• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAYA HASIL DAN KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ABDUL HAKIM A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAYA HASIL DAN KETAHANAN CABAI (Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum ABDUL HAKIM A"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

(Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG

DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

ABDUL HAKIM

A24052605

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

EVALUASI DAYA HASIL DAN KETAHANAN CABAI

(Capsicum annuum L.) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG

DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ABDUL HAKIM

A24052605

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

RINGKASAN

ABDUL HAKIM. Evaluasi Daya Hasil dan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh

Colletotrichum acutatum. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan

WIDODO).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe tanaman cabai yang

tahan terhadap penyakit antraknosa yang disebabkan oleh

Colletotrichum acutatum dan memiliki daya hasil tinggi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2009 di Kebun Percobaan Leuwikopo dengan ketinggian ± 190 m dpl dan Laboratorium Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penelitian ini dilakukan di lapangan dan laboratorium, menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, satu faktor dan dua ulangan. Genotipe cabai yang digunakan adalah 17 genotipe cabai yaitu IPB C2, IPB C4a, IPB C5a, IPB C10, IPB C14, IPB C15, IPB C19, IPB C20, IPB C105, IPB C110, IPB C126, IPB C128, IPB C129, IPB C130 IPBC131, IPB C132, dan IPB C133. Pengamatan dilakukan terhadap karakter kuantitatif dan dianalisis menggunakan analisis ragam. Ketahanan penyakit dianalisis menggunakan persentase kejadian penyakit dan diameter nekrosis dianalisis menggunakan analisis ragam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe IPB C14, IPB C15, IPB C128, IPB C129, dan IPB C131 merupakan genotipe yang memiliki bobot buah per tanaman yang tinggi. Genotipe IPB C14, IPB C15, IPB C128, IPB C129, dan IPB C131 memiliki bobot buah per tanaman mendekati 500 g/tanaman. Genotipe IPB C128 merupakan cabai yang memiliki daya hasil tinggi dan relatif tahan terhadap penyakit antraknosa. Genotipe IPB 128 termasuk mutu I berdasarkan panjang buah dan diameter pangkal buah menurut SNI cabai merah segar. Genotipe ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai varietas Open

Polinated Variety (OPV). Genotipe IPB C15 merupakan cabai yang memiliki

ketahanan paling baik terhadap tiga isolat Colletotrichum acutatum. Genotipe ini merupakan salah satu sumber untuk sifat ketahanan cabai terhadap antraknosa dan berpotensi untuk dijadikan tetua donor untuk sifat tersebut.

(4)

Judul : EVALUASI DAYA HASIL DAN KETAHANAN CABAI

(Capsicum annuum L) TERHADAP ANTRAKNOSA YANG DISEBABKAN OLEH Colletotrichum acutatum

Nama : ABDUL HAKIM NIM : A24052605

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhamad Syukur, SP., MSi Dr. Ir. Widodo, MS

NIP. 19720102 200003 1 001 NIP. 19591115 198503 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 3 Agustus 1986. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Daud dan Ibu Rohayati

Tahun 1999 penulis lulus dari SDN Bojongkoneng Sumedang, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Situraja Sumedang. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 1 Sumedang pada tahun 2005. Penulis diterima di IPB melalui USMI pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada tahun 2006.

Tahun 2007-2008 penulis aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Agronomi, Faperta IPB. Tahun 2009 penulis menjadi asisten mata kuliah Genetika dan Pemuliaan Tanaman pada Program Keahlian Diploma Perkebunan Kelapa Sawit IPB, Teknik Pemuliaan Tanaman I dan Teknik Pemuliaan Tanaman II pada Program Keahlian Diploma Ilmu dan Teknologi Benih IPB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT penulis panjatkan karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Daya Hasil dan Ketahanan Cabai (Capsicum annuum L.) terhadap Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum acutatum.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa dan memiliki daya hasil tinggi diantara genotipe yang diuji. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Kedua Orang tua yang memberikan doa, dorongan baik moril dan materiil. 2. Dr. M. Syukur, SP., MSi dan Dr. Ir Widodo, MS selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan kepada penulis selama skripsi ini disusun.

3. Dr. Ir. Adiwirman, MS selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan masukkannya.

4. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi sebagai pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan selama penulis melaksanakan studi di IPB.

5. Nurwanita Ekasari Putri, Daniel L, Sony dan Rizky atas kerjasama selama penelitian berlangsung.

6. Teman-teman AGH 42 yang telah memberikan dorongan moril, dan bantuan serta kebersamaan selama masa studi dan penelitian berlangsung.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan dan memberikan masukan bagi ilmu pemuliaan.

Bogor, Mei 2010

(7)

DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN Latarbelakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai ... 3 Syarat tumbuh ... 4

Antraknosa pada Cabai ... 5

Ketahanan Cabai ... 8

Pemuliaan Tanaman Cabai ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian... 13

Analisis Data ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Lapangan ... 14

Persemaian dan Penanaman ... 14

Pemeliharaan ... 14 Laboratorium ... 15 Pra Inokulasi ... 15 Inokulasi ... 15 Pengamatan ... 16 Lapangan ... 16 Laboratorium ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 18

Karakter kuantitatif ... 19

Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknosa ... 30

Pengembangan Cabai ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perbedaan Ketahanan Vertikal dan Ketahanan Horizontal ... 10

2. Nama dan Asal 17 Genotipe Cabai ... 12

3. Nama dan Asal 3 Isolat Colletotrichum acutatum ... 13

4. Kriteria Ketahanan Antraknosa ... 17

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Kuantitatif ... 20

6. Nilai Tengah Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomous, Diameter Batang dan Lebar Tajuk pada Genotipe yang Diuji ... 21

7. Nilai Tengah Waktu Berbunga dan Waktu Panen pada Genotipe yang Diuji ... 24

8. Nilai Tengah Diameter Pangkal Buah, Tengah Buah, dan Ujung Buah pada Genotipe yang Diuji ... 25

9. Nilai Tengah Bobot per Buah, Panjang Buah dan Tebal Daging Buah pada Genotipe yang Diuji... 27

10. Nilai Tengah Bobot Buah Layak Pasar per Tanaman, Bobot Buah per Tanaman dan Jumlah Buah per Tanaman pada Genotipe yang Diuji ... 28

11. Kriteria Ketahanan Cabai Terhadap Penyakit Antraknosa ... 31

12. Rekapitulasi Sidik Ragam Diameter Nekrosis ... 33

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Konidia Colletotrichum ... 6

2. Serangan Antraknosa pada Bagian Tanaman Cabai ... ... 7

3. Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum sp ... 8

4. Tanaman yang Terserang Penyakit ... 18

5. Isolat C. acutatum yang Digunakan ... 19

6. Tanaman di Lapangan ... 22

7. Bentuk Tajuk ... 23

8. Bentuk Buah ... 29

9. Bentuk Buah ... 29

10. Tanaman dan Buah Genotipe IPB C15 ... 32

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Iklim Darmaga ... 41

2. Persyaratan Mutu Cabai Merah Segar SNI No.01-4480-1998 ... ... 41

3. Sidik Ragam Karakter Jumlah Buah per Tanaman ... ... 42

4. Sidik Ragam Karakter Tebal Daging Buah ... ... 42

5. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman ... 42

6. Sidik Ragam Karakter Waktu Berbunga ... 42

7. Sidik Ragam Karakter Waktu Panen ... 42

8. Sidik Ragam Karakter Tinggi Dikotomus ... 43

9. Sidik Ragam Karakter Diameter Batang ... 43

10. Sidik Ragam Karakter Panjang Buah ... 43

11. Sidik Ragam Karakter Lebar Tajuk ... 43

12. Sidik Ragam Karakter Bobot per Buah ... 43

13. Sidik Ragam Karakter Bobot Buah per Tanaman ... 44

14. Sidik Ragam Karakter Diameter Pangkal Buah ... 44

15. Sidik Ragam Karakter Diameter Tengah Buah ... 44

16. Sidik Ragam Karakter Diameter Ujung Buah ... 44

17. Sidik Ragam Karakter Bobot Buah Layak Pasar per Tanaman ... 44

18. Sidik Ragam Diameter Nekrosis Isolat Colletotrichum acutatum BKT 05 ... 45

19. Sidik Ragam Diameter Nekrosis Isolat Colletotrichum acutatum PYK 04 ... 45

20. Sidik Ragam Diameter Nekrosis Isolat Colletotrichum acutatum BGR 027 .. 45

(11)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

hortikultura dengan nilai ekonomis tinggi. Cabai kaya akan vitamin A dan C, niacin, riboflavin dan thiamin (AVRDC, 1991). Cabai selain dapat dikonsumsi segar sebagai campuran bumbu masakan, juga dapat diawetkan dalam bentuk bahan seperti sambal, saus, pasta acar, buah kering dan tepung.

Produktivitas tanaman cabai di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 6.37 ton/ha (Badan Pusat Stasistik, 2009). Angka tersebut relatif rendah jika dibandingkan dengan potensi produktivitasnya yang mencapai 12 ton/ha (Purwati et al., 2000). Rendahnya produksi cabai besar di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah teknik budidaya yang belum optimal, minimnya benih bermutu, tingginya serangan hama penyakit serta faktor lingkungan yang kurang menguntungkan.

Salah satu faktor dominan yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di Indonesia adalah adanya gangguan hama dan penyakit (Semangun, 2000; Nawangsih et al., 2003). Penyakit yang paling dominan menyebabkan rendahnya produksi cabai di Indonesia adalah antraknosa (Suryaningsih et al., 1996). Penyakit antraknosa ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp yang distimulir oleh kondisi lembab dan suhu relatif tinggi (AVRDC, 1988). Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga species cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum acutatum, Colletotrichum gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (AVRDC, 2003). Colletotrichum gloeosporioides merupakan spesies yang paling luas serangannya pada tanaman Solanaceae terutama pada tanaman cabai namun akhir-akhir ini spesies yang utama menyerang cabai adalah spesies Colletotrichum acutatum (Park, 2005).

Berdasarkan laporan Badan Penelitian Hortikultura Lembang dalam Hariati (2007), kehilangan hasil pada pertanaman cabai akibat serangan antraknosa dapat mencapai 50-100% pada musim hujan. Sementara berdasarkan Widodo (2007), kehilangan hasil produktivitas cabai sekitar 10-80% di musim hujan dan 2-35% di musim kemarau. Menurut Setiadi (2008), penyakit antraknosa menyerang buah,

(12)

baik buah muda atau buah yang telah matang akan tampak bercak-bercak yang semakin lama akan semakin melebar, selanjutnya buah akan mengerut dan mengering dengan warna kehitaman.

Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mengembangkan varietas unggul, baik untuk tanaman hortikultura maupun tanaman pangan salah satunya melalui perbaikan adaptasi tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik. Kegiatan pemuliaan tanaman untuk perbaikan daya adaptasi terhadap cekaman biotik salah satunya adalah pemuliaan cabai resisten penyakit antraknosa. Peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit antraknosa ini bertujuan untuk memperoleh tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa sehingga dapat memperbaiki daya hasil. Penelitian ini merupakan tahapan perakitan varietas tanaman cabai tahan antraknosa dalam rangka perbaikan produktivitas, kualitas dan adaptasi terhadap cekaman biotik.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa dan memiliki daya hasil tinggi diantara genotipe yang diuji.

Hipotesis

Terdapat minimal satu genotipe tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit antraknosa dan minimal satu genotipe tanaman cabai yang memiliki daya hasil tinggi diantara genotipe yang diuji.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Cabai

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili Solanaceae. Famili ini diduga memiliki sekitar 90 genus dan sekitar 2000 species yang terdiri dari tumbuhan perdu dan tumbuhan kerdil lainnya. Sebagian besar spesies tersebut merupakan tumbuhan tropis namun secara ekonomis yang sudah dimanfaatkan baru beberapa spesies saja. Spesies yang sudah dikenal dalam kehidupan sehari-hari adalah kentang (Solanum tuberosum), tomat (Lycopersicum esculentum), terung

(Solanum melongena), dan tembakau (Nicotiana tabacum)

(Purseglove et al., 1981). Berdasarkan Haeir dalam Purseglove et al. (1981), terdapat 20 spesies cabai yang sebagian besar tumbuh di Amerika Selatan, dua diantaranya adalah Capsicum var glabiriusculum dan C. frutescens, kemudian menyebar ke Amerika Tengah dan selatan Amerika Serikat.

Pada perkembangannya hingga sekarang lima spesies cabai yang telah dibudidayakan, yaitu : C. annuum, C. baccatum, C. pubescens, C. chinense dan

C. frutescens. Klasifikasi tanaman cabai :

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledone Ordo : Tubiflorae Familia : Solanaceae Genus : Capsicum

Species : C. annuum, C. baccatum, C. pubescens, C. frutescens, C. chinense Semua spesies yang telah dibudidayakan berasal dari spesies liar dengan jumlah diploid (x = 12; 2n = 24) (Purseglove et al., 1981). Cabai adalah tanaman herba, sebagian besar menjadi berkayu pada pangkal batangnya, dan beberapa jenis menjadi jenis semak liar. Tanaman tumbuh tegak, bercabang dan tinggi 0.5-1.5 m (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999), sedangkan berdasarkan Setiadi (2008) batangya tegak dengan ketinggian antara 50 - 90 cm, akar tunggang kuat dan dalam, perakaran umumnya berkembang sempurna. Daun relatif halus dengan bulu jarang, daun tunggal dan tipis. Ukuran daun bervariasi dengan helaian daun

(14)

lanset dan bulat lebar. Warna mahkota bervariasi dari putih, putih kehijauan hingga ungu. Warna kepala sari adalah biru, ungu, dan kuning. Warna biji kuning muda, coklat atau hitam.

Seluruh kultivar yang didomestikasi adalah menyerbuk sendiri walaupun persilangan terbuka dapat juga terjadi. Secara botanis, buah adalah tidak pecah, menggantung atau tegak merupakan buah buni (beri) berbiji banyak. Biji kultivar

C. annuum berbentuk pipih, biasanya berwarna kuning pucat, bulat telur, panjang

3-5 mm, sekitar 150-160 biji berbobot 1 g. Warna buah sangat bervariasi, hijau, kuning atau bahkan ungu ketika muda dan kemudian berubah menjadi merah jingga, kuning atau campuran warna ini, dengan meningkatnya umur buah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Syarat tumbuh

Cabai dapat tumbuh pada daerah tropis sampai ketinggian 2000 m dpl. (Purseglove et.al., 1981) sedangkan berdasarkan William et al. (1993) cabai akan tumbuh lebih baik pada tempat dengan ketinggian di atas 1000 m dpl di daerah khatulistiwa. Setiadi (2008) menyatakan bahwa cabai dapat tumbuh dengan baik walaupun ketinggian daerah tersebut rata – rata mencapai 900 m dpl, namun jika cabai tersebut ditanam di daerah yang berkelembaban tinggi dengan curah hujan per tahun 600 - 1250 mm maka tanaman cabai akan mudah terserang penyakit, terutama penyakit antraknosa. Menurut Boswell dalam Purseglove et al.,(1981) suhu yang optimum untuk tanaman cabai adalah 240C, sedangkan Deanon dalam Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa suhu yang optimum untuk tanaman cabai berkisar antara 160-230C.

Tanah yang cocok untuk tanaman cabai adalah tanah yang subur, kaya akan bahan organik, walaupun demikian cabai masih bisa tumbuh pada tanah lempung, tanah agak liat, tanah merah maupun tanah hitam. Cabai dapat tumbuh dengan baik pada pH antara 5.5 - 7 (Crockett, 1975), sedangkan berdasarkan Purseglove et al., (1981) derajat keasaman tanah yang optimum berkisar antara 6-6.5, berbeda dengan Setiadi (2008) derajat keasaman tanahnya berkisar 6 - 7.

(15)

Antraknosa pada Cabai

Penyakit tanaman berdasarkan penyebabnya, terbagi atas penyakit biogenik dan penyakit fisiogenik. Penyakit biogenik disebabkan oleh organisme seperti cendawan, bakteri, virus, nematoda, ganggang serta tumbuhan berbiji parasitik, sedangkan penyakit fisiogenik disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan suatu tanaman untuk tumbuh.

Penyakit antraknosa merupakan penyakit biogenik. Kata antraknosa adalah suatu peralihan dari kata Inggris anthracnose. Kata ini awalnya berasal dari dua kata Yunani : anthrax yang berarti radang dan di bawah kulit atau bisul, dan nosos yang artinya penyakit (Kalie, 1992). Penyakit busuk buah ini akan menimbulkan kerugian besar terutama dengan kehadiran lalat buah (William et al., 1993). Penyakit antraknosa ini menyerang berbagai jenis tanaman diantaranya kelapa, kapas, serealia, pepaya, pisang, mangga, buncis, strawbery, mentimun bawang merah, tomat dan cabai.

Penyebab penyakit antraknosa ini disebabkan oleh cendawan

Colletotrichum sp. cendawan ini termasuk dalam sub divisi Deuteromycotyna,

kelas Coelomycetes, ordo Melanconiales, famili Melaconiaceae dan genus Colletotrichum (Agrios, 1988). Ordo Melanconiales yang mempunyai tubuh buah berbentuk aservulus, menyebabkan penyakit penting yaitu antraknosa. Genus yang menyebabkan penyakit antraknosa ini adalah Gloeosporium, Colletotrichum, Stigmina, Marssonina, dan Sphaceloma (Semangun, 2006). Genus yang menjadi penyebab utama penyakit antraknosa adalah Gloeosporium dan Colletotrichum. Terdapat perbedaan antara Gloeosporium dengan Colletotrichum, pada Colletotrichum mempunyai seta (rambut-rambut) berwarna gelap pada aservulusnya, sedangkan pada Gloeosporium tidak terdapat seta (Agrios, 1988).

Kalie (1992) menyatakan penyakit antraknosa ini disebabkan oleh sejenis kapang yang disebut cendawan Colletotrichum, termasuk famili Melanconiaceae, sub kelas cendawan imperfecti. Kapang ini memiliki tubuh oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan. Kapang ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah saja tetapi juga menyerang daun bunga, ranting dan tanaman semai.

(16)

Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga species cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum acutatum, Colletotrichum

gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (AVRDC, 2003). Konidia

masing-masing Colletotrichum seperti pada Gambar 1. Jenis pertama serangannya pada tanaman Solanaceae yang paling luas dan paling banyak biotipe. Jenis ketiga menyerang paling luas di daerah tropis dan merupakan jenis yang paling ganas dalam merusak tanaman cabai (Cerkauskas dalam Rohmi, 2007).

A B C D

Gambar 1. Konidia Colletotrichum A. C. gloesporioides, B & C. C. acutatum,

D. C. capsici (Sumber : AVRDC, 2003)

Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga

abu-abu. Warna koloni jika dibalik adalah oranye hingga merah muda. Konidia berbentik silindris dengan ujung runcing, berukuran 15.1 (12.8 -16.9) x 4.8 (4.0 - 5.7) µm (AVRDC, 2003).

Penyakit antraknosa tidak hanya menyerang buah cabai tetapi juga menyerang bagian tanaman yang lain yaitu daun dan batang. Serangan penyakit antraknosa ini dapat terjadi kapan saja, namun serangan yang paling hebat terjadi saat curah hujan tinggi, saat memasuki musim kemarau penyakit ini hampir tidak ditemukan.

Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman, termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih

(17)

lanjut pada buah. Serangan Colletorichum acutatum menyerang daun, buah hijau, batang dan buah matang (Gambar 2). Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin melebar.

A

C

B

D

Gambar 2. Serangan Antraknosa pada Bagian Tanaman Cabai. A. Daun,

B. Buah mudaC. Batang, D. Buah matang (Sumber : Syukur, 2007) Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-kelamaan akan melebar ke bawah dan memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama pada bagian tanaman yang terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan penyakit tersebut. Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan warna kehitaman (Setiadi, 2008). Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan rontok. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut (keriput). Buah yang seharusnya merah menjadi berwarna seperti jerami (Semangun, 2000). Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa

(18)

dalam aservulus. Siklus penyakit antraknosa seperti pada Gambar 3. Bila menyerang bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari bagian ujung atau pucuk tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber inokulum penyakit ini melalui penggunaan benih yang bebas penyakit antraknosa (Poulos, 1994).

Gambar 3. Siklus Penyakit Antraknosa yang Disebabkan oleh Colletotrichum sp (Agrios dimodifikasi oleh Syukur, 2007)

Ketahanan Cabai

Secara umum tanaman tidak berdiam diri ketika diserang patogen. Sistem pertahanan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi melalui satu atau kombinasi cara struktural dan reaksi biokimia.

Ketahanan secara struktural ialah dengan membentuk penghambatan fisik yang mengakibatkan patogen tidak dapat berpenetrasi dan berkembang, sedangkan ketahanan secara biokimia yaitu dengan menghasilkan senyawa yang

(19)

bersifat toksik atau menghambat pertumbuhan patogen (Sinaga, 2000). Menurut Semangun (2000) ketahanan terhadap penyakit dapat dikelompokkan ke dalam ketahanan struktural dan fungsional.

Tanaman yang tahan terhadap penyakit adalah tanaman yang mampu menghambat perkembangan patogen sehingga patogen tersebut tidak dapat berkembang dan menyebar. Cabai memiliki sifat rentan yang sangat tinggi terhadap berbagai jenis bakteri, cendawan dan virus. Sifat ketahanan pada cabai khususnya Capsicum annuum dikontrol oleh sebagian besar gen tunggal dominan atau gen tunggal resesif (Kallo, 1988).

Ketahanan merupakan sifat yang diwariskan dari tanaman inang untuk mengurangi serangan patogen. Ketahanan bisa tinggi, sedang atau rendah. Dalam hal kekebalan imun, tanaman secara menyeluruh tahan terhadap berbagai serangan patogen. Imun bersifat mutlak dan tidak ada serangan dari penyakit, namun kejadian ini jarang terjadi di alam sedangkan toleran terhadap serangan patogen, biasanya tidak menimbulkan kehilangan hasil yang signifikan. Berbagai tipe ketahanan bisa berdasarkan (1) sifat pewarisan seperti monogenik, oligogenik dan poligenik. (2) berdasarkan tahap pertumbuhan inang seperti ketahanan pada perkecambahan dan ketahanan dewasa. Ketahanan yang ketiga (3) berdasarkan epidemiologi yaitu ketahanan vertikal dan ketahanan horizontal.

Ketahanan vertikal adalah ketahanan yang utama, vertikal, monogen, oligogen, spesifik ras, psikologis, hipersensitif dan tidak stabil. Mekanisme ketahanan pewarisan ada yang dikontrol oleh gen mayor dan ini tidak benar jika dikatakan sebagai ketahanan vertikal karena ada beberapa ketahanan horizontal yang dapat diwariskan oleh gen-gen mayor (Kallo, 1988). Ketahanan vertikal efektif untuk melawan beberapa ras patogen namun tidak semua. Ketahanan horizontal merupakan ketahanan yang umum, horizontal, stabil, gen minor, parsial, seragam dan tidak spesifik ras. Perbedaan antara ketahanan horizontal dan ketahanan vertikal seperti pada Tabel 1.

Ketahanan monogenik atau mayor biasanya sangat mudah untuk dideteksi sekalipun pada fase kecambah dan sangat spesifik melawan satu atau beberapa jenis patogen. Apabila ada sejumlah gen yang mengendalikan suatu ketahanan dan jumlahnya lebih dari tiga maka ketahanan tersebut dikatakan ketahanan poligenik.

(20)

Ketahanan ini tidak dapat dideteksi pada fase kecambah, akan tetapi sering terlihat meningkat sejalan dengan kedewasaan tanaman. Lingkungan sangat besar pengaruhnya pada ketahanan poligenik ini dan sangat sulit untuk memanipulasinya didalam pelaksanaan program produksi tanaman daripada ketahanan oligogenik (Yudiarti, 2007).

Tabel 1. Perbedaan Ketahanan Vertikal dan Ketahanan Horizontal

No Ketahanan Vertikal Ketahanan Horizontal

1 Sempurna namun tidak permanen Tidak sempurna namun permanen

2 Menghentikan epidemik Memperlambat epidemik

3 Menunjukkan perbedaan interaksi Perbedaan bisa signifikan tapi bisa juga kehilangan perbedaan interaksi

4 Patogen dapat berubah Patogen tidak berubah

5 Pewarisan oligogenik Pewarisan poligenik

6 Dapat diidentifikasi dengan mudah pada populasi

Sulit diidentifikasi pada populasi

7 Mudah dipatahkan ketika ras

patogen menyerang

Sulit dipatahkan

8 Keragaman diskontinu Keragaman kontinu

9 Bekerja menurut sistem satu gen untuk gen ketahanan

Gen-gen minor bekerja secara aditif

10 Tidak ada homeostasis karena gen-gen dominan terlibat, sehingga kestabilan rendah

Homeostatis genetik bekerja kuat ketika lebih banyak gen terlibat dalam kestabilan ketahanan.

Sumber : Kallo, 1988

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi di alam. Perbaikan daya ketahanan terhadap penyakit menjadi salah satu tujuan pemuliaan tanaman cabai disamping perbaikan daya dan kualitas hasil, peningkatan sifat-sifat hortikultura, serta peningkatan daya adaptasi terhadap cekaman lingkungan. Pemuliaan untuk ketahanan terhadap penyakit pada beberapa tanaman sayur-sayuran bahkan seringkali lebih penting dibandingkan pemuliaan untuk daya hasil. Pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap penyakit, yang menjadi

(21)

kriteria seleksi umumnya adalah kemampuan tanaman untuk mengatasi serangan patogen. Semakin kecil atau semakin sedikit tanda dan gejala pada tanaman inang semakin besar kemungkinan ketahanannya terhadap patogen tersebut. Menurut Semangun (2000), intensitas suatu penyakit merupakan hasil interaksi dari virulensi patogen dengan derajat kerentanan tumbuhan inang yang ditentukan oleh banyak faktor yang mengadakan interaksi.

Tahap awal dalam pada program pemuliaan tanaman untuk ketahanan terhadap penyakit yaitu adanya sumber sifat tahan. Allard (1960) menyatakan bahwa dasar dari pembentukkan varietas tahan penyakit adalah pengetahuan tentang kemampuan patogen organisme parasitnya dan perbedaan spesies yang tahan pada infeksi penyakit. Sumber sifat tahan bisa berasal dari varietas yang sudah lama atau baru dikenal, spesies yang berkerabat dekat, atau bisa dari genus lain (Kallo, 1988), selain itu sifat penyerbukan tanaman juga menentukan metode pemuliaan yang akan diterapkan.

Metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri berbeda dengan tanaman menyerbuk silang. Cabai termasuk tanaman menyerbuk sendiri sehingga pemuliaannya sesuai dengan metode-metode yang berlaku umum bagi tanaman menyerbuk sendiri. Metode yang paling banyak digunakan pada tanaman menyerbuk sendiri adalah seleksi massa, seleksi galur murni, silang balik (back

cross), dan pedigree (Poespodarsono, 1988).

Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mengembangkan varietas unggul baik untuk tanaman hortikultura maupun tanaman pangan salah satunya melalui perbaikan adaptasi terhadap cekaman biotik dan abiotik. Kegiatan pemuliaan untuk perbaikan daya adaptasi terhadap cekaman biotik salah satunya adalah pemuliaan cabai resisten penyakit. Peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit bertujuan untuk memperoleh tanaman cabai yang tahan terhadap penyakit sehingga dapat memperbaiki daya hasil.

(22)

12 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2009. Penelitian bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo dengan ketinggian ± 190 m dpl dan Laboratorium Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 17 genotipe cabai yaitu IPB C2, IPB C4a, IPB C5a, IPB C10, IPB C14, IPB C15, IPB C19, IPB C20, IPB C105, IPB C110, IPB C126, IPB C128, IPB C129, IPB, C130 IPB C131, IPB C132, dan IPB C133 (Tabel 2), inokulum isolat Colletotrichum acutatum BGR 027, PYK 04 dan BKT 05 (Tabel 3), PDA (Potato Dextrose Agar), alkohol, air steril, wrapping plastik, kain saring, dan tissue.

Tabel 2. Nama dan Asal 17 Genotipe Cabai

No Nama Genotipe Kode Genotipe Tipe Cabai Asal

1 PSPT C11 IPB C2 Cabai Besar Koleksi IPB

2 Cilibangi 1 IPB C4a* Cabai keriting Malaysia

3 Cilibangi 3 IPB C5a* Cabai Besar Malaysia

4 PBC 495 IPB C10 Cabai Rawit AVRDC

5 CCA 321 IPB C14 Cabai Besar AVRDC

6 0209-4 IPB C15 Cabai Besar AVRDC

7 Randu IPB C19 Cabai Besar Lokal Jawa Timur

8 CA MAZ IPB C20 Cabai Rawit Indramayu

9 Payakumbuh IPB C105 Cabe Keriting Sumatera Barat

10 Sumatera IPB C110 Cabe Keriting S.Mentari

11 VC240 IPB C126 Cabai Rawit AVRDC

12 6574 IPB C128 Cabai Besar AVRDC

13 65871 IPB C129 Cabai Besar AVRDC

14 65872 IPB C130 Cabai Besar AVRDC

15 76451 IPB C131 Cabai Besar AVRDC

16 76501 IPB C132 Cabai Besar AVRDC

17 C00265 IPB C133 Cabai Rawit AVRDC

(23)

Sarana produksi untuk budidaya cabai diantaranya ajir bambu, pupuk kandang 20 ton/ha, Urea 100 kg/ha, SP-36 150 kg/ha (SP-18 300 kg/ha), KCl 100 kg/ha, Gandasil B, Gandasil D, NPK Mutiara, insektisida Curacron, akarisida Kelthane, karbofuran, fungisida Antracol, Dithane M-45, bakterisida Agrept, perangkap lalat buah berbahan metil eugenol.

Tabel 3. Nama dan Asal 3 Isolat Colletotrichum acutatum

Nama Isolat Asal

C. acutatum BGR 027 Bogor

C. acutatum PYK 04 Payakumbuh

C. acutatum BGR 05 Bukittinggi

Alat yang digunakan adalah alat budidaya cabai, meteran, jangka sorong, laminar air flow cabinet, gelas L, gelas kimia, haemocytometer, jarum suntik (syringe), mikroskop elektrik, anyaman kawat, dan bak plastik.

Metode Penelitian

Penelitian ini baik di lapangan dan laboratorium menggunakan rancangan lingkungan RKLT dengan faktor tunggal. Percobaan di lapangan yaitu 17 genotipe cabai dan diulang 2 kali, sehingga terdapat 34 satuan percobaan. Satu petak percobaan terdiri dari 20 tanaman cabai dan diambil 10 tanaman contoh. Percobaan yang dilakukan di laboratorium yaitu 17 genotipe cabai dan diulang 2 kali, sehingga terdapat 34 satuan percobaan. Jumlah buah yang diinokulasi untuk masing-masing genotipe 20 buah cabai hijau tua yang belum matang dan mencapai ukuran maksimum.

Model aditif linear pada percobaan lapangan dan laboratorium : Yij= µ + Gi +βj+ εij

Keterangan :

i = 1,2,3,...17 ; j = 1,2

Yij = pengamatan pengaruh faktor genotipe ke-i kelompok ke-j µ = rataan umum

Gi = pengaruh faktor genotipe ke-i βj = pengaruh faktor kelompok ke-j εij = galat percobaan.

(24)

Analisis Data

Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan uji analisis ragam (ANOVA) pada taraf 5%. Apabila hasil pengujian menunjukkan pengaruh yang nyata, dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian Lapangan

Persemaian dan Penanaman

Media persemaian terlebih dahulu dioven pada suhu 1000C selama 3 jam. Media yang telah dioven didinginkan, kemudian ditempatkan ke dalam tray, setelah itu benih cabai ditanam pada tray yang telah diisi media tanam. Selama masa pembibitan, pemeliharaan yang dilakukan berupa pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pupuk yang digunakan adalah NPK Mutiara konsentrasi 10 g/l dan pupuk daun Gandasil 1-3 g/l. Tanaman cabai yang telah memiliki daun ± 4 -5 helai atau selama 6 minggu kemudian ditanam di lapangan. Lahan disiapkan 2 minggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton /ha. Tanah diolah sehingga bercampur dengan pupuk kandang, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1 m, panjang 5 m, jarak antar bedeng 50 cm, tinggi bedeng 30 cm. Bedeng ditutup dengan mulsa plastik hitam perak setelah ditaburi dengan pupuk urea, SP-18 dan KCl, kemudian dibuat lubang tanam 50 cm x 50 cm. Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah diberi karbofuran, kemudian diberi ajir bambu untuk mencegah tanaman rebah.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyiraman, pewiwilan, penyiangan serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan menggunakan pupuk NPK dengan konsentrasi 10 g/L dilakukan seminggu sekali. Pupuk diaplikasikan dalam bentuk cair dengan dosis 250 ml per tanaman. Pewiwilan adalah membuang tunas-tunas air yang tumbuh di bawah percabangan pertama. Penyiangan gulma dilakukan seminggu sekali yaitu membersihkan gulma di sekitar lubang tanam dan di antara bedengan. Pengendalian hama dan

(25)

penyakit menggunakan insektisida Curacron 2 cc/l, akarisida Kelthane 2 cc/l, fungisida Dithane M-45, bakterisida Agrept, Benlate dan Antracol. Penyemprotan pestisida dilakukan seminggu sekali.

Laboratorium

Pra inokulasi

Perbanyakan inokulum dilakukan pada media Potato Dextrose Agar (PDA). PDA terbuat dari : kentang 200 g, agar-agar 10 g, dextrose 10 g, dan air 1 L. Kentang dikupas, dipotong dadu kemudian direbus, disaring dan diambil airnya. Agar-agar dan dekstrose dimasukkan ke dalam air rebusan yang telah disaring. Setelah itu direbus lagi dan didinginkan. Pembuatan isolat dilakukan dengan menyiapkan potongan dari konidia (biakan murni) kemudian dibiakkan pada media PDA dalam cawan petri, setelah itu disimpan pada suhu 280C dengan intensitas cahaya 12 jam/hari selama 5-7 hari. Konidia dipanen dengan memasukkan air sebanyak 10 ml ke dalam cawan kemudian permukaan isolat digosok perlahan dengan menggunakan gelas L. Suspensi konidia tersebut kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Kepadatan inokulum yang diperlukan 5x105 konidia/ml (AVRDC, 2003). Konidia cendawan dihitung dengan bantuan mikroskop dan haemocytometer.

Inokulasi

Metode inokulasi yang digunakan adalah metode suntik. Inokulasi dilakukan dengan menyuntikkan inokulum cendawan isolat Colletotrichum

acutatum BGR 027, isolat PYK 04 atau isolat BKT 05, berupa suspensi konidia,

ke dalam buah cabai. Buah cabai yang akan diinokulasi adalah buah cabai hijau tua yang belum matang. Cabai tersebut dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan.

Inokulasi dilakukan dengan cara menyuntikkan 2 µl inokulum sebanyak 2 suntikan pada daerah yang berbeda (untuk buah yang berukuran < 4 cm hanya

1 suntikan per buah). Buah cabai yang telah diinokulasi disimpan di atas anyaman kawat di dalam bak plastik yang sebelumnya sudah disterilisasi dan dialasi dengan tissue basah kemudian dibungkus dengan plastik untuk menjaga kelembaban dalam bak plastik. Proses pengujian antraknosa seperti pada Lampiran 21.

(26)

Pengamatan Pengamatan di Lapangan

Kegiatan pengamatan di lapangan pada karakter kuantitatif. Pengamatan ini merujuk kepada deskripsi cabai berdasarkan International Plant Genetic

Resources Institute (IPGRI, 1995). Karakter kuantitatif yang diamati yaitu tinggi

dikotomus, tinggi tanaman, lebar tajuk, diameter batang, waktu berbunga, waktu panen, bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, diameter ujung buah, diameter tengah buah, diameter pangkal buah, tebal daging buah, bobot buah layak pasar per tanaman dan jumlah buah per tanaman.

Cara pengamatan masing-masing karakter kuantitatif adalah :

1. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus setelah panen kedua.

2. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai pucuk cabang tertinggi setelah panen kedua.

3. Lebar tajuk (cm), diukur pada tajuk terlebar setelah panen kedua.

4. Diameter batang (mm), diukur 5 cm dari permukaan tanah setelah panen kedua.

5. Waktu panen (HST), 50% tanaman di dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama.

6. Waktu berbunga (HST), 50% tanaman di dalam petak telah berbunga

7. Bobot buah per tanaman, dihitung dari bobot buah tiap panen selama 8 minggu dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah tanaman contoh.

8. Bobot per buah, diambil dari 10 buah tiap ulangan pada saat panen kedua. 9. Panjang buah, diambil 10 buah tiap ulangan, diukur dari pangkal buah sampai

ujung buah pada saat panen kedua.

10. Tebal daging buah (mm), diambil 10 buah tiap ulangan, diukur dengan menggunakan jangka sorong.

11. Diameter buah, diambil 10 buah tiap ulangan, diukur pada bagian pangkal, tengah, dan ujung pada buah panen kedua.

12. Bobot buah layak pasar per tanaman (g) bobot buah tiap panen selama 8 minggu dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah tanaman contoh.

(27)

Pengamatan di Laboratorium

Pengamatan yang dilakukan di laboratorium meliputi pengamatan kejadian penyakit (KP) dan diameter nekrosis.

1. Kejadian penyakit (KP), dihitung berdasarkan persentase buah yang terkena serangan. Identifikasi buah yang terserang dengan melihat adanya bercak pada hari ke-5 setelah inokulasi, dengan persamaan:

KP= n / N x 100% Keterangan :

KP = kejadian penyakit

n = buah terserang

N = jumlah buah total

Buah dianggap terserang jika diameter nekrosis ≥ 4 mm. Persentase yang dihasilkan setiap genotipe yang diuji kemudian ditentukan kelas ketahanannya berdasarkan Yoon yang dimodifikasi Syukur (2007) seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Ketahanan Antraknosa

Persentase Skor Kriteria Ketahanan

0≤KP≤10 1 Sangat tahan

10<KP≤20 2 Tahan

20<KP≤40 3 Moderat

40<KP≤70 4 Rentan

KP> 70 5 Sangat rentan

2. Diameter Nekrosis (DN) ditentukan dengan cara mengukur diameter nekrosis pada buah setelah diinokulasi pada hari ke-7.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lapangan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2009, bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo. Curah hujan rata-rata selama penelitian berdasarkan data statistik dari Stasiun Klimatologi Dramaga yaitu 248.27 mm/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 26.10oC dengan kelembaban udara rata-rata 81.00% (Lampiran 1). Pada awal pertanaman banyak tanaman dari tiap genotipe yang mati karena suhu yang terlalu panas. Tanaman yang mati tiap genotipe cabai berkisar antara 20-50%. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati.

Hama yang menyerang pada tanaman cabai diantaranya aphids, belalang dan lalat buah akan tetapi serangan belalang dan lalat buah tidak terlalu parah. Hama aphids merupakan hama yang cukup banyak menyerang tanaman cabai. Penyakit yang menyerang pada tanaman cabai adalah penyakit layu bakteri, layu fusarium, phytophthora, rebah semai dan antraknosa (Gambar 4). Penyakit layu bakteri merupakan penyakit yang paling banyak menyerang tanaman cabai. Penyakit layu bakteri ini disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dan penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum.

Gambar 4. Tanaman yang terserang penyakit. A. Phytophthora, B. Layu Fusarium, C. Rebah Semai, D. Antraknosa, E. Layu Bakteri

(29)

Penyakit antraknosa menyerang pada fase tanaman sedang berbuah. Penyakit antraknosa yang menyerang di pertanaman cabai disebabkan oleh

Colletotrichum capsici. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan

insektisida dan fungisida. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap yang telah diberi meutil eugenol. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali

Gulma yang terdapat pada lahan pertanaman diantaranya Mimosa pudica,

Eleusine indica, Mikania micrantha dan Cyperus rotundus. Pengendaliaan gulma

dengan cara mencabut tanaman gulma.

Laboratorium

Pada penelitian di laboratorium secara umum tidak terdapat kendala yang serius. Kendala yang sempat dihadapi adalah umur konidia cendawan yang masih muda sehingga tidak dapat digunakan untuk inokulasi pada cabai karena jumlah konidia tidak memenuhi syarat minimum untuk inokulasi. Isolat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga isolat Colletotrichum acutatum BGR 027, PYK 04 dan BKT 05 (Gambar 2). Ketersediaan isolat tersebut untuk penelitian dalam jumlah cukup, akan tetapi umur isolat PYK 04 masih banyak yang terlalu muda sehingga untuk inokulasi dibutuhkan lebih banyak biakan konidia yang dipakai.

Gambar 5. Isolat C. acutatum yang digunakan. A. Isolat BKT 05, B. Isolat PYK 04, C. Isolat BGR 027

Karakter Kuantitatif

Karakter kuantitatif yang diamati yaitu tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang dan lebar tajuk, waktu berbunga, waktu panen, bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, diameter ujung buah, diameter tengah

(30)

buah, diameter pangkal buah, tebal daging buah, bobot buah layak pasar per tanaman dan jumlah buah per tanaman. Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif disajikan pada Tabel 5. Rekapitulasi ini disarikan dari Lampiran 3-17. Hasil analisis ragam menunjukkan adanya perbedaan diantara 17 genotipe cabai yang diuji. Semua peubah menunjukkan perbedaan yang sangat nyata kecuali untuk peubah waktu berbunga menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai

koefisien keragaman (KK) untuk karakter kuantitatif berkisar antara 2.43 – 25.44%.

Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Kuantitatif

No Peubah F hitung KK (%)

1 Panjang buah (cm) 46.17** 7.82

2 Bobot per buah (g) 50.22** 11.48

3 Tebal daging buah (mm) 21.55** 7.50

4 Diameter ujung buah (mm) 12.73** 12.04

5 Diameter tengah buah (mm) 12.49** 10.56

6 Diameter pangkal buah (mm) 6.38** 13.29

7 Jumlah buah per tanaman (buah) 14.91** 16.60

8 Bobot buah per tanaman (g) 4.81** 25.44

9 Tinggi dikotomus (cm) 37.67** 7.12 10 Diameter batang (mm) 7.11** 8.81 11 Lebar tajuk (cm) 7.33** 12.99 12 Tinggi tanaman (cm) 7.45** 12.68 13 Waktu berbunga (HST) 3.25* 8,58 14 Waktu panen (HST) 4.93** 2.43

15 Bobot layak pasar per tanaman (g) 6.98** 22.22

Keterangan : *= berbeda nyata pada taraf 5% ** = berbeda nyata pada taraf 1 %

Koefisien keragaman terendah pada peubah waktu panen, sedangkan koefisien keragaman tertinggi pada peubah bobot buah per tanaman. Menurut Gomez and Gomez (2007) koefisien keragaman (KK) menunjukkan tingkat ketepatan suatu peubah terhadap perlakuan yang diperbandingkan atau menyatakan galat percobaan sebagai persentase rataan. Nilai KK yang semakin tinggi menunjukkan semakin rendah keandalan percobaan tersebut.

(31)

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, Diameter Batang dan Lebar Tajuk Nilai tengah untuk tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang dan lebar tajuk disajikan pada Tabel 6. Tinggi tanaman cabai berkisar antara 34.8 - 73.28 cm. Genotipe IPB C110 memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan dengan genotipe yang lain namun tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C105. Tinggi dikotomus tanaman cabai berkisar antara 10.04 - 22.67 cm. Genotipe IPB C110 memiliki tinggi dikotomus paling tinggi dibandingkan dengan genotipe yang lainnya.

Tabel 6. Nilai Tengah Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, Diameter Batang dan Lebar Tajuk pada Genotipe yang Diuji

Genotipe Tinggi Tanaman Tinggi Dikotomous Diameter Batang Lebar Tajuk (cm) (cm) (mm) (cm) IPB C2 63.85bcd 14.60fg 8.23bcd 88.10abc

IPB C4a 55.04cdefg 19.76cd 6.69defg 82.03bcd

IPB C5a 60.26bcde 16.94ef 8.01bced 87.65abc

IPB C10 54.78cdefg 21.24bcd 6.33fg 47.88g

IPB C14 56.16cdef 11.75hi 7.93bcdef 56.09efg

IPB C15 51.87cdefgh 10.35i 11.17a 82.10bcd

IPB C19 48.60defghi 22.12bc 7.60bcdef 76.39bcde

IPB C20 38.05hi 10.04i 6.40efg 47.88g

IPB C105 73.28ab 22.67b 8.11bcd 93.51ab

IPB C110 84.11a 30.09a 8.98b 106.96a

IPB C126 34.84i 15.41fg 5.38g 52.72fg

IPB C128 66.67bc 20.91bcd 8.94b 85.71abc

IPB C129 39.70fghi 11.88hi 8.29bcd 61.92defg

IPB C130 39.48ghi 13.36hg 8.16bcd 59.34efg

IPB C131 47.43defghi 15.22fg 8.08bcd 66.93cdefg

IPB C132 45.50efghi 15.61fg 8.70bc 71.30bcdef

IPB C133 53.31cdefgh 19.25de 7.02cdef 52.66fg

Keterangan: nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Pengukuran tinggi dikotomus tanaman dilakukan mulai dari permukaan tanah sampai percabangan pertama. Tanaman yang memiliki tinggi dikotomus yang pendek dapat menyebabkan buahnya bersentuhan dengan mulsa atau terkena

(32)

percikan air hujan. Karakter tinggi tanaman dan tinggi dikotomus memiliki arti penting dalam posisi buah terhadap permukaan. Buah dari tanaman yang lebih tinggi dan tidak menyentuh ke tanah dapat mengurangi percikan air dari tanah ke buah yang merupakan salah satu sumber infeksi cendawan. Tinggi dikotomus dan tinggi tanaman genotipe C110 seperti disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tanaman di Lapangan. A. Genotipe IPB C110, B. Genotipe IPB C14 Genotipe IPB C110 memiliki tinggi tanaman dan tinggi dikotomus tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain. Genotipe ini akan terhindar dari percikan air hujan yang membawa patogen penyebab busuk buah jika dibandingkan dengan genotipe yang memiliki tinggi tanaman dan tinggi dikotomus yang lebih pendek. Sebagai contoh pada Gambar 6 adalah genotipe IPB C14 yang tinggi dikotomus dan tinggi tanamannya lebih pendek dari genotipe IPB C110. Genotipe cabai yang memiliki ukuran tinggi tanaman dan tinggi dikotomus yang terlalu tinggi ada kemungkinan mudah rebah karena tiupan angin.

Nilai tengah diameter batang disajikan pada Tabel 6. Diameter batang cabai berkisar antara 5.38 - 11.17 cm. Genotipe IPB C15 (11.17 cm) memiliki diameter batang paling besar dibandingkan dengan genotipe yang lain. Genotipe IPB C126 (5.38 cm) merupakan genotipe yang memiliki diameter paling kecil dibandingkan dengan genotipe yang lain namun tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB C14, IPB C10 dan IPB C20.

Lebar tajuk cabai berkisar antara 47.88 - 106.96 cm (Tabel 6). Genotipe IPB C110 memiliki tajuk paling lebar dibandingkan dengan genotipe yang lain tetapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C5a, IPB C105 dan IPB C128. Tajuk tanaman yang semakin lebar akan menyebabkan populasi tanaman per satuan luas semakin sedikit. Menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dalam Maula (2008), lebar kanopi tanaman cabai berkisar

A

A B

(33)

antara 50-90 cm. Genotipe IPB C110 (Gambar 7) merupakan tanaman yang memiliki tajuk yang paling lebar (106.96 cm) diantara genotipe yang lain akan tetapi jika berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, genotipe ini memiliki tajuk yang terlalu lebar. Tajuk yang terlalu lebar selain menyebabkan jumlah populasi tanaman per hektar menjadi semakin kecil, juga akan menyebabkan kesulitan dalam waktu pemanenan terutama jika dalam satu bedeng terdapat dua baris tanaman (doublé row). Tajuk yang semakin lebar juga mempengaruhi iklim mikro terutama kelembaban yang dapat menyebabkan munculnya penyakit terutama yang disebabkan oleh golongan cendawan.

B C A B CC A A B CC A A B CC A A Gambar 7. Bentuk Tajuk. A. Genotipe IPB C110, B. Genotipe IPB C20 C. Genotipe IPB C19

Waktu Berbunga dan Waktu Panen

Nilai tengah waktu berbunga dan waktu panen disajikan pada Tabel 7. Waktu berbunga berkisar antara 25.00 - 34.50 Hari Setelah Tanam (HST). Genotipe IPB C5a menunjukkan waktu berbunga paling cepat dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C4a, IPB C10, IPB C14, IPB C20, IPB C105, IPB C126, IPB C128, IPB C129, dan IPB C130. Genotipe IPB C131 memiliki waktu berbunga paling lama.

Waktu panen berkisar antara 71.00 - 80.00 HST. Genotipe IPB C10 memiliki waktu panen yang paling cepat dibandingkan dengan genotipe yang lain tetapi tidak berbeda genotipe IPB C2, IPB C4a, IPB C10, IPB C14, IPB C20, IPB C105, IPB C126, IPB C128, IPB C132, dan IPB C133. Waktu berbunga dan waktu panen menentukan genjah atau dalamnya umur tanaman cabai. Para petani umumnya menginginkan tanaman cabai yang berumur genjah.

(34)

Tabel 7. Nilai Tengah Waktu Berbunga dan Waktu Panen pada Genotipe yang Diuji

Genotipe Waktu Berbunga Waktu Panen

(HST) (HST)

IPB C2 25.50de 72.50cde IPB C4a 26.00cde 73.50cde IPB C5a 25.00e 74.50bcde IPB C10 27.00bcde 71.00e IPB C14 26.00cde 71.50e IPB C15 31.50abcd 78.00ab IPB C19 35.00a 78.50ab IPB C20 27.00bcde 72.00de IPB C105 28.00bcde 73.50cde IPB C110 32.00abc 80.00a IPB C126 28.50bcde 73.00cde IPB C128 27.50bcde 73.50cde IPB C129 27.50bcde 76.00abcd IPB C130 28.50bcde 76.50abc IPB C131 34.50a 80.00a IPB C132 31.50abcd 75.00bcde IPB C133 32.50ab 73.50cde

Keterangan: nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Diameter Buah

Karakter diameter buah cabai yang diukur terdiri dari diameter pangkal buah, tengah buah dan ujung buah. Nilai tengah untuk karakter diameter pangkal buah, tengah buah dan ujung buah disajikan pada Tabel 8. Diameter pangkal buah berkisar antara 5.86 - 21.08 mm. Genotipe IPB C130 memiliki ukuran diameter pangkal buah paling besar dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C15, IPB C19 dan IPB C129. Genotipe IPB C110 memiliki ukuran diameter pangkal buah yang paling kecil dibandingkan dengan genotipe yang lainnya.

Nilai tengah untuk diameter tengah buah berkisar antara 5.86 - 15.37 mm. Genotipe IPB C130 memiliki ukuran diameter tengah buah paling besar dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C19. Genotipe yang memiliki diameter tengah buah paling kecil adalah IPB C110.

(35)

Tabel 8. Nilai Tengah Diameter Pangkal Buah, Tengah Buah, dan Ujung Buah pada Genotipe yang Diuji

Genotipe Diameter Pangkal Buah Diameter Tengah Buah Diameter Ujung Buah (mm) (mm) (mm) IPB C2 13.57de 11.03ed 4.45cdef

IPB C4a 13.54de 10.92ed 4.23cdef

IPB C5a 13.07de 11.58ed 4.94bcde

IPB C10 8.06fg 6.64fg 3.36f

IPB C14 13.27de 12.13dc 4.45cdef

IPB C15 18.19ab 12.14dc 5.39bc

IPB C19 17.79abc 14.48abc 5.11bcd

IPB C20 14.40cde 12.63bcd 7.31a IPB C105 10.60ef 9.17ef 3.72def IPB C110 5.86g 5.86g 3.46ef IPB C126 10.71ef 7.84fg 3.85def IPB C128 14.87bcd 11.92dc 4.30cdef IPB C129 18.98a 15.00ab 6.30ab IPB C130 21.08a 15.37a 6.05ab IPB C131 12.31de 10.49ed 4.02cdef IPB C132 14.85bcd 12.25dc 4.33cdef IPB C133 8.03fg 6.62fg 3.51ef

Keterangan: nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Nilai tengah diameter ujung buah berkisar antara 3.36- 7.31mm. Genotipe IPB C20 memiliki diameter ujung buah yang paling besar dibandingkan dengan genotipe yang lain sedangkan genotipe yang memiliki diameter ujung buah paling kecil adalah genotipe IPB C10. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-4480-1998 (Lampiran 2) untuk tanaman cabai, kriteria mutu cabai berdasarkan diameter pangkal buah dan panjang buah. Genotipe yang memenuhi kriteria mutu I (1.5-1.7 cm) diameter pangkal buah cabai besar yaitu IPB C19, IPB C128, dan IPB C132. Genotipe IPB C2, dan IPB C15 termasuk kriteria mutu II (1.3-1.5 cm). Genotipe yang memenuhi kriteria mutu I (1.3-1.5 cm) diameter pangkal buah cabai keriting yaitu IPB C4a sedangkan genotipe IPB C105 termasuk dalam mutu II (1.0-<1.3 cm).

(36)

Bobot per Buah, Tebal Daging Buah dan Panjang Buah

Nilai tengah bobot per buah, tebal daging buah dan panjang buah disajikan pada Tabel 9. Bobot per buah berkisar dari 0.89 - 11.10 g. Genotipe IPB C19 merupakan genotipe yang memiliki bobot per buah paling besar diantara genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C130.

Panjang buah genotipe berkisar antara 3.41 - 13.9 cm. Genotipe IPB C4a yang memiliki ukuran buah paling panjang dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C19, IPB C110, dan IPB C128. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia No. 01-4480-1998 (Lampiran 2) untuk tanaman cabai, genotipe yang memenuhi mutu I (12-14 cm) panjang buah cabai merah besar yaitu: IPB C2, IPB C15, IPB C128, IPB C130, IPB C131 dan IPB C132. Genotipe IPB C129 termasuk dalam kriteria mutu II (9-11 cm). Genotipe IPB C5a, dan IPB C14 termasuk dalam mutu III (<10 cm). Genotipe yang termasuk mutu I (12-17 cm) panjang buah cabai keriting adalah genotipe IPB C4a, IPB C105 dan IPB C110.

Secara keseluruhan genotipe yang memenuhi kriteria yang sesuai dengan SNI cabai baik itu untuk panjang buah dan diameter pangkal buah khususnya untuk cabai besar yaitu genotipe IPB C128 dan IPB C132 sementara genotipe yang lain hanya memenuhi salah satu kriteria, baik itu panjang buah atau diameter pangkal buah, sebagai contoh genotipe IPB C2 untuk kriteria panjang buah bisa terpenuhi sebagai cabai besar dengan mutu I akan tetapi untuk kriteria diameter pangkal buah belum bisa terpenuhi. Genotipe IPB C2 memiliki diameter pangkal buah 13.57 mm, padahal kriteria diameter pangkal buah cabai besar mutu I adalah berkisar antara 15-17 mm, sehingga jika berdasarkan SNI genotipe IPB C2 tidak termasuk dalam cabai mutu I karena kriteria yang disyaratkan salah satunya tidak terpenuhi.

Tebal daging buah berkisar antara 0.98 - 2.28 mm. Genotipe IPB C130 memiliki tebal daging buah paling besar dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C19, IPB C128, IPB C129, dan IPB C132.

(37)

Tabel 9. Nilai Tengah Bobot per Buah, Panjang Buah dan Tebal Daging Buah pada Genotipe yang Diuji

Genotipe Bobot per Buah Panjang Buah Tebal Daging Buah

(g) (cm) (mm)

IPB C2 7.01de 12.34abd 2.09abcd IPB C4a 7.76d 13.91a 1.94bcde IPB C5a 3.97g 7.69e 1.73ef IPB C10 0.89i 3.51g 0.98g IPB C14 4.87fg 8.29e 1.75ef IPB C15 5.73ef 11.52bcd 1.79def IPB C19 11.10a 13.18 ab 2.21ab IPB C20 2.44h 3.41g 1.83def IPB C105 4.27g 10.64cd 1.73ef IPB C110 2.523h 12.64 ab 1.14g IPB C126 2.00hi 5.85f 1.23g IPB C128 9.38bc 13.90a 2.03abcde IPB C129 8.32dc 10.37d 2.15abc IPB C130 10.20ab 11.53bcd 2.28a IPB C131 5.99ef 11.52bcd 1.85cede IPB C132 7.89d 11.57bcd 2.26a IPB C133 0.94i 3.59g 1.02g

Keterangan: nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Bobot Buah Layak Pasar per Tanaman, Bobot Buah per Tanaman dan Jumlah Buah per Tanaman

Nilai tengah bobot buah layak pasar per tanaman, bobot buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman disajikan pada Tabel 10. Bobot buah layak pasar per tanaman berkisar antara 75.92- 437.76g. Bobot buah layak pasar yang tertinggi adalah genotipe IPB C15 tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C14, IPB C105, IPB C110, IPB C128, IPB C131, dan IPB C132. Ciri produksi tanaman yang baik ditentukan berdasarkan bobot buah total yang tinggi. Bobot buah layak pasar per tanaman adalah bobot total buah yang berkualitas baik yaitu buah yang bebas dari hama penyakit dan baik penampilan fisiknya. Genotipe IPB C15 memiliki bobot buah layak pasar per tanaman paling tinggi diantara genotipe yang lain. Genotipe IPB C15 ini merupakan tanaman yang paling jarang terkena

(38)

penyakit khususnya penyakit antraknosa sehingga jumlah buah yang terserang penyakit menjadi lebih sedikit sehingga bobot buah layak pasar per tanaman menjadi semakin tinggi. Bobot buah per tanaman tinggi namun bobot buah layak pasarnya rendah kemungkinan disebabkan oleh serangan antraknosa dan lalat buah. Pada penelitian ini serangan lalat buah tidak terlalu parah.

Tabel 10. Nilai Tengah Bobot Buah Layak Pasar per Tanaman, Bobot Buah per Tanaman dan Jumlah Buah per Tanaman pada Genotipe yang Diuji

Genotipe

Bobot Buah Layak Pasar per

Tanaman

Bobot Buah per Tanaman

Jumlah Buah per Tanaman

(g) (g) (buah)

IPB C2 321.15abcd 371.49abc 83ef

IPB C4a 264.33ced 303.31abcd 90de

IPB C5a 207.77def 264.79bcde 89de

IPB C10 88.56f 102.69e 161bc

IPB C14 370.85abc 428.66ab 110de

IPB C15 437.76a 469.52a 132cd

IPB C19 292.13bcd 379.34abc 42ef

IPB C20 135.81ef 193.97cde 102de

IPB C105 308.61abcd 359.68abc 208a

IPB C110 295.32abcd 329.96abc 190ab

IPB C126 75.92f 92.90e 78ef

IPB C128 376.96abc 439.11ab 88de

IPB C129 273.95ced 501.91a 67ef

IPB C130 275.21ced 372.34abc 75ef

IPB C131 434.32ab 459.23ab 106de

IPB C132 323.31abcd 335.15abc 67ef

IPB C133 114.71f 132.70de 204a

Keterangan: nilai tengah yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%

Bobot buah per tanaman yang tinggi akan mencerminkan potensi produktivitas tanaman cabai yang tinggi. Bobot buah per tanaman berkisar antara 92.90 - 501.91g. Salah satu cabai non hibrida yang telah dilepas adalah varietas Tanjung-2. Potensi bobot buah per tanaman varietas Tanjung-2 sekitar 0.86 kg (Balai Penelitian Tanaman dan Sayur, 2009). Potensi bobot buah per tanaman genotipe IPB C129 (501.91g) hampir mendekati varietas Tanjung-2.

(39)

Genotipe IPB C129 merupakan genotipe yang memiliki karakter bobot buah per tanaman paling tinggi tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C2, IPB C4a, IPB C14, IPB C15,IPB C19, IPB C105, IPB C110, IPB C128, IPB C130, IPB C131 dan IPB C132. Bentuk buah genotipe IPB C129 seperti pada Gambar 8.

Gambar 8. Bentuk Buah. A. Genotipe IPB C129, B. Genotipe IPB C130, C. Genotipe IPB C14

Menurut Kirana dan Sufiari (2007) bahwa untuk meningkatkan bobot buah per tanaman dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah buah per tanaman. Jumlah buah per tanaman berkisar antara 42 – 208 buah. Genotipe IPB C105 merupakan genotipe yang memiliki jumlah buah paling banyak dibandingkan dengan genotipe yang lain tapi tidak berbeda dengan genotipe IPB C110 dan IPB C133.

Genotipe IPB C105 merupakan jenis cabai yang tergolong cabai keriting (Gambar 9). Jumlah buah per tanaman akan mengindikasikan bahwa semakin banyak buah akan berpengaruh terhadap bobot buah per tanaman. Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah buah per tanaman adalah dengan menyilangkan tanaman cabai yang memiliki sifat vasiculate. Tanaman cabai yang memiliki sifat

vasiculate ini diharapkan pada tiap ruasnya akan terdapat lebih dari satu buah

cabai sehingga jumlah buah per tanaman akan semakin banyak.

C B

A B CC

A

Gambar 9. Bentuk Buah. A. Genotipe IPB C15, B. Genotipe IPB C129, C.Genotipe IPB C105

C B

A B C

(40)

Ketahanan Terhadap Penyakit Antraknosa

Karakter yang diamati pada pengujian ketahanan terhadap penyakit antraknosa ini meliputi kejadian penyakit (KP) dan diameter nekrosis.

Kejadian Penyakit (KP)

Genotipe yang diinokulasi dengan isolat C. acutatum BGR 027 (Tabel 11) menunjukkan kejadian penyakit berkisar antara 45% sampai 100%. Terdapat satu genotipe yang termasuk dalam kriteria rentan yaitu genotipe IPB C15, sementara genotipe yang lain termasuk dalam kriteria sangat rentan.

Genotipe yang diinokulasi dengan isolat C. acutatum PYK 04 menunjukkan kejadian penyakit berkisar antara 2.5% (IPB C15) sampai 67.5% (IPB C19). Terdapat satu genotipe yang termasuk kriteria sangat tahan yaitu IPB C15. Dua genotipe termasuk dalam kriteria tahan yaitu IPB C20 dan IPB C128. Delapan genotipe termasuk dalam kriteria moderat yaitu IPB C4a, IPB C5a, IPB C10, IPB C105, IPB C126, IPB C131, IPB C132, dan IPB C133. Lima genotipe termasuk dalam kriteria rentan yaitu IPB C2, IPB C14, IPB C19, IPB C110, IPB C129, dan IPB C130.

Genotipe yang diinokulasi dengan isolat C. acutatum BKT 05 menunjukkan kejadian penyakit berkisar antara 0% (IPB C15) sampai 77.5% (IPB C110). Terdapat satu genotipe yang termasuk kriteria sangat tahan yaitu IPB C15. Empat genotipe termasuk dalam kriteria moderat yaitu IPB C2, IPB C126, IPB C131, dan IPB C132. Sembilan genotipe termasuk dalam kriteria rentan yaitu IPB C4a, IPB C5a, IPB C14, IPB C20, IPB C105, IPB C128, IPB C129, IPB C132, dan IPB C133. Tiga genotipe termasuk dalam kriteria sangat rentan yaitu IPB C10, IPB C19, dan IPB C110.

Ketahanan cabai terhadap masing-masing isolat C. acutatum sangat beragam. Kriteria ketahanan cabai terhadap isolat C. acutatum BGR 027 hanya dua yaitu sangat rentan (SR) dengan rentan (R), sementara terhadap isolat

C. acutatum PYK 04 terdapat empat yaitu sangat tahan (ST), tahan (T), moderat

(M) dan rentan (R). Kriteria ketahanan cabai terhadap isolat C. acutatum BKT 05 terdapat empat yaitu sangat tahan (ST), moderat (M), rentan (R), dan sangat rentan (SR). Perbedaan kriteria ketahanan ini disebabkan oleh faktor patogen,

(41)

inang dan lingkungan. Pengujian untuk ketahanan penyakit antraknosa, faktor lingkungan dan inang telah diseragamkan, sehingga perbedaan kriteria ketahanan disebabkan oleh faktor genetik dari isolat yang digunakan.

Tabel 11. Kriteria Ketahanan Cabai Terhadap Penyakit Antraknosa

Genotipe Kejadian Penyakit (%) BGR 027 Kriteria PYK 04 Kriteria BKT 05 Kriteria IPB C2 100 SR 50 R 37.5 M IPB C4a 100 SR 22.5 M 70 R IPB C5a 100 SR 40 M 72.5 R IPB C10 100 SR 32.5 M 75 SR IPB C14 100 SR 62,5 R 65 R IPB C15 45 R 2.5 ST 0 ST IPB C19 100 SR 67.5 R 80 SR IPB C20 100 SR 17.5 T 52.5 R IPB C105 97.5 SR 37.5 M 65 R IPB C110 100 SR 62.5 R 77.5 SR IPB C126 100 SR 22.5 M 37.5 M IPB C128 100 SR 17.5 T 57.5 R IPB C129 92.5 SR 57.5 R 57.5 R IPB C130 100 SR 42.5 R 40 M IPB C131 97.5 SR 22.5 M 40 M IPB C132 100 SR 37.5 M 65 R IPB C133 100 SR 37.5 M 52.5 R

Keterangan : SR= sangat rentan, R= rentan, M= moderat, T= tahan, ST = Sangat Tahan BGR 027 = isolat C.acutatum Bogor 027

PYK 04 = isolat C.acutatum Payakumbuh 04

BKT 05 = isolat C.acutatum Bukittinggi 05

Berdasarkan Tabel 11, isolat C. acutatum BGR 027 merupakan isolat paling virulen dibandingkan dengan kedua isolat yang lain. Hal ini terlihat dari kriteria ketahanan hanya terdapat dua macam yaitu rentan (R) dan sangat rentan (SR). Genotipe cabai IPB C15 yang pada isolat PYK 04 dan BKT 05 termasuk dalam kriteria sangat tahan (ST) sedangkan pada isolat C. acutatum BGR 027

termasuk rentan (R). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat virulensi isolat

C. acutatum BGR 027 sangat tinggi dibandingkan dengan kedua isolat yang lain.

Virulensi isolat C. acutatum ini berbeda diduga disebabkan karena tempat pengujian yang dilakukan di Bogor. Kedua isolat yang lain merupakan isolat yang berasal dari luar Bogor. Isolat C. acutatum BKT 05 berasal dari Bukittinggi dan

(42)

isolat C. acutatum PYK 04 berasal dari Payakumbuh. Perbedaan yang paling mencolok adalah isolat C. acutatum BKT 05 merupakan C. acutatum yang berasal dari dataran tinggi sedangkan isolat C. acutatum BGR 07 merupakan C. acutatum yang berasal dari dataran rendah. Proses pengujian antraknosa ini dilakukan di Bogor yang merupakan daerah dataran rendah. Virulensi isolat C. acutatum BKT 05 diduga menurun karena perbedaan lingkungan.

Pembentukan penyakit sangat ditentukan oleh tiga komponen yang harus selalu berinteraksi. Komponen penyakit tumbuhan yaitu patogen, inang dan lingkungan abiotik dan biotik. Komponen-komponen tersebut dapat berubah-ubah sifatnya, sehingga bila satu komponen saja berubah maka akan mempengaruhi tingkat serangan penyakit pada inangnya (Sinaga, 2000). Isolat C. acutatum BKT 05 merupakan isolat dari dataran tinggi sehingga diduga virulensinya menjadi menurun karena dibawa ke daerah Bogor yang merupakan dataran rendah yang keadaan lingkungannya berbeda dengan daerah asalnya.

Genotipe IPB C15 memiliki ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik terhadap ketiga isolat Colletotrichum acutatum ( Tabel 11). Genotipe IPB C15 merupakan introduksi dari AVRDC dengan kode genotipe 0209-4. Genotipe ini memiliki bentuk tanaman yang relatif tinggi dan bentuk buah yang bergelombang (Gambar 10). Menurut Gniffke dalam Syukur (2007) genotipe C15 merupakan BC3F6 persilangan antara spesies Capsicum annuum (Susan’s Joy) dengan Capsicum chinense (PBC 932). Genotipe IPB C15 diduga memiliki ketahanan

fungsional (biokimiawi) terhadap penyakit antraknosa karena metode yang digunakan adalah dengan menyuntikkan inokulum langsung ke dalam buah sehingga tidak menampilkan ketahanan struktural pada cabai.

Gambar

Tabel 2. Nama dan Asal 17 Genotipe Cabai
Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Karakter Kuantitatif
Tabel  6.    Nilai  Tengah  Tinggi  Tanaman,  Tinggi  Dikotomus,  Diameter                Batang  dan Lebar Tajuk pada Genotipe yang Diuji
Tabel  7.    Nilai  Tengah  Waktu  Berbunga  dan  Waktu  Panen  pada  Genotipe                    yang Diuji
+6

Referensi

Dokumen terkait

melakukan melakukan latihan latihan jasmani jasmani secara secara teratur teratur f. tidak tidak merokok

Model picture and picture dianggap efektif digunakan dalam setiap mata pelajaran terutama mata pelajaran IPS untuk anak SD karena banyak materi yang perlu

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disim- pulkan bahwa perangkat pembelajaran ekosistem dan pencemaran lingkungan berbasis inkuiri yang di- kembangkan valid dan layak

Yang menjadi persoalannya bukan pada efektifitas dari pemidanaan terutama pidana penjara sebagaimana dijelaskan oleh Barda Nawawi Arief, bahwa yang penelitian-

Berdasarkan analisis Data Panel secara Cross Section, menunjukkan bahwa variabel luas panen dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap Hasil Produksi

Julkaisuharkintaan lähetettävästä artikkelista Henkirikosten uhrien läheisten saama ja toivoma sosiaalinen tuki (Korpimäki E, Kaunonen M &amp; Aho A L 2015) ja

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa perlakuan akuntansi aktiva tetap khususnya mengenai Harga Perolehan aktiva tetap PT Haka Utama Sejahtera Sampang tidak sesuai

T oolbox  merupakan  kumpulan  tombol  yang  digunakan  untuk  membuat  dan  memodifikasi objek. Secara default toolbox terletak dibagian kiri lembar kerja.