonomi pendukung kawasan, c). batas administrasi pemerintahan, dan d). nilai tegakan hutan baik kayu maupun non kayu termasuk karbon dan jasa lingkungan;

(16)

6

c. Penelaahan kondisi sosial yang berkaitan dengan ; a). perkembangan demografi sekitar kawasan, b). pola-pola hubungan sosial masyarakat dengan hutan, c). keberadaan kelembagaan masyarakat, d). pola penguasaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan dan e). Potensi konflik sekitar kawasan.

2. Tersusunnya arahan rencana yang memuat strategi serta kelayakan pengembangan pengelolaan hutan yang meliputi rancangan tata hutan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan, konservasi alam, pengembangan dan penguatan kapasitas masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal untuk mendukung pengelolaan kawasan hutan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara.

3. Tersusunnya arahan rencana pengembangan kelembagaan KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara yang memuat pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana, pembiayaan kegiatan, dan kegiatan lainnya menuju lembaga pengelolaan hutan yang profesional, efektif dan efisien.

D. Dasar Hukum

Dasar hukum penyusunan RPHJP KPHL Wilayah XXVI Sumatera Utara.terdiri dari : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 5. PeraturanPemerintahNomor38Tahun2007tentang

PembagianUrusanPemerintahanantaraPemerintah, PemerintahanProvinsi,danPemerintahanKabupaten/Kota.

6. PeraturanPemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007, jo. Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 9. Permenhut Nomor P.37/Menhut-II/2007, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011

tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan.

10. Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan

(17)

7

12. Permenhut Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD)

13. Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009, jo. Permenhut Nomor P.12/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan Dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS),

14. Permenhut Nomor P.36/Menhut-II/2009, tentang Tata Cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan Dan/Atau Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi Dan Hutan Lindung. 15. Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

(NSPK) Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengeloaan Hutan Lindung (KPHL) dam Kesatuan Pengeloaan Hutan Produksi (KPHP).

16. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan.

17. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola Umum, Kriteria, Dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

18. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan,

19. Permenhut Nomor P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kehutanan 2010-2014.

20. Permendagri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah.

21. Permenhut Nomor P.18/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.38/Menhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

22. Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011, jo. Permenhut Nomor P.54/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Atas Permenhut Nomor P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Model Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Model.

23. Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

24. Permenhut Nomor P.49/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional 2011-2030.

(18)

8

25. Permenhut Nomor P.55/Menhut-II/2011 tentang Tata Cara Permohonan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Rakyat dalam Hutan Tanaman. 26. Permenhut Nomor P.57/Menhut-II/2011 tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan

tahun 2012.

27. Permenhut Nomor P.63/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. 28. Permenhut Nomor P.20/Menhut-II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan.

29. Permenhut Nomor P.22/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam pada Hutan Lindung.

30. Permenhut Nomor P.9/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung Dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

31. Permenhut Nomor P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui Kemitraan Kehutanan.

32. Permenhut Nomor P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

33. Permenhut Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentangPedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.

34. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara

35. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara.

36. Peraturan Dirjen Planologi Nomor P.5/VIII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan.

E. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Penyusunan RPHJP KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, meliputi :

1. Pendahuluan, berisi ; latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar hukum, ruang lingkup, dan pengertian.

2. Deskripsi Kawasan KPHL Unit XXVI Sumatera Utara, yang terdiri dari : a). Risalah wilayah (letak, luas, aksesibilitas kawasan, batas-batas, sejarah wilayah, dan pembagian blok), b). Potensi wilayah (penutupan vegetasi, potensi kayu dan bukan kayu, keberadaan

(19)

9

flora dan fauna langka, potensi jasa lingkungan dan wisata alam), c). Data dan informasi sosial budaya masyarakat di dalam dan sekitar hutan termasuk keberadaan masyarakat hukum adat, d). Data dan informasi ijin-ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan di dalam wilayah kelola, e). Kondisi posisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam perspektif tata ruang wilayah dan pembangunan daerah, dan f). Isu strategis, kendala dan permasalahan.

3. Kebijakan, berisi : diisi ringkasan di Bab Kebijakan

4. Visi dan Misi Pengelolaan Hutan, berisi ; proyeksi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara di masa depan serta target capaian-capaian utama yang diharapkan.

5. Analisis dan Proyeksi, meliputi : a). Analisi data dan informasi yang tersedia saat ini (baik data primer maupun data sekunder), b). Proyeksi kondisi wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara di masa yang akan datang dan c). Analisa dan proyeksi core business.

6. Rencana Kegiatan, terdiri dari : a). Pemberdayaan masyarakat, b). Inventarisasi berkala wilayah kelola dan penataan hutan, b). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, c). Rasionalisasi wilayah kelola, d). pengembangan database, e). Review rencana pengelolaan (minimal 5 tahun sekali), f). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pada areal KPHL Unit XXVI Sumatera Utara yang telah ada ijin pemanfaatan maupun penggunaan kawasan hutan, g). Penyelenggaraan rehabilitasi pada areal di luar ijin, i). Pembinaan dan pemantauan (controlling) pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi pada areal yang sudah ada ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan, j). Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam, h). Penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang ijin, k). koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, l). penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM, m). Penyediaan pendanaan, n). Pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu dan o). Pengembangan investasi.

7. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian. 8. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan. 9. Penutup

10. Lampiran, meliputi : a). Peta wilayah KPHL Unit XXVI, b). Peta penutupan lahan, c). Peta DAS, d). Peta sebaran potensi wilayah KPHL Unit XXVI dan aksesibilitas, e). Peta penataan hutan (zonasi, blok, petak), f). Peta penggunaan lahan, g). Peta keberadaan izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, dan h). Peta tanah, iklim, serta geologi.

(20)

10 F. Batasan Pengertian

1. Hutan adalah kesatuan ekosistem pada suatu hamparan lahan yang berisikan sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan dengan alam lingkungannya, dimana antara satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.

2. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi utama sebagai pendukung kelestarian ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sebagai pendukung bagi upaya optimalisasi fungsi sumberdaya buatan yang ada pada bagian hilir DAS.

3. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi pokok memproduksi Hasil hutan.

4. Hasil hutan adalah aneka produk berupa barang dan atau jasa yang diperoleh atau berasal dari sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan dan atau diperdagangkan. 5. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daratan yang merupakan suatu kesatuan

ekosistem dengan sungai dan anak sungai yang melintasi daerah tersebut, yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air hujan ataupun air yang berasal dari sumber lainnya, serta mengalirkan air termaksud ke laut melalui badan-badan sungai. 6. Sub DAS adalah bagian wilayah dari DAS yang dibatasi oleh pemisah topografi

berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.

7. Degradasi hutan adalah penurunan luasan dan kualitas sumberdaya hutan, yang berakibat pada penurunan potensi, nilai manfaat, dan fungsi hutan yang bersangkutan. 8. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh

pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

9. Kehutanan adalah sistem pengurusan hutan, kawasan hutan, dan Hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

10. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, jenis dan tahapan kegiatan, serta penentuan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan, yang diharapkan dapat mendasari dan sekaligus menjadi pedoman dan pemberi arah bagi penyelenggaraan kehutanan sehingga sumberdaya hutan dapat didayagunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, secara berkeadilan dan berkelanjutan.

11. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah unit pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang diharapkan dapat mendukung dan atau menjamin pengelolaan sumberdaya hutan secara efisien dan lestari.

12. Arahan Pencadangan KPH adalah suatu kebijakan yang diwujudkan melalui surat keputusan dan peta pencadangan KPH, yang ditetapkan oleh Kepala Badan Planologi

(21)

11

Kehutanan a.n. Menteri Kehutanan berdasarkan Hasil pengkajian Rancang Bangun KPH dengan memperhatikan kriteria dan standar pembentukan KPH.

13.Model adalah perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual, yang juga dapat dimaknai sebagai bentuk atau wujud penyederhanaan dari suatu realitas yang kompleks.

14.Pembentukan KPH adalah proses pengembangan kesepahaman dan kesepakatan pihak-pihak terkait dalam hal penjabaran arahan Pencadangan KPH ke dalam unit pengelolaan hutan pada suatu wilayah, yang dapat meliputi satu wilayah kabupaten/kota tertentu, ataupun meliputi wilayah beberapa kabupaten/kota, yang Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku dan peta KPHL

15. Penetapan KPH adalah rangkaian akhir dari pembentukan KPH berupa pengesahan KPH oleh Menteri Kehutanan.

16. Rancang Bangun KPH adalah rancangan makro KPH yang memuat Hasil identifikasi dan delinasi areal yang akan dibentuk menjadi KPH dalam bentuk buku dan peta. 17. Kriteria dan standar pembentukan KPHL adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian

atau penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan.

18.Komoditas andalan kehutanan adalah produk kehutanan yang dapat dikelola dan lebih dikembangkan menjadi kekuatan utama untuk mendukung pertumbuhan wilayah, yang dicirikan oleh daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi, kontribusi terhadap pendapatan daerah yang relatif besar, serta daya mengangkat atau daya dorong terhadap pertumbuhan sektor non kehutanan yang relatif kuat

19.Komoditas komersial kehutanan adalah hasil-hasil hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif untuk diusahakan atau dimanfaatkan sebagai komoditas bisnis berbasis kehutanan.

20. Komoditas unggulan kehutanan adalah produk kehutanan yang mampu bersaing dengan komoditas serupa yang berasal dari provinsi atau negara lain, baik pada pasar nasional maupun pada pasar internasional.

21. Konservasi adalah upaya mempertahankan, meningkatkan dan atau mengembalikan daya dukung lahan hutan, untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat laHan hutan yang bersangkutan, melalui pemanfaatan secara bijaksana.

22. Perlindungan dan Pengamanan Hutan adalah upaya-upaya untuk melindungi dan mengamankan sumberdaya hutan dari berbagai gangguan seperti, kebakaran hutan, serangan Hama dan penyakit, perambahan dan pencurian hasil hutan, perburuan liar, dan lain-lain.

(22)

12

23. Kemitraan adalah suatu kerjasama yang sinergis diantara para pemangku kepentingan yang didasari prinsip-prinsip : saling ketergantungan, saling membutuhkan, saling mempercayai, saling mendukung dan saling melindungi, demi terwujudnya tujuan dan sasaran pengembangan.

24. Konflik adalah ketegangan atau ketidakharmonisan hubungan antar individu atau kelompok-kelompok sosial sebagai akibat dari adanya perbedaan pemaHaman, perbedaan persepsi dan atau perbedaan kepentingan dalam upaya pencapaian tujuan atau sasaran pengembangan.

25.Jejaring adalah sistem komunikasi yang dikembangkan dan memungkinkan semua stakeholder untuk saling berinteraksi (bertukar informasi) secara langsung ataupun tidak langsung, dengan menggunakan beragam media (multi-media), dalam kedudukan yang setara atas dasar saling membutuhkan dan saling ketergantungan. 26.Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu kawasan geografis

tertentu, meliputi penduduk asli atau penduduk tradisional dan para pendatang yang melakukan pemukiman swakarsa.

27.Stakeholders adalah pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan suatu program atau kegiatan.

28.Peran multipihak adalah fungsi, kedudukan dan tugas yang seHarusnya diemban oleh masing-masing stakeholder dalam kaitan dengan pembentukan dan pengembangan KPH.

29.Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) adalah segala upaya yang ditujukan untuk peningkatan mutu, baik dalam kualifikasi maupun produktivitas SDM, pada Hakekatnya diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.

30. Pengusahaan hutan adalah upaya pemanfaatan sumberdaya hutan berdasarkan azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan dan pengamanan, pemanen hasil, serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan.

31.Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah upaya-upaya pemulihan, dan peningkatan fungsi lahan dan hutan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap berjalan.

32.Social forestry adalah sistem pengelolaan kawasan hutan negara dan atau hutan Hak, melalui pelibatan masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka peningkatan kesejahteraan mereka dan perwujudan kelestarian hutan.

33.Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota adalah himpunan unit-unit pengelolaan hutan di wilayah kabupaten/kota.

(23)

13

34. Wilayah pengelolaan hutan pada tingkat provinsi adalah himpunan wilayah-wilayah pengelolaan hutan pada tingkat kabupaten/kota dan unit pengelolaan hutan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi.

35.Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada diluar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.

36.Rencana Pengelolaan Hutan KPH adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek, disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan aspirasi, peran dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari.

37. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah pembangunan KPH

38. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek adalah rencana pengelolaan hutan berjangka waktu satu tahun pada tingkat kegiatan operasional berbasis petak/blok 39. Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak

yang berupa lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan

40. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya

41.Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan.

42. Pemanfaatan Kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya

43.Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

(24)

14

44.Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

45. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan

46. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan/atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan

47. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan

48.Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara.

(25)

15

Bab II. Deskripsi Kawasan

A. Risalah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara B. Potensi Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara C. Data dan Informasi Sosial Budaya

D. Data Informasi Ijin-Ijin Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan E. Kondisi Posisi KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dalam Perspektif Tata Ruang

Wilayah dan Pembangunan Daerah

F.

Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

(26)

16

BAB II

DESKRIPSI KAWASAN

A. Risalah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara

Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara secara geografis terletak antara 99°20'0" sampai dengan 99°55'0" Bujur Timur dan 01°15'0" sampai dengan 01°550" Lintang Utara. Secara administrasi KPHL Unit XXVI terbagi dalam dua Kabupaten yaitu Tapanuli Selatan (50.173 Ha) dan Padang Lawas Utara (122.973 Ha). Adapun Batas-batas wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah  Sebelah Selatan :Kabupaten Padang Lawas

 Sebelah Timur :Kabupaten Labuhan Batu Selatan

 Sebelah Barat :Kecamatan Batang Toru, Kecamatan Muara Batang Toru.

Terdapat tiga Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan yang masuk wilayah ini yaitu Kecamatan Saipar Dolok Hole, Arse, Sipirok. Sedangkan kecamatan di Kabupaten Padang Lawas Utara yang masuk dalam wilayah kerja KPHL Unit XXVI yaitu Kecamatan Halongonan, Padang Bolak, Dolok, Dolok Sigompuan, Batang Onang, Padang Sidempuan Timur, Sosopan, Padang Bolak Julu. Adapun luasan masing-masing kecamatan yang masuk dalam wilayah KPHL XXVI disajikan pada Tabel 2.1.

Sesuai dengan SK.579/MENHUT-II/2014 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara, KPH wilayah XXVI merupakan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang masuk dalam region 7 (tujuh) dengan luas total areal sebesar 173.441.87 Ha. Luasan tersebut meliputi Hutan lindung (110.775,00 Ha), Hutan Produksi Terbatas (44.958,41 Ha) dan Hutan Produksi (17.706,46 Ha). KPH ini juga meliputi 3 (tiga) kelompok Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Barumun, Batang Toru dan Bilah dengan luasan masing-masing berturut-turut adalah 156.151,01 Ha, 6.342,71 Ha dan 947.77 Ha.

(27)

17 Tabel 2.1. Sebaran kecamatan yang masuk wilayah administratif KPHL Unit XXVI

Kabupaten Kecamatan Luas (Ha) Luas (%)

Kab. Padang Lawas Utara Kec. Batang Onang 15932,02 9,19

Kec. Dolok 10825.74 6.24

Kec. Dolok Sigompulon 2634.30 1.52

Kec. Halongonan 26099.87 15.05

Kec. Padang Bolak 18297.74 10.55

Kec. Padang Bolak Julu 11008.63 6.35

Kec. Padang Sidempuan Timur

15146.23 8.73

Kec. Sipirok 236.24 0.14

Kec. Sosopan 1188,58 0,69

Kec. Sungai Kanan 136.85 0.08

Kab. Tapanuli Selatan Kec. Arse 10363.30 5.98

Kec. Saipar Dolok Hole 55208.97 31.83

Kec. Sipirok 6304,68 3.64

Total : 173.441.87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

1. Luas Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Beserta Fungsi Hutan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No SK:102/Menhut –II/2010 tanggal 5 Maret 2009 tentang Penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. luasan KPHL Unit XXVI adalah 212.740 Ha dengan peruntukan Hutan Lindung (HL) seluas 121.313 Ha. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 57.295 Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas 28.132 Ha.

Namun, luasan tersebut mengalami revisi seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara. Pada revisi tersebut. luasan KPHL Unit XXVI berubah menjadi 173.441.87 Ha. dengan fungsi Hutan lindung (HL) seluas 110.775,00 Ha. Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 44.958,41 Ha dan Hutan Produksi (HP) seluas 17.708,46 Ha (Tabel 2.2). Selanjutnya berdasarkan petunjuk dan kriteria yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan di wilayah KPH maka luasan KPHL unit XXVI dibagi kedalam beberapa Blok.

Berdasarkan tata hutan pada KPH, blok didefinisikan sebagai bagian dari wilayah KPH dengan persamaan karakteristik biogeofisik dan sosial budaya, bersifat relatif permanen yang ditetapkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian pembentukan blok didasarkan faktor biogeofisik dan sosial budaya. Faktor-faktor biogeofisik yang berpengaruh antara lain penutupan lahan. potensi sumber daya hutan, bentang alam.

(28)

18

topografi dan ekosistem. Faktor sosial budaya yang berpengaruh antara lain: jumlah penduduk, mata pencaharian, pemilikan lahan, jarak pemukiman, pola-pola pemanfaatan hutan oleh masyarakat, dan keberadaan hutan adat.

Tabel 2.2. Fungsi Kawasan KPHL Unit XXVI Berdasarkan SK 579 Fungsi Hutan Blok Kabupaten Luas (Ha) Luas (%)

HL HL-Blok Inti Kab. Padang Lawas Utara 983,88 0,57

Kab. Tapanuli Selatan 1096,18 0,63

HL-Blok Pemanfaatan Kab. Padang Lawas Utara 70373,63 40,57

Kab. Tapanuli Selatan 38026,34 21,92

HP HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT Kab. Padang Lawas Utara 9785,39 5,64

HP-Blok Pemanfaatan Jasling & HHBK Kab. Tapanuli Selatan 115,24 0,07

HP-Blok Pemberdayaan Kab. Padang Lawas Utara 7215,73 4,16

Kab. Tapanuli Selatan 592,10 0,34

HPT HP-Blok Pemanfaatan HHK-HA Kab. Padang Lawas Utara 6040,53 3,48

HP-Blok Pemanfaatan HHK-HT Kab. Padang Lawas Utara 2642,87 1,52

HP-Blok Pemanfaatan Jasling & HHBK Kab. Tapanuli Selatan 4983,94 2,87

HP-Blok Pemberdayaan Kab. Padang Lawas Utara 25685,23 14,81

Kab. Tapanuli Selatan 4028,17 2,32

HP-Blok Perlindungan Kab. Padang Lawas Utara 244,84 0,14

Kab. Tapanuli Selatan 1332,80 0,77

Total 173441,87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Berdasarkan arahan SK.579/Menhut-II/2014 maka luasan wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara berdasarkan fungsinya dikelompokkan dalam 7 (tujuh) blok pengelolaan yaitu (1). Blok inti; (2) Blok pemanfaatan ; (3) Blok pemanfaatan HHK-HA; (4) Blok pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman (HHK-HT), (5). blok Pemanfaanfaatan Jasling dan HHBK, (6).Hutan produksi blok pemberdayaan, (7).Blok Perlindungan (Tabel 2.3).

Tabel 2.3. Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi

No Fungsi Hutan Blok Luas (Ha) Luas (%)

1 HL Blok Inti 2.080.03 1.19

Blok Pemanfaatan 108.694.94 62.67

2 HPT Blok Pemanfaatan HHK-HA 6.040.53 3.48

Blok Pemanfaatan HHK-HT 2.642.87 1.52

Blok Pemanfaatan Jasling&HHBK 4.983.94 2.87

Blok Pemberdayaan 29.713.44 17.13

Blok Perlindungan 1.577.64 0.9

3 HP Blok Pemberdayaan 7.807.83 4.50

Blok Pemanfaat Jasling dan HHBK 115.24 0.06

Blok Pemanfaatan HHK-HT 9.785.39 5.64

Luas Total 173.441.87 100

(29)

19 2. Sejarah Wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara

Sebagian wilayah KPHL Unit XXVI pada awalnya merupakan wilayah Hutan Register, sedangkan sebagian lainnya merupakan penambahan pada saat Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1967, selanjutnya melalui Paduserasi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sehubungan dengan UU Nomor 24 Tahun 1992, serta penambahan pada saat penunjukan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.44/Menhut-II/2005 yang merupakan penerapan UU Nomor 41 Tahun 1999.

Pada tahun 2010, kawasan ini diubah menjadi wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia SK:102/Menhut – II/2010 tanggal 5 Maret 2009. Pada Tahun 2014 dikeluarkan kembali SK Menteri Kehutanan Nomor: 579/Menhut-II/2014 mengenai Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sehingga secara langsung mengubah luasan wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara baik fungsi dan luasnya. Hasil analisis peta menunjukkan bahwa wilayah KPHL Unit XXVI Sumatera Utara dari awal penunjukannya memiliki 3 (tiga) fungsi kawasan yaitu Hutan Produksi. Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung. Namun dengan turunnya SK 579 luasannya menjadi berkurang. Berkurangnya luasan tersebut disebabkan karena pada wilayah tertentu KPH berubah fungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

3. Aksesibilitas Kawasan

Aksesibilitas menuju wilayah Aksesibilitas menuju wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara, bila ditempuh dari ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Medan) cukup lancar hal ini didukung kondisi jalan cukup baik. Posisi Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara merupakan perlintasan jalan Kabupaten dan Provinsi yang menghubungkan antara masyarakat yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan masyarakat yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Labuhan Batu dan Provinsi Sumatera Barat dan Riau.

a. Dari kota Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Sipirok dengan jarak + 450 km dapat ditempuh selama + 10 jam dengan kendaraan darat, dan 5 sampai 6 jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat.

b. Dari kota Medan Provinsi Sumatera Utara menuju Kota Gunung tua dengan jarak + 550 km dapat ditempuh selama + 11 jam dengan kendaraan darat. dan 5 sampai 6

(30)

20

jam dengan pesawat udara melalui Bandara Udara Aek Godang/Pinang Sori dan dilanjutkan dengan kendaraan darat.

c. Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki Bandara Aek Godang merupakan outlet-inlet point utama yang memegang peranan penting dalam sistem perhubungan udara antara Medan-Kabupaten Padang Lawas Utara dengan wilayah lainnya.

4. Iklim di KPHL XXVI Sumatera Utara

Sumatera Utara tergolong daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Berdasarkan iklim ini Sumatra memiliki hutan gambut yang umumnya berada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatra, hutan hujan tropis dan hutan muson. Selain itu juga memiliki Hutan hujan tropis yang umumnya menempati daerah tipe iklim A dan B pula. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatra, Hutan Mangrove berada di pantai timur Sumatra. Dari pola hujan Sumatra Utara termasuk tipe hujan equatorial artinya puncak hujan terjadi dua kali setahun pada saat posisi matahari berada di atas equator. Atau tepatnya puncak curah hujan terjadi satu bulan setelah matahari tepat di atas khatulistiwa: yaitu bulan April/Mei atau Oktober/November. Iklim di Provinsi Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan Angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78% - 91%. Curah hujan 800 – 4000 mm/tahun dan penyinaran matahari 43%.

Ketinggian permukaan wilayah KPHL XXVI berada pada 0-1.915 mdpl, sebagian daerahnya datar, beriklim cukup panas bisa mencapai 34.20⁰C. Wilayah ini memiliki curah hujan yang tidak teratur setiap tahunnya. Hal tersebut juga disebabkan topografi kawasan yang berbeda, sehingga memiliki kombinasi suhu, kelembaban dan curah hujan yang berbeda. Berdasarkan data BPS 2015, curah hujan tertinggi rata-rata mencapai 323 mm yang terjadi pada bulan Februari-April, sementara curah hujan terendah rata-rata mencapai 13.6 mm yang terjadi pada bulan Juni. Musim kemarau biasanya terjadi sekitar bulan Mei hingga September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga bulan April. Curah hujan tahunan tertinggi pada wilayah ini adalah 3850 mm/tahun dan terendah sebesar 2200 mm/ tahun. Berdasarkan hasil pengukuran curah hujan yang dilakukan di wilayah KPHL Unit XXVI menunjukkan bahwa, kelas kategori curah hujan dilokasi tersebut dibagi kedalam curah hujan tinggi dan agak tinggi. Namun demikian curah hujan agak tinggi lebih mendominasi di KPH ini. Adapun data curah hujan di wilayah KPHL Unit XXVI disajikan pada Tabel 2.4.

(31)

21 Tabel 2.4. Data Curah Hujan di KPHL XXVI

Kabupaten Kelas CH Luas (Ha) Luas (%)

Tapanuli Selatan Agak tinggi 50059.50 28.86

Tinggi 115.24 0.07

Padang Lawas Utara Agak Tinggi 122377.51 70.56

Tinggi 594.70 0.34

Total 173.441,87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015) 5. Geologi dan Tanah di KPHL XXVI

Pada dasarnya. tanah merupakan suatu lapisan yang berada di permukaan bumi berbentuk padat (tetapi bukan batuan), dengan penyebaran secara horizontal dan vertikal yang berbeda untuk satu daerah dengan daerah yang lainnya. Tanah sangat mendukung berbagai aktivitas kehidupan manusia dan organisme lainnya, dan dapat dikatakan tanpa adanya tanah hampir setiap jenis aktivitas kehidupan manusia akan terganggu. Tanah pada wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 8 (delapan) tipe namun demikian,wilayah ini didominasi oleh jenis podsolik coklat sebesar 69.31% diikuti oleh podsolik merah kuning (15.40%). Adapun tipe dan luasan tutupan jenis tersebut disajikan pada Tabel 2.5.

Jenis tanah podsolik bersifat gembur dan mempunyai perkembangan penampang. Cenderung tidak seberapa mantap dan teguh, peka terhadap pengikisan. Dari segi kimia, jenis tanah ini asam dan miskin, lebih asam dan lebih miskin dari tanah latosol. Untuk keperluan pertanian, jenis tanah ini perlu pemupukan lengkap dan tindak pengawetan. Untuk jenis tanah podsolik coklat biasanya dipakai untuk hutan lindung. Tanah podsolik merah kuning merupakan bagian dari tanah Ultisol. Menurut USDA, ultisol adalah tanah yang sudah mengalami pencucian pada iklim tropis dan sub tropis. Karakter utama tanah ultisol adalah memiliki horizon A yang tipis. akumulasi lempung pada horizon Bt dan bersifat agak masam. Tabel 2.5. Klasifikasi Tanah pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara

Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)

Aluvial 18.34 0.01 Andosol 5.370.31 3.10 Grumosol 1.248.70 0.72 Latosol 534.78 0.31 NO DATA 18.833.22 10.86 Podsolik Coklat 120.219.93 69.31

Podsolik Merah Kuning 26.715.93 15.40

Renzina 501.28 0.29

Total 173.441,87 100.00

(32)

22

Berdasarkan formasi geologinya. wilayah KPHL XVII memiliki 12 formasi geologi yang berbeda. Formasi yang mendominasi areal ini adalah formasi Sihapas sebesar 27% dari total wilayah. diikuti oleh formasi Gunung Api Naribong sebesar 26.65%.Adapun rincian formasi geologi di KPHL XVII disajikan pada Tabel 2.6.

Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara. Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi. kemudian disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan sumatera utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran yang berarah lebih kurang lebih barat laut – tenggara Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan. Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier. merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir kasar – halus, batu lempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih

Tabel 2.6. Formasi Geologi pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara

Formasi Luas (Ha) Luas (%)

Aluvium Muda 36,43 0,02

Anggota Batugamping 3.462,19 2,00

Anggota kanan 17.705,69 10,21

Anggota Sipupus 10.175,79 5,87

Formasi Gunung Api Naribong 46.216,14 26,65

Formasi Petani 1.028,59 0,59

Formasi Sialang 955,97 0,55

Formasi Sihapas 48.295,79 27,85

Formasi Telisa 7.074,77 4,08

Kelompok Tapanuli 26.560,63 15,31

Pusat Gunungapi Sibualbuali 3.158,01 1,82

Tuffa Toba 8.771,88 5,06

Total 173.441,87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Kelompok Sihapas merupakan formasi yang diendapkan di atas Kelompok Pematang. Formasi ini merupakan suatu seri sedimen pada saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang

(33)

23

ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa. Formasi Gunungapi Naribong terdiri atas gunungapi menengah dan aglomerat tersebar cukup luas di Tapanuli Selatan.

Pada Formasi Tuffa Toba, jenis batuan yang dominan pada formasi ini berupa Tufa Riodasit dan sebahagian telah terlaskan. Berwarna abu-abu pucat dengan matriks gelas; kristal kuarsa, biotit, sanidin, hornblende, plagioklas dengan mineral minornya yaitu apatit, magnetit, ilmenit, hipersten, alanit, dan zirkon. Saat gunung toba meletus kebanyakan hasil letusan yang berupa abu vulkanik jatuh dan terendapkan pada daerah ini. Saat ini kenampakan jenis batuan ini lebih mirip pada batu pasir bila diamati dari jauh sebab telah terkompakkan.

6. Ketinggian Tempat dan Topografi KPHL Unit XXVI

Topografi merupakan tanda fisik dari daratan. Peta topografi adalah peta yang mewakili dari bentuk, ukuran, posisi dan hubungan dari pengenal fisik dari suatu area. Mencakup pegunungan, bukit, lembah dan sungai. kebanyakan peta topografi juga menamp[ilkan hasil budaya dari suatu wilayah seperti batas wilayah, kota, rumah, jalan dan tanda-tanda semacamnya. Peta topografi digunakan dilaboratorium untuk pengamatan dan analisis dari proses-proses geologi yang perubahannya secara konstan dari muka bumi. Beberapa pengertian (definisi) yang berhubungan dengan peta topografi antara lain Elevasi atau Altitude yang berarti jarak vertikal satu titik dengan bidang datum.

Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah. termasuk di dalamnya adalah perbedaan kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng, dan posisi lereng. Topografi merupakan salah satu faktor pembentuk tanah. Topografi dalam proses pembentukan tanah mempengaruhi: (1) jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh massa tanah; (2) dalamnya air tanah; (3) besarnya erosi; (4) arah gerakan air berikut bahan terlarut di dalamnya dari satu tempat ke tempat lain (Hardjowigeno. 1993).

Pada umumnya areal lokasi pelaksanaan wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara merupakan dataran tanah kering dengan ketinggian tempat bervariasi dari lebih kurang 0-1.950 diatas permukaan laut (mdpl) dan fisiografi bervariasi dari dataran. pegunungan lipatan dan pegunungan patahan. Kemiringan lereng, diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelas yaitu yaitu datar (0-8 %) landai (8-15 %), agak curam (15-25 %), curam (25-45 %) dan

(34)

24

sangat curam (≥ 45 %). Berdasarkan data BPKH (2015), topografi di wilayah KPHL Unit XXVI cukup beragam, dari kondisi datar sampai curam. namun demikian persentase lahan dengan topografi sangat curam paling banyak dijumpai diwilayah ini (87.30%). Adapun rincian topografi di KPHL ini adalah sebagai berikut: datar (2.26%), landai (0.69%) agak curam (3.72%), curam (6.04%), sangat curam (87.30%).

Tabel 2.7. Kondisi Lereng di KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara

Lereng Luas (ha) Persentase

D a t a r 3.919.89 2.26 L a n d a i 1.198.33 0.69 Agak curam 6.443.94 3.72 C u r a m 10.473.29 6.04 Sangat curam 151.407.05 87.30 Total 173.441,87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Memperhatikan kondisi kelerengan tersebut, maka 87.3% areal KPHL ini direkomendasikan untuk kegiatan non budidaya karena sangat rentan terhadap erosi. Kegiatan budidaya yang mungkin dilakukan pada lokasi ini adalah Wanatani (agroforestry). Agroforestry manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari. dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan sosial. ekonomi dan budaya masyarakat berperanserta (Departemen Kehutanan. 1997: 232). Arsyad (1989: 197) menerjemahkan agroforestry dengan istilah pertanian hutan. Bentuk usahatani yang dapat dikategorikan sebagai pertanian hutan meliputi: kebun pekarangan, talun kebun. Perladangan, tumpangsari rumput hutan, perikanan hutan dan pertanaman lorong.

7. Tutupan Lahan di KPHL Unit XXVI

Tutupan lahan adalah kondisi kenampakan biofisik permukaan bumi yang diamati. Penggunaan lahan adalah pengaturan, kegiatan dan input terhadap jenis tutupan lahan tertentu untuk menghasilkan sesuatu, mengubah atau mempertahankannya. Analisis akan lebih efektif jika data yang dihasilkan dari kedua istilah tersebut digabungkan karena memungkinkan mendeteksi lokasi perubahan terjadi perubahan tipe dan bagaimana suatu lahan berubah (Jansen dan Gregorio. 2002).

Analisis tutupan dan penggunaan lahan merupakan tahapan awal untuk memahami keruangan suatu area atau objek penelitian. Melalui bantuan citra satelit dan tehnik penginderaan jauh, fitur-fitur alami dan antropogenik yang tampak dalam citra diekstraksi, dikelompokkan, dilakukan groundcheck kemudian dianalisis. Menurut Lu (2003) deteksi perubahan fitur permukaan bumi dalam suatu periode waktu merupakan hal penting untuk

(35)

25

memahami hubungan antara manusia dan fenomena alam yang berkaitan dengan menyusun keputusan pengelolaan dan penggunaan sumber daya alam. Kelas tutupan lahan dibedakan menjadi dua yaitu daerah bervegetasi dan tidak bervegetasi. Semua kelas penutupan lahan bervegetasi diturunkan dari bentuk fisiognomi yang konsisten dengan bentuk tumbuhan. sedangkan kelas tidakbervegetasi pendetailannya mengacu pada aspek permukaan tutupan. distribusi. ketinggian. kepadatan dan kedalaman objek.

Berdasarkan tutupannya kawasan di wilayah KPHL Unit XXVI dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu hutan dan non hutan (Tabel 2.8). Luasan areal berhutan sebesar 62,274.91 Ha (35.91%) sedangkan areal tidak berhutan seluas 111,167.58 (64.09 %).

Tabel 2.8. Tutupan lahan di Wilayah KPHL Unit XXVI

Tutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%)

Hutan 62274,87 35,91

Kab. Padang Lawas Utara 28520,82 16,44

Kab. Tapanuli Selatan 33754,05 19,46

Non Hutan 111167,00 64,09

Kab. Padang Lawas Utara 94451,38 54,46

Kab. Tapanuli Selatan 16420,69 9,47

Total 173.441,87 100

Sumber: BPKH Wilayah I Medan (2015)

Tutupan lahan pada wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 9 (sembilan) tipe (Tabel 2.9). Berdasarkan tersebut pertanian lahan kering memiliki tutupan lahan yang terluas (26.09%) diikuti oleh semak belukar (22.65%) dan hutan primer (18.08%). Berdasarkan luasan dan distribusi tersebut juga terlihat tutupan lahan tidak berhutan menunjukkan jumlah yang cukup luas. oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan seperti kegiatan reboisasi dan rehabilitasi pada areal KPHL ini untuk mengembalikan fungsinya sebagai areal lindung.

Tabel 2.9. Luas Tutupan Lahan pada Wilayah KPHL Unit XXVI

Tutupan lahan Luas (Ha) Luas (%)

Htn Primer 31.359,48 18.08 Htn Sekunder 28.078,40 16.19 Htn Tanaman 2.837,00 1.64 Lahan Terbuka 11.513,38 6.64 Perkebunan 649,54 0.37 Pert.Lahan Kering 45.249,06 26.09

Pert.Lahan Kering Cpr Semak 13.769,63 7.94

Sawah 704,63 0.41

Semak Belukar 39.280,75 22.65

Total 173.441,87 100

Gambar

Tabel 2.3. Pembagian Blok di KPHL Unit XXVI Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
Tabel 2.5. Klasifikasi Tanah  pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara
Tabel 2.6. Formasi Geologi pada Wilayah KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara
Tabel 2.7. Kondisi Lereng di KPHL Unit XXVI Provinsi Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait