• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Madiasa Ablisar

Abstract : Bank or other financial institution is a main gate in laundring money.. Laundring money which is rerded as a criminal act, however, result in an impact amongst undetectable change in the number of money as well as big risk of the bank health. Knowing the principle customer is an effort of bank to detect before finding an indication of transaction activity violating law.

Kata Kunci : Upaya Bank. Tindak Pidana. Pencucian Uang.

Indonesia sebagai anggota PBB telah turut berusaha untuk menanggulangi masalah kejahatan Money Laundring dengan ikut serta dalam pembahasan naskah Konvensi Memberantas Peredaran Gelap Narkotika dan bahan-bahan Psikotropika yang diadakan di Wina tanggal 25 Nopember sampai dengan 20 Desember 1988. Indonesia menganggap perlu untuk turut serta (menjadi pihak) Konperensi tersebut dengan alasan sebagai berikut : (a) Demi kepentingan sendiri, terutama sebagai Negara transit, Indonesia dapat mencegah dan menangkal masuknya narkotika dan memanfaatkan kerjasama Internasional dalam m-sipasi berbagai bahaya narkotika yang mengancam. (b) Seluruh Negara konfrensi nampak sangat berkeinginan agar konvensi dapat segara diperlukan. Dengan persetujuan bahwa hanya diperlukan ratifikasi 20 negara untuk melakukan Konvensi tersebut. (c) Baik ketua Konperensi, maupun Sekretaris Jenderal PBB dalam kata sambutan/penutupannya menghimbau agar Negara-negara melakukan penandatanganan dan ratifikasi. (d) Patut dicatat bahwa pada saat Konperensi berakhir dari 106 Negara peserta Konperensi ada 43 negara yang langsung menandatangani Konvensi (BPHN. 1992). Meskipun Indonesia ikut serta membicarakan naskah Konvensi Memberantas Peredaran Gelap Narkotika dan Bahan-bahan Psikotropika tahun 1988, tapi Indonesia baru meratifikasi Konvensi PBB tersebut dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Konvensi ini menekankan pentingnya kerjasama Internasional dalam rangka pencegahan money laundering terhadap hasil kejahatan obat bius dan perdagangan haram Iainnya dan menetapkan money laudering sebagai suatu tindak pidana dengan menetapkan prosedur penyitaan atas hasil kejahatan tersebut. Atas desakan The International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank) agar Indonesia dengan segera mempunyai Undangundang Pemberantas Tindak Pidana Pencucian uang, maka Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia menyiapkan Rancangan UndangUndang Pemberantas Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mengadopsi The Forty Recommendationari The Financial Action Task on Money Laundering (FATF), yaitu suatu badan kerjasama Intemasional yang didirikan oleh negara yang tergabung dalam G-7 Summit di Prancis pada bulan Juli 1989 yang bertujuan untuk mengupayakan berbagai cara dan tindakan dalam memberantas pencucian uang. Tanggal 17 April 2002 RUU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disahkan dengan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum pidana tentang pencucian uang dan standar internasional,

(2)

maka pada tanggal 13 oktober 2003 disahkan Undang-Undang Tentang Perubahan alas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Semakin majunya teknologi jasa perbankan sangat signifikan terhadap kejahatan pencucian uang, terlebih lagi globalisasi keuangan yang menyebabkan transaksi dalam negeri maupun antar negara dapat dilakukan dalam beberapa menit. Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan hampir mencapai nilai USD 1.500 miliar pertahun. Sementara itu, menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai USD 600 miliar pertahun. yang berarti sama dengan 5% Gross Domestic Product (GDP) di seluruh dunia. (Husein. 2000). Pada tahun 2001 Financial Action Task on Money Laundering (FATF) menetapkan Indonesia sebagai salah satu Non Cooperative Countries and Territories (NCC7) karena tidak dipenuhinya beberapa rekomendasi FATF antara lain karena belum adanya undangundang anti Money laundering dan lack of supervision on financial institution khususnya yang berkaitan dengan pengawasan terhadap operasional Bank yang digunakan sebagi sarana atau sasaran money laundering. Dampak yang ditimbulkan berkenaan dengan ketetapan FATF tersebut antara lain pemerintah dari negara-negara FATF akan meminta Bank-Banknya untuk menetapkan persyaratan yang lebih berat atau lebih mahal jika melakukan transaksi dengan Bank di Indonesia karena dianggap mempunyai resiko yang tinggi. Pada sidang FAFT pada tanggal 19 - 21 juni 2002 di Paris, Indonesia masih ditetapkan sebagai Non Cooperative countries and Territories, akan tetapi tidak dikenakan tindakan balasan dengan catatan negara-negara anggota FATF meminta bukti-bukti penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturan Bank Indonesia tentang Mengenal Nasabah (Know Your Customer).

Tindak Pidana Pencucian Uang

Istilah Money Laundering berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1920 an dan dipergunakan oleh Polisi dalam kaitannya dengan kepemilikan dan penggunaan usaha Laundry (pencucian pakaian) oleh grop mafia untuk melegalisasi uang yang diperolehnya dari kejahatan. (Stessens. 2000) Pengertian Money Laundering dalam Blacks Law Dictionary adalah term to used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that is original source can not be traced" (Black. 1990).

Dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 menentukan batasan pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil Tindak Pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harts kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Dengan demikian melalui kegiatan pencucian uang para pelaku tindak pidana dapat menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul sebenarnya dari suatu dana atau uang hasil tindak pidana yang dilakukan serta dapat menikmati dan menggunakannya seolah-olah tampak sebagai hasil yang sah/legal dan selanjutnya mengembangkan lagi tindak pidana yang dilakukannya.

Tindak pidana pencucian uang menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, diklasifikasikan sebagai tindak pidana yang uangnya diperoleh dari hasil :

(3)

penyuapan-penyuapan , penyeludupan barang, penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian , prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih. Sementara itu, kriteria tindak pidana pencucian uang dinimuskan sebagai berikut : (1) Setiap orang dengan sengaja menempatkan harta kekayaan, mentranfer harts kekayaan, membayar atau membelanjakan harta kekayaan, menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan, menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyediaan jasa keuangan, baik atas name sendiri atau atas nama pihak lain. (2) Setiap orang dengan sengaja membawa ke luar negeri harta kekayaan atau menukar atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengarr, mata uang atau surat berharga lainya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. (3) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. (4) Setiap warga negara Indonesia dan/atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang memberi bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Pencucian uang pada umumnya dilakukan dengan 3 (tiga) tahapan proses yang terdiri dari : (a) Penempatan (placement) yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. (b) Transfer (layering) yakni upaya untuk mentranfer dana yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan dilembaga keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke lembaga keuangan yang lain. Dengan dilakukannya layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal-usul dana tersebut. (c) Menggunakan dana (integration) yakni upaya menggunakan dana yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi dana halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Tindak pidana pencucian uang tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan pihak piihak lain, oleh karena itu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 mengatur pula tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dengan maksud mencegah sedini mungkin untuk terjadinya tindak pidana. Undang-undang ini menentukan tindak pidana lain yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang: (1) Penyedia jasa keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan Kepada PPATK tentang transaksi keuangan yang mencurigakan, Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp.500.000.000. (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam I (satu) hari kerja. (2) Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah RP. 100.000.000. (seratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau luar

(4)

wilayah Negara Republik Indonesia. (3) PATK, penyidik, saksi, penuntut umum, hakim, atau orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa melanggar ketentuan merahasiakan indentitas pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya indentitas pelapor. (4) Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan siapapun juga yang memperoleh dokumen dan/atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undangini, wajib merahasiakan dokumen dan/atau keterangan tersebut kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang. (5) Sumber keterangan dan laporan transaksi keuangan mencurigakan wajib dirahasiakan dalam persidangan pengadilan.

UPAYA PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Dalam praktek kegiatan money laundering hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik dan hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Kasus Bank of Credit and Commerce International (BCCI) yang didirikan pada tahun 1972 di beberapa negara yang dipergunakan sebagai sarana pendanaan teroris, konspirasi politik, mengelola uang hasil perdagangan senjata dan narkotika, yang berakhir dengan ditutupnya bank tersebut pada tahun 1991, membuktikan bahwa besarnya keterlibatan Bank dalam kegiatan money laundering. Menurut US Custom jumlah uang yang dicuci melalui BCCI mencapai sekitar USD 32 juta sehingga pemerintah Amerika menetapkan denda sebesar USD 15,3 juta kepada bank tersebut. Kasus tersebut membuktikan kegagalan Bank of England dan otoritas perbankan di Amerika Serikat untuk mengambil tindakan yang tepat pada waktu yang tepat guna mengantisipasi dipergunakannya bank sebagai sasaran dan sarana pencucian uang (Stessens. 2000). Diantara 40 Rekomendasi yang dikeluarkan FATF, terdapat beberapa rekomendasi yang menyangkut lembaga-lembaga keuangan, yaitu Rekomendasi Nomor 10 : Lembaga-lembaga keuangan, baik bank-bank maupun lembaga-lembaga keuangan non-bank, diminta untuk tidak membuka rekening-rekening tanpa nama atau yang anonim atau rekening-rekeningrekening-rekening yang jelas jelas mcnggunakan nama-nama yang fiktif. Rekomendasi Nomor 11 : Lembaga-lembaga keuangan diharapkan mengupayakan informasi mengenai kebenaran indentitas dan orang-orang yang atas namanya suatu rekening dibuka atau atas namanya suatu transaksi dilakukan, yaitu dalam hat terdapat keraguan mengenai apakah nasabah yang bersangkutan bertindak untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain. Rekomendasi Nomor 12 : Lembaga-lembaga keuangan diminta untuk memelihara, sekurang-kurangnya untuk selama 5 tahun, semua catatan menganai transaksi-transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan dengan nasabah, baik berupa transaksi-transaksi dalam negeri maupun internasional, untuk memungkinkan lembaga-lembaga keuangan itu memenuhi permintaan dari otoritas yang berwewenang meng nai informasi itu apabila diperlukan. Rekomendasi Nomor 13 : Setiap negara, sudah barang tentu termasuk lembaga-lembaga keuangan dan negara tersebut, diminta untuk memberikan perhatian pada ancaman-ancaman pencucian uang sehubungan dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan dilaksanakannya transaksitransaksi secara anonim, dan apabila perlu mengambil tindakan-tindakan pencegahan. Rekomendasi Nomor 15 : Apabila lembaga-lembaga keuangan menaruh curiga bahwa dana-dana yang disetor

(5)

oleh nasabah berasal dari kegiatan, maka lembaga-lembaga keuangan diharuskan untuk secepatnya melaporkan kecurigaannya itu kepada otoritas yang berwenang. Rekomendasi Nomor 17 : Lembaga-lembaga keuangan para anggota direksinya, para pejabatnya, dan para pegawainya diminta untuk tidak atau, apabila memadai, untuk tidak diizinkan memberikan peringatan kepada para nasabahnya bahwa mengenai informasi mengenai din nasabah yang bersangkutan sedang dilaporkan kepada otoritas yang berwenang. Rekomendasi Nomor 18 : Lembaga-lembaga keuangan agar menyampaikan laporan mengenai kecurigaan mereka sebagaimana dimaksudkan itu, mematuhi instruksi-instruksi dan otoritas yang berwenang. Rekomendasi Nomor 20: Agar lembaga-lembaga keuangan memastikan bahwa prinsipprinsip sebagaimana dikemukakan di atas, diberlakukan juga bagi cabangcabang dan perusahaan-perusahaan anak dimana lembaga-lembaga keuangan tersebut memiliki kepemilikan mayoritas yang berlokasi di luar negeri, terutama berlokasi dinegara-negara yang tidak atau tidak dengan cukup memberlakukan the forty Recommendations dari FATF. Dan Rekomendasi FATF tersebut di atas pada intinya menganjurkan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non bank agar berupaya mengenal nasabahnya dan mengatahui sumber dana yang di simpan atau digunakan oleh nasabah. Rekomendasi inilah yang menjadi landasan bagi prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer). Bank Indonesia untuk mencegah terjadinya Tindak pidana Pencucian Uang tercermin dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer Principles). Penerapan prinsip mengenal nasabah dirasakan cukup mengejutkan karena selama ini prinsip perbankan adalah tidak pernah melakukan intervensi atas urusan nasabah. Tujuan utama dari kewajiban untuk memberikan indentitas adalah suatu tindakan pencegahan yang dapat menghambat kemungkinan digunakannya Bank dalam kegiatan money laundering dan hal itu akan meningkatkan reputasi bank. (Basel No.77)

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini sebagian besar mengakomodir butir-butir rekomendasi dari Basel Committee on Banking Supervision dalam Core Prinsiple for Banking Suvervision bahwa penerapan prinsip Mengenai Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan Bank serta memperhatikan pula rekomendasi FATF bahwa prinsif yang dimaksud merupakan upaya untuk mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana maupun sasaran tindak pidana pencucian uang. Prinsip-prinsip Mengenal Nasabah bertujuan untuk membantu Bank agar dapat mendeteksi sesegera mungkin setiap aktivitas yang mencurigakan yang dilakukan oleh nasabah, memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku, menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan, mengurangi resiko dimanfaatkannya bank sebagai sasaran untuk melakukan aktivitas kejahatan dan melindungi reputasi Bank. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 3/10/PBI/2001 ditentukan kewajiban Bank adalah: (1) Kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dan prosedur penerimaan nasabah, indentitas nasabah, pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah, serta manajemen resiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. (2) Pembentukan unit kerja khusus atau penunjukan pejabat Bank yang bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah (3) Larangan Bank untuk melakukan hubungan usaha dengan calon nasabah yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kebijakan penerimaan dan indentifikasi nasabah. (4) Kewajiban Bank menatausahakan dokumen mengenai nasabah dalam jangka waktu 5 tahun sejak nasabah menutup rekening di Bank serta melakukan pengkinian data. (5) Kewajiban Bank memiliki sistem informasi yang dapat

(6)

mengindentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakter transaksi yang dilakukan nasabah (6) Kewajiban Bank untuk memelihara profit nasabah. (7) Kewajiban Bank untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah diketahui oleh Bank (8) Penerapan prinsip Mengenal Nasabah pada kantor Bank di luar negerai bagi Bank yang berbadan hukum Indonesia (9) Pengecualian Peraturan ini bagi Walk in Custumer (nasabah yang tidak mempunyai rekening di bank) sepanjang nilai transaksi yang dilakukan tidak melebihi Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau nilai yang setara dengan itu (10) Pengenaan sanksi administratif sesuai dengan pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Perbankan bagi Bank yang melanggar peraturan ini. FATF sangat peduli terhadap tersedianya informasi tentang orang/korporasi yang merupakan pemilik rekening yang sebenamya (beneficial owner) yang mengawasi harta kekayaannya (termasuk dana di Bank) yang berasal dari kejahatan. Orang/korporasi tersebut pada umumnya meningkatkan penggunaan berbagai macam jenis badan hukum atau cara-cara untuk menyembunyikan kekayaannya, yang merupakan bagian dari proses pencucian uang.(FATF. 2002) Pada bulan Desember 2001 Bank Indonesia menetapkan 3/23/PBI/2001 PBI tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Custumer Policy) beserta pedoman standar Mengenal Nasabah. Beberapa perubahan penting yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut adalah: (a) Kebijakan dan prosudur Mengenal Nasabah: Bank wajib membuat pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah yang wajib disampaikan oleh Bank Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 13 Pebruari 2001, Penyusunan pedoman tersebut di atas wajib mengacu pada pedoman standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam SE BI Nomor' : 3/29/dpnp. tanggal 13 Desember 2001, Setiap perubahan pedoman tersebut wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak ditetapkan, Bank wajib menerapkan Mengenal Nasabah terhadap nasabah sesuai dengan pedoman pelaksana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, (b) Bank wajib menerapkan prinsip Mengenal Nasabah dan melakukan pengkinian data base nasabah yang sudah ada (existing customer) selambat-lambatnya tanggal 13 Juni 2001; Bank wajib melaksanakan program pelatihan kepada karyawan Bank mengenai prinsip Mengenal Nasabah selambat-lambatnya tanggal 13 Pebruari 2001; Penerapan sistem informasi yang dapat mengindentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah Bank sudah harus slap selambatlambatnya tangga 13 Juni 2001.

KESIMPULAN

Indonesia sebagai bahagian masyarakat dunia telah melakukan upaya dengan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk mencegah agar intensitas kejahatan yang menghasilkan uang dalam jumlah besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian dan keamanan negara tetap terjaga. Bank mempunyai kedudukan yang strategis atau pintu utama dalam proses pencucian uang, oleh karena itu jasa Perbankan harus mengantisipasi masuknya uang dari hasil kejahatan. Penerapan prinsip Mengenal Nasabah sebagai salah satu upaya untuk lebih mengenal nasabahnya, bukan hanya sebatas mengetahui indentitas pribadi pemilik rekening dari suatu bank, tetapi bertujuan agar bank dapat mendeteksi secara dini adanya indikasi kegiatan transaksi yang melanggar hukum dari nasabahnya, sehingga

(7)

Bank dapat terlindungi dari sasaran kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 1992. Analisa dan Evaluasi Hukum Tertulis Tentang Tindak Pidana Ekonomi (Money laundering).

Basel Committee Publications No. 77, Costomer Due Diligence for Bank

FATF secretariat. 2002. The Review of Forty Recommendations Financial Action Task Force on Money Laundering, Paris

Black, Campbell Henry. 1990. Black s Law Dictionary (Sixth Edition), St. Paul Minn, West Publishing Co.

Husien, Yunus & Zulkamacn Sitompul. 2000. Pensuapan, Prinsip Mengenal Nasahah (Neh Bark dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Money Laundering, Makalah pada Lokakarya Banks Associated Press.

Stessens, Guy. 2000. Money Laundering a New International Law Enforcemen Model, Cambridge University Press.

Republik Indonesia, UU Nomor. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah diubah Dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Ketersediaan terabyte informasi yang lahir dari revolusi digital 4.0 membuat semua orang dapat mengakses ilmu pengetahuan tanpa dibatasi ruang dan waktu, karena

• Melindungi orang tersebut dari kemungkinan mengalami kondisi sulit/ tertekan yang lebih buruk lagi apalagi ketika dirasakan situasi yang dihadapi cenderung mengancam/ tidak

Kelebihan penggunaan metode pemisahan berdasarkan kromatografi gas (GC) adalah: Waktu analisis yang singkat dan ketajaman pemisahan yang tinggi, Dapat menggunakan

Sementara itu alokasi anggaran untuk infrastrukstur tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Papua, hal ini lebih disebabkan dampak

Setelah diperoleh data observasi kegiatan belajar siswa, kemudian dilakukan analisis dengan metode kulaitatif, yakni menafsirkan hasil temuan berkaitan dengan kegiatan siswa

Pembahasan penelitian ini berdasarkan hasil observasi kegiatan guru dan siswa serta hasil belajar yang diperoleh siswa dapat diungkapkan bahwa sebelum

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: jumlah jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di RPH Kalirajut yaitu 32 jenis yang terdiri dari 17 famili, sedangkan di

merekamnya, jika dibandingkan dengan iklan pada media cetak audien tidak dapat melihat kembali siaran iklan untuk mengetahui atau mencek kembali informasi yang terdapat pada