• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka. sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka. sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pengertian Pajak Secara Umum

2.1.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pajak juga dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara pemerintah dengan warga negarannya. Pajak juga merupakan iuran yang dipungut oleh pemerintah kepada rakyat yang sifatnya dipaksakan, tanpa memandang kaya atau miskin. Terdapat definisi pajak yang di kemukakan oleh para ahli, yaitu :

Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

(2)

Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2):

“Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dipaksakan yang terutang) oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”

Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa :

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Djajaningrat dalam Sari (2013:34) menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk itu, tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, misalnya untuk memelihara kesejahteraan umum.”

Dari pengertian pajak di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan suatu iuran wajib masyarakat kepada negara yang diatur menurut undang-undang yang bersifat memaksa tanpa adanya imbalan timbal balik secara langsung, pajak yang dibayarkan digunakan untuk pengeluaran pemerintah

2.1.2 Ciri-ciri Pajak

Dari pengertian-pengertian tentang pajak di atas dapat disumpulkan bahwa ciri-ciri atas unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:

(3)

1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut oleh Negara, baik pemerintah pusat maupun daerah.

3. Pemungutan pajak bersifat paksaan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah, baik rutin maupun pembangunan.

5. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan tetap sama menggunakan jalan yang kualitasnya sama seperti orang-orang yang tidak taat menbayar pajak kendaraan bermotor. Sedangkan cirri-ciri pajak menurut Erly Suandy (2011:10) adalah sebagi berikut :

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang atau badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan atau engan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapatdiunjukan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerinah.

(4)

4. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dai pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

Dilihat dari cirri-ciri pajak diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki ciri-ciri yang tidak terlepas dari :

1. Rakyat sebagai pembayar pajak (Wajib Pajak) 2. Negara sebagai pemungut.

3. Undang-Undang sebagai ketetapan pajak.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. 2.1.3 Fungsi Pajak

Dari pengertian pajak yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas bahwa pajak, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi pajak sebagai sumber pendapatan negara guna membiayai pengeluaran-pengeluaran umum negara untuk kesejahteraan masyarakat. Ada dua fungsi pajak menurut Waluyo (2013:6), yaitu fungsi budgeter (penerimaan/sumber keuangan negara) dan fungsi regulerend (mengatur).

(5)

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang di peruntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap bawang mewah.

Sari (2013:40) mengatakan selain fungsi penerimaan dan fungsi mengatur, pajak juga memiliki fungsi lainnya:

1. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajajk, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 2. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,

(6)

3. Fungsi Demokrasi

Pajak sudah diupungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.

2.1.4 Cara Pemungutan Pajak

Tata cara pemungutan pajak menurut Waluyo (2013:16) terdiri dari : 1. Stelsel Pajak

Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, adalah sebagi berikut :

1) Stelsel Nyata (Rill Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan rill diketahui)

2) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang, sebagai contoh ; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnnya sehinggal pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan, tanpa tahun

(7)

berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

3) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataannya lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2. Sistem Pemungutan

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi : 1) Official Assesment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya yaitu :

(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

(2) Wajib pajak bersifat pasif.

(3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetepan pajak oleh fiskus.

(8)

2) Self Assesment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang meberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya yaitu :

(1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.

(2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

(3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga.

3. Asas Pemungutan

1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang betempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

(9)

2) Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

3) Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.

2.1.5 Syarat-syarat Pemungutan Pajak

Syarat-syarat pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2012:2) yaitu : 1. Pemungutan pajak harus adil

Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat kemampuan Wajib Pajak dalam membayar pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang

Pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum yang adil baik bagi negara maupun untuk masyarakat Indonesia.

3. Tidak mengganggu perekonomian

Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan perekonomian dan tidak mengganggu kehidupan ekonomi dari Wajib Pajak.

(10)

4. Pemungutan pajak harus efisien

Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya pemungutan pajak tidak terlalu besar.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.1.6 Penglompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5), pajak dikelompokan kedalam tiga tinjauan yaitu :

1. Menurut Golongannya 1) Pajak Langsung

Pajak yang harus dijual sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

2) Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

2. Menurut sifatnya 1) Pajak Subjektif

Pajak yang berpangkal atau berdasar pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak.

(11)

2) Pajak Objektif

Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak

3. Menurut Lembaga Pemungutannya 1) Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

2) Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.2 Pajak Daerah

2.2.1 Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian Pajak Daerah adalah: “Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”

2.2.2 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan

(12)

surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentutan perundang-undangan yang lebih tinggi.

2.2.3 Jenis-jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terbagi menjadi dua yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing pajak daerah pada wilayah administrasi Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut ditetapkan jenis-jenis pajak daerah, yaitu terdiri dari:

1. Jenis Pajak Provinsi terdiri dari : - Pajak Kendaraan Bermotor

- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Pajak Air permukaan

- Pajak Rokok

2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari : - Pajak Hotel

- Pajak Restoran - Pajak Reklame

- Pajak Penerangan Jalan

- Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan - Pajak Parkir

(13)

- Pajak Sarang Burung Walet

- Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaab dan Perkotaan - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2.2.4 Tarif Pajak Daerah

Tarif pajak Daerah berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut :

1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dengan rncian sebagai berikut :

 Untuk kepemilikan Kendaraan Bemotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).

 Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tariff dapat ditetapkan secara progresif paling rendah 2% (dua persen) dan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

 Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi 1% (satu persen).

(14)

 Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen).

2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

 Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen)

 Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen) 3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen)

4. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen)

5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

6. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) 7. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen) 8. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35% (tiga puluh lima

persen)

Khusus untuk hiburan berupa pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi 75%

(15)

(tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan paling tinggi 10% (sepuluh persen).

9. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen)

10.Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen)

11.Tarif Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen)

12.Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen) 13.Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) 14.Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen)

15.Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan ditetapkanpaling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)

16.Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen)

2.3 Pajak Kendaraan Bermotor

2.3.1 Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian Pajak Kendaraan Bermotor adalah :

(16)

Sedangkan yang dimaksud dengan kendaraan bermotor menurut Undang-undang nomor. 28 tahun 2009 adalah:

“ Semua kendaraan bermotor beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.”

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu jenis pajak daerah, pajak ini menganut sistem bagi hasil antara Pemerintah Kabupaten/Kota menerima bagi hasil PKB sebesar 30% sedangkan Pemerintah Provinsi menerima 70%. Hasil penerimaan PKB tersebut, paling sedikit 10% (sepuluh persen) termasuk yang dibagi hasilkan kepada Kabupaten/Kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan modal dan saran transportasi umum.

2.3.2 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI, dan Polri yang memiliki dan menguasai kendaraan bermotor. Kepemilikan adalah hubungan hokum antara orang pribadi atau badan dengan kendaraan bermotor yang namanya tercantum di dalam bukti kepemilikan atau dokumen sah termasuk Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Sedangkan

(17)

penguasaan adalah penggunaan dan atau penguasaan fisik kendaraan bermotor oleh pribadi atau badan dengan bukti penguasaan yang sah menurut ketentuan perundang-undangan yanag berlaku. Yang bertanggungjawab terhadap pembayar Pajak Kendaraan Bermotor adalah :

1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikannya.

2. Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan bermotor.

3. Ahli waris yaitu orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan atas putusan pengadilan.

2.3.3 Objek Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan penguasaan kendaraan bermotor tidak termasuk kepentingan dan/penguasaan kendaraan alat-alat besar seperti buildoser, excafator, loader, dan lain-lain, yang tidak digunakan sebagai alat angkut orang dan/atau barang dijalan umum.

2.3.4 Wajib Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-undanag No. 28 Tahun 2009, wajib pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum dilunasi oleh pemilik lama,

(18)

maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga bertanggung jawab terhadap pelunasan.

2.3.5 Masa Pajak Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-undang No.28 Tahun 2009, masa pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun pajak terhitung sejak tanggal pendaftaran. Pajak Kendaraan Bermotor yang karena sesuatu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dilakukan testituasi.

2.3.6 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor

Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 33 tahun tahun 2013 menyatakan bahwa :

1. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil dari 2 (dua) unsure pokok, yaitu :

 Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)

 Bobot, yang menceriminkan secara relatiftingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.

2. Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah NJKB.

(19)

3. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2, ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tersendiri, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dalam Negeri.

4. Untuk kendaraan bermotor yang NJKB-nya belum tecantum dalam Peraturan Menteri dalam Negeri dan Peraturan Gubernur, ditetapkan dasar perhitungan pengenaan PKB dengan Keputusan Kepala Dinas. 5. Dasar perhitunganh PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 4,

ditentukan oleh salah satu atau beberapa faktor sebagai berikut :

 Harga pasaran umum, ditetapkan 10% (sepuluh persen) dibawah harga kosong (off the road) atau 21,75% (dua puluh satu koma tujuh puluh lima persen) dibwah perkiraan harga isi (on the road).

 Harga kendaraan bermotor dengan isi slinder dan/atau setuan horse power yang sama.

 Harga kendaraan bermotor dengan merek dan/atau tipe model sejenis yang hampir sama.

 Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan dan produsen kendaraan bermotor yang sama.

 Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan import barang.

(20)

 Harga kendaraan bermotor berdasarkan harga uang tercantum di faktur.

2.3.7 Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor

Berdasarkan poko Pajak Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PkB adalah sesuai dengan perhitungan sebagai berikut :

Pajak Terutang = Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak

Sumber : Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 2.4 Wajib Pajak

2.4.1 Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan Irianto, 2011). Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu. Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang

(21)

pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan tidak kena pajak, Rahman (2010:85).

2.5 Kesadaran Wajib Pajak

2.5.1 Pengertian Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan iklhlas. Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak, Muslikhatul dalam Suyatmin (2004). Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya perihal pajak tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Penilaian positif msayrakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

Kesadaran wajib pajak menurut Safri Numatu (2005:103) menyatakan bahwa:

“Kesadaran merupakan penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar.”

Menurut Muliari (2011) menyatakan bahwa :

“Kesadaran perpajakan adalah suatu kondisi dimana seseorang mengetahui, mengakui, menghargai dan menaati ketentuan perpajakan yang berlaku serta memiliki kesungguhan dan keinginan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.”

(22)

Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selaku pihak pemberi dan bagi negara. Di samping itu juga tergantung kepada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan perundang-undangan perpajakan (Rahayu, 2010:141)

Berdasarkan definisi diatas maka dapat digarik kerimpulan bahwa pengertian kesadaran wajib pajak adalah suatu sikap wajib pajak mengetahui dan memahami perihal kewajiban perpajakannya.

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Mangkoesoebroto (1998:52) kesadaran wajib pajak sering dikaitkan dengan kerelaan dan kepatuhan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pada hal sebagi berikut :

a. Pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan wajib pajak terutama mengenai hubungan antara biaya dan manfaat dari setiap aktivitas pemerintahan.

(23)

b. Tingkat pendidikan, hal ini perlu dalam pemahaman pajak dan pengisian formulir pajak yang terkadang terasa rumit bagi masyarakat.

c. Sestem yang berlaku terutama sistem pajak yang adil dan sistem administrasi yang mudah dan sederhana.

2.5.3 Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Irianto (2005:36), indikator-indikator yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak, sebagai berikut :

1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk pertisipasi dalam menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini. Wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.

2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa penundaan pemabayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya financial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

3. Kesadaran bahwa wajib pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat di paksakan. Wajib pajak akan membayar karena

(24)

pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

Indikator kesadaran wajib pajak menurut Wuri Manik Asri (2009) adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. 2. Mengetahui dan memahami fungsi pajak untuk pembiayaan

negara.

3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Menghitung, membayar, melaporkan dengan sukarela.

Indikator kesadaran wajib pajak menurut Muliari (2011) adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. 2. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan Negara.

3. Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara.

5. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. 6. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

(25)

2.6 Kualitas Pelayanan Pajak

2.6.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pajak

Menurut Goest dan Davish (1994) dalam Tjiptono (2009:51) kualitas adalah :

“Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”

Menurut Tjiptjono (2007:61) kualitas pelayanan adalah :

”Manusia atau orang yang berupaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian dalam mengimbangi harapan konsumen.”

Sedangkan menurut Elitan dan Anatan (2007:47) kuallitas pelayanan adalah sebagai berikut :

“Kualitas pelayanan merupakan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu menyesuaikan dengan ekspetasi pelanggan, jadi kualitas pelayanan diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian pelayanan tersebut membagi harapan pelanggan.”

Kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Lewis dan Booms yang dikutip oleh Tjiptono (2011) mengemukaan bahwa kualitas pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan

(26)

ekspetasi pelanggan. Kualitas pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Dengan kata lain ada dua faktor yang utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima. Apabila jasa yang diterima terasa sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan baik. Jika jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan ideal. Tetapi jika jasa yang diterima lebih rendah dari harapan pelanggan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya seacara konsisten.

2.6.2 Model Kualitas Pelayanan

Model kualitas pelayanan ini merupakan model yang menyoroti kebutuhan utama untuk menghantarkan kualitas jasa yang lebih tinggi.

Parasuraman, et, al. (1985) dalam Tjiptono (2009:147) mengidentifikasi lima kesenjangan, yaitu :

1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan

spesifikasi kualitas pelayanan jasa.

(27)

4. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan penyataan janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. 2.6.3 Indikator Kualitas Pelayanan

Menurut Zeithhaml, Parasurman & Berry dalam Hardiansyah (2011:46) untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada indikator kualitas pelayanan yang terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu :

1. Tengible (berwujud)

Kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi. Indikatornya :

a. Penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan. b. Kenyamanan tempat melakukan pelayanan.

c. Kemudahan dalam proses pelayanan.

d. Kedisiplinan petugas/aparatur dalam melakukan pelayanan.

e. Kemudahan akses pelanggan dalam permohonan pelayanan.

(28)

2. Reliability (keandalan)

Kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya.

Indikatornya :

a. Kecermatan petugas dalam melayani. b. Memiliki standar pelayanan yang jelas.

c. Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan.

d. Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan.

3. Responsiveness (ketanggapan)

Kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen.

Indikatornya :

a. Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan.

b. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat. c. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat. d. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat. e. Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu

(29)

f. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas. 4. Assurance (jaminan)

a. Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan.

b. Petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan. c. Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan. d. Petugas memberikan jaminan kepastian biaya dalam

pelayanan. 5. Emphaty (empati)

Sikap tegas tetapi penuh perhatian dari pegawai terhadap konsumen.

Indikatornya :

a. Mendahulukan kepentingan pelanggan/pemohon. b. Petugas melayani dengan sikap ramah.

c. Petugas melayani dengan sikap sopan santun.

d. Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan).

(30)

2.7 Kepatuhan Wajib Pajak 2.7.1 Pengertian Wajib Pajak

Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dalam Mohammad Zain & Suryoo Hermana (2010:2), Wajib Pajak adalah:

“Orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.”

2.7.2 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Gunadi (2005:14) pengertian kepatuhan perpajakan Wajib Pajak adalah :

“Wajib Pajak orang pribadi mempunyai kesediaan unutk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hokum maupun administrasi.”

Menurut Keputusan Menteri keuangan No. 554/KMK.04/2000 dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2010:112), menyataka bahwa :

“Kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajaknnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara.”

(31)

Menurut Simanjuntak dan Mukhlis (2012:84) kepatuhan wajib pajak adalah :

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekedar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku.”

2.7.3 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Untuk dapat ditetapkan menjadi wajib pajak patuh maka harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan menurut Keputusan Menteri Keuangan No.554/KMK.04/2000, adalah:

1. Tepat waktu dalam pembayaran pajaknya. 2. Tidak melakukan penundaan dengan sengaja.

2.7.4 Faktor-faktor yang Mengakibatkan Ketidak Patuhan Wajib Pajak

Menurut Susanto (2012), ada bebera faktor yang mengakibatkan ketidak patuhan wajib pajak terhadap pemenuhan atas kewajibannya, yaitu :

1. Prasangka negative terhadap aparat perpajakan.

2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan intansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi wajib pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan intansi vertikal.

3. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya.

(32)

4. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbale balik (kontraprestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasarana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.

5. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak

2.8 Penetlitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki rincian rujukan dari penelitian sebelumnya, di antaranya yaitu:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penulis/

Tahun

Hasil penelitian Persamaan Perbedaan 1. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pengetahuan Pajak, Sanksi Perpajakan dan Akuntabilitas Pelayanan Publik pada Ketut Evi Susilaw ati & Ketut Budiart ha (2013) Kesadaran wajib pajak, pengetahuan pajak, sanksi pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor. Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor Pengetahu an perpajaka n sanksi pajak dan akuntabili tas

(33)

Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor 2. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi Pajak, Pengetahuan Perpajakan dan Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kabupaten Semarang Muslik hatul, Ummah (2015) Kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak kendaraan bermotor di Kabupaten Semarang Kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor Sanksi pajak, pengetahu an pajak dan pelayanan fiskus 3. Pengaruh Pemahaman Randi Ilhamsy Pengetahuan dan pemahaman pajak Kesadaran wajib Pemaham an,

(34)

dan Pengetahuan Wajib Pajak tentang Peraturan Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor (Studi Samsat Kota Malang) ah, Maria G Wi Endang , Rizky Yudhi Dewant ara (2016)

wajib pajak tentang peraturan perpajajkan, kesadararan perpajakan, kualitas pelayanan, dan sanksi perpajakan berpengaruh positif secara bersama-sama ( simultan) dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor dalam membayar pajak kendaraan bermotor di KB Samsat Kota Malang. Variable kesadaran wajib pajak yang paling dominan pajak dan kualitas pelayanan berpengar uh terhadap kepatuhan dalam membayar pajak kendaraan bermotor pengetahu an, dan juga sanksi perpajaka n

(35)

berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib Kendaraan Bermotor di KB Samsat Kota Malang 4. The Effect of Taxpayer Awereness, Tax Socialization, Tax Penalties, Compliance Cost at Taxpayer Enni Savitri & Musfial dy (2015) Kualitas layanan memiliki peran mediasi penuh dalam hubungan antara sosialisasi pajak dan kepatuhan

wajib pajak.

Kualitas layanan secara seksama tidak memiliki peran

mediasi dalam

hubungan antara sosialisasi pajak dan kepatuhan wajib pajak Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Layanan Variabel Y

(36)

2.9 Kerangka Pemikiran

2.9.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Wajib Pajak adalah kondisi dimana pajak memahami dan melaksanakan aturan perpajakan dengan benar dan sukarela. Apabila pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik, maka tingkat kesadaran wajib pajak semakin tinggi sehingga diharapkan dapat meningkat kepatuhan perpajakannya (Muliari dan Ery, 2011).

Kesadaran dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tariff pajak, teknis pemeriksaaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada Wajib Pajak selaku pihak pemberi dana bagi Negara dalam hal membayar pajak. Di samping itu juga tergantung pada kemauan wajib pajajk juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan

of taxpayers awereness and tax morale toward tax evasion Sumart ya & Atin Hafidia h (2014 signifikan antara kesadaran pajak X1 penghindaran pajak pada variabel dependen Y Wajib Pajak pajak terhadap penggelap an pajak

(37)

mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan (Siti Kurnia Rahayu, 2010:142).

Pada penilitan yang dilakukan oleh Muslikhatul Ummah (2015) menunjukan bahwa kesadaran Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

2.9.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tariff pajak. Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaha memberikan pelayanan bagi Wajib Pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan Wajib Pajak. Dampaknya akan Nampak pada kerelaan Wajib Pajak untuk membayar pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140).

Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan dan memuaskan, dapat memberikan pelayttanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Disamping itu, juga memudahkan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik

(38)

termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam tugasnya (Supadmi, 2009).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Randy Ilhamsyah, Maria G Wi Endang & Rizky Yudhi Dewantara, 2016) menunjukan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak.

2.9.3 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Rahayu (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hokum perpajakan, pemeriksaan wajib pajak, dan tariff pajak.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Randi Ilhamsyah, Maria G Wi Endang, Rizky Yudhi Dewantara (2016) menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh signifikan trerhadap kepatuhan wajib pajak. Dan kesadaran wajib pajak yang paling signifikan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

(39)

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka diilustrasikasikan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : : Parsial : Simultan 2.10 Hipotesis

Berdasarkan uraian landasan teori dan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian yang akan diajukan adalah sebagai berikut :

- H01: Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

KESADARAN WAJIB PAJAK KUALITAS PELAYANAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

(40)

Ha1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

- H02 : Kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Ha2 : Kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

- H03 : Kesadaran wajib pajak dan kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

Ha3 : Kesadaran wajib pajak dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Tutorial Pengelola Website Subdomain SKPD di Lingkungan Pemkot Malang Berbasis Wordpress | 9  Tampilan/Appereance, adalah menu yang.. digunakan untuk mengganti tampilan

Selain untuk memberdayakan nelayan yang ada, diharapkan dengan didirikannya bagan di wilayah perbatasan dapat mengurangi kegiatan pelanggaran perbatasan kawasan

Berdasarkan kondisi hasil penilaian tingkat efisiensi teknis di atas yang belum tercapai dan kondisi efisiensi harga yang juga menunjukkan kondisi belum efisien, maka

Kendala internal antara lain: adalah kebanyakan mata kuliah matematika yang di asuh oleh dosen matematika departemen MIPA rata-rata adalah kelas-kelas besar dengan jumlah

Kedua, ditinjau dengan maṣlaḥah perlindungan hukum atas risiko bagi investor terhadap saham syariah suatu emiten yang delisting dari DES yang ditetapkan oleh OJK sebagai regulator

Di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan Kota Bukittinggi setelah dilakukan overlay dari peta kemiringan lereng, peta curah hujan dan peta jenis tanah didapatlah

Melalui penelitian ini diharapkan siswa kelas III MI PUI Mekaarjati Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu dapat meningkatkan kemampuan berhitung matematika,