HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI TERHADAP IBU DALAM MENGHADAPI TEMPER TANTRUM ANAK DENGAN KONTROL DIRI IBU DALAM MENGHADAPI
TEMPER TANTUM ANAK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Mempeoleh
Derajat SarjanaSl Psikologi
I S L A M
Oleh:
Unien Puspitasari
99320227
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam,
Pemberi hidup dan hidayah
Terima Kasih Untuk segala cinta, perhatian, doa, dan dukungan dari orang-orang
terdekat dan teramat berarti dalam hati:1. Papah dan Mamah
Atas segala doa dan pengorbanan yang selama ini mengiringi hidupku, yang
selalu mengingatkanku untuk selalu percaya pada Allah SWT, teriring maaflcu
yang belum bisa membahagiakan papah dan mamah tercinta.
2.Suamiku Terkasih dan anakku
Terima kasih atas kerja kerasnya, selalu mejadi peredam emosiku,menjadi
seseorang yang paling mengerti aku, suami yang paling romantis walaupun
tanpa kata dan bunga, selalu sabar dan setia, mejadikanku orang yang selalu
mensyukuri nikmat-Nya, jangan lelah untuk selalu berusaha membahagiakan
HALAMAN MOTTO
Rasululloh SAW bersabda; "Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik
kepada istrinya (keluarganya) dan aku adalah orang yang baik kepada istri dan
keluargaku. Tiada yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia dan tiada
yang menghinakan wanita kecuali orangyang hina. "(HR Ibnu Asakir)
PRAKATA
Alhamdulillahi Rabbil'alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
petunjuk dan pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata adalah atas
rahmat dan petunjuk Yang Maha Pemurah dan Penyayang.
Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang memberi bantuan berupa
dorongan, arahan, dan data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat dan
pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya sekripsi ini. Untuk itu penulis
mengicapkan terima kasih kepada:
1. Bapak H. Fuad Nashori., S.Psi.,M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia.2. Ibu Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Irwan Nuryana K, S.Psi.,M.Si., selaku Kepala Biro Skripsi yang telah
memberikan semangat dan ijin perpanjangan skripsi.
4. Ibu Hepi Wahyuningsih, S.Psi.,Msi., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah mendampingi penulis dalam nienimba ilmu.
5.Para ibu yang telah mejadi subyek penelitian penulis, yang telah memberikan
data sehingga penelitian ini terlaksana.
Yogyakarta, april 2007
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. 1 HALAMAN PENGESAHAN 11 HALAMAN PERNYATAAN in HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO v PRAKATA VI DAFTAR ISI VII DAFTAR TABEL x DAFTAR LAMPIRAN .. XI DAFTAR GAMBAR... xn INTISARI Xlll BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang 1 B. Tujuan Penelitian <• o C. Manfaat Penelitian r 6 D. Keaslian Penelitian ^ 6
BAB UTINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
i0
A. Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak
10
1. Pengertian Kontrol Diri
]Q
2. Pengertian Temper Tantrum
12
3. Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak
14
4. Aspek Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper
Tantrum Anak 15 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri 19
B. Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi Temper
Tantrum 9q
1. Pengertian Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak 20
2. Bentuk-bentuk Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak 23
C. Hubungan Antara Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak Dengan Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak 27
D. Hipotesis 30
BAB III METODE PENELITIAN 28
A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian 31
B. Defmisi Operasional Penelitian 31
1. Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak ... 31
2. Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi Temper
Tantrum Anak 31
C. Subyek Penelitian 32
D. Metode Pengumpulan Data 32
1. Latar Belakang Responden 33
2. Skala Kontrol Diri Ibu 33
4. Validitas Aitem 35
5. Reliabilitas Alat Ukur 37
E. Metode Analisis Data 37
1. Uji Asumsi Normalitas Data 37
2. Uji Hipotesis 38
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN 40
A. Orientasi Kancah Penelitian 40
B. Pengujian Kuesioner 41
1. Pelaksanaan Uji Coba 41
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 41
3. Pengumpulan Data Penelitian 43
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian 44
1. Deskripsi Data Penelitian 44
2. Uji Asumsi Normalitas 47
3. Uji Asumsi Linearitas 48
D. Uji Hipotesis 49 E. Pembahasan 50 BAB V PENUTUP 5 A. Kesimpulan 53 B. Saran 53 DAFTAR PUSTAKA 54 LAMPIRAN j>
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1. Aspek-aspek Aitem Kuisioner Variabel
Kontrol Diri Ibu 34
Tabel 3.2. Aspek-aspek Aitem Kuisioner Variabel
Dukungan Suami 35
Tabel 3.3. Pedoman untuk memberikan Interprestasi
Koefisien Korelasi 38
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas Aitem Kuisioner Variabel
Kontrol Diri Ibu 42
Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Aitem Kuisioner Variabel
Dukungan Suami 43
Tabel 4.3. Tabel Deskriptif Skor Kontrol Diri Ibu Dan Dukungan
Suami 45
Tabel 4.4. Tabel Jumlah Responden Kategori Skor Kontrol Diri Ibu.... 46
Tabel 4.5. Tabel Jumlah Responden Kategori Skor Dukungan Suami... 47
Tabel 4.6. Analisa Korelasi Kontrol Diri Ibu Dan Dukungan Suami
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuisioner Try Out
Lampiran 2 Data Try Out
Lampiran 3 Kuisioner Penelitian
Lampiran 4 Data Penelitian
Lampiran 5 Data Demografi
Lampiran 6 Hasil Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 7 Uji Normalitas dan Uji Linearitas
Lampiran 8 Analisis Diskriptif
Lampiran 9 Analisis Korelasi
Lampiran 10 Kategori Skor Variabel
Lampiran 11 Surat ijin melakukan penelitian dan surat selesai melakukan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme dukungan suami tinggi akan
menjadikan kontrol diri ibu tinggi
28
Gambar 2. Mekanisme dukungan suami rendah akan
Hubungan Antara Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak Dengan Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak
Unien Puspitasari Qurotul Uyun
INTISARI
Suatu saat ibu akan menghadapi kerewelan anak. Banyak ibu yang
mengeluhkan bahwa saat terjadi tantrum pada anak mereka, menjadi hilang
kendah. Dengan demikian dukungan Suami sangat dibutuhkan. Adapun tujuan
dan penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan antara dukungan suami
dengan kontrol dm Ibu dalam menghadapi temper tantrum anak.
Subyek penelitian ini diambil atau ditentukan dengan karakteristik Ibu
yang menghadapi anak Temper Tantrum sebanyak 50 sampel di TK Al IslamAl-Qur'an Kabupaten Sleman.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan kuisioner yang berisi daftar pernyataan guna mengungkap tingkat
Dukungan Suami dan Kontrol Diri Ibu Menghadapi Temper Tantrum pada anak
Untuk menguji hipotesis yang diajukan, peneliti menggunakan analisis korelasi.
Dan hasil analisis korelasi untuk menguji hubungan antara Dukungan
Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum anak Dengan
Kontrol Din Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak, dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara kontrol diri ibu dan
dukungan suami menghadapi temper tantrum anak pada sampel ibu-ibu baik
yang bekerja maupun tidak di TK Al Islam Al-Qur'an Kabupaten Sleman
Dimana mlai korelasi antara Dukungan Suami dan Kontrol Diri Ibu dengan
dukungan suami sebesar 0,862, artinya hubungan Dukungan Suami dan
Kontrol Din Ibu sangat kuat dalam menghadapi anak temper tantrum.
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SUAMI TERHADAP IBU
DALAM MENGHADAPI TEMPER TANTRUM ANAK
DENGAN KONTROL DIRI IBU DALAM MENGHADAPI
TEMPER TANTUM ANAK
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Mempeoleh
Derajat Sarjana SI Psikologi
Oleh :
Unien Puspitasari
99320227
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
Dewan Penguji
HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan didepan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi
SebagianSyarat-syaratGuna Memperoleh
Derajat Sarjana S-l Psikologi
Pada Tanggal
•~:"\(yf
Mengesahkan
Program Studi Psikologi dan Ilmu Budaya Sosial
Universitas Islam Indonesia
' Ketua Prodi
QurotuLUyun. S.Psi^M Si
Tanda Tangan
1- Quratul Uyun, S.Psi.,M.Si
2. Hepi Wahyuningsih, S.Psi.JVf.Si
3. Nunuk Mulandari, S.Psi.,M.Si
HALAMAN PERNYATAAN
Bersama ini saya menyalakan h^ ^
^ ^
^
men, ua, ,apora„ penelitian, lidak melangg„ e(ika
pemalsuan data, manipulasi data, Jika pada saa, ..
...
'P ""'
. . p saat uJIan skripsi saya terbukti
-an^ar e„ka akademik, maka saya san^p raenerima sangsi ^
*
pengu, Apaoiia dikemudian hari saya terbukti ^ ^ ^
»
z::zrma konsekuensi be™pa—~ *—
-Yangmenyatakan,
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Orangtua adalah orang yang berfungsi sebagai guru pertama bagi
anak-anaknya dan mempunyai peran yang signifikan untuk pembentukan sikap,
keyakinan, nilai-nilai dan tingkah laku pada anak. Bagaimana anak bermasyarakat
(bersosialisasi) tergantung pada bagaimana cara orang tua mengajarkan pada anak
tentang sosialisasi, apa yang dianggap orang tua sebagai hal penting yang harus
dipahami anak dan apa yang dianggap orang tua sebagai cara terbaik untuk
mengarahkan perkembangan anak. Orangtua yang mengasuh secara tidak
konsisten bisa menyebabkan anak mengalami temper tantrum. Anak yang terlalu
dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika
suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan
didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang
dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Keadaan lain yang juga
meningkatkan frekuensi temper tantrum adalah sikap orangtua yang cenderung
mengkritik dan terlalu cerewet.
Temper tantrum terbentuk secara kondisional, anak yang mengalami
masalah dalam hubungan dengan orangtuanya, adakalanya tidak dapat
menyalurkan emosinya dengan tepat, salah satu bentuknya adalah tantrum. la
membutuhkan waktu yang cenderung lama untuk dapat beradaptasi dengan
Suatu saat ibu akan menghadapi kerewelan anak yang dapat digambarkan
sebagai berikut. Saat keluarga berjalan-jalan bersama di swalayan sepulang dari
kantor atau setelah tugas rumah selesai bersama-sama anak-anak tentunya menjadi
momen yang menyenangkan. Akan tetapi, keadaan ini dapat berubah jika tantrum
terjadi di depan umum, anak menangis menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai
karena menuntut ibunya untuk membelinya mainan mobil-mobilan di sebuah
swalayan. Segala bujukan, rayuan, namun anak malah makin menjadi-jadi, si ibu
tidak ingin membelikan mainan tersebut karena ada kebutuhan lain yang lebih
mendesak. Namun di sisi lain, kalau tidak dibelikan maka ibu khawatir anaknya
akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian orang dan
orang bisa saja menyangka diri ibu ini adalah orang tua yang kejam. Ada perasaan
seperti menjadi orang tua yang gagal.
Temper tantrum adalah hal wajar terjadi pada anak. Tantrum adalah hasil
sampingan alamiah. Tantrum memungkinkan anak-anak kecil melakukan beberapa
hal yang sangat dekat seperti menyatakan kemandirian, mengekspresikan
individualisme, menyuarakan pendapat,
melepaskan kemarahan dan frustasi,
melepaskan energi atau emosi yang tertahan. Diakui bahwa menendang, menjerit
dan memukul kesana-kemari bukanlah bentuk komunikasi yang indah, tetapi
ekspresikan emosi mereka atau menguasai seni pengendalian diri. Mereka berhasil
menyampaikan maksud tersebut. Akan tetapi. itu tidak berarti bahwa tantrum perlu
didorong atau dipuji jika pengalaman seorang anak menunjukkan bahwa dengan
tantrum dia berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya ketika dia
memanipulasi disamping untuk berkomunikasi. Tantrum menjadi salah satu momok
dan membuat orang tua cenderung merasa takut atau malu ketika tantrum terjadi
(LaForge, 2002)
Dalam era globalisasi yang semakin berkembang saat ini, peran sebagai Ibu
tetap dituntut berfungsi secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan anaknya,
khususnya anak prasekolah sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Secara
teoretis masa usia prasekolah adalah masa terpenting untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pada usia ini, bisa saja timbul stagnasi dalam usaha memenuhi
tugas-tugas perkembangannya jika tidak diberi dukungan dan kesempatan, dimana
lingkungan keluarga sangat membantu sikap dan perilaku anak. Anak yang merasa
tidak mendapatkan dukungan dan perhatian akan melampiaskan dalam bentuk
emosi. Pengungkapan emosi anak sangat beragam. Salah satu pengungkapan
emosi anak tersebut adalah temper tantrum.
Banyak ibu yang mengeluhkan bahwa saat terjadi tantrum pada anak
mereka, menjadi hilang kendali. Ibu terfokus memikirkan bagaimana menghentikan
ledakan emosi anaknya, seringkali tanpa disadari Ibu melakukan hal-hal yang tidak
semestinya atau melakukan tindakan-tindakan yang kurang tepat dalam
menanganinya, misalnya dengan menggunakan kekerasan dan ancaman seperti
mencubit, menceples, menjewer disertai ancaman yang sebenarnya kurang efektif
berhasil. Banyak kejadian sang ibu kandung yang menyiksa anaknya, karena tidak
tahan mendengar kerewelan anaknya. Sebagai contoh kasus tindak kekerasan ibu
terhadap anaknya karena lepas kontrol adalah kasus Lintar dan kakaknya, Indah
yang dibakar ibunya, Yeni alias Eem, 27 tahun dan ayahnya, Rudi alias Buyung, 32 tahun pada 1 Januari 2006 (Tempointeraktif, 22 Januari 2006). Anak menjadi korban pelampiasan emosi ibu kandung karena pertengkaran orangtua.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kontrol diri seorang ibu. Kelelahan psikis dan fisik sering membuat ibu sensitif dan emosional dalam
menghadapi anak. Keadaan ini bisa membuat kontrol diri ibu rendah karena tidak
ada dukungan dari suami. Masalah rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya
seorang istri. Masalah yang kemudian timbul akibat bekerjanya sang istri, sepenuhnya merupakan kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab menyelesaikannya sendiri. Keadaan tersebut, akan menjadi sumber tekanan
yang berat bagi istri. Tekanan-tekanan yang dialami seorang istri tersebut
terlampiaskan dalam perannya sebagai seorang ibu di hadapan anak-anaknya.
Penulis memilih kontrol diri sebagai fokus permasalahan karena dari hasil obsevasi
dilapangan yang banyak melakukan kekerasan fisik pada waktu terjadi temper
tantrum anak adalah ibu, ini dapat diartikan bahwa ada masalah dengan kontrol diri
ibu. Selain itu ibu adalah sosok pertama yaang dekat dengan anak sehingga kontrol
diri ibu sangat diperlukan dalam menghadapi temper tantrum anak.
Iklim di Indonesia masih menganut Paternalistik dan Otoritarian yang sangat kuat. Iklim tersebut turut menjadi faktor yang membebani peran itu karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurusi masalah rumah tangga dan mengurusi anak. Jika ada kesalahan
dalam hal rumah tangga dan akan sepenuhnya merupakan kesalahan ibu dan untuk
suami sebagai variabel bebas karena suami sebagai orang yang paling dekat dengan
ibu. Suatu studi naturalistik tentang dukungan sosial menunjukan bahwa pasangan
adalah jalur utama dari perilaku pemberi bantuan yang dilakukan oleh individu
yang mengalami tekanan psikologis (Wills &Symc,1985. dalam Yeyen,2002). Jika
dukungan dari orang terdekat tidak didapatkan maka tekanan psikologis dalam hal
ini kontrol diri akan sulit teratasi . Suami mempunyai kewajiban yang sama
dengan ibu dalam mengurus anak akan tetapi kenyataannya suami sering
menganggap mengurus anak hanya menjadi tugas ibu.
Suami menyaksikan ketika tantrum terjadi sering kali hanya bersikap diam
dan menyerahkan masalah tersebut pada ibu. Dukungan suami sangat diharapkan
tentunya karena ini sangat mempengaruhi kontrol ibu dalam mengambil sikap
dalam menghadapi temper tantrum anak. Jika suami hanya bersikap acuh saja, ini
akan menimbulkan beban tersendiri bagi ibu yang tentunya mempunyai tugas lain
selain mengurusi anak, dan tugas lainnya itu tentunya menyita tenaga dan waktu.
Hal-hal tersebut di atas menyebabkan kontrol diri ibu rendah terhadap kondisi
lingkungan keluarga yang dihadapinya. Dengan demikian dukungan Suami sangat
dibutuhkan. Dalam hal ini, dukungan suami dapat diterjemahkan sebagai sikap
penuh pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerjasama yang positif, ikut
membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga dan membantu mengatasi
problem anak. Dengan dukungan suami maka ibu akan lebih mudah mengontrol
dirinya menghadapi temper tantrum, karena beban ibu dalam keluarga akan
berkurang dan berbagi kewajiban dengan suami.Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin mengungkapkan permasalahan
Tantrum dari sisi kedua orang tuanya dengan judul "Hubungan Dukungan Suami
dan Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak."
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui hubungan antara
dukungan suami dengan kontrol diri ibu dalam menghadapi temper tantrum anak.
C. Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan suami dengan kontrol diri ibu
dalam menghadapi temper tantrum anak:
Secara Teori : Penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah
psikologi perkembangan anak dan psikologi kekeluargaan.
Secara Praktek : Penelitian ini dapat memberikan sumbangan nyata dalam
kehidupan keluarga, khususnya orang tua dalam menyikapi anak.
D. Keaslian Penelitian
Telah banyak penelitian tentang kontrol diri dan manfaat dukungan suami, penulis meneliti dengan obyek yang berbeda yaitu temper tantrum pada anak. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan dukungan anggota keluarga terutama Suami terhadap peran ibu untuk mengasuh anaknya menjadi sangat penting dalam perkembangan anak.
Penelitian dengan variabel dukungan suami terhadap perkembangan
kemampuan sosialisasi anak usia pra sekolah pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja sudah pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Limbong (2003) berjudul '•Hubungan Pola Komunikasi Keluarga dalam Dukungan Suami terhadap Ibu Bekerja dengan Perkembangan Kemampuan Sosialisasi dan Perkembangan
Kemampuan Komunikasi Anak Usia Prasekolah pada Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja di Jakarta" sebagai skripsi di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
menunjukkan diantaranya variabel dukungan suami terhadap perkembangan anak.
Penelitian ini dilakukan di Jakarta, melibatkan 142 anak usia prasekolah dari 8
Taman Kanak-kanak. Dengan rincian 71 anak mewakili kelompok ibu bekerja dan 71 anak lainnya mewakili kelompok ibu tidak bekerja. Alat ukur yang dipakai
adalah kuesioner self-reported dan diselesaikan dengan analisis korelasi. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa ada hubungan positip dan bermakna antara pola
komunikasi keluarga (dukungan suami terhadap ibu bekerja) dengan perkembangan kemampuan sosialisasi anak usia prasekolah. Berarti antara pola komunikasi keluarga yang diwakili oleh dukungan suami dan perkembangan kemampuan sosialisasi ada korelasi positif. Selanjutnya ada hubungan yang positip dan signifikan antara perkembangan kemampuan komunikasi anak dan pola komunikasi
keluarga.
Variabel Kontrol diri ibu dapat mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Annisa (2003) berjudul "Hubungan Kontrol Diri Orangtua dengan Anak
ADHD dan Masalah Perilaku yang Muncul Berdasarkan Tes HTP dan Child
Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
hubungan kontrol diri antara orangtua dengan anak (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) ADHD. Alat ukur yang dipakai adalah tes HTP. Teori Kontrol Diri yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kontrol orangtua yang besar dan konflik
dengan anggota keluarga dari pendapat Mash dan Johnston. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui analisis
dokumen. Data yang diambil adalah data sekunder yang diperoleh dari Klinik
Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia periode pemeriksaan
2000-2003. Jumlah subyek yang digunakan adalah 4 anak usia sekolah, antara 6
sampai 12 tahun dan didiagnosis mengalami gangguan ADHD. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa, berdasarkan hasil alloanamnesa dan tes HTP diketahui
adanya hubungan antara orangtua dan anak diwarnai dengan pemberian hukuman
fisik seperti memukul badan, tangan, paha atau pantat dan mencubit. Seluruh
subyek menganggap bahwa ibu sebagai tokoh yang seringkali memberikan
hukuman fisik dibandingkan dengan bapak Walaupun diwarnai dengan pemberian
hukuman fisik dan penerapan aturan, dua subyek merasa bahwa ibu masih memiliki
kesediaan untuk membuka diri dan berkomunikasi
Dalam penelitian tentang anak temper tantrum dapat mengacu pada penelitian eksperimental Cahyanti (2004). dengan judul "Pendekatan Terapi Musik
Pada Anak Yang Mengalami Temper Tantrum", dari
Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Jakarta menyimpulkan bahwa anak yang mengalami masalah
emosinya dengan tepat. Menghadapi masalah seperti ini, salah satu media yang
dapat digunakan untuk mengekspresikan diri pada anak-anak adalah musik.
Dari beberapa penelitian tersebut penulis ingin mengungkap gejala temper
tantrum pada anak dari persepsi kedua orang tua yang sedang menghadapi
permasalahan tersebut dengan metode kuantitatif. Peneliti ingin menggabungkan
variabel dukungan suami dan kontrol diri ibu dalam menghadapi anak temper
tantrum, dimana belum pernah diungkapkan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya. Perbedaan variabel penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat
dilihat pada variabel dukungan suami dalam penelitian sebelumnya mengacu pada
dukungan suami terhadap ibu bekerja, sedangkan penelitian kali ini mengacu
variabel dukungan suami terhadap ibu dalam menghadapi kerewalan anak, dimana
alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti
mengacu pada empat aspek dukungan dari House Dan Kahn, (dalam Psikologika,
2002) yaitu; emosi, informasi, instrumentalia, dan penilaian positif. Perbedaan
variabel kontrol diri ibu dengan penelitian sebelumnya dapat ditemukan bahwa
variabel kontrol diri ibu menghadapi anak ADHD {Attention Deficit Hiperactivity
Disorder), sedangkan dalam penelitian kali ini kontrol diri ibu menghadapi anak
dengan temper tantrum dengan alat ukur berupa kuesioner yang dikembangkan
peneliti sendiri mengacu pada empat aspek kontrol diri Averill yaitu kontrol
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak
1- Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol
dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk
mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang
lain, selalu konform dengan orang lain, menutup perasaannya.
Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)
sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang
dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Sementara
Goldfried dan Merbaum (dalam Lazarus, 1976), mendefinisikan kontrol diri
sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu ke arah
konsekuensi positif.
Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan (Lazarus, 1976) Synder dan Gangestad (1986) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri
secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi dengan
lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan
isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.
Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1973).
Atas uraian di atas, maka kontrol diri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk
perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu
selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan yang berada disekitamya, para ahli berpendapat
bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat
preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negatif dari
stressor-stressor lingkungan.
Dengan demikian, maka kontrol diri ibu dalam menghadapi temper
tantrum anak dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku,
pengendalian tingkah laku mengandung makna yaitu melakukan
pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak
terhadap anak pada saat terjadi temper tantrum. Semakin tinggi kontrol diri semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku. Semakin tinggi kontrol diri
ibu semakin intens pengendalian terhadap tingkah laku dalam menghadapi
2. Pengertian Temper Tantrum
Anak yang mengalami masalah dalam hubungan dengan orangtuanya, adakalanya tidak dapat menyalurkan emosinya dengan tepat, salah satu bentuknya adalah tantrum. Ia membutuhkan waktu yang cenderung lama untuk
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, dan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan. Jadi, tantrum dapat diartikan sebagai ekspresi emosional anak
menghadapi situasi yang tidak diinginkan dalam bentuk ledakan-ledakan fisik (Cahyanti, 2004).
Sedangkan temper tantrum memberi pengertian bahwa perilaku yang dimunculkan oleh si anak menjadi kebiasaan untuk mengekspresikan kondisi
emosionalnya ketika berhadapan dengan situasi yang tidak diinginkannya.
Temper tantrum memberikan pengertian perilaku yang sudah menjadi kebiasaanbagi si anak (Cahyanti, 2004).
Gejala temper tantrum pada anak muncul diakibatkan oleh berbagai pemicu. LaForge, (2002) menyebutkan sepuluh gejala pemicu paling umum
terjadi diantaranya; (1) frustasi, (2) kelelahan, (3) rasa lapar, (4) sakit, (5)
kemarahan, (6) Kecemburuan, (7) perubahan dalam rutinitas, (8) tekanan dirumah (akibat perceraian, pindah rumah, kematian, sakit kronis), (9) tekanan di
sekolah (sosial dan akademis), dan (10) rasa tidak aman (mengenai diri atau
kemampuannya). Di dalam pengertiannya gejala temper tantrum umum terjadi
pada anak usia antara 1 sampai 5 tahun. Rasa frustasi anak menjadi dominanPenyebab-penyebab umum rasa frustasi pada anak-anak usia 1 sampai 5 tahun dapat terjadi karena berbagai sebab, diantaranya adalah ;
1. Tidak bisa mengungkapkan perasaan dan keinginan dengan kata-kata
2. Tidak bisa mengkoordinasikan tubuh dan pikiran (seperti ketika menggambar atau mencoba melempar bola atau mengendarai sepeda)
3. Tidak bisa menyuruh orang lain melakukan apa yang diinginkannya.
4. Mainan terlalu rumit.
5. Tidak bisa duduk diam untuk waktu lama (di dalam mobil, di toko, dalam kunjungan ke rumah nenek, dan sebagainya)
6. Tidak diperbolehkan menyentuh apapun di toko atau tempat lain yang penuh
dengan benda-benda baru dan menarik
7. Tidak diperbolehkan mencoba melakukan sesuatu sendiri
8. Merasa diburu-buru atau tidak diperbolehkan bersantai-santai, bereksplorasi
atau cukup bermain.
9. Terlalu banyak kegiatan terencana yang harus dilakukannnya dalam satu
hari.
10. Tidak dapat memahami instruksi atau permintaan orang dewasa 11. Tidak yakin akan pengharapan orang dewasa.
12. Harus berhenti bermain untuk makan dan tidur.
Macam-macam gejala tantrum menurut kelompok umur sangat dipengaruhi oleh kondisi si anak terutama dalam menghadapi gejala lingkungan serta perilaku-perilaku tantrum tiap kelompok umur akan memberikan karakteristik yang berlainan. makanan, dan orang-orang baru, beradaptasi
lambat terhadap perubahan, mempunyai suasana hati dominan negatif, merasa
mudah terprovokasi, dan sulit untuk dialihkan.
3. Kontrol Diri Ibu Menghadapi Temper Tantrum Anak
Jika temper tantrum dapat dikelompokkan menurut golongan umur anak, maka pencegahan gejala temper tantrum pun dapat diatasi menurut usia anak.
Karena umur anak sangat berpengaruh terhadap karakteristik ekspresi emosi.
Anak berumur 1 tahun akan berbeda dengan anak berusia 5 tahun dalam mengungkapkan emosinya. Ibu harus memahami perkembangan emosi anak menurut usianya. Semakin tinggi pemahaman ibu terhadap emosi anak, semakin
lebih mudah ibu mengatasi kerewelan anak (LaForge, 2002)
Dengan demikian kontrol diri ibu dalam meghadapi temper tantrum
anak, ibu juga harus mampu mengontrol diri sendiri agar mampu mengatasi
perubahan lingkungan di sekitamya. Temper tantrum anak adalah kondisi
eksternal dalam keluarga yang turut mempengaruhi emosi ibu. Semakin tinggi
kontrol diri ibu menghadapi temper tantrum akan semakin mudah menangani kerewelan anak. Rendahnya kontrol diri ibu menghadapi temper tantrum akan semakin sulit bagi ibu baik untuk mengendalikan dirinya sendiri maupun
4. Aspek-aspek Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum
Anak.
Menurut Averill (1973) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (Cognitive
control), mengontrol keputusan (decisional control), mengontrol informasi
(informative control) dijabarkan menjadi 4 aspek yaitu;
a. Kemampuan mengontrol perilaku (behavioral controlling ability)
Didefmisikan sebagai suatu kesiapan seseorang untuk merespon stimulus yang dapat mempengaruhi keadaan tidak menyenangkan dan kemampuan
memodifikasi keadaan yang tidak menyenangkan tersebut. Ditambahkan
bahwa indivaidu yang kontrol dirinya baik maka ia akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dari dalam dirinya sendiri.cara yang digunakan adalah dengan mencegah atau mengalami sebagian dari stimulus, menetapkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus, yang
sedang berlangsung atau menghentikan stimulus sebelum berakhir dan membatasi intensitas stimulus. Kemampuan individu untuk menentukan
siapa yang mengendalikan situasi. Individu yang mempunyai kontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilaku dengan kemampuannya sendiri. Sumber eksternal hanya digunakan bila indifidu sudah tidak mampu mengontrol dirinya. Kemampuan ibu mengontrol perilaku dalam menghadapi menghadapi temper tantrum sangat diperlukan karena perilaku
dipakai adalah perilaku yang memiliki kontrol diri yang rendah maka perilaku yang muncul berindikasi kekerasan begitu pula sebaliknya.
b. Kemampuan mengontrol kognitif (cognitive controlling ability)
Kemampuan individu dalam mengelola informasi dengan cara
mcngintepretasikan, nilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu
kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologi. Menggunakan kemampuan berfikir untuk mengurangi tekanan atau merubah pengaruh yang
menyebabkan tekanan. Jika individu mengenali suatu keadaan akan
membuat individu mampu mengantisipasi keadaan melalui berbagai
pertimbangan obyektif. Penilaian yang dilakukan seseorang merupakan
suatu usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan dengan memperhatikan segi-segi positif secara subyektif. Kemampuan ibu mengontrol kognitif dalam menghadapi temper tantrum anak berarti jika kontrol diri ibu tinggi, ibu akan mampu mengurangi tekan yang disebabkan
situasi menghadapi temper tantrum anak, sehingga mampu mengantisipasi
keadaan melalui berbagai pertimbangan obyek.
c. Kemampuan mengontrol keputusan (Decisional controlling ability)
Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai
kemungkinan tindakan. Kontrol pengambilan keputusan adalah kesempatan individu untuk memilih jalan atau cara menentukan perilaku. Mengontrol
keputusan dalam menghadapi temper tantrum anak akan membuat ibu
mampu memilih jalan atau cara menentukan perilaku ibu dalam menghadapi
temper tantrum anak Jika kontrol diri tinggi maka pengambilan keputusan
yang diambil ibu akan tepat karena telah diyakini dan disetujui.
d. Kemampuan mengontrol informasi (informative controlling ability)
Meliputi kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kejadian,
yang menekankan kapan akan terjadi, mengapa dan apa konsekuensinya.
Informasi yang didapat ibu sangat berpengaruh dalam menghadapi temper
tantrum anak. Informasi yang tepat akan membuat penanganan temper
tantrum tepat, penanganan temper tantrum yang tepat membutuhkan kontrol
diri yang tinggi karena dibutuhkan pengetahuan mengenai kejadian yang
menekankan kapan akan terjadi , mengapa dan apa konsekuensi temper
tantrum.
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu
mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri. Kontrol diri diartikan
sebagai
kemampuan
untuk
menyusun,
membimbing,
mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif.
Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada satu individu dengan
individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang
tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Individu yang
memiliki kontrol diri yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen
utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang membawa pada
tinggi, mereka akan mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku.
Mereka mampu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi,
mempertimbangkan konsekuensinya sehingga mampu memilih tindakan dan
melakukannya dengan meminimalkan akibat yang tidak diinginkan. Mereka
mampu mengatur stimulus sehingga dapat menyesuaikan perilakunya kepada
hal-hal yang lebih menunjang dalam menghadapi kerewelan anak.
Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan
mengatur perilakunya, sehingga diasumsikan, seorang ibu yang dengan kontrol
diri yang rendah akan berprilaku, lebih bertindak kepada hal-hal yang lebih
menyenangkan dirinya, bahkan akan mengacuhkan anak yang seharusnyalah ia perhatikan. Dengan kontrol diri yang rendah, mereka tidak mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka tidak mampu menginterpretasikan
stimulus yang dihadapi, tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi yang
mungkin dihadapi sehingga tidak mampu memilih tindakan yang tepat.
Dengan demikian, maka aspek-aspek kontrol diri ibu dalam
menghadapi temper tantrum anak sebagai suatu kemampuan mengontrol
perilaku, menontrol kognitif, mengontrol keputusan, mengontrol informasi. Semakin ibu dapat mengontrol perilaku, kognitif, keputusan, informasi
dalam menghadapi temper tantrum dengan baik maka ibu memiliki kontrol diri yang tinggi.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Sebagaimana faktor psikologis lainnya kontrol diri dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, faktor-faktor yang memepengaruhi kontrol
diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu), dan faktor eksternal
(lingkungan individu).
Faktor internal. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri
adalah usia dan kepribadian. Semakin bertambah usia seseorang maka,
semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. Semakin
bertambah usia seseorang maka akan semakin memiliki kontrol diri yang
tinggi karena telah bertambah pengalaman dan telah mengalami proses
pembelajaran, sehingga mampu untuk mengontrol dirinya lebih baik Di sisi
lain terdapat faktor internal lain yang mempengaruhi kontrol diri seseorang
diantaranya adalah kontrol terhadap emosi, tingkat intelegensia, dan
motivasi. Semakin tinggi orang dalam mengendalikan emosi akan lebih
mudah mengontrol diri sendiri dalam mengambil keputusan.
Tingkat
intelegensia akan berpengaruh pada tingkat pengetahuan dan ketrampilan
dalam memutuskan suatu permasalahan yang dihadapi.
Motivasi akan
memberikan dorongan internal bagaimana bersikap terhadap suatu masalah
(Newman dalam Zulkamaen 2002).Faktor eksternal. Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan
keluarga dan pendidikan (Hurlock, 1973) Lingkungan keluarga terutama
orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang.
cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya Tingkat pendidikan
juga berperan, karena makin banyak pemahaman ilmu yang dimiliki makin baik
kontrol diri.
Kesimpulan dari faktor-faktor yang mempengarugi kontrol diri adalah
faktor internal yaitu tingkat umur, semakin umur ibu bertambah maka akan
memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi karena sudah memiliki pengalaman
yang banyak sebagai sarana pembelajaran. Faktor emosi dan intelegensia
sebagai faktor inemal yang juga mempengaruhi kontrol diri ibu, semakin dapat
mengendalikan emosi dan memiliki tingkat intelegensi tinggi maka kontrol diri
ibu semakin tinggi. Faktor eksternal kontrol diri adalah lingkungan , keluarga
dan pendidikan, semakin ibu memiliki lingkungan, keluarga dan pendidikan
yang baik maka ibu akan memiliki kontrol diri yang tinggi.
B. Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum
Anak
1 Pengertian Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak.
Menurut Chaplin (dalam Kartono,1992), dukungan adalah mengadakan
atau menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan
sosial sebagai bentuk dukungan emosi yang berupa simpati, yang merupakan
bukti adanya rasa kasih sayang, perhatian, keinginan untuk mendengarkan keluh
kesah orang lain.
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan kehadiran
dasar manusia sebagai makhluk sosial ada dua macam yakni kebersamaan atau
rasa memiliki dan saling memiliki dan memperoleh dukungan dari lingkungan.
Dalam hal ini manusia membutuhkan kehadiran individu lain diantaranya
pasangan dalam hidupnya untuk memberikan dukungan dan bantuan apabila
menghadapi masalah. Safarino (1990), mendefinisikan dukungan sosial sebagai
faktor sosial yang berada diluar diri individu yang dapat meningkatkan'
kemampuan menghadapi stres akibat konflik. Dukungan sosial adalah adanya
orang-orang yang memperhatikan, menghargai dan mencintai.
Dukungan suami dan pemberian perhatian akan membantu istri dalam
mendapat kepercayaan diri sebagai seorang ibu, dukungan yang diberikan suami
sangat mungkin memberi sumbangan terhadap kestabilan psikologis ibu.
(Adhim,2002).
Sumber dukungan sosial adalah orang-orang berarti yang ada di sekitar
individu. Dukungan tersebut biasanya diturunkan dari orang-orang penting yang
memiliki derajat keterlibatan erat dengan individu. La Rocco, dkk (dalam,
Watson, dkk, 1984) menyebutkan sumber-sumber dukungan sosial antara lain,
orang tua, saudara kandung, kerabat, pasangan hidup (suami istri), sahabat,
rekan kerja dan tetangga. Sejumlah orang lain yang potensial memberikan
dukungan disebut sebagai significant others, misalnya bagi seorang istri
significant other-nya (orang yang paling penting) adalah suami, anak, orang tua,
teman akrab (Kumolohadi, 2001). Suatu studi naturalistik tentang dukungan
sosial menunjukan bahwa pasangan adalah jalur utama dari perilaku pemberian
bantuan yang dilakukan oleh individu yang mengalami tekanan psikologis (Will
& Symc, 1985. dalam Yeyen,2002). Kebutuhan seorang istri akan dukungan
dan bantuan, dapat membantu istri melampaui masa yang unik di dalam
kehidupannya.
Dukungan suami adalah dukungan yang diberikan suami terhadap istri,
suatu bentuk dukungan dimana suami dapat memberikan bantuan secara
psikologi baik berupa motivasi, perhatian dan penerimaan. Dukungan suami
merupakan hubungan bersifat menolong yang mempunyai nilai khusus bagi istri
sebagai tanda adanya ikatan-ikatan yang bersifat positf (Goldberger &Breznis,
1982. dalam Yeyen 2002).
Menurut Cohen dan Syme (1985) ada beberapa hal yang membuat
dukungan sosial dari pasangan (suami atau istri) memberikan pengaruh penting
bagi individu bersangkutan yakni: 1. Keterdekatan hubungan
Pemberian dukungan sosial dari suami atau istri lebih memiliki keterdekatan
yang lebih tinggi dari sumber dukungan yang lainnya. Keterdekatan yang lebih
menekankan pada kwalitasnya. Individu yang memiliki suatu hubungan dekat
dapat dipercaya cenderung memiliki kesehatan mental yang baik
2. Ketersediaan pemberian dukungan
Individu yang yakin mendapat dukungan dari pasanganya apabila mengalami
kesulitan dapat mengatasi permasalahan nya dengan lebih kreatif dari pada
mereka yang ragu dengan ketersediaan dukungan.
Pasangan hidup mempunyai frekuensi pertemuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber dukungan yang lain. Sehingga pemberian dukungan sosial dapat lebih sering diberikan oleh suami atau istri daripada
sumber-sumber lain.
Dukungan suami terhadap ibu dalam menghadapi temper tantrum adalah suatu bentuk dukungan dimana suami memberikan bantuan secara langsung baik secara psikologis, motivasi, perhatian. bantuan tenaga. Dukungan suami terhadap ibu dalam menghadapi temper tantrum anak akan membantu ibu dalam mendapat kepercayaan diri sebagai seorang ibu.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dukungan suami adalah dukungan diberikan pada ibu berupa bantuan baik yang bersifat psikologis maupun
motivasi, perhatian.
2. Bentuk-bentuk Dukungan Suami Terhadap ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak
Dukungan suami diturunkan dari definisi dukungan sosial. Menurut House Dan Kahn (Kumolohadi, 2001) aspek-aspek dukungan Sosial ada empat
aspek yakni :
(1) Dukungan Instrumentalia. Dukungan yang berupa penyediaan sarana untuk mempermudah perilaku menolong orang yang menghadapi masalah dalam bentuk materi, akan tetapi dapat juga berupa pemberian kesempatan atau
(2) Dukungan Emosi, yaitu individu membutuhkan empati, cinta, dan kepercayaan diri dari suami dan ini merupakan motivasi utama dalam
tingkah laku menolong istri yang berempati merasa mengalami sendiri
emosi yang dialami oleh suami. Merasa atau mengantisipasi perasaan istri
dapat memotivasi tingkah laku yang arahnya meningkatkan kesejahteraan istrinya.
(3) Dukungan penghargaan, Yaitu dukungan bila ada ekspresi penilaian positif
ataupun memberikan penilaian atau usaha yang telah dilakukan,
memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasinya serta memperkuat dan meningkatkan perasaan harga diri dan kepercayaan akan kemampuan individu tersebut.
(4) Dukungan Informasi, yaitu dukungan informasi yang diberikan untuk menambahkan pengetahuan seseorang dalam mencari jalan keluar atau
memecahkan masalah meliputi nasehat serta pengetahuan.
Menurut Cohen dan Symen (1985) yang memberikan dukungan pada isteri dalam menjalankan tugas keibuannya, diantaranya memiliki ciri-ciri sabagai berikut:
1) Memberikan tindakan suportif.
2) Dapat memberikan rasa aman.
3) Memberikan bantuan bila isteri membutuhkan.
4) Bersedia meluangkan waktu untuk keperluan.
Suami yang menjalankan kewajibannya kepada isteri sesuai dengan ajaran agama Islam dapat digolongkan suami yang memberikan dukungan pada isteri. Menurut Ramylis dkk, 1990 (dalam Yeyen,2002) ada beberapa kewajiban
suami pada isteri antara lain :
1) Memimpin dan memelihara serta membimbing isteri dan keluarga lahir dan
batin, bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya.
2) Memberi nafkah isteri berupa nafkah lahir, seperti makan, minum, pakaian,
perumahan, keperluan-keperluan lainnya dan nafkah batin seperti
menggaulinya dengan baik, menentramkan jiwanya menurut kamampuan
suami serta melindungi isteri dari segala kesukaran.
3) Menolong isteri dalam melaksanakan tugas sehari-hari, terlebih lagi dalam merawat, memelihara dan mendidik anak-anak dan berusaha menggauli
isteri secara baik.
Selain dimensi-dimensi diatas,terdapat dukungan yang berbentuk moral
spiritual. Dalam Al Quran sendiri terdapat beberapa ayat mengenai dukungan suami kepada istri baik yang berbentuk materi maupun non materi, antara lain:
"Bagi suami wajib menanggung najkah untuk istri dan anak serta menanggung sandangnya dengan cara yang baik... " (QS.Al-Baqarah:-228)
"Berikanlah tempat tinggal bagi wanita (istri) seperti yang kami
tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menyusahkannya... "
(QS.At-Thalaaq-6)
"Demi masa. Sungguh manusia pasti akan rugi, kecuali orang-orang
(laki-laki maupaun wanita) yang beriman dan beramal sholeh serta saling bewasiat untuk berpegang teguh pada kebenaran dan wasiat untuk
A-a6ar"(QS.AI'Ashr:l-3)
Kompilasi hukum islam juga menerangkan mengenai kewajiban suami (otomatis berarti pula dukungan) kepada istrLyaitu "Suami wajib memberikan
pendidikan agama kepada istrinya dan memberikan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa"
"Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung :nafkah, kiswah (pakaian) dan tempat kediaman dan tempat kediaman, biaya rumah tangga, biaya
perawatan dan pengobatan bagi istri dan anak, biaya pendidikan anak
Aspek-aspek dukungan suami terhadap ibu dalam menghadapi temper
tantrum anak adalah,Dukungan Instrumentalia yaitu berupa dukungan materi,
pekerjaan dan meluangkan waktu. Sebagai contoh suami memiliki waktu luang yang cukup bagi keluarga untuk berkumpul dalam suatu ruang dan waktu, Suami dapat bergantian mengurus anak. Ini merupakan sumbangan yang sangat
penting bagi penyedia sarana kebahagiaan keluarga.
Dukungan Emosi yaitu suami berempati, ikut merasakan emosi ibu dalam
menghadapi temper tantrum anak. Sebagai contoh suami dapat berbagi dengan istrinya atas pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, sehingga beban ibu lebih ringan sehingga ibu dapat konsentrasi dalam menangani temper tantrum.
Dukungan penghargaan yaitu menghargai pekerjaan dan usaha ibu. Sebagai contoh, suami dapat memberikan pujian atas pekerjaan rumah tangga yang sudah diselesaikan oleh ibu, misalnya ibu telah berhasil menangani temper
tantrum anak dengan sabar, suami memberi pujian pada ibu atas keberhasilan
nya. Kondisi ini membuat ibu merasa lebih dihargai dalam keluarga.
Dukungan Informasi yaitu memberi nasehat tanpa menghakimi dan memberikan
informasi-informasi yang baik pada ibu untuk menghadapi temper tantrun anak sehingga ibu dapat menangani temper tantrum anak dengan tepat. Sebagai
contoh dukungan suami dapat berupa pemberian pengertian kepada ibu saaat memberi hukuman atau memarahi anak pada saat terjadi temper tantrum.
Dengan demikian dukungan suami meliputi dukungan informasi, dukungan emosi. dukungan penghargaan, serta dukungan informasi yang diberikan pada ibu dalam menghadapi temper tantrum, sehingga ibu mampu menghadapi temper tantru anak dengan baik dan tepat.
C. Hubungan Antara Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak Dengan Kontrol Diri Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak.
Penelitian Saranson, dkk (1983) menunjuklan hasil bahwa orang-orang yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi mengalami hal-hal yang positif dalam kehidupannya, memiliki harga diri yang tinggi dan mempunyai pandangan yang lebih optimis terhadap kehidupannya dari pada orang-orang
yang rendah dukungan sosialnya.
Manne dan jauta (dalam Pepetti, 1989) mengemukakan bahwa dukungan sosial dari pasangan berguna untuk membantu individu dalam mernperojch strategi pemecahan masalah yang efektif ketika individu nu-ii^'mn; :•-•:;':;!!
dan memperingan stres.
Kondisi seorang ibu yang sedang stres dan tertekan karena tidak ada dukungan suami akan mcnimbulkan dampak yang buruk dalam menghndapl badai kerewelan anak, ini disebabkan oleh tekanan-tekanan yang dialami ibu tidak berkurang dengan peran suami yang membantu meringankan tekanan
dengan cara membantu secara fisik maupun psikis. dukungan suami sebagai
pelindung (buffering effect) dapat digunakan sebagai pelindung terhadap efeknegatif dari kontrol diri yang rendah. Ibu menjadi merasa lebih diperhatikan disayang karena mendapat dukungan dari suami sehingga kontrol diri ibu
menjadi tinggi karena merasa terbantu dan tidak merasa sendirian dalam
menghadapi temper tantrun anak Dukungan suami berperan dalam mengatasi
masalah dalam kehidupan, dengan demikian ibu dapat menyelesaikan masalah
dalam menghadapi temper tantrum anak dengan baik karena adanya dukungan
suami sehingga memiliki kontrol diri yang baik untuk lebih jelasnya lihat diagram dibawah:
Gambar 1. Mekanisme dukungan suami tinggi akan mejadikan kontrol
diri ibu tinggi.
Suami memberikan dukungan pada ibu
Ibu merasa terbantu,
diperhatikan
Menimbulkan rasa
tenang
Kontrol diri ibu tinggi
I
Lebih bisa mengontrol
perilaku karena berfikir
realistis
Gambar 2. Mekanisme dukungan suami rendah akan mejadikan kontrol diri
ibu rendah
Ibu yang mengalami
tekanan dim menghadapi
tempertantrum
Suami tidak memberi dukungan
Ibu menjadi lebih tertekan karena merasa
tidak mendapat dukungan
Hubungan dukungan suami tehadap ibu dalam menghadapi temper tantrum dengan kontrol diri ibu dalam menghadapi temper tantrum anak memiliki keterkaitan yang erat, setiap dukungan suami akan menimbulkan
dampak pada kontrol diri ibu.
Dukungan instrumen dari suami pada ibu dalam bentuk pemberian sarana, penyediaan waktu bersama akan menimbulkan rasa aman baik secara
finansial maupun psikhis karena terpenuhi kebutuhan sarana dan waktu sehingga ibu lebih dapat mengotrol diri dengan baik dalam menghadapi temper tantrum.
Dukungan Emosi dari suami pada ibu dalam bentuk empati ,rasa cinta, membuat ibu merasa tidak sendirian dalam menghadapi temper tantrumanak, suami juga ikut merasakan emosi ibu pada saat menghadapi temper tantrum, ini menimbulkan kestabilan emosi ibu sehingga ibu dapat mengontrol diri dalam
menghadapi temper tantrum anak.
Dukungan penghargaan dari suami pada ibu dalam menghadapi temper tantrum anak dalam bentuk memberikan penilaian positif atas usaha ibu,ibu merasa dihargai sehingga merasa percaya diri dalam menghadapi temper tantrum anak. Kepercayaan diri yang tinggi akan menimbulkan rasa optimis
sehingga mempengaruhi kontrol diri menjadi lebih terkontrol.
Dukungan Informasi dari suami terhadap ibu dalam menghadapi temper tantrum dalam bentuk pemberian nasehat dan informasi yang tepat menambah pengetahuan ibu bagaimana cara menghadapi temper tantrum anak yang tepat sehingga ibu lebih pintar dan bisa mengontrol diri dengan baik.
D.HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara dukungan suami dengan kontrol diri ibu dalam menghadapi temper tantrum anak. Semakin tinggi dukungan suami tinggi maka semakin tinggi pula
kontrol diri ibu. Begitu sebaliknya, semakin dukungan suami rendah maka semakin rendah pula kontrol diri ibu menghadapi tempertantrum anak.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel penelitian sebagai berikut: 1. Variabel Tergantung : Kontrol Diri Ibu Menghadapi Temper Tantrum 2. Variabel Bebas : Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi
Temper Tantrum Anak
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kontrol Diri Ibu Menghadapi Temper Tantrum
Kemampuan individu untuk memandu. mengarahkan dan mengatur perilakunya dalam menghadapi temper tantrum anak. Stimulus tersebut kadang-kadang mengakibatkan perilaku yang tidak inginkan. Pada penelitian saat ini, Kontrol diri ibu diukur dengan skala yang mengacu pada teori Averill, dengan mengacu pada aspek-aspek kontrol diri yaitu; Kemampuan mengontrol perilaku, Kemampuan mengontrol kognitif, Kemampuan mengambil keputusan, Kemampuan mengontrol informasi. Semakin tingi skor yang diperoleh maka semakin tinggi kontrol dirinya. Begitupun sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, kontrol dirinya semakin rendah.
2. Dukungan Suami Terhadap Ibu Dalam Menghadapi Temper Tantrum Anak
Dukungan suami merupakan dukungan yang berasal dari suami berupa bantuaan
kepada istri baik secara langsung maupun tidak langsung. Bantuan tersebut berupa
perhatian, instrumental, pemberian informasi dan penilaian sehingga istri merasa mempunyai nilai lebih di mata suami. Dukungan suami diukur dengan menggunakan
skala yang mengacu pada teori aspek-aspek dukungan sosial dari House Dan Kahn
yaitu: Dukungan instrumen, dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan
informasi. Tingkat dukungan suami dapat dilihat dari skor total yang diperoleh
subyek pada skala ini. Skor yang tinggi menunjukan adanya dukungan yang baik dari
suami, begitu sebaliknya jika skomya rendah maka dukungan tidak baik.
C. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini diambil atau ditentukan dengan karakteristik ibu yang
menghadapi anak temper tantrum;
(1) Ibu rumah tangga, baik yang bekerja maupun tidak bekerja
(2) Ibu yang memiliki anak balita berumur 2-5 tahun.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang berisi daftar
pemyataan guna mengungkap tingkat dukungan suami dan kontrol diri Ibu
menghadapi temper tantrum pada anak.
Interpretasi subjek terhadap pertanyan-penyataan yang disajikan kepada
1. Latar Belakang Responden
Latar belakang responden diperoleh dari jawaban pertanyaan mengenai diri
responden. Kuisioner yang dibagikan kepada responden untuk diisi antara Iain terdiri
dari pertanyaan tentang : nama ibu, usia ibu dan usia anak, tingkat pendidikan ibu, frekuensi tantrum pada anak.
2. Skala Kontrol Diri Ibu
Aspek-aspek penilaian yang terdapat dalam aitem-aitem pemyataan
koisioener ini didasarkan pada pendapat Averill yang terdiri dari lima aspek;
kemampuan mengatur pelaksanaan, kemampuan untuk memodifikasi stimulus, kemampuan memperoleh informasi, Kemampuan melakukan penelitian dan pengambilan keputusan. Aitem kuisioner terdiri dari 40 pemyataan yang bersifat
favorable dan unfavorable. Skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert
yang dimodifikasi menjadi 4 pilihan jawaban yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS), yang disajikan dalam bentuk
peryataan. Skor tergantung jenis peryataanya apakah bersifat favorable atau
unfavorable dengan penilaian bergerak dari 1 untuk nilai persepsi terendah sampai 4
Tabel 3.1.
Aspek-aspek Aitem Kuisioner Variabel Kontrol Diri Ibu
No Aitem Nomor Aitem
Favorable Unfavorable
1. Aspek Kontrol Perilaku (behavioral control)
1'3^'^'38 ^^
2.
Aspek Kontrol Kognitif (cognitifcontrol)
7,17,8,34
18,23,35,2
/ 27,30 10,39
3.
Aspek Kontrol Keputusan (decisional control)
l ],40,13
32'24'14']
- __^_ 20 9
4. Aspek Kemampuan mengontrol informasi 15,9,31.33 16,26,25,3
Jumlah 20 20
3. Skala Dukungan Suami
Aspek-aspek penilaian yang terdapat dalam aitem-aitem pemyataan
kuisioener ini didasarkan pada pendapat House Dan Kahn (Psikologika, 2001) yang
terdiri dari empat aspek; emosi, informasi, instrumentalia, dan penilaian positif.
Aitem kuisioner terdiri dari 30 pemyataan yang bersifatfavorable dan unfavorable.
Skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert yang dimodifikasi
menjadi 4 pilihan jawaban yaitu : sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS), yang disajikan dalam bentuk pemyataan. Skor
tergantung jenis pernyataanya apakah bersifat favorable dengan penilaian bergerak
dan 1 untuk nilai persepsi terendah sampai 4 nilai persepsi tertinggi. Sebagaimana
faktor psikologis lainnya kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis
besarnya faktor-faktor yang memepengamhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu), dan faktor eksternal (lingkungan individu).
Tabel 3.2.
Aspek-aspek Aitem Kuisioner Variabel Dukungan Suami
No Aitem Nomor Aitem
Favorable Unfavorable
1. Aspek Instrumentalia 11,30,12,22,29,25 13,28,21
2. Aspek Emosi 1,2,3,27 4,5,6,14
3. Aspek Penilaian positif 15,16,17 18,19,20
4. Aspek Informasi
7,24,8,26
10,9,23
Jumlah 17 13
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan merupakan data primer. Data
primer diperoleh dengan membagikan kuisioner kepada calon responden. Kuisoner
yang berisi daftar pertanyaan dan pemyataan berbagai elemen kecerdasan emosi
merupakan alat ukur skor kecerdasan emosi responden. Koisioner harus diuji apakah
bisa menghasilkan data yang valid.
Alat dan metode pengumpulan data mempunyai peran yang sangat penting, karena tingkat akurasi dan kecemiatan hasil pengukuran tergantung pada validitas
dan reliabilitas alat ukur. Alat pengumpul data berupa daftar peryataan (aitem) hams
sahih dan handal, sehingga bisa ditarik kesimpulan yang benar dan tidak memberikan
gambaran yang berbeda dari keadaan yang sebenamya. Kesimpulan penelitian dapat dipercaya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya (Azwar,
1997).
4. Validitas Aitem
Pentingnya alat pengumpulan data terletak pada tingkat akurasi dan kecermatan hasil pengukuran. Hal ini tergantung pada validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas (kesahihan) merupakan ukuran apakah data tersebut sah, dalam arti
mewakili apa yang hendak diteliti. Validitas berasal dari kata 'validity' yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalammelakukan fungsi ukurnya. Atau dengan kata lain mampu tidaknya suatu alat ukur
tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 1997).
Menurut Hadi (1991) suatu alat dinyatakan sahih (valid) jika alat itu mampu
mengukur apa yang hendak diukumya, mampu mengungkapkan apa yang ingin
diungkap, mampu menebak dengan jitu sasaran yang ditebak. Suatu tes atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alattersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Secara teknis, pengujian konsistensi aitem dilakukan dengan menghitung
koefisien korelasi terkoreksi antara skor subjek pada aitem yang bersangkutan
dengan skor total.
Sebuah aitem dinyatakan sahih bila berkorelasi positif dan skor rhit lebih besar
dan rtabe, atau peluang kesalahannya maksimum lima persen (Hadi, 1991). Semakin
tinggi korelasi positif antara skor aitem dengan skor total berarti semakin tinggi
konsistensi antar aitem tersebut dengan skala keseluruhan, dan berarti pula
kesahihanya semakin tinggi (Azwar, 1997). Uji validitas aitem, menggunakan analisis
reliabilitas menggunakan SPSS 10.0. Apabila dengan melihat nilai korelasi antara
aitem dan skor total yang telah dikoreksi (Corrected Aitem-Total Correlation).
Apabila nilai korelasi terkoreksi tersebut lebih dari 0,2850 (untuk N=48) maka aitem
5. Reliabilitas Alat Ukur
Kehandalan (reliabilitas) alat ukur hams baik. Data hams memiliki kriteria
reliabel agar kesimpulan penelitian tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang
jauh berbeda dari keadaan yang sebenamya. Sifat reliabel diperlihatkan oleh
tingginya reliabilitas hasil ukur. Reliablitas berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997). Data dengan keandalan tinggi berarti jika
pengambilan data diulangi dalam selang waktu yang tidak lama akan menghasilkan
data yang hampir sama dengan pengukuran sebelumnya. Pengujian reliabilitas
menggunakan teknik pengukuran alfa Cronbach.
Tingginya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yaitu koefisien
reliabilitas. Reliablitas berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Reliabilitas sering disebut keterpercayaan, keterandalan, keajegan, dan kestabilan
(Azwar, 1997).
Uji reliabilitas dilakukan dengan menganalisa skala kecerdasan responden,
dengan uji reliabilitas menggunakan Program SPSS 10.0.
E. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Normalitas Data
Untuk dapat menguji hipotesis dengan analisis korelasi product moment,
maka data yang digunakan hams diuji terlebih dahulu normalitasnya.
Analisis
parametrik dengan korelasi product moment dapat dipakai jika data terdistribusi
normal. Kriteria data terdistribusi normal dapat diuji dengan menggunakan Uji
Kolmogorov Smirnov.
Jika signifikansi KS menunjukkan > 0,05 artinya data
terdistribusi normal dan layak untuk analisis korelasi.
2. Uji Hipotesis
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dengan teknik analisis
statistik. Analisis statistik yang dipergunakan adalah statistik deskriptif, dilakukan untuk melihat persepsi responden. Untuk menguji hipotesis penelitian ini, yakni ada hubungan positif yang signifikan dukungan suami terhadap kontrol diri ibu
menghadapi temper tantrum anak menggunakan analisis korelasi Pearson (product
moment). Pada dasarnya analisis korelasi merupakan analisisi parametrik yang
bertujuan untuk mencari ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel dengan data
rasio. Analisis korelasi Pearson.
Untuk dapat memberi interprestasi terhadap positif dan negatif dapat dilihat
pada tanda nilai korelasi hitung yang diperoleh. Dari sini dapat pula ditunjukkan
kuat lemahnya suatu hubungan, dapat digunakan pedoman seperti yang tertera dalam
tabel:
label 3.3
Pedoman untuk memberikan Interprestasi koefisien korelasi
Interval koefisien Tingkat hubungan 0,00-0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0.799 Kuat 0,80-1,000 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono, 1999.
Sedangkan interpretasi hubungan signifikan atau tidak dapat dilihat pada kriteria nilai signifikansi hitung korelasi dibandingkan dengan signifikansi statistik
(5%). Jika hasil signifikansi korelasi lebih kecil dari 5%, dapat diartikan bahwa
BAB IV
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Sampel penelitian ini menggunakan ibu-ibu yang memiliki anak usia balita dengan mengambil lokasi penelitian di TK Islam Taruna Al-Qur'an, di daerah Kabupaten Sleman. TK Islam Taruna Al-Qur'an memiliki 5 kelas yang terdiri dari satu kelas playgroup, dua kelas TK kecil dan dua kelas TK besar. Ibu-ibu yang dijadikan responden penelitian kali ini adalah para ibu yang mempunyai putra atau putrinya yang bersekolah di taman kanak-kanak tersebut. Status ibu sebagai responden penelitian dapat ibu yang bekerja ataupun tidak. Hal yang utama dalam penelitian ini adalah sampel ibu yang digunakan adalah para ibu yang memiliki balita dan saat itu berada di lokasi TK Islam Taruna Al-Qur'an. Pemilihan lokasi tersebut karena TK memiliki anak didik yang berusia balita yang merupakan salah satu syrat dalam pengambilan data. Mekanisme pengambilan data dilaksanakan dua kali yaitu yang pertama mengambil 50 subyek sebagai uji coba validitas dan reliabilitas kuisioner. Setelah kuisioner valid kemudian diadakan pengambilan
data penelitian sebanyak 50 subyek.
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September sampai Oktober
2006. Para ibu diberi kuisioner yang berisi pertanyaan kelompok Skala A tentang kontrol diri ibu dalam menghadapi temper tanrum anak dan Skala B yang berisi
Diharapkan bahwa pengumpulan sampel penelitian pada satu lokasi dapat mendekatkan homogenitas data penelitian. Sehingga tingkat varians data tidak terlalu besar atau mengganggu variabel penelitian.
B. Pengujian Kuesioner
1. Pelaksanaan Uji Coba
Kuisioner yang berisi skala kontrol diri ibu dan skala dukungan suami diujicobakan pada bulan September 2006 di lokasi penelitian TK Islam Taruna Al-Qur'an Kabupaten Sleman. Subjek yang terlibat dalam uji coba dalam penelitian ini sebanyak 50 ibu. Berdasarkan kelengkapan jawaban dan identitas subyek, dari 50 eksemplar kuisioner, seluruhnya kembali dan diisi dengan benar serta memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pengiujian validitas dan
reliabilitas.
2. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Pengumpulan data try out menunjukkan bahwa dari sejumlah 50 responden yang diambil terdapat 2 responden berada di luar kriteria subyek penelitian, karena memiliki usia anak di bawah 2 tahun. Untuk itu, jumlah sampel yang digunakan