• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT INTERAKSI SOSIAL REMAJA PESERTA HOMESCHOOLING MENGGUNAKAN METODE KOMUNITAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS TINGKAT INTERAKSI SOSIAL REMAJA PESERTA HOMESCHOOLING MENGGUNAKAN METODE KOMUNITAS"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS HOMESCHOOLING KAK SETO SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

DISUSUN OLEH

CITRA KUSUMAWARDHANI

071334025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

STUDI KASUS HOMESCHOOLING KAK SETO SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

DISUSUN OLEH

CITRA KUSUMAWARDHANI

071334025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

iv

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus yang selalu menjadi kekuatan dalam hidupku,

Bapak, mama, bimo, dan dinda yang selalu menjadi penyemangat dan mendoakanku,

Eyang kakung dan eyang putri yang selalu mendoakanku dalam setiap langkahku,

Maz sapto yang telah mengajarkan beberapa hal tentang kehidupan yang tak pernah aku

tahu sebelumnya,

Dan untuk keluarga besar Journey to the west, mari kita bersama-sama mencari kitab suci

jilid ke dua..

(8)
(9)
(10)

viii

HOMESCHOOLING MENGGUNAKAN METODE KOMUNITAS

Studi Kasus Homeschooling Kak Seto Semarang

Citra Kusumawardhani Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat interaksi sosial remaja peserta homeschooling usia enam belas sampai delapan belas tahun menggunakan metode komunitas. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif pada siswa homeschooling di

Homeschooling Kak Seto Semarang. Penelitian ini tidak menggunakan sampel, karena jumlah populasi sedikit yaitu berjumlah 27 orang. Teknik analisis data penelitian adalah dengan menggunakan analisis data sebelum di lapangan dan analisis data di lapangan model Miles And Huberman.

(11)

ix

PARTICIPANTS LEVEL BY APPLYING COMMUNITY METHOD A Case Study Of Kak Seto Homeschooling Semarang

Citra Kusumawardhani Sanata Dharma University

Yogyakarta 2011

This study aims to determine the high and low levels of social interaction of teenager homeschooling participants whose ages are sixteen to eighteen by applying the community method. The study was conducted in August 2011.

This is a descriptive study on homeschooling students in Homeschooling Kak Seto Semarang. Samples are not needed in this study as the population is only 27. Miles and Huberman model is applied in analysing the data, either before or during the study.

(12)

x

kekuatan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Indra Dharmawan, SE., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd. selaku Kaprodi Pendidikan Akuntansi Universitas

Sanata Dharma.

4. Ibu Cornelio Purwantini, S.Pd., M. S.A. selaku dosen pembimbing skripsi, yang

telah memberikan masukan, saran, waktu, dan kesabarannya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

5. Para dosen yang dengan sabar telah mengajar dan mendidik selama perkuliahan.

6. Staff, tutor, dan siswa homeschooling Kak Seto Semarang yang telah memberikan

kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

7. Kedua orangtuaku Ir. Cipta Santosa dan Artha Natali yang tiada lelah untuk

memberi dukungan terhadap apa yang aku kerjakan selama ini hingga terselesaikan

semua tugas skripsi ini.

8. Eyang kakung, eyang putri, tante bertha, om sono, om cindy dan tante tien yang

(13)

xi

10.M. Sapto Nugraha yang menjadi penyemangatku dan dengan setia selalu

mendukungku untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Keluarga besar Journey to the west: Biksu Tong (Endah), Sun go kong (Nila), adik

Tsa (Heni), Dewi Kuan In (Windi), Ti pat kai (Lando), En-en (Tami), Putri Kipas

(Ria), Siluman Gagak (Ratri), dan Siluman Kura-kura (Luci) yang menjadi teman

seperjuangan, penyemangat, dan telah membantu banyak hal terutama dalam

mengerjakan skripsi ini. Mari kita melanjutkan perjalanan ke barat jilid 2.

12.Ovi yang telah memberikan tumpangan selama menginap di Semarang.

13.Teman-teman pengurus HIMAPENSI 2007 atas pengalaman organisasi yang aku

terima.

14.Teman-teman asisten fasilitator PPKM 2008 dan 2009 atas pengalaman yang telah

diberikan.

15.HMPC Semarang dan HMPC Salatiga atas pengkondisiannya selama mengurus

penelitian di Semarang dan Salatiga.

16.JMPC atas dukungan, sharing dan pengalaman yang diberikan.

(14)

xii

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Persembahan ... iv

Halaman Motto ... v

Pernyataan Keaslian Karya ... vi

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis ... vii

Abstrak ... viii

6. Kelemahan dan Kelebihan Homeschooling ... 16

7. Metode Komunitas dalam Homeschooling Kak Seto Semarang ... 18

B. Kerangka Berpikir ... 19

Bab III. Metode Penelitian A. Jenis Penelitian ... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

(15)

xiii

F. Jenis Data ... 26

G. Instrumen Penelitian ... 27

H. Validitas dan Reliabilitas ... 28

I. Teknik Analisis Data ... 34

Bab IV. Gambaran Umum A. Latar Belakang ... 37

B. Visi dan Misi ... 38

C. Kurikulum ... 39

D. Proses Pembelajaran ... 39

Bab V. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Deskripsi Pra Penelitian ... 40

B. Deskripsi Data Penelitian ... 41

C. Deskripsi Tingkat Interaksi Sosial ... 45

D. Pembahasan ... 48

Bab VI. Kesimpulan, Saran, dan Keterbatasan A. Kesimpulan ... 54

B. Keterbatasan ... 55

C. Saran ... 55

Daftar Pustaka ... 57

Lampiran ... 60

(16)

xiv

Tabel 3.2 ... 29

Tabel 3.3 ... 31

Tabel 3.4 ... 33

Tabel 5.1 ... 42

Tabel 5.2 ... 42

Tabel 5.3 ... 43

Tabel 5.4 ... 43

Tabel 5.5 ... 44

Tabel 5.6 ... 45

Tabel 5.7 ... 45

Tabel 5.8 ... 46

Tabel 5.9 ... 47

(17)

xv

Lampiran Pedoman Pertanyaan Wawancara ... 63

Lampiran Surat Ijin Penelitian Lampiran 1. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 64

Lampiran 2. Data Induk Penelitian ... 69

Lampiran 3. Rumus Perhitungan Data Dan Pengkategorian Subyek ... 73

Lampiran 4. Tabel Pengkategorisasian ... 74

(18)
(19)

bahwa secara empiris barangkali salah satu faktor yang mempengaruhi

mengapa terjadi pergeseran dinamika pemikiran masyarakat terhadap pola

pendidikan di Indonesia dikarenakan para orang tua murid sudah begitu

menyadari bahwa sudah lama pendidikan kita dihantui oleh tingginya kekerasan

sosiologis yang selama ini terjadi dalam interaksi dunia pendidikan kita.

Kemunculan homeschooling pun tidak semulus yang dibayangkan. Dalam

perkembangannya sampai sekarang, homeschooling masih memunculkan pro

dan kontra di masyarakat. Masyarakat yang pro terhadap homeschooling

merupakan masyarakat yang tidak puas dan kecewa dengan pendidikan yang

diberikan oleh Negara. Pendidikan sudah dianggap tidak lagi mendidik dan

membuat anak menjadi senang dalam belajar tetapi pendidikan menjadikan

anak semakin terbeban dengan rangkaian tugas yang semakin berat serta tidak

disesuaikan dengan perkembangan anak. Sedangkan masyarakat yang kontra

menganggap bahwa homeschooling tidak membawa dampak yang baik kepada

anak-anaknya terutama dalam aspek interaksi sosialnya, karena anak belajar

sendiri di rumah dan akan membentuk anak menjadi pribadi yang individual.

Selain itu masyarakat yang kontra menganggap homeschooling hanya ditujukan

untuk anak-anak yang hyperactive serta mengalami down syndrome yang tidak

bisa melakukan pembelajaran dengan anak-anak normal lainnya.

Homeschooling juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Menurut Haniar

(20)

mandiri, bertanggung jawab dan kreatif; memiliki fleksibilitas waktu dan

tempat; belajar lebih menyenangkan dan tidak terpaksa. Sedangkan kelemahan

dari homeschooling, yaitu dapat terjebak dalam fleksibilitas waktu dan tempat;

sosialisasi seumur relative kurang; anak kurang mampu bersaing dan bekerja

kelompok.

Homeshooling di Indonesia baru berkembang dan masih banyak

kelemahan dari homeschooling, salah satunya adalah peserta homeschooling

dianggap kurang baik dalam kemampuan interaksi sosialnya. Peneliti memilih

remaja usia enam belas sampai delapan belas tahun karena pada rentang usia

tersebut anak sedang mencari jati dirinya dan mulai berinteraksi dengan dunia

di luar lingkungan keluarga. Berdasarkan kelemahan dan adanya perubahan

interaksi pada remaja usia enam belas sampai delapan belas tahun, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Analisis Tingkat Interaksi Sosial Remaja Peserta Homeschooling Menggunakan Metode Komunitas.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, pembahasan tentang interaksi sosial remaja usia

(21)

homeschooling komunitas dan berfokus pada empat aspek dasar yaitu:

komunikasi, sikap, tingkah laku kelompok, dan norma sosial.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah dalam

makalah ini sebagai berikut :

Bagaimanakah tingkat interaksi sosial pada remaja peserta homeschooling usia

enam belas sampai delapan belas tahun karena pada rentang usia ini anak

sedang mencari jati diri dan memulai untuk melakukan interaksi dengan

lingkungan di luar lingkungan keluarga?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat interaksi sosial remaja peserta

homeschooling menggunakan metode komunitas usia enam belas sampai

delapan belas tahun.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat bagi tempat penelitian, universitas,

(22)

1. Homeschooling Kak Seto, yaitu sebagai bahan evaluasi bagi pengembangan

metode homeshooling.

2. Universitas Sanata Dharma, yaitu untuk memberikan sumbangan pemikiran

terkait dengan pengembangan pendidikan homeschooling.

3. Masyarakat, yaitu untuk mengubah pola pikir/paradigma masyarakat tentang

(23)
(24)

hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi

pasangannya. Sedangkan menurut Sarwono (2009:185) dalam bukunya

psikologi umum, menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan manusia

dengan manusia lainnya, manusia dengan kelompoknya, serta kelompok satu

dengan kelompok lainnya.

Dalam interaksi sosial tidak hanya terpaku pada sesama individu saja,

tetapi juga bisa terjadi antara individu dengan kelompok dan sesama kelompok.

Menurut Maryati dan Suryawati dalam

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html interaksi

sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

a. Interaksi antara individu dan individu

Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi

positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif,

jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).

b. Interaksi antara individu dan kelompok

Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk

interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan

kondisinya.

c. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok

Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan

kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk

(25)

Interaksi yang kelihatannya sangat sederhana, sebenarnya merupakan suatu

proses yang cukup kompleks. Apabila dilihat dari teori insting yang

dikemukakan oleh Mc Dougall, manusia itu secara instingtive akan

berhubungan satu dengan yang lain (Walgito, 2003:58). Namun perilaku dalam

interaksi sosial tidak sesederhana itu, tetapi perilaku itu didasari oleh berbagai

faktor psikologis lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Floyd Allport dalam

Walgito (2003:58) bahwa perilaku dalam interaksi sosial ditentukan oleh

banyak faktor termasuk manusia lain yang ada di sekitarnya dengan perilakunya

yang spesifik. Menurut Ahmadi (1991:57) dalam bukunya Psikologi Sosial

menyatakan bahwa interaksi sosial memiliki beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor Imitasi

Merupakan dorongan untuk meniru orang lain, misalnya dalam hal tingkah

laku, mode pakaian dan lain- lain.

b. Faktor Sugesti

Yaitu pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang

lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari orang lain.

c. Faktor identifikasi

Merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain,

baik secara lahiriah maupun batiniah.

d. Faktor Simpati

Merupakan suatu perasaan tertarik kepada orang lain. Interaksi sosial yang

(26)

berdasarkan sugesti atau imitasi saja.

Dalam bagian ini akan dibahas juga aspek yang mendasari interaksi sosial

menurut Sarwono (2009:185), yaitu :

a. Komunikasi

Komunikasi adalah proses pengiriman berita dari seseorang kepada orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat komunikasi ini dalam pelbagai

bentuk, misalnya percakapan antara dua orang, pidato dari ketua kepada

anggota rapat, berita yang dibacakan oleh penyiar televisi atau radio, buku

cerita, koran, surat, telepon, facsimile, internet, email, sms dan sebagainya.

Dalam tiap bentuk komunikasi di atas terdapat lima unsur dalam proses

komunikasi yaitu : 1. Adanya pengirim berita; 2. Adanya penerima berita; 3.

Adanya berita yang dikirimkan; 4. Adanya media atau alat pengirim berita; dan

5. Adanya sistem simbol yang digunakan untuk menyatakan berita.

b. Sikap

Sikap adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang, atau

perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. “Sesuatu” itu

bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang atau kelompok. Bila yang timbul

terhadap sesuatu itu adalah perasaan senang, maka disebut sikap positif,

sedangkan bila perasaan tidak senang, maka disebut sikap negatif. Bila tidak

timbul perasaan apa-apa, berarti sikapnya netral. Sikap dinyatakan dalam tiga

domain ABC, yaitu affect, behaviour, cognition. Affect adalah perasaan yang

(27)

perasaan itu (mendekat, menghindar), dan cognition adalah penilaian terhadap

objek sikap (bagus, tidak bagus) (Sarwono, 2009).

c. Tingkah Laku Kelompok

Sebelum membicarakan tingkah laku kelompok, perlu dibicarakan

mekanisme-mekanisme apa yang terjadi dalam kelompok sehingga kelompok itu bertingkah

laku. Mekanisme yang mendorong tingkah laku kelompok ini disebut dinamika

kelompok. Teori dinamika kelompok diajukan pertama kali oleh Kurt Lewin

(1890-1947) yang menyatakan tingkah laku kelompok adalah fungsi dari

kepribadian individu dan situasi sosial dengan rumusan :

B = f(P, E), dengan penjelasan B = Behaviour, f = fungsi, P = Personality

(kepribadian), E = Environment (lingkungan). Dengan demikian, kelompok

tidak mempunyai jiwa tersendiri. Perilaku kelompok tidak dapat dipisahkan

dari perilaku individu-individu anggotanya.

d. Norma Sosial

Norma sosial adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu kelompok, yang

membatasi tingkah laku individu dalam kelompok itu. Yang membedakan

norma sosial dengan produk-produk budaya, serta konsep-konsep psikologi

lainnya adalah bahwa dalam norma sosial ada terkandung sanksi sosial (Horne,

2001) artinya barangsiapa yang melakukan sesuatu yang melanggar norma,

akan dikenai tindakan tertentu oleh masyarakatnya. Sanksi ini bisa berupa

bahan gunjingan, sampai dicela di depan publik (dalam masyarakat yang sudah

(28)

2. Pengertian Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa

(Gunarsa, 1979:13). Terdapat berbagai istilah remaja yang memiliki arti

berbeda. Untuk menghindari kesalahpahaman, maka akan dibahas istilah

tersebut, antara lain : puberteit, adolescentia, dan youth (Gunarsa ,1979:14)

Puberteit (pubertas) adalah masa antara dua belas sampai enam belas tahun.

Pubertas meliputi perubahan-perubahan fisik dan psikis. Perubahan pada masa

ini menjadi obyek penyorotan terutama perubahan dalam lingkungan dekat,

yaitu dalam hubungan dengan keluarga. Adolescentia adalah masa sesudah

pubertas, yaitu masa antara tujuh belas sampai dua puluh dua tahun. Pada masa

ini lebih diutamakan perubahan dalam hubungan dengan lingkungan hidup

yang lebih luas yaitu masyarakat. Hurlock (Gunarsa, 1979:18) mengartikan

remaja dari tanda-tanda fisik yang menunjukkan kematangan seksuil dengan

timbulnya gejala-gejala biologis. Sedangkan Neidhart (Gunarsa, 1979:18),

berpendapat bahwa adolencentia merupakan masa peralihan dan

ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana ia sudah harus dapat

berdiri sendiri. Pendapat lain dari E. H. Erikson mengemukakan adolencentia

merupakan masa dimana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas.

Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal

oleh orang lain. Menurut Anna Freud (Gunarsa, 1979:18) menyatakan

adolencentia merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan

(29)

daripada ego, hubungan dengan orang tua, orang lain dan cita-cita yang

dikejarnya.

Remaja mengalami perubahan dalam dirinya baik secara jasmani,

kepribadian, intelek, dan peranan di dalam maupun di luar lingkungannya.

Gejala perubahan itu terjadi karena dilatarbelakangi oleh masa peralihan yang

dialami oleh remaja. Menurut Gunarsa (1979:12) dalam bukunya Psikologi

Remaja menyatakan bahwa perubahan yang terjadi dalam diri remaja dapat

dibagi dalam dua kelompok, yaitu : a. Perubahan yang mudah diketahui, karena

proses perkembangannya jelas dan mudah diamati oleh orang lain; b.

Perubahan yang sulit dilihat oleh orang lain, maupun oleh ramaja yang

mengalaminya sendiri. Sedangkan proses perkembangan yang menghasilkan

perubahan tersebut tidak mudah diamati oleh orang lain, tetapi dapat dihayati

oleh remaja itu sendiri.

Proses perkembangan yang terjadi pada remaja adalah perkembangan

psikoseksualitas dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah laku remaja.

Dengan adanya perkembangan dalam diri remaja tersebut, maka akan

menimbulkan permasalahan dengan diri remaja tersebut dan lingkungannya.

Permasalahan yang dihadapi oleh remaja dikarenakan remaja sedang

(30)

3. Pengertian Homeschooling

Homeschooling merupakan salah satu jenis pendidikan non formal. Akar

homeschooling dapat dipahami dengan istilah yang umum, yaitu belajar

otodidak atau belajar mandiri. Homeschooling pada dasarnya merupakan

metode pembelajaran yang menekankan pada masalah sikap dan pendekatan

belajar yang lebih mandiri (http://www.sekolahrumah.com). Salah satu

pengertian umum homeschooling adalah sebuah keluarga yang memilih untuk

bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anak dan mendidik anaknya

dengan berbasis rumah (http://www.sumardiono.com). Menurut Olivia

(Setyowati, 2010:1), homeschooling adalah sebuah tindakan proaktif untuk

turut campur di dalam pendidikan anak kita dan bertanggung jawab untuk

memberikan sebuah kecintaan terhadap belajar. Homeschooling (Sekolah

rumah), menurut Direktur Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas) Ella Yulaelawati

(

http://www.pnfi.kemdiknas.go.id/artikel/20090915092455/Homeschooling--Model-Pengembangan-Sistem-Pendidikan.html), adalah proses layanan

pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah dilakukan oleh orang tua atau

keluarga dan proses belajar mengajar pun berlangsung dalam suasana yang

kondusif.

Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

(31)

mengatur sendiri dan bertanggung jawab terhadap kurilulum serta

melaksanakan sendiri proses pembelajarannya.

4. Tokoh-Tokoh Homeschooling

Di Amerika, banyak contoh praktisi homeschooling yang berhasil dan

terkenal di dalam kehidupannya, antara lain (http://www.sekolahrumah.com) :

a. Benyamin Franklin

Seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil, dan pelayan publik

(public servant). Franklin hanya dua tahun mengikuti sekolah karena orang

tuanya tak mampu membayar biaya pendidikan.

b. Pearl S. Buck

Peraih hadiah Nobel tahun 1938, dikenal sebagai penulis besar. Anak seorang

misionaris ini besar di China dan menjalani homeschooling melalui

korespondensi dan tutor. Setelah kembali ke Amerika, dia meneruskan

pendidikannya di College, kembali ke China sebagai guru dan menjadi penulis.

c. Thomas Alfa Edison

Edison hanya mengikuti sekolah selama 3 bulan karena dianggap terbelakang.

Dia dididik sendiri oleh ibunya dengan memperlakukan pendidikan sebagai

petualangan (adventure) dan bermain (playing games). Edison dikenal sebagai

(32)

d. Hanson

Ini adalah grup musik terkenal saat ini yang terdiri tiga remaja: Ike, Taylor, dan

Zach. Mereka melakukan homeschooling yang membuat mereka dapat

meluangkan waktu yang banyak untuk mengembangkan bakat mereka di

bidang musik.

Di Indonesia, contoh sosok yang dibesarkan dalam sistem pendidikan

homeschooling antara lain: KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, dan Buya

Hamka (Makalah Dr. Seto Mulyadi, 18 Juni 2006). Untuk era modern, belum

ada lagi sosok homeschooling di Indonesia yang menjulang dan dikenal luas

secara nasional. Homeschooling sedang menemukan momentum barunya pada

saat ini dan sedang mencari bentuknya di tengah sistem pendidikan sekolah

yang reguler. Mulai banyak orang tua yang menempuh homeschooling bagi

anak-anaknya, salah satunya adalah Seto Mulyadi (Ketua Komnas Anak, tokoh

pendidikan anak) yang menjalankan program homeschooling bagi

putri-putrinya.

5. Alasan Orang Tua Memilih Homeschooling

Para orang tua memiliki alasan yang beragam ketika memilih

homeschooling untuk pendidikan anak-anaknya. Alasan tersebut berbeda-beda,

menurut hasil penelitian Haniar (www.sumardiono.com) yaitu:

(33)

b. Orang tua tidak puas dengan kualitas pendidikan di sekolah reguler.

c. Orang tua sering berpindah-pindah atau melakukan perjalanan.

d. Orang tua merasa keamanan dan pergaulan sekolah tidak kondusif bagi

perkembangan anak.

e. Orang tua menginginkan hubungan keluarga yang lebih dekat dengan anak.

f. Orang tua merasa sekolah yang baik semakin mahal dan tidak terjangkau.

g. Anak-anak memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi di sekolah

umum.

h. Orang tua memiliki keyakinan bahwa sistem yang ada tidak mendukung

nilai-nilai keluarga yang dipegangnya.

i. Orang tua merasa terpanggil untuk mendidik sendiri anak-anaknya.

Dari beberapa alasan tersebut sebagian besar alasan orang tua memilih

homeschooling yaitu karena mereka tidak puas dengan sistem pendidikan yang

ada di sekolah formal, dan biaya pendidikan yang semakin mahal menjadi

alasan orang tua juga untuk memilih homeschooling.

6. Kelemahan dan Kelebihan Homeschooling

Setiap model pendidikan pasti memiliki kelemahan dan kelebihan, begitu

juga dengan homeschooling. Kelemahan dan kelebihan homeschooling sebagai

berikut :

a. Kelebihan homeschooling:

(34)

2) Proses menuju kemandirian dan tanggung jawab anak tidak terjadi begitu saja,

orangtua memegang peranan penting dalam mengarahkan anak.

3) Fleksibilitas waktu dan tempat. Bagi anak berkebutuhan khusus (autis

misalnya) orangtua dapat menggabungkan program terapi dan proses

pendidikannya. Anak yang berprestasi dalam olahraga dan seni dapat terus

menjalankan latihan mereka.

4) Belajar lebih menyenangkan, tidak terpaksa. Sesuai dengan semboyan yang

dianut beberapa homeschooler, ”Belajar bisa di mana saja, kapan saja dan dari

siapa saja.”

b. Kelemahan homeschooling :

1) Dapat terjebak dalam fleksibilitas waktu. Dengan fleksibilitas waktu yang

tinggi dalam homeschooling sehingga menuntut disiplin dan komitmen yang

tinggi pula dari para homeschooler (baik orangtua maupun anak).

2) Sosialisasi seumur relatif kurang berkembang dibandingkan dengan anak

sekolah. Orangtua yang menyadari hal ini mengantisipasi dengan memasukkan

anak ke dalam kursus-kursus yang sesuai dengan level anak atau bergabung

dalam komunitas, sekolah minggu (gereja) dan lain-lain.

3) Anak kurang mampu bersaing dan bekerja kelompok (team work).

Kekurangan homeschooling sebenarnya disesuaikan dengan pribadi peserta

didik dan bagaimana cara orang tua mendidik peserta didik. Seperti yang

diceritakan oleh Olivia (Setyowati, 2010:9-10), saat ini di sekolah-sekolah

(35)

tua yang overprotective akan memilih homeschooling untuk anaknya sehingga

anak tidak memiliki sikap untuk bertahan dalam menghadapi segala persoalan.

Padahal bila dilihat dengan terjadinya kasus bullying seperti itu bukannya

malah membuat peserta didik bertahan tapi akan mengancam emosi atau mental

anak sehingga anak akan terbentuk dengan memiliki rasa takut dan tertekan.

7. Metode Komunitas dalam Homeschooling Kak Seto Semarang

Homeschooling memiliki tiga jenis metode, yaitu metode tunggal, metode

majemuk, dan metode komunitas. Pada metode homeschooling tunggal, orang

tua terjun langsung dalam proses pembelajaran sebagai guru, jika ada guru yang

didatangkan secara privat hanya akan membimbing dan mengarahkan minat

anak dalam mata pelajaran yang disukainya. Guru tersebut bisa berasal dari

lembaga-lembaga yang khusus menyelengarakan program homeschooling.

Pada metode homeschooling majemuk dilaksanakan oleh dua atau lebih

keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan

oleh orang tua masing-masing. Sedangkan pada homeschooling komunitas

merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menentukan

silabus, bahan ajar, kegiatan pokok (olah raga, seni dan bahasa),

sarana/prasarana dan jadwal pembelajaran. Dalam hal ini beberapa keluarga

memberikan kepercayaan kepada Badan Tutorial untuk memberi materi

pelajaran. Badan tutorial melakukan kunjungannya ke tempat yang disediakan

(36)

Model pembelajaran dalam metode komunitas memiliki sedikit

perbedaan dengan metode tunggal dan majemuk. Dalam komunitas proses

pembelajaran dengan mengumpulkan peserta di sebuah kelas untuk belajar

sambil bersosialisasi dengan teman-temannya, jadwal belajar peserta pun

ditentukan oleh tutorial. Sedangkan pada metode tunggal dan majemuk, model

pembelajaran yang digunakan adalah Distance Learning. Distance Learning

merupakan proses pembelajaran di mana peserta belajar di rumah dengan

modul dan orang tua yang berperan besar sebagai pendidiknya. Adapula

program Tutor Visit yaitu metode pembelajaran di mana peserta belajar di

rumah dan didampingi oleh tutor. Dalam tutor visit jadwal belajar disusun

sesuai kesepakatan antara peserta, orangtua dan tutor.

B. Kerangka Berpikir

Hubungan antar manusia, manusia dengan kelompoknya, maupun

antar kelompok disebut interaksi sosial (Sarwono, 2009:185). Menurut H.

Bonner dalam bukunya Social Psychology memberikan rumusan interaksi

sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan

individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan

individu yang lain atau sebaliknya (Ahmadi, 1991:54). Aspek yang mendasari

interaksi sosial menurut Sarwono (2009) dalam bukunya Psikologi Umum yaitu

(37)

Menurut Gunarsa (1979:19) permulaan masa remaja ditandai oleh

perubahan-perubahan fisik yang mendahului kematangan seksuil dan

bersamaan dengan itu akan dimulai proses perkembangan psikis remaja,

dimana mereka mulai melepaskan diri dari ikatan orang tua dan mengalami

perubahan kepribadian yang terwujud dalam cara hidup untuk menyesuaikan

diri dengan masyarakat. Santrock (2003:24) mengungkapkan bahwa pada masa

transisi sosial, remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan

manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari

konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif

terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam

peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran

proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John Flavell dalam

Santrock (2003:125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja untuk

memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting

mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka. Jean Piaget dan

Harry Stack Sullivan dalam Santrock (2003:220) mengemukakan bahwa

anak-anak dan remaja mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan

setara melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk

mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan

untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya

yang sedang berlangsung. Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan

(38)

dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia menyatakan bahwa semua orang

memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga termasuk kebutuhan kasih

sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan, penerimaan oleh

lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual.

Menurut Steinberg dalam Santrock (2002:42) mengemukakan bahwa

masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik dengan orang tua

meningkat melampaui tingkat masa anak-anak. Peningkatan ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis pubertas, perubahan

kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan

sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan

pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak orang tua dan

remaja. Konflik yang terjadi antara remaja dan orang tua dikarenakan orang tua

berpikir bahwa remaja berubah dari seorang anak yang selalu menurut menjadi

seseorang yang tidak mau menurut, melawan, dan menentang standar-standar

orang tua. Oleh karena itu maka banyak orang tua cenderung mengekang,

mengendalikan, dan memberi tekanan terhadap remaja. Berikut ada beberapa

strategi untuk mengurangi konflik antara orang tua dan remaja (Santrock, 2002:

24) yaitu : 1) menetapkan aturan-aturan dasar bagi pemecahan konflik. 2)

Mencoba mencapai suatu pemahaman timbal balik. 3) Mencoba melakukan

corah pendapat (brainstorming). 4) Mencoba bersepakat tentang satu atau lebih

pemecahan masalah. 5) Menulis kesepakatan. 6) Menetapkan waktu bagi suatu

(39)

perkembangan remaja meliputi masa transisi biologis yaitu pertumbuhan dan

perkembangan fisik. Transisi kognitif yaitu perkembangan kognitif remaja pada

lingkungan sosial dan juga proses sosioemosional dan yang terakhir adalah

masa transisi sosial yang meliputi hubungan dengan orang tua, teman sebaya,

serta masyarakat sekitar.

Interaksi dengan teman sebaya akan membuka pandangan baru pada anak

dan memberi kebebasan kepada mereka untuk membuat keputusan. Selain itu

interaksi dengan teman sebaya akan membantu anak mempelajari nilai-nilai

yang ada di masyarakat. Sekolah adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang

berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan bermacam-macam corak keadaan

keluarganya. Sebagaimana Desmita (Setiawati, 2010) menyebutkan bahwa

sekolah mempunyai pengaruh penting bagi perkembangan anak terutama dalam

perkembangan sosialnya. Interaksi dengan guru dan teman sebayanya di

sekolah, memberikan peluang yang besar bagi anak-anak untuk

mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh

pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa

pertengahan dan akhir anak-anak. Dengan demikian, anak tidak hanya

memperoleh pengetahuan tentang dunia tetapi juga tentang perilaku-perilaku

yang diharapkan oleh masyarakat. Anak homeschooling lebih sering belajar di

lingkungan rumah, tentunya tidak akan memperoleh pengalaman sebanyak anak

sekolah reguler. Anak homeschooling tidak akan merasakan betapa beratnya

(40)

antara komunitas, tidak akan merasakan penolakan-penolakan dari teman

sebaya, yang mana semua itu akan memberikan pengalaman berharga untuk

belajar hidup di masyarakat.

Menurut Gloria (2009) dari hasil penelitian, menyatakan bahwa interaksi

sosial pada subjek homeschooling berkembang dengan baik, hal ini tampak

dari mudahnya subjek beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki cukup

banyak teman bermain serta mampu menyelesaikan masalah baik dengan

keluarga atau dengan teman-temannya. Sedangkan menurut Setiawati (2010)

menyatakan bahwa kematangan sosial siswa homeschooling kurang memadai,

namun pada aspek kognisi mereka di atas rata-rata. Sependapat dengan

Setiawati, Molina (2006) menyatakan interaksi sosial dengan teman sebaya

pada dua orang subyek homeschooling kurang optimal karena keduanya lebih

senang melakukan aktivitas sendiri seperti membaca buku di rumah. Lebih

lanjut lagi dapat disimpulkan bahwa kedua orang subyek tidak memiliki

kenalan teman sebaya yang baru untuk dijadikan teman dekat semenjak mereka

mengikuti homeschooling. Mereka cenderung hanya mempertahankan teman

sebaya yang telah mereka kenal semenjak di sekolah formal.

Berdasarkan pro dan kontra dari hasil penelitian tentang interaksi sosial

remaja homeschooling, maka peneliti ingin melakukan penelitian ulang tentang

(41)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi atau

gejala-gejala sosial.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian dilaksanakan di tempat bimbingan homeschooling yaitu

Homeschooling Kak Seto Semarang.

2. Waktu

Penelitian dilakukan pada 03 Agustus 2011 sampai dengan 10 Agustus

2011.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah remaja yang mengikuti program

(42)

2. Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah interaksi sosial.

D. Populasi

Populasi adalah seluruh kelompok yang akan diteliti dan memiliki paling

sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Populasi dari penelitian ini adalah

remaja usia enam belas sampai delapan belas tahun yang mengikuti program

homeschooling komunitas yang berjumlah 27 orang.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009:142). Pada penelitian ini

menggunakan kuesioner tertutup dengan tujuh pilihan jawaban.

2. Wawancara

Menurut Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2009:231) menyatakan

wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan

makna dalam suatu topik tertentu. Ada beberapa macam wawancara,

yaitu wawancara terstruktur, semi terstuktur, dan tidak terstruktur. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur karena

(43)

diperoleh yaitu tingkat interaksi remaja peserta homeschooling

menggunakan metode komunitas.

F. Jenis Data

1. Data Kuantitatif

Interaksi sosial memiliki empat aspek yang mendasari terjadinya interaksi

(Sarwono, 2009:185) yaitu: komunikasi, sikap, tingkah laku kelompok,

dan norma sosial. Untuk menguji keempat aspek tersebut maka peneliti

menggunakan skala Likert dengan tujuh alternatif jawaban. Respon yang

tersedia meliputi “Sangat Tidak Setuju” sampai “Sangat Setuju”.

Pelaksanaan pengambilan data dilakukan dengan menunggu subyek pada

saat mengisi skala interaksi sosial yang diberikan. Cara pemberian skor

pada aitem pernyataan dalam skala interaksi sosial ini dengan didasarkan

pada tujuh kategori jawaban yaitu :

a. Pernyataan Mendukung

Sangat Tidak Setuju (STS)=1 sampai Sangat Setuju (SS)=7.

b. Pernyataan Tidak Mendukung

Sangat Setuju (SS)=1 sampai Sangat Tidak Setuju (STS)=7.

Kriteria dalam penilaian ini adalah semakin tinggi skor yang diperoleh,

dapat dikatakan subyek memiliki interaksi sosial yang semakin tinggi.

(44)

Pada bagian data kualitatif, data didapat dari ekplorasi langsung terhadap

subyek. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jauh tentang

tingkat interaksi sosial remaja peserta homeschooling, dalam hal ini

berkaitan dengan penelitian ini meski mungkin belum dapat terungkap

melalui skala. Data kualitatif ini diharapkan akan memberi lebih banyak

masukan tentang interaksi sosial remaja peserta homeschooling. Metode

yang digunakan dalam pengumpulan data kualitatif ini adalah wawancara

secara langsung dengan beberapa subyek, subyek diminta menjawab

beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam

penelitian yang sifatnya terbuka. Data yang didapat dari metode

wawancara ini dikumpulkan dan dicatat secara langsung ketika

wawancara yang kemudian digunakan untuk membantu menjelaskan

tentang permasalahan yang terungkap pada akhir penelitian setelah hasil

analisis data kuantitatif diperoleh.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan

wawancara, dan daftar pernyataan kuesioner. Kuesioner ini berdasarkan teori

dari Sarwono dalam bukunya Pengantar Psikologi Umum (2009:185). Berikut

ini adalah kisi-kisi instrumen penelitian, yaitu :

(45)

Skala Interaksi Sosial

Aspek – Aspek Indikator Item Positif Item Negatif Jumlah

Komunikasi 1. Adanya

Norma Sosial 1. Sanksi sosial 2. Tekanan dari

H. Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Prinsip dasar validitas adalah membandingkan hasil pengukuran gejala

dengan kriterium yang dianggap valid (Hadi, 2000). Pengujian validitas

instrumen dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product

(46)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y

Y = Skor total dari seluruh item

X = Skor total dari setiap item

n = Jumlah responden

∑XY = Hasil kali X dan Y

Jika jumlah nilai koefisien r hitung lebih besar dari r tabel, maka butir

soal tersebut dikatakan valid. Jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka

butir soal tersebut dikatakan tidak valid.

Dari pengujian validitas diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.2

Kesimpulan Hasil Uji Validitas Interaksi Sosial

(47)
(48)

46 0.664 0.361 Valid

hitung sebesar 0.357 kurang dari r tabel dengan jumlah responden (n) 30,

dan taraf signifikansi 5% sebesar 0.361. Oleh karena itu, maka item nomor

23 dibuang dan dilakukan pengolahan kembali. Setelah dilakukan

pengolahan kembali, maka hasil uji validitas sebagai berikut :

Tabel 3.3

Kesimpulan Hasil Pengolahan Kembali Uji Validitas Interaksi Sosial

(49)

18 0.806 0.361 Valid

(50)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.

Hasil pengukuran hanya dapat dipercaya bila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama selama

aspek yang diukur masih sama (Azwar, 2005). Reliabilitas suatu

instrumen adalah proporsi variansi skor perolehan yang merupakan

variansi skor murni. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode

pengujian satu kali yaitu metode alpha (Cronbach) untuk mengestimasi

reliabilitas instrumen. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. Pengujian reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyak butir pernyataan

= varians total

= jumlah varians butir

(51)

Tabel 3.4

Kesimpulan Hasil Pengujian Reliabiltas Interaksi Sosial

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.955 .957 49

Dari 49 item interaksi sosial diperoleh hasil koefisien Alpha Cronbach

0.955 lebih besar dari 0.6 sehingga disimpulkan bahwa item interaksi

sosial adalah reliabel.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan

(Sugiyono, 2009:245). Nasution (1988) dalam Sugiyono (2009:245)

menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,

sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil

penelitian. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data

deskriptif, yaitu:

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Menurut Sugiyono dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D (2009:246) menyatakan analisis data penelitian

kualitatif dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis

dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder,

(52)

penelitian tersebut masih bersifat sementara dan akan berkembang

setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

2. Analisis Data di Lapangan Model Miles and Huberman

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan

setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Menurut Miles

dan Huberman dalam Sugiyono (2009:246), mengemukakan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya

sudah jenuh. Langkah-langkah analisis data di lapangan menurut Miles

dan Huberman, yaitu: data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification.

a. Reduction Data

Pada data reduction, data yang diperoleh dari lapangan

jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti

dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Data

yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas,

dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data

selanjutnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan mereduksi data

dengan memfokuskan pada komunikasi, sikap, tingkah laku

kelompok, dan norma sosial subyek penelitian dengan teman

(53)

b. Data Display

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian ini adalah dengan teks yang

bersifat naratif. Dalam penelitian ini, peneliti memilih

mendisplay data dengan uraian singkat karena peneliti ingin

melihat tinggi-rendahnya interaksi sosial remaja peserta

homeschooling.

c. Conclusion Drawing/Verification

Pengambilan kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah

terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman

(Sugiyono, 2009:252). Kesimpulan dalam penelitian ini

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

Temuan berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah

diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

(54)

37

BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Latar Belakang

Setiap anak mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan,

dan setiap anak sedapat mungkin memperoleh pendidikan yang layak bagi

mereka. Namun dalam pengalaman di lapangan bahwasanya anak mendapatkan

pengalaman yang kurang menyenangkan selama bersekolah. Sebut saja,

kasus bullying , bentakan, kekerasan dari guru bahkan pemasungan kreativitas

anak. Pengalaman-pengalaman yang kurang berkesan tersebut menimbulkan

fobia terhadap sekolah (school phobia ) bagi anak dan orang tua. Kemudian,

upaya penyeragaman kemampuan dan keterampilan semua anak untuk seluruh

bidang turut mematikan minat dan bakat anak yang tentunya berbeda-beda,

karena setiap anak adalah unik. Lebih jauh lagi kurikulum yang terlalu padat

dan tugas-tugas rumah yang menumpuk membuat kegiatan belajar menjadi

suatu beban bagi anak-anak. Melihat kondisi ini maka perlu dicarikan solusi

alternatif bagi anak-anak yang kurang cocok dengan sistem pendidikan formal,

salah satu bentuknya adalah dengan kegiatan homeschooling (sekolah rumah).

Berdasarkan inilah para pemerhati pendidikan di Jawa Tengah bekerjasama

(55)

Semarang dengan nama Homeschooling Kak Seto (HSKS) Semarang, yakni di

Jalan Klenteng Sari I/3, sebagai sebuah institusi pendidikan alternatif yang

senantiasa memperhatikan hak anak-anak atas pendidikan.

B. Visi dan Misi

HSKS Semarang dilaksanakan berdasarkan filosofi sederhana “belajar dapat dilakukan kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja”.

Visi :

Menjadikan HSKS Semarang sebagai salah satu intitusi pendidikan anak

yang unggul dalam menyediakan program pendidikan bagi anak untuk dapat

terampil, memiliki life skill, dan karakter yang kokoh sebagai calon pemimpin

bangsa di masa depan.

Misi :

1. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi

peserta didik sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, kekuatan dan

keterbatasan yang dimilikinya.

2. Membantu peserta didik menemukan minat dan bakatnya serta

mengembangkan bakat dan minat peserta didik secara optimal.

3. Membentuk peserta didik menjadi manusia pembelajar seumur hidup yang

(56)

4. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh hubungan dari pelajaran

yang dipelajari dengan kehidupan nyata.

5. Mengatasi keterbatasan, kelemahan peserta didik dengan melakukan

pendekatan personal.

C. Kurikulum

Kurikulum HSKS Semarang mengacu kepada peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan (SKL). Selain itu, kurikulum yang diterapkan adalah Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang didukung oleh HSKS. Dalam kegiatan

tutorial kedua acuan tersebut disusun dan disampaikan dengan metode HSKS

sehingga dirasakan berbeda dengan sekolah formal, sehingga peserta dapat

mengikuti proses pembelajaran dengan menyenangkan.

D. Proses Pembelajaran

Metode pembelajaran pada HSKS adalah menggunakan pendekatan yang

lebih tematik, aktif, kontruktif, dan kontekstual serta belajar mandiri melalui

penekanan kepada kecakapan hidup dan keterampilan dalam memecahkan

masalah. Untuk itulah proses pembelajaran di HSKS dilakukan menyenangkan

(57)

40

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pra Penelitian

Interaksi dengan teman sebaya akan membuka pandangan baru pada anak

dan memberi kebebasan kepada mereka untuk membuat keputusan. Selain itu,

interaksi dengan teman sebaya akan membantu anak mempelajari nilai-nilai

yang ada di masyarakat. Sekolah adalah tempat berkumpulnya anak-anak yang

berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan bermacam-macam corak keadaan

keluarganya. Sebagaimana Desmita dalam Setiawati (2010) menyebutkan

bahwa sekolah mempunyai pengaruh penting bagi perkembangan anak terutama

dalam perkembangan sosialnya. Interaksi dengan guru dan teman sebayanya di

sekolah, memberikan peluang yang besar bagi anak-anak untuk

mengembangkan kemampuan kognitif dan keterampilan sosial, memperoleh

pengetahuan tentang dunia serta mengembangkan konsep diri sepanjang masa

pertengahan dan akhir anak-anak. Dengan demikian, anak tidak hanya

memperoleh pengetahuan tentang dunia tetapi juga tentang perilaku-perilaku

yang diharapkan oleh masyarakat. Anak homeschooling lebih sering belajar di

lingkungan rumah, tentunya tidak akan memperoleh pengalaman sebanyak anak

(58)

teman-temannya, bagaimana harus berjuang di antara komunitas, tidak akan

merasakan penolakan-penolakan dari teman sebaya, yang mana semua itu akan

memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.

Menurut Gloria (2009) dari hasil penelitian, menyatakan bahwa interaksi

sosial pada subjek homeschooling berkembang dengan baik, hal ini tampak dari

mudahnya subyek beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki cukup banyak

teman bermain serta mampu menyelesaikan masalah baik dengan keluarga atau

dengan teman-temannya. Sedangkan menurut Setiawati (2010) menyatakan

bahwa kematangan sosial siswa homeschooling kurang memadai, namun pada

aspek kognisi mereka di atas rata-rata. Sependapat dengan Setiawati, Molina

(2006) menyatakan interaksi sosial dengan teman sebaya pada dua orang

subyek homeschooling kurang optimal karena keduanya lebih senang

melakukan aktivitas sendiri seperti membaca buku di rumah. Lebih lanjut lagi

dapat disimpulkan bahwa kedua orang subyek tidak memiliki kenalan teman

sebaya yang baru untuk dijadikan teman dekat semenjak mereka mengikuti

homeschooling. Mereka cenderung hanya mempertahankan teman sebaya yang

telah mereka kenal semenjak di sekolah formal.

B. Deskripsi Data Penelitian

Homeschooling Kak Seto Semarang memiliki jumlah siswa sebanyak 27

(59)

menggunakan sampel. Kuesioner diberikan kepada 27 orang, dan jumlah

kuesioner yang kembali ke peneliti sebanyak 27 buah. Dengan demikian

response rate pengembalian kuesioner adalah sebesar 100%.

Subyek dalam penelitian ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda,

dapat dilihat dari jenis kelamin, usia, pernah/tidak mengikuti sekolah formal,

dan alasan memilih homeschooling.

1. Jenis Kelamin

Tabel 5.1

Jenis Kelamin Responden Aspek Frekuensi Prosentase

Jenis kelamin:

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin

laki-laki adalah 15 orang (55.55%) dan yang berjenis kelamin perempuan

adalah 12 orang (44.44%).

2. Usia Responden

Tabel 5.2 Usia Responden

Usia Frekuensi Prosentase

(60)

Tabel 5.2 menunjukkan jumlah responden yang berusia enam belas tahun

adalah 20 orang (74.07%), berusia tujuh belas tahun adalah 1 orang

(3.70%), dan berusia delapan belas tahun adalah 6 orang (22.22%).

3. Pernah/Tidak Bersekolah di Sekolah Formal/Reguler

Tabel 5.3

Pernah/Tidak Bersekolah di Sekolah Formal Frekuensi Prosentase

Tabel 5.3 menunjukkan jumlah responden yang pernah mengikuti sekolah

formal adalah 27 orang (100%) dan tidak ada yang belum pernah mengikuti

sekolah formal.

4. Alasan Memilih Homeschooling

Tabel 5.4

Alasan Memilih Homeschooling

Alasan Frekuensi Prosentase

Ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan yang dilakukan di sekolah formal

15 55.55%

Memiliki kebutuhan lain diluar proses belajar yang tidak bisa didapatkan di sekolah formal

10 37.03%

Memiliki kegiatan lain diluar dari belajar, seperti pemain piano internasional, berdagang

2 7.40%

Tabel 5.4 menunjukkan alasan responden memilih homeschooling karena

(61)

sekolah formal adalah 15 orang (55.55%), memiliki kebutuhan lain di luar

belajar yang tidak bisa dipenuhi di sekolah formal adalah 10 orang

(37.03%), dan memiliki kegiatan lain seperti pianis internasional, berdagang

adalah 2 orang (7.40%).

Untuk mendapatkan gambaran secara umum mengenai data penelitian,

berikut ini diperoleh hasil perhitungan pada tabel 5.5:

Tabel 5.5

Hasil Perhitungan Data Secara Teoritis

Data teoritis Skor max 343

Skor min 49 Range (r) 294 Mean teoritis (µ) 196 Standar deviasi ( ) 49

Skor/rentang minimum-maksimum adalah 49 sampai dengan 343, sehingga luas

jarak sebarannya (range) adalah 294. Dengan demikian setiap satuan deviasi

standarnya bernilai = 49, dan mean teoritisnya (µ) adalah 196.

Tabel 5.5 dapat digunakan sebagai penggolongan subyek ke dalam lima

(5) kategori diagnosis tingkat interaksi sosial, maka penggolongan keenam

satuan deviasi standar ke dalam 5 bagian, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang,

(62)

C. Deskripsi Tingkat Interaksi Sosial

Tabel 5.6

Pengkategorian dan Prosentase Interaksi Sosial

Kategori Frekuensi Prosentase Kriteria

49-123 0 0% Sangat Rendah 124-172 1 3.70% Rendah

173-221 6 22.22% Sedang 222-270 14 51.85% Tinggi

271-343 6 22.22% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan kriteria interaksi sosial remaja

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak Seto

Semarang tidak ada yang dikategorikan sangat rendah (0%), dikategorikan

rendah sebanyak 1 orang (3.70%), dikategorikan sedang sebanyak 6 orang

(22.22%), dikategorikan tinggi sebanyak 14 orang (51.85%), dan dikategorikan

sangat tinggi sebanyak 6 orang (22.22%). Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa tingkat interaksi sosial remaja homeschooling menggunakan metode

komunitas di Homeschooling Kak Seto Semarang cenderung tinggi.

1. Aspek Komunikasi

Tabel 5.7

Pengkategorian dan Prosentase Aspek Komunikasi Kategori Frekuensi Prosentase Kriteria

18-45 0 0% Sangat Rendah 46-63 1 3.70% Rendah

64-81 8 29.62% Sedang 82-99 17 62.96% Tinggi

100-126 1 3.70% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan kriteria aspek komunikasi remaja

(63)

Seto Semarang tidak ada yang dikategorikan sangat rendah (0%),

dikategorikan rendah sebanyak 1 orang (3.70%), dikategorikan sedang

sebanyak 8 orang (29.62%), dikategorikan tinggi sebanyak 17 orang

(62.96%), dan dikategorikan sangat tinggi sebanyak 1 orang (3.70%).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aspek komunikasi remaja

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak

Seto Semarang cenderung tinggi.

2. Aspek Sikap

Tabel 5.8

Pengkategorian dan Prosentase Aspek Sikap Kategori Frekuensi Prosentase Kriteria

11-28 0 0% Sangat Rendah 29-39 2 7.40% Rendah

40-50 4 14.81% Sedang 51-61 15 55.55% Tinggi

62-77 6 22.22% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan kriteria aspek sikap remaja

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak

Seto Semarang tidak ada yang dikategorikan sangat rendah (0%),

dikategorikan rendah sebanyak 2 orang (7.40%), dikategorikan sedang

sebanyak 4 orang (14.81%), dikategorikan tinggi sebanyak 15 orang

(55.55%), dan dikategorikan sangat tinggi sebanyak 6 orang (22.22%).

(64)

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak

Seto Semarang cenderung tinggi.

3. Aspek Tingkah Laku Kelompok

Tabel 5.9

Pengkategorian dan Prosentase Aspek Tingkah Laku Kelompok Kategori Frekuensi Prosentase Kriteria

10-25 1 3.70% Sangat Rendah

26-35 0 0% Rendah

36-45 7 25.92% Sedang

46-55 11 40.74% Tinggi

56-70 8 29.62% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan kriteria aspek tingkah laku kelompok

remaja homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling

Kak Seto Semarang dikategorikan sangat rendah 1 orang (3.70%), tidak ada

yang dikategorikan rendah (0%), dikategorikan sedang sebanyak 7 orang

(25.92%), dikategorikan tinggi sebanyak 11 orang (40.74%), dan

dikategorikan sangat tinggi sebanyak 8 orang (29.62%). Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa tingkat tingkah laku kelompok remaja

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak

(65)

4. Aspek Norma Sosial

Tabel 5.10

Pengkategorian dan Prosentase Aspek Norma Sosial Kategori Frekuensi Prosentase Kriteria

10-25 0 0% Sangat Rendah

26-35 1 3.70% Rendah

36-45 5 18.51% Sedang

46-55 12 44.44% Tinggi

56-70 9 33.33% Sangat Tinggi

Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan kriteria aspek norma sosial remaja

homeschooling menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak

Seto Semarang tidak ada yang dikategorikan (0%), dikategorikan rendah

sebanyak 1 orang (3.70%), dikategorikan sedang sebanyak 5 orang

(18.51%), dikategorikan tinggi sebanyak 12 orang (44.44%), dan

dikategorikan sangat tinggi sebanyak 9 orang (33.33%). Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa aspek norma sosial remaja homeschooling

menggunakan metode komunitas di Homeschooling Kak Seto Semarang

cenderung tinggi.

D. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat

interaksi sosial remaja homeschooling menggunakan metode komunitas di

(66)

interaksi sosial remaja homeschooling menggunakan metode komunitas baik.

Pada aspek komunikasi, kemampuan berkomunikasi dengan tutor/guru, teman

sebaya di dalam maupun di luar homeschooling baik. Pada aspek sikap,

kemampuan untuk menyatakan rasa senang dan tidak senang, perilaku yang

mengikuti rasa senang atau tidak senang, serta penilaian terhadap objek baik.

Pada aspek tingkah laku kelompok, kemampuan berperilaku dalam

kebersamaan baik. Pada aspek norma sosial, kemampuan mematuhi dan

menghargai peraturan di dalam kelompok baik.

Pada aspek komunikasi, subyek cenderung berada pada kategori tinggi.

Hal ini terlihat dari subyek terbiasa menyampaikan materi kepada teman

sekelas dengan power point, sering bertukar informasi dengan teman sebaya di

sekitar rumah, sering bermain dengan teman sebaya, tidak hanya diam ketika

ada teman yang merasa kesulitan, selalu kritis terhadap informasi yang

diberikan, dapat dengan mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh

tutor/guru, selalu mengulang materi pelajaran yang diberikan oleh guru/tutor,

sering mengerjakan rumah yang diberikan oleh guru, sering menggunakan

yahoo messenger untuk berbincang materi dengan guru, terbiasa bertukar

informasi dengan teman lewat telepon, sering menggunakan facebook untuk

ngobrol dengan teman, berkomunikasi dengan teman lewat SMS, mengangkat

tangan ketika ingin bertanya kepada guru, selalu tersenyum ketika bertemu

(67)

ketika bertemu dengan teman-teman, sering memberikan apresiasi kepada

teman dengan bertepuk tangan, dan melambaikan tangan saat akan pulang

terlebih dahulu.

Pada aspek sikap, subyek cenderung berada pada kategori tinggi. Hal ini

terlihat dari sikap senang bermain bersama teman sekelompok, suka

mengerjakan tugas secara bersama-sama, senang bila mendapat teman baru,

suka dengan teman yang banyak bicara, sering bermain dengan teman sebaya di

sekitar rumah, tidak pernah berkumpul dengan teman yang malas, peduli

dengan kegiatan yang dilakukan dengan teman di sekitar rumah, menyukai sesi

sharing karena bisa membuat saling mengenal satu sama lain, mengikuti

organisasi dengan baik, bermain bersama teman sebaya di rumah dengan baik,

dan memiliki teman lewat facebook atau twitter dengan baik.

Pada aspek tingkah laku kelompok, subyek cenderung berada pada

kategori tinggi. Hal ini terlihat dari seringnya belajar bersama teman-teman,

sering bermain dengan teman di homeschooling, sering mengikuti kegiatan

sosial bersama teman-teman, tidak terbiasa menyendiri ketika ada kegiatan di

rumah, tidak menerima ajakan teman untuk membolos, meniru cara belajar

teman yang efektif, memiliki kewajiban menjaga nama baik kelompok, selalu

belajar dari pengalaman, kegiatan yang dilakukan mendukung tujuan

(68)

Pada aspek norma sosial, subyek cenderung berada pada kategori tinggi.

Hal ini terlihat dari menghargai aturan dan norma kelompok, mengikuti aturan

yang terdapat dalam kelompok, selalu mentaati setiap keputusan yang dibuat

dalam kelompok, tidak pernah mendapat sanksi dari guru, tidak selalu merasa

pendapat paling benar, memiliki sikap toleran terhadap semua anggota

kelompok, belajar dengan rajin agar tidak ketinggalan materi, selalu menyapa

teman, guru, maupun karyawan di homeschooling, menerima dengan lapang

dada ketika pendapatnya tidak diterima, dan selalu memberikan ide kepada

teman.

Selain dari hasil kuesioner tersebut, ada hal lain yang mendukung

penelitian ini yaitu dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap tiga orang

subyek yang pernah dididik di sekolah formal menyatakan bahwa dalam

homeschooling mereka merasa lebih percaya diri dan ada rasa saling

memberikan motivasi dengan teman-teman di homeschooling.

Subyek pertama bercerita di dalam homeschooling lebih menyenangkan

dalam proses pembelajaran dan rasa kerja sama satu dengan yang lain lebih

tinggi. Ia pun semakin aktif di dalam kegiatan di luar homeschooling, seperti

kegiatan gereja. Di dalam homeschooling, ia merasa secara tidak langsung

diajarkan agar lebih percaya diri.

Subyek kedua bercerita bahwa ia dulu adalah seorang yang jarang

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Kesimpulan Hasil Uji Validitas Interaksi Sosial
Tabel 3.3 Kesimpulan Hasil Pengolahan Kembali Uji Validitas Interaksi Sosial
Kesimpulan Hasil Pengujian Reliabiltas Interaksi SosialTabel 3.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

• mahasiswa dapat memahami analisa struktur konstruksi Rangka dengan Metode Keseimbangan Titik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kritik sosial dan pesan moral lewat pementasan wayang kulit lakon Bima Suci oleh dalang Ni Paksi Rukmawati di Desa Kedung Wangan

Keketatan Penerimaan Mahasiswa S1 Tahun 2011 s.d... Keketatan Penerimaan Mahasiswa S1 Tahun

Dengan hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi BCA dalam mengetahui seberapa besar pengaruh citra merek dan nilai yang dirasa terhadap word of mouth

Dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur ini maka Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pemberian Uang Makan Bagi Pegawai Negeri

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimental dilaksanakan dengan percobaan lansung dilapangan dalam dua tahap yaitu: Pertama pengeringan lapis tipis

perbedaan tingkat kebugaran jasmani antara perokok dan tidak perokok pada mahasiswa.