• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN GLUTARALDEHIDA TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK KITOSAN TERPLASTIS CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN GLUTARALDEHIDA TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK KITOSAN TERPLASTIS CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTARALDEHIDA TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK KITOSAN TERPLASTIS

CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)

Oleh:

MUHAMMAD ALI ROHMAN MASOHI – MALUKU TENGAH

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Ali Rohman

NIM : 141211132123

Tempat, tanggal lahir : Masohi, 31 Januari 1995

Alamat : Jalan Cempaka RT. 05 RW. 01 Raci Tengah Sidayu Gresik 61153 / 089601562038

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Glutaraldehida Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Kitosan Terplastis CMC Pembimbing : 1. Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP.

2. Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Mandiri / Proyek Dosen / Hibah / PKM (coret yang tidak perlu).

Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :

1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;

2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,

termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri

Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 24 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

(3)

iii

NAMBAHAN GLUTA…

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTARALDEHIDA TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK KITOSAN TERPLASTIS

CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :

MUHAMMAD ALI ROHMAN NIM. 141211132123

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama,

Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. NIP. 19720302 199702 2 001

Pembimbing Serta,

(4)

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN GLUTARALDEHIDA TERHADAP KARAKTERISTIK FILM BIOPLASTIK KITOSAN TERPLASTIS

CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC)

Oleh :

MUHAMMAD ALI ROHMAN NIM. 141211132123

Telah diujikan pada

Tanggal : 24 Agustus 2016 KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. A n g g o t a : Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.Ir

Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP.

Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

Surabaya, 24 Agustus 2016 Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Airlangga Dekan,

(5)

MUHAMMAD ALI ROHMAN. Pengaruh Penambahan Glutaraldehida Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Kitosan Terplastis Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Dosen Pembimbing : Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. dan Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui dan mudah terdegradasi oleh tanah (Stevens, 2002). Bioplastik berbahan dasar kitosan terplastis CMC memiliki hasil Scanning Electron Microscope (SEM) yang penuh dengan pahatan (Saputra, 2012). Hal ini menunjukan bahwa CMC tidak bisa membentuk ikatan silang pada film kitosan, sehingga perlu ditambahkan crosslinking agent salah satunya adalah glutaraldehyde. Glutaraldehida dapat menimbulkan ikatan silang sehingga matriks makin rapat dan kuat tarik semakin tinggi (Purwatiningsih dkk., 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan glutaraldehida terhadap karakteristik film bioplastik kitosan terplastis CMC. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi glutaraldehida 0% (kontrol); 3,5%; 4% dan 4,5%.

(6)

MUHAMMAD ALI ROHMAN. The Effect of Glutaraldehyde Againts Characteristics of Chitosan Bioplastic Film Plasticized With Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Academic Advisor : Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. and Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet.

Bioplastic is one of plastic made from materials that can be degraded (Stevens, 2002). Bioplastic made from chitosan with the addition CMC as a plasticizer produce the result of SEM analysis which are resulting having fracture (Saputra, 2012). The fracture is induced by chitosan which is not crosslinked with CMC, therefore crosslinker agent is needed. Glutaraldehyde is one of crosslinker agent that capable to form a cross bond which it can increase in tensile strength film bioplastic (Purwatiningsih dkk, 2007).

This study aims to determine the influence of the addition of glutaraldehyde against characteristics of chitosan film bioplastic plasticized with carboxy methyl cellulose (CMC). This study uses a Completely Randomized Design (CRD), which consists of four treatments and five replications. Treatment used in this study is use of concentration glutaraldehyde solution that is 0% (without glutaraldehyde /control), 3.5%, 4% and 4.5%.

(7)

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rakhmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tentang Pengaruh Penambahan Glutaraldehida Terhadap Karakteristik Film Bioplastik Kitosan Terplastis Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama teknologi industri hasil perikanan.

Surabaya, 04 Agustus 2016

(8)

Pada kesempatan ini, dengan penuh rasa hormat penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Mirni Lamid, drh., MP. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya

2. Ibu Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Bapak Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet. selaku Dosen Pembimbing Kedua sekaligus Dosen Wali yang telah memberikan arahan, masukan serta bimbingan sejak penyusunan usulan hingga penyelesaian Skripsi ini

3. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP., Ibu Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. dan Bapak Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran atas penyempurnaan Skripsi ini

4. Bapak Agustono Ir., M.Kes. selaku koordinator Skripsi yang telah memberikan bimbingannya

5. Bapak M Zakiyul Fikri, S.Pi., M.Si., dan Bapak Eka Saputra, S.Pi., M.Si., yang telah memberikan saran untuk penelitian ini

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian Skripsi ini

7. Bapak Abdurrahman Chozein, Ibu Husnul Khotimah, Kakak Elis Fathma Suryani, S.Pd.I., Adik Abdul Hakim Mubarok dan Adik Putri Asyiqotul Maula yang selalu memberikan dukungan dan semangat

8. Fajar Rasyid, Sabrina Dhimas, Nanik Setyorini, Donovan, Riantika dan Ined Rery yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

(9)

Halaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Kitosan ... 4

2.2 Film Bioplastik ... 6

2.3 Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ... 10

2.4 Glutaraldehida ... 11

BAB III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS ... 12

(10)

4.3 Prosedur Penelitian ... 16

4.3.1 Rancangan Peneltian... 16

4.3.2 Variabel Penelitian ... 18

4.3.2 Prosedur Kerja ... 18

A. Pembuatan Film Bioplastik ... 18

B. Karakterisasi Film Bioplastik ... 19

4.4 Parameter Pengamatan... 21

4.5 Analisis Data ... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1 Hasil ... 23

5.1.1 Ketebalan... 24

5.1.2 Kuat Tarik ... 25

5.1.3 Persen Pemanjangan ... 26

5.1.4 Laju Transmisi Uap Air ... 27

5.1.5 Waktu Degradasi Sempurna ... 28

5.1.6 Pengamatan Scanning Electrone Microscope (SEM) ... 29

5.2 Pembahasan ... 30

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1 Kesimpulan ... 40

6.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(11)
(12)

Gambar Halaman

2.1. Perbedaan struktur kitin, kitosan dan selulosa .. ... 4

2.2 Struktur CMC ... 10

2.3 Struktur glutaraldehida ... 11

3.1 Kerangka konseptual penelitian ... 15

4.1 Diagram alir penelitian ... 22

5.1. Film bioplastik dengan penambahan 1 mL glutaraldehida 0% ; 3,5 %; 4 % dan 4,5 % .. ... 23

5.2 Grafik ketebalan ... 24

5.3 Grafik kuat tarik ... 25

5.4 Grafik persen pemanjangan... 26

5.5 Grafik laju transmisi uap air (WVTR) ... 27

5.6 Grafik waktu degradasi sempurna ... 28

5.7 Struktur mikroskopis film bioplastik ... 30

5.8 Crosslinking kitosan dengan glutaraldehida ... 31

(13)

Lampiran Halaman

1. Data pengukuran ketebalan ... 47

2. Analisis ragam (ANOVA) ketebalan ... 48

3. Data kuat tarik (KgF/cm2) ... 49

4. Analisis ragam (ANOVA) kuat tarik ... 50

5. Data persen pemanjangan (%) ... 51

6. Analisis ragam (ANOVA) persen pemanjangan ... 52

7. Data pengukuran laju transmisi uap air (WVTR) ... 53

8. Analisis ragam (ANOVA) laju transmisi uap air ... 54

9. Data uji waktu degradasi sempurna (hari) ... 55

10. Analisis ragam (ANOVA) waktu degradasi sempurna ... 56

11. Contoh perhitungan ... 57

12. Dokumentasi penelitian ... 59

(14)
(15)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plastik merupakan jenis pengemas yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kemasan primer, sekunder maupun tersier. Kemasan plastik yang beredar dan dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari umumnya merupakan plastik sintetik. Plastik sintetik tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga disebut non-biodegradable (Borghei et al., 2010), dikarenakan plastik sintetik ini tersusun atas phthalate ester atau diethyl hexyl phthalate (DEHP) yang sukar diuraikan oleh mikroorganisme (Koswara, 2006).Pembakaran limbah plastik sintetik akan menghasilkan gas yang beracun dan berbahaya seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO) sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna dan menjadi salah satu penyebab dari terjadinya pemanasan global (Ahmann and Dorgan, 2007).

(16)

asetil semakin sedikit sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk semakin kuat. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukkan kemurnian dari kitosan yang dihasilkan (Suptijah dkk., 1992).

Bioplastik merupakan salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui dan mudah terdegradasi oleh tanah (Stevens, 2002). Film berbahan dasar kitosan dapat dimanfaatkan sebagai pengawet daging (Miskiyah dkk., 2015) dan pelapis pada sosis ataupun dodol (Harris, 2001). Keuntungan film bioplastik sebagai kemasan primer produk pangan adalah dapat melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan serta aman bagi lingkungan (Kinzel, 1992). Fungsi dan penampilan bioplastik bergantung pada sifatnya yang ditentukan oleh komposisi bahan disamping proses pembuatan dan metode aplikasinya (Rodriguez et al., 2006). Bioplastik yang dihasilkan dari kitosan karapas udang memiliki tekstur yang kaku, sehingga perlu ditambahkan bahan pemlastis (plasticizer).

(17)

sehingga perlu ditambahkan crosslinking agent. Glutaraldehida merupakan salah satu crosslinking agent yang dapat menimbulkan ikatan silang sehingga matriks makin rapat dan kuat tarik semakin tinggi (Purwatiningsih dkk., 2007). Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan glutaraldehida terhadap karakteristik film bioplastik kitosan terplastis CMC. 1.2 Perumusan Masalah

Apakah penambahan glutaraldehida berpengaruh terhadap karakteristik film bioplastik kitosan terplastis CMC ?

1.3 Tujuan

Mengetahui pengaruh penambahan glutaraldehida terhadap karakteristik film bioplastik kitosan terplastis CMC.

1.4 Manfaat

(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kitosan

Kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang dapat dihasilkan dari limbah hasil laut (Harini dkk., 2004). Kitosan merupakan turunan dari kitin. Struktur kimia kitin mirip dengan selulosa, hanya dibedakan oleh gugus yang terikat pada atom C2. Jika pada selulosa gugus yang terikat pada atom C2 adalah

OH, maka pada kitin yang terikat adalah gugus asetamida. (Muzzarelli, 1985). Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksi-β-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat. Perbedaan struktur kitin, kitosan dan selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Perbedaan struktur kitin, kitosan dan selulosa (Kusumaningsih dkk., 2004)

Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses deproteinasi dan demineralisasi yang

masing-Kitin Kitosan

(19)

masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam. Selanjutnya, kitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa (Tolaimatea et al., 2003; Rege and Lawrence, 1999).

Tahap deproteinasi dilakukan dengan menambahkan NaOH. Protein ini akan larut dengan adanya NaOH (Kusumaningsih dkk., 2004). Deproteinasi bertujuan untuk memisahkan protein pada bahan dasar cangkang. Menurut Kurniasih dan Kartika (2011), deproteinasi adalah memisahkan atau melepaskan ikatan-ikatan antara protein dan kitin. Tahap demineralisasi yaitu penghilangan mineral (CaCO3) dari cangkang kerang yang dilakukan dengan penambahan HCl.

Asam klorida dalam proses demineralisasi akan melarutkan garam-garam kalsium. Tahap deasetilasi merupakan tahap dalam mereduksi gugus asetil dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH pada kitin. Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisahkan gugus amino yang bermuatan positif sehingga kitosan bersifat polikationik (Fehragucci, 2012). Ornum (1992) menyatakan bahwa nilai derajat deasetilasi berbanding terbalik dengan jumlah gugus asetil dan berat molekul kitosan sehingga ikatan hidrogen yang terbentuk semakin kuat dan mutu kitosan semakin baik. Nilai DD kitosan dari berbagai sumber dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai Degree of Deacetilation (DD) dari berbagai sumber kitosan

No Jenis DD Refrensi

1 Cangkang kerang simping Amusium sp. 71,37% Cakasana dkk, 2014 2 Cangkang kerang darah Anadara sp. 69,72% Cakasana dkk, 2014 3 Cangkang bekicot Achatina fulica 74,78 –

77,99%

Kusumaningsih dkk, 2004

4 Cangkang rajungan Portunus pelagicus 70,7% Rochima, 2007 5 Karapas udang Macrobrachium

sintagense 72,88%

(20)

Manfaat kitin dan kitosan di berbagai bidang industri diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan (Sulistiyoningrum dkk., 2013). Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan. (Balley and Ollis, 1977). Biopolimer kitosan potensial untuk diaplikasikan dalam pengolahan limbah, obat-obatan, pengolahan makanan dan bioteknologi (Savant et al., 2000). Kitosan juga dapat digunakan sebagai penjerat logam Zn, Cd, Cu, Pb, Mg dan Fe (Knorr, 1984).

2.2. Film Bioplastik

(21)

Biodegradasi merupakan proses pemecahan struktur material oleh aktivitas mikroorganisme yang melibatkan serangkaian rekasi enzimatik (Krieg and Hall, 1984). Plastik sintetik membutuhkan waktu sekitar 100 tahun agar dapat terdekomposisi oleh alam, sementara bioplastik dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Bioplastik yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia yang berbahaya (Huda dan Feris, 2007). Adapun faktor yang mempengaruhi kecepatan degradasi plastik antara lain faktor lingkungan, meliputi cuaca dan kelembaban udara. Faktor lainnya adalah temperatur, cahaya, pH, kandungan oksigen, kandungan air, keberadaan organisme pengurai dan kondisi plastik yang meliputi luas permukaan, titik leleh, elastisitas, dan kristalinitas mempunyai peranan penting dalam proses biodegradasi (Tokiwa et al., 2005).

Pada pembuatan film bioplastik kitosan digunakan pelarut berkekuatan ion rendah. Pelarut yang biasa digunakan adalah asam asetat 1 - 2% (v/v) (Knorr, 1982). Kitosan akan lebih kompak sebagai membran polimer dengan pelarut berkekuatan ionik rendah disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi sehingga apabila digunakan pelarut berkekuatan ionik tinggi, ikatan hidrogen pada molekul kitosan akan terganggu sehingga konformitas menjadi bentuk acak (Fehragucci, 2012).

(22)

dimer sehingga menghasilkan interaksi antarmolekul yang relatif kuat (Nurhayati dan Agusman, 2011). Hal ini juga diperkuat oleh Kerch and Korkhov (2010), bahwa kitosan dengan berat molekul tinggi menghasilkan kuat tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan berat molekul rendah.

Karakteristik dari film bioplastik yaitu kuat tarik (tensile strength), kuat tusuk (puncture srength), persen pemanjangan (% elongation), elastisitas dan biodegradabilitas (Skurtys et al., 2009). Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh sebuah film. Parameter ini menggambarkan gaya maksimum yang terjadi pada film. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Penambahan plastisizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kuat tarik yang lebih rendah (Lai et al., 1997). Nilai kuat tarik minimal film berdasarkan standar industri pengemas makanan adalah 0,39 MPa atau 4 kgf/cm2.

Menurut Isnawati (2008), bahwa nilai persen pemanjangan yang tinggi mengindikasikan film bioplastik yang dihasilkan tidak mudah putus karena mampu menahan beban dan gaya tarik yang diberikan. Hal ini didukung dengan pendapat Theresia (2003), bahwa semakin tinggi nilai persen pemanjangan maka akan semakin plastis, sebaliknya semakin rendah akan bersifat rapuh. Nilai persen pemanjangan minimum film berdasarkan standar industri pengemas makanan adalah 70%.

(23)

tersebut mudah sobek. Nilai ketebalan maksimum film berdasarkan standar industri pengemas makanan adalah 0,25 mm.

Laju transmisi uap air merupakan parameter yang juga harus diperhatikan pada penggunaan film bioplastik sebagai pengemas produk pangan (Nurhayati dan Agusman, 2011). Film dengan laju transmisi uap air rendah akan menahan terjadinya transmisi uap air dari lingkungan ke produk sehingga dapat menekan pertumbuhan mikroba. Nilai laju transmisi uap air maksimum film berdasarkan standar industri pengemas makanan adalah 7,0 g/m2/hari. Nilai laju transmisi uap air dipengaruhi oleh ketebalan film. Semakin tebal edible film yang dihasilkan maka semakin tinggi kemampuannya untuk menghambat laju gas dan uap air, namun, ketebalan yang tinggi akan berpengaruh terhadap organoleptik produk. Nilai ketebalan maksimum film berdasarkan standar industri pengemas makanan adalah 0,25 mm.

Waktu degradasi sempurna merupakan waktu yang diperlukan untuk terurai di dalam tanah secara keseluruhan (100%). Perhitungan waktu degradasi sempurna film bioplastik merupakan hal yang penting untuk mengetahui sifat biodagradable yang dimiliki film bioplastik. Berdasarkan standar ASTM D-6002 untuk biodegradasi film bioplastik membutuhkan 60 hari untuk terurai secara keseluruhan (100%).

(24)

2.3. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

Menurut Damat (2008), karakteristik fisik film bioplastik dipengaruhi oleh jenis bahan serta jenis dan konsentrasi plasticizer yang dapat meningkatkan

fleksibilitas dengan mengurangi gaya intermolekul sepanjang rantai polimer

(Septiana, 2009). Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film

terhadap gas, uap air dan zat-zat terlarut (Caner et al., 1998).

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan rantai polimer yang terdiri dari unit molekul selulosa. Setiap unit anhidroglukosa memiliki tiga gugus hidroksil dan beberapa atom hidrogen dari gugus hidroksil tersebut disubstitusi oleh carboxymethyl (Kamal, 2010). Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur CMC (Kamal, 2010)

Sifat CMC antara lain mudah larut dalam air dingin maupun air panas, dapat membentuk lapisan dan bersifat stabil terhadap lemak. Berdasarkan sifat hidrofilik CMC, maka penambahan CMC akan memperbaiki sifat mekanik film bioplastik.

(25)

2.4. Glutaraldehida

Glutaraldehida adalah suatu senyawa organik dengan rumus molekul C5H8O2 / CH2(CH2CHO)2. Struktur glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur glutaraldehida (Anitha et al., 2012)

Menurut New Jersey Department of Health and Senior Services (1997), glutaraldehida dapat dimanfaatkan dalam penyamakan kulit, komposisi dalam sinar X-ray dan sebagai agen crosslinking. Purwatiningsih (2007) menyatakan bahwa penambahan glutaraldehida menimbulkan ikatan silang sehingga matriks makin rapat. Asto dkk. (2015) menjelaskan bahwa penambahan NaOH (deasetilasi) dan glutaraldehid pada kitin akan menimbulkan ikatan silang antara gugus amina (NH2) dengan glutaraldehid. Ikatan silang terjadi antara gugus

(26)

III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Film bioplastik merupakan plastik yang bersifat mudah terurai (biodegradable) sehingga ramah lingkungan. Bahan dasar pembuatan film bioplastik terdiri dari lipid (asam lemak dan asil gliserol), hidrokoloid (protein dan polisakarida) dan komposit. Kitosan dipilih sebagai bahan dasar pembuatan film bioplastik karena kitosan merupakan salah satu bagian dari polisakarida yang memiliki beberapa kelebihan, diantaranya selektif terhadap oksigen dan karbondioksida serta penampilan tidak berminyak. Film bioplastik relatif tahan terhadap perpindahan oksigen dan karbondioksida, namun kurang tahan terhadap uap air (Pagella et al., 2002).

Aplikasi kitosan sebagai pengganti plastik sintetik telah banyak dilakukan penelitian. Kitosan mengandung gugus amida dan gugus hidroksil yang bersifat kereaktifan tinggi sehingga ikatan hidrogen terbentuk kuat. Kitosan sebagai film bioplastik didasarkan atas sifat kitosan yang mudah terurai, tidak beracun (LD50

(27)

Jenis plasticizer antara lain gliserol, sorbitol dan carboxy methyl cellulose (CMC). Pemilihan CMC sebagai plasticizer didasarkan atas sifat homogenisasi yang cepat dibandingkan dengan jenis plasticizer lainnya yakni 15 menit. Penambahan CMC sebagai plasticizer telah dilaporkan oleh Saputra (2012) bahwa CMC menurunkan nilai kuat tarik pada film bioplastik dikarenakan CMC tidak berikatan dengan kitosan sehingga perlu ditambahkan crosslinking agent sebagai pengikat antara CMC dan kitosan. Terdapat tiga jenis agen penaut silang (crosslinking agent) yakni heksametilenadisosianat, glutaraldehida dan epiklorohidrin. Penggunaan glutaraldehida sebagai agen penaut silang pada film kitosan adalah karena glutaraldehida sebagai crosslinking agent akan bereaksi dengan gugus amida (NH2) pada kitosan, sedangkan heksametilenadisosianat dan epiklorohidrin hanya

akan bereaksi dengan gugus hidroksil (OH), dimana gugus hidroksil pada kitosan telah bereaksi sebelumnya dengan asam asetat (CH3COOH).

Penambahan glutaraldehida sebagai bahan pembentuk ikatan silang telah banyak dilakukan penelitian. Makin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan, maka kekuatan gel akan makin besar. Hal ini jelas terlihat mengingat fungsi glutaraldehida dalam pembuatan gel adalah sebagai pembentuk ikatan silang (Sugita dkk., 2007).

Glutaraldehida sebagai crosslinking agent berperan dalam mengikat kitosan dan CMC dengan adanya ikatan silang yang terjadi antara gugus karbooksil (C=O) pada glutaraldehida dengan gugus amin (NH2) pada kitosan

(28)

kekuatan mekanik matriks gel (Rohindra et al., 2004) sehingga film yang dihasilkan akan sesuai dengan standar industri pengemas makanan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Saputra (2012), film kitosan terplastis CMC memiliki karakteristik ketebalan berkisar antara 0,10-0,22 mm, kuat tarik 12,90– 25,50 kgf/cm2 dan persen pemanjangan 16,95–20,45%.

3.2 Hipotesis

H0 : Penambahan glutaraldehida tidak berpengaruh terhadap karakteristik film bioplastikkitosan terplastis CMC.

(29)

Gambar 3.1. Kerangka konseptual penelitian Ikatan silang antara gugus karboksil pada glutaraldehida dengan gugus amin pada kitosan dan

gugus hidroksil pada CMC

Matriks film makin rapat

Film bioplastik sesuai standar industri pengemas makanan

(30)

IV METODOLOGI

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kering Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya. Karakterisasi film bioplastik dilaksanakan di Unit Layanan Pengujian (ULP) Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya dan Laboratorium Energi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2016.

4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beaker glass 100 mL, gelas ukur 100 mL, hotplate, magnetic stirer, tisu, handglove, masker gas, kaca mata pelindung, timbangan analitik, cruss tang, sendok, batang statif, clamp, oven dan cetakan 15 cm x 15 cm.

4.2.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan yang didapatkan dari PT. Biotech Surindo, asam asetat, glutaraldehida dan Carboxy Methyl Cellulose (CMC).

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian

(31)

ulangan sehingga didapatkan 20 (dua puluh) satuan penelitian. Ciri-ciri RAL adalah media dan bahan percobaan seragam dan sumber keragaman hanya satu yaitu perlakuan disamping pengaruh acak (Kusriningrum, 2015). Empat perlakuan yang diberikan antara lain :

Perlakuan A (kontrol) : Film bioplastik dengan komposisi 2 gram kitosan dan 0,1 % CMC.

Perlakuan B : Film bioplastik dengan komposisi 2 gram kitosan, 0,1 % CMC dan 1 mL glutaraldehida 3,5 %.

Perlakuan C : Film bioplastik dengan komposisi 2 gram kitosan, 0,1 % CMC dan 1 mL glutaraldehida 4,0 %.

Perlakuan D : Film bioplastik dengan komposisi 2 gram kitosan, 0,1 % CMC dan 1 mL glutaraldehida 4,5 %.

Persentase penambahan 1 mL glutaraldehida didasarkan pada penelitian Sugita dkk. (2007) bahwa matriks gel kitosan optimum didapatkan pada penambahan 1 mL glutaraldehida 4% (v/v) yang memberikan nilai kekuatan, titik pecah, ketegaran, pembengkakan dan pengerutan berturut-turut adalah 881,4385 g/cm2, 1,0267 cm, 8,5179 g/cm, 4,5313 g dan 1,6280 g.

(32)

4.3.2 Variabel Penelitian

Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

Variabel bebas : Konsentrasi glutaraldehida.

Variabel terikat : Laju transmisi uap air, ketebalan, kuat tarik,perpanjangan putus dan waktu degradasi sempurna.

Variabel control : Jenis kitosan, alat (ukuran cetakan, ketelitian alat, bentuk cetakan), bahan (konsentrasi pelarut, kemurnian), suhu (pengeringan dan proses pembuatan film), waktu, volume larutan film bioplastik dan metode pembuatan film bioplastik. 4.3.3 Prosedur Kerja

Terdapat beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

A. Pembuatan Film Bioplastik

(33)

B. Karakterisasi Film Bioplastik

Karakterisasi meliputi ketebalan, kuat tarik, perpanjangan putus laju transmisi uap air dan waktu degradasi sempurna. Ketebalan diukur menggunakan Microcal Meshmer (ASTM D-1005) yang dilakukan pada lima tempat berbeda dan hasilnya didapatkan dari rata-rata kelima pengukuran tersebut. Kekuatan tarik adalah tegangan maksimum sampel sebelum putus sedangkan perpanjangan putus adalah pertambahan panjang yang didapatkan hingga film putus. Kekuatan tarik dan perpanjangan putus diukur menggunakan alat Tensile Strenght and Elongation Test Strograph (ASTM D-882). Kuat tarik ditentukan berdasarkan gaya maksimum saat film putus dan perpanjangan putus ditentukan dari pemanjangan (cm) hingga film putus dengan cara membandingkan pertambahan panjang dan panjang awal film.

Laju transmisi uap air (ASTM E-96) dilakukan dengan meletakan film berukuran 5x5 cm pada permukaan atas wadah yang berisi 10 mL aquades dan diletakan pada desikator selama 1 hari (24 jam). Perhitungan laju transmisi uap air didasarkan pada pertambahan berat film setelah pengujian, waktu dan luas film.

Waktu degradasi sempurna (complete degradability time) merupakan parameter yang menunjukan kualitas plastik sehingga dapat digolongkan dalam

Kuat tarik (kgf/cm2) = Gaya Kuat Tarik . Luas Penampang (cm2) % E = Pertambahan panjang x 100%

Panjang awal

(34)

plastik biodegradable atau non-biodegradable. Pengukuran Waktu degradasi sempurna (complete degradability time) mengacu pada Pimpan, et al. (2001). Preparasi bioplastik untuk uji degradabilitas dilakukan dengan memotong film bioplastik dengan ukuran 5 cm x 1 cm kemudian dikeringkan dalam desikator dan ditimbang berat sebelum penguburan (W0). Sampel dikubur dalam tanah selama

waktu uji yang ditentukan oleh peneliti dan selanjutnya sampel diambil dari tanah, dibersihkan dari kotoran yang melekat dan dimasukan dalam desikator serta dilakukan penimbangan berat aahir setelah penguburan (W1). Persentase

kehilangan berat, perkiraan waktu terdegradasi sempurna dan laju degradabilitas dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

Analisis struktur permukaan film dilakukan dengan Scanning Electrone Microscope (SEM) (Toya et al., 1986) yang dilakukan dengan cara menempelkan film pada specimen holder. Film yang akan di analisis, dipotong ukuran 8 mm dan dibersihkan dari kotoran yang menempel serta pemberian coating pada film berupa emas-paladium yang bertujuan agar specimen dapat menghantarkan listrik ketika dipotret. Prinsip kerja SEM yakni dengan pancaran yang diradiasi terhadap

% Kehilangan Berat = W0 – W1 x

100% W0

Waktu Degradasi Sempurna = 100% x waktu uji % Kehilangan Berat

Laju Degradabilitas = (W0 – W1)

(35)

specimen. Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui struktur permukaan film yang berhubungan dengan ikatan yang terjadi antara kitosan, CMC dan glutaraldehida.

4.4 Parameter Pengamatan

Parameter dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu parameter utama dan parameter pendukung. Parameter utama dalam penelitian ini adalah ketebalan, kuat tarik, persen perpanjangan, laju transmisi uap air dan waktu degradasi sempurna, sedangkan parameter pendukung penelitian adalah karakteristik kitosan yang meliputi Degree of Deacetylation (DD), kadar abu, viskositas dan kelarutan kitosan.

4.5 Analisis Data

(36)

Gambar 4.1. Diagram alir penelitian

(37)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa film bioplastik dengan penambahan konsentrasi gutaraldehida yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Adapun film bioplastik yang terbentuk pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 5.1. Film bioplastik dengan penambahan 1 mL glutaraldehida (a) 0% ; (b) 3,5 % ; (c) 4 % dan (d) 4,5 %.

Penampakan fisik film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida memiliki warna lebih jernih dibandingkan dengan film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida yang memiliki warna coklat pekat. Film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4,5% memiliki warna coklat yang paling pekat dibandingkan dengan film bioplastik dengan penambahan 3,5% dan 4%.

(38)

Tabel 5.1. Perbandingan karakteristik film bioplastik dengan standar

Rata-rata hasil pengujian ketebalan film bioplastik pada perlakuan A adalah 0,3 mm; B 0,21 mm; C 0,1 mm; dan D 0,15 mm. Grafik nilai rata-rata ketebalan film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan agen penaut silang glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2. Grafik ketebalan film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida berbeda

(39)

perlakuan glutaraldehida 0% berbeda nyata dengan perlakuan glutaraldehida 4 dan 4,5% namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan glutaraldehida 3,5%, sedangkan pada perlakuan 4 dan 4,5% tidak berbeda nyata satu dengan lainnya. Berpedoman pada standar industri pengemas makanan, maka film bioplastik yang dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar untuk dikategorikan sebagai bioplastik pengemas makanan. Standar maksimal ketebalan bioplastik pengemas makanan adalah 0,25 mm (JIS 2-1707).

5.1.2.Kuat Tarik

Rata-rata hasil pengujian kuat tarik film bioplastik pada perlakuan A adalah 41,96 KgF/cm2; B 53,41 KgF/cm2; C 120,04 KgF/cm2; dan D 84,61 KgF/cm2. Grafik nilai rata-rata kuat tarik film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan berbagai konsentrasi glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Grafik kuat tarik film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida berbeda

(40)

Berpedoman pada standar industri pengemas makanan, standar minimal kuat tarik adalah 4 KgF/cm2 (JIS 2-1707), sehingga hasil dari penelitian ini masih memenuhi standar untuk dikategorikan sebagai bioplastik pengemas makanan.

5.1.3.Persen Pemanjangan

Rata-rata hasil pengujian nilai persen pemanjangan film bioplastik pada perlakuan A adalah 28,28%; B 6,39%; C 4,09%; dan D 6,21%. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa penambahan glutaraldehida berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persen pemanjangan film bioplastik. Grafik nilai rata-rata persen pemanjangan film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan berbagai konsentrasi glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Grafik persen pemanjangan film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida berbeda

(41)

masih belum memenuhi standar untuk dikategorikan sebagai bioplastik pengemas makanan untuk karakteristik persen pemanjangan.

5.1.4.Laju Transmisi Uap Air

Rata-rata hasil pengujian laju transmisi uap air (water vapour transmission rate / WVTR) film bioplastik pada perlakuan A adalah 13,37 g/m2/hari; B 6,57 g/m2/hari; C 5,8 g/m2/hari; dan D 6,28 g/m2/hari. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa penambahan glutaraldehida berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju transmisi uap air film bioplastik. Grafik nilai rata-rata hasil pengujian laju transmisi uap air film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan berbagai konsentrasi glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Grafik laju transmisi uap air (WVTR) film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida berbeda

(42)

syarat sebagai pengemas makanan dengan nilai laju transmisi uap air kurang dari 7 g/m2/hari (JIS 2-1707).

5.1.5.Waktu Degradasi Sempurna

Rata-rata hasil waktu degradasi sempurna film bioplastik pada perlakuan A adalah 7 hari, B 42 hari, C 134 hari dan D 70 hari. Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukan bahwa penambahan glutaraldehida berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap waktu degradasi sempurna film bioplastik. Grafik nilai rata-rata hasil pengujian waktu degradasi sempurna film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan berbagai konsentrasi glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6. Grafik waktu degradasi sempurna film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida berbeda

(43)

D-6002), maka hasil penelitian ini menunjukan bahwa film bioplastik kitosan terplastis CMC dan tertaut silang glutaraldehida membutuhkan waktu yang lebih lama yakni 42-134 hari untuk terurai secara keseluruhan.

5.1.6.Pengamatan Scanning Electrone Microscope (SEM)

(44)

analisis struktur mikroskopis permukaan film bioplastik menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7. Struktur mikroskopis film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida (Saputra, 2012) (a). Struktur mikroskopis film bioplastik dengan

penambahan glutaraldehida 4% (Dokumentasi penelitian) (b)

Pada Gambar 5.7 (a), dapat dilihat bahwa banyak pahatan pada permukaan film. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat ikatan silang antara kitosan dan CMC sehingga pori-pori matriks lebar. Penambahan glutaraldehida menimbulkan ikatan silang antara kitosan dan CMC sehingga matriks semakin rapat (Gambar 5.7. b).

5.2. Pembahasan

(45)

warna yang dihasilkan pada film bioplastik akan semakin pekat. Kenampakan film bioplastik akan berpengaruh terhadap organoleptik produk yang akan dikemasnya sehingga akan menurunkan daya tarik konsumen terhadap produk tersebut.

Penambahan glutaraldehida dalam penelitian ini mengacu pada fungsi glutaraldehida sebagai agen penaut silang (crosslinking agent) sehingga glutaraldehida dapat mengisi rongga antara CMC dan kitosan. Glutaraldehida sebagai crosslinking agent berperan dalam mengikat kitosan dan CMC dengan adanya ikatan silang yang terjadi antara gugus aldehid (C=O) pada glutaraldehida dengan gugus amin (NH2) pada kitosan (Leceta and Guerrero, 2012) dan gugus

hidroksil pada CMC (Asma et al., 2014). Ikatan silang yang terjadi antara kitosan, glutraraldehida dan CMC akan menurunkan rata-rata nilai ketebalan, persen pemanjangan dan waktu degradasi sempurna, sedangkan pada rata-rata nilai kuat tarik akan mengalami peningkatan. Ikatan silang antara kitosan dan glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.8.

(46)

sekuder, bioplastik berpengaruh pada aspek kenampakan. Bioplastik yang terlalu tipis akan mudah mengalami kerusakan berupa sobek serta fungsinya sebagai pelindung produk akan terganggu. Namun bioplastik yang terlalu tebal akan berpengaruh terhadap rasa dari produk yang dilapisi dan akan mengganggu kenampakan produk.

Pada penelitian ini, film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida memiliki ketebalan berkisar antara 0,1-0,21 mm. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan agen penaut silang yakni 0,3 mm. Semakin tinggi konsentrasi penambahan glutaraldehida maka akan semakin banyak kitosan yang tertarik dengan CMC sehingga rongga antar komponen akan semakin kecil yang diikuti dengan penurunan nilai rata-rata ketebalan film. Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan film adalah sifat dan komposisi bahan (Sara, 2015). Penambahan komposisi bahan akan meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan jika bahan tambahan tersebut memiliki sifat tidak larut pada larutan bioplastik. Glutaraldehida merupakan cairan berwarna coklat yang larut sempurna dalam larutan bioplastik kitosan terplastis CMC. Kelarutan sempurna dibuktikan oleh tidak adanya gumpalan pada larutan bioplastik setelah pencampuran. Glutaraldehida akan bekerja mengisi rongga pada matriks film sehingga tidak akan meningkatkan nilai rata-rata ketebalan film.

(47)

tanpa tanpa penambahan glutaraldehida memiliki nilai ketebalan yang melebihi standar yakni 0,3 mm.

Kuat tarik merupakan besar gaya yang diperlukan hingga bioplastik putus. Nilai kuat tarik rendah berarti bioplastik tersebut mudah rusak dan nilai kuat tarik tinggi mengindikasikan bahwa bioplastik yang dihasilkan dapat melindungi produk dari gangguan mekanik berupa benturan ataupun gesekan antar produk. Nilai rata-rata kuat tarik filmbioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 53,41-120,04 KgF/cm2. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 41,96 KgF/cm2. Penambahan glutaraldehida dengan kosentrasi berbeda juga berpengaruh pada nilai rata-rata kuat tarik yang dihasilkan. Penambahan glutaraldehida yang lebih tinggi akan meningkatkan ikatan silang sehingga matriks film semakin rapat dan diperlukan gaya yang lebih besar dibandingkan matriks film dengan penambahan konsentrasi glutaraldehida yang lebih rendah dan atau tanpa penambahan glutaraldehida. Purwatiningsih (2007) menyatakan bahwa makin tinggi konsentrasi glutaraldehida, titik pecah matriks gel makin kecil karena ikatan silang matriks makin rapat, sehingga kedalaman penetrasi pada saat gel pecah menjadi kecil, dengan begitu maka kuat tarik film akan semakin tinggi. Ikatan silang antara CMC dan glutaraldehida dapat dilihat pada Gambar 5.9.

(48)

Mengacu pada standar JIS 2-1707 yang menyebutkan bahwa minimal nilai kuat tarik bioplastik adalah 4 KgF/cm2, maka perlakuan terbaik pada karakteristik kuat tarik didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4% yang memiliki nilai kuat tarik tertinggi yakni 120,04 KgF/cm2.

Persen pemanjangan merupakan persentase penambahan panjang film yang diukur dari panjang awal hingga didapatkan panjang ahir setelah pegujian. Nilai rata-rata persen pemanjangan film bioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 4,09-6,39%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 28,28%. Penambahan glutaraldehida dengan kosentrasi berbeda juga berpengaruh pada nilai rata-rata persen pemanjangan yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan, maka ikatan silang yang terbentuk juga akan semakin meningkat. Ikatan silang antara kitosan, glutaraldehida dan CMC akan membuat struktur film semakin rapat dan pori-pori mengecil sehingga peningkatan konsentrasi glutaraldehida akan menurunkan nilai persen pemanjangan. Nilai persen pemanjangan merupakan indikator elastisitas plastik. Semakin tinggi nilai persen pemanjangan maka plastik memiliki karakteristik makin elastis dan melindungi produk lebih bagus.

(49)

Laju transmisi uap air merupakan parameter yang menunjukan kualitas bioplastik dalam mempertahankan kualitas produk yang akan dikemasnya. Nilai laju transmisi uap air yang tinggi mengindikasikan bahwa bioplastik memiliki pori-pori besar sehingga uap air dapat dengan mudah melewati matriks film. Semakin tinggi aktivitas uap air yang melewati matriks film maka kualitas film tersebut juga semakin rendah dikarenakan film kurang baik dalam melindungi produk dari serangan bakteri yang terbawa oleh uap air dari lingkungan sekitar. Air juga merupakan media pertumbuhan bakteri, sehingga semakin tinggi laju transmisi uap air, maka bakteri akan mudah berkembang biak pada produk yang dikemas dan menurunkan kualitas produk.

Nilai rata-rata laju transmisi uap air film bioplastik dengan penambahan glutaraldehid berkisar antara 5,8-6,57 g/m2/hari. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 13,37 g/m2/hari. Penambahan glutaraldehida dengan konsentrasi yang berbeda memiliki rata-rata nilai laju transmisi uap air yang berbeda pula. Penambahan glutaraldehida 4% memiliki nilai laju transmisi uap air terendah yakni 5,8 g/m2/hari. Hal ini mengindikasikan bahwa glutaraldehida telah berikatan dengan CMC dan kitosan sehingga menutup pori-pori film dan menghambat laju transmisi uap air. Konsentrasi glutaraldehida bertolak belakang dengan nilai laju transmisi uap air. Semakin tinggi konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan maka ikatan silang yang terbentuk akan semakin banyak sehingga menutup pori-pori film.

(50)

karakteristik laju trasnmisi uap air didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 4% yang memiliki nilai laju trasnmisi uap air terendah yakni 5,8 g/m2/hari.

Waktu degradasi sempurna (complete degradability time) merupakan parameter yang menunjukan kualitas plastik sehingga dapat digolongkan dalam plastik biodegradable atau non-biodegradable. Perhitungan waktu degradasi sempurna dilakukan dengan melakukan estimasi yang didasarkan pada persen kehilangan berat plastik pada waktu uji penguburan dalam tanah. Hasil rata-rata waktu degradasi sempurna film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida adalah 42-134 hari. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil rata-rata waktu degradasi sempurna film bioplastik tanpa penambahan glutaraldehida yakni 7 hari. Peningkatan konsentrasi glutaraldehida diikuti dengan peningkatan waktu degradasi sempurna film bioplastik. Hal ini dikarenakan semakin banyak ikatan silang yang terbentuk antara glutaraldehida dengan kitosan dan CMC sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk memecah polimer-polimer yang berikatan kuat menjadi monomer.

Mengacu pada standar ASTM D-6002 yang menyebutkan bahwa biodegradasi film bioplastik membutuhkan 60 hari untuk terurai secara keseluruhan (100%), maka perlakuan terbaik pada karakteristik waktu degradasi sempurna didapatkan pada film bioplastik dengan penambahan glutaraldehida 0% yang memiliki waktu degradasi sempurna terendah yakni 7 hari.

(51)

gliserol yang membutuhkan waktu degradasi sempurna selama 14 hari (Anita dkk., 2013). Shakina dkk., (2012) berpendapat bahwa kemampuan degradasi plastik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jenis tanah, jenis mikroba, dan kelembaban. Lama waktu degradasi juga dipengaruhi oleh komponen yang terkandung dalam film bioplastik dimana pada penelitian ini terdapat tiga komponen (kitosan, CMC dan glutaraldehida) sedangkan pada penelitian Anita dkk., (2013) hanya terdapat dua komponen (gliserol dan pati). Perbedaan jumlah komponen penyusun juga diikuti dengan peningkatan jumlah ikatan silang yang terdapat pada matriks film. Ikatan yang semakin banyak dan kuat akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk terdegradasi sempurna dibandingkan matriks film yang memiliki ikatan lebih sedikit.

Menurut Sihaloho (2011), bahwa proses degradasi biodegradable film kemasan pada tanah dimulai dengan tahap degradasi kimia yaitu dengan proses oksidasi molekul menghasilkan polimer dengan berat molekul yang lebih rendah. Tahapan selanjutnya adalah degradasi oleh mikroorganisme (bakteri, jamur dan alga) serta aktivitas enzim. Mikroba dalam mendegradasi partikel organik dengan menghasilkan enzim ekstraseluler untuk mendegradasi partikel ke ukuran yang lebih kecil dan dapat larut dalam air.

(52)

semakin mengecil sehingga dapat menurunkan laju transmisi uap air yang melewati film dan memudahkan film mengalamai pemanjangan dikarenakan tidak adanya ikatan silang yang menahan komponen penyusun film. Seiring dengan menurunnya nilai ketebalan yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah ikatan silang, maka nilai kuat tarik akan mengalami peningkatan. Semakin banyak ikatan silang dalam matrik film maka gaya yang dapat ditahan oleh film pun semakin besar. Begitu pula dengan parameter waktu degradasi sempurna, penguraian oleh mikroorganisme di dalam tanah akan semakin lama dengan meningkatnya jumlah ikatan silang yang terdapat dalam matriks film.

Ada dua faktor yang menyebabkan hubungan antar parameter, diantaranya adalah proses pembuatan film bioplastik dan sifat bahan penyusunnya. Nilai ketebalan akan berbanding lurus dengan nilai transmisi uap air dan persen pemanjangan jika pada proses pembuatan film bioplastik kurang homogen dikarenakan masih adanya rongga pada matriks film. Namun nilai ini bisa bertolak belakang jika pengadukan yang dilakukan dengan baik sehingga didapatkan matriks film yang memiliki struktur kompak dan rapat dan dapat menekan nilai laju transmisi uap air. Sifat komponen penyusun juga berpengaruh dalam hubungan antar parameter. Komponen penyusun yang bersifat hidrofilik akan meningkatkan nilai laju transmisi uap air, meskipun matrik film memiliki struktur mikroskopis yang rapat dan berpori kecil.

(53)
(54)

VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penambahan glutaraldehida berpengaruh terhadap karakteristik film bioplastik kitosan terplastis CMC

2. Peningkatan konsentrasi glutaraldehida dapat menurunkan rata-rata nilai ketebalan persen pemanjangan dan laju transmisi uap air namun di sisi lain dapat meningkatkan nilai kuat tarik dan waktu degradasi sempurna

3. Nilai karakteristik film bioplastik pada penambahan glutaraldehida 4 dan 4,5% tidak berbeda nyata pada karakteristik ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan dan laju transmisi uap air.

4. Hasil Pengamatan mikroskopis struktur permukaan film bioplastik menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM) menunjukan bahwa film bioplastik kitosan terplastis CMC dengan agen penaut silang glutaraldehida memiliki struktur yang kompak dan berpori kecil.

6.2 Saran

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmann, D and J. R. Dorgan. 2007. Bioenginering for Pollution Prevention Though Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report. EPA/600/R-07/028. 76-78.

Anita, Z., Fauzi, A dan Hamidah H. 2013. Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap Sifat Mekanik Film Biodegradasi Dari Pati Kulit Singkong. Jurnal Teknik Kimia. Universitas Sumatra Utara. 2(2).

Anitha, A., N. S. Rejinold, D. B. Joel, V. N. Shanti and J. Rangasamy. 2012. Approaches for Functional Modification or Cross-Linking of Chitosan. John Wiley and Sons, Ltd.

Asma, C., E. Meriem, B. Mahmoud and B. Djaafer. 2014. Physicochemical Characterization of Gelatin-CMC Composite Edible Film From Polyion-Complex Hydrogels. J Chil Chem Soc, 59 (1) : 2279-2283

[ASTM] Annual Standard and Technical Measurement D-6002. 1996. Standard Guide for Assesing the Compostability of Enviromentally Degradable Plastics. West Conshohocken. United States.

[ASTM] Annual Standard and Technical Measurement D-882. 1983. Standard Test Methods for Tensile Prooperties of Thin Plastic Sheeting. West Conshohocken. United States.

[ASTM] Annual Standard and Technical Measurement D-1005. 1983. Standard Test Methods for Measurement of Dry Film Thickness of Organic Coatings Using Micrometer. West Conshohocken. United States.

[ASTM] Annual Standard and Technical Measurement E-96. 1983. Standard Test Methods for Water Vapour Transmission of Materials. West Conshohocken. United States.

Asto, E. S., Darjito dan M. M. Khunur. 2015. Pengaruh pH dan Lama Kontak pada Adsorpsi Ion Logam Cu2+ Menggunakan Kitin Terikat Silang Glutaraldehida. Kimia Student Journal. 1 (1).

(56)

Borghei, Mehdi, K. Abdolreza, K. Shahrzad, O. Abdolrasoul and H. J. Amir. 2010. Microbial Biodegradable Potato Starch Based Low Density Polyethylene. African Journal of Biotechnology, 26 (9) : 4075-4080.

Butler, B. L., P. J. Vernago, R. F. Testin, J. M. Bunn and J. L. Wiles. 1996. Mechanical and Barier Properties of Edible Chitosan Films as Affected by Composition and Storage. Journal Food Science, 61 (5) : 953-955.

Caner, C., P. J. Vergano and J. L. Wiles. 1998. Chitosan Film Mechanical and Permeation Properties as Affected by Acid, Plasticizer and Storage. Journal of Food Science, (63) :1049-1052.

Damat. 2008. Efek Jenis dan Konsentrasi Plasticizer Terhadap Karakteristik Edible Filmdari Pati Garut Butirat. Agriteknologi, 16 (3) : 333-339.

Fehragucci, H. 2012. Pengaruh Penambahan Plasticizer dan Kitosan Terhadap Karakter Edible Film Ca-Alginat. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Goncalves, V. L., C. M. L. Mauro, T. F. Valfredo and C.B. Rozangela. 2005. Effect of Crosslinking Agents on Chitosan Microspheres in Controlled Release of Diclofenac Sodium. Polimeros. (5) : 1.

Harini, N., S. Winarni dan E. Setyaningsih. 2004. Pemanfaatan Teknologi Pengolahan Limbah Kulit / Kepala Udang Menjadi Chitosan Untuk Ingredient Pembuatan Permen di Home Industri Kebon Agung Kepanjen Malang. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang. Jurnal Dedikasi, 1 (2).

Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan Edible Film dari Pati Tapioka untuk Pengemas Lempuk. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 3 (2) : 99-106.

Hendrawan, P. 2012. Indonesia Hasilkan 625 Juta Liter Sampah Sehari. http://www.tempo.com. 13 Januari 2016.

Huda, T dan F. Feris. 2007. Karakteristik Fisikokimiawi Film Plastik Biodegradable dari Komposit Pati Singkong Ubi Jalar. Jurnal Penelitian dan Sains, 4 (2) : 3-10.

Isnawati, R. 2008. Kajian Rasio Mentega dan Chitosan Dalam Edible Film Protein Pollard Terhadap Sifat Fisik Telur Ayam. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

(57)

Kamal, N. 2010. Pengaruh Bahan Aditif CMC (Carboxy Methyl Selulose) Terhadap Beberapa Parameter pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi, (1) : 78-84.

Katili, S., B. T. Harsunu dan S. Irawan. 2013. Pegaruh Konsentrasi Plasticizer Gliserol dan Komposisi Khitosan dalam Zat Pelarut Terhadap Sifat Fisik Edible Filmdari Khitosan. Jurnal Teknologi, 6 (1) : 29-38.

Kerch, G and V. Korkhov. 2010. Effect of Storage Time and Temperature on Structure, Mechanical and Barrier Properties of Chitosan-Based Films. Springer. Europe Food Research Technology.

Kester, J. J. and O. Fennema. 1989. Edible Film And Coatings : A View. Food Technology, 40 (12) : 47-59

Khoriah, F. 2014. Edible Plastic (Plastik Layak Santap) Solusi Green Ekonomi Indonesia. http://beranda-miti.com. 13 Januari 2016.

Kinzel, B. 1992. Protein Rich Edible Coating Food. Agricultural research, 20-21. Knorr, D. 1982. Functional Properties of Chitin and Chitosan. Journal Food

Science, 47 : 36-38.

Knorr, D. 1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. Journal Food Science.

Koswara, S. 2006. Biodegradable Film Derived from Chitosan and Homogenized Cellulose. Chemical Research.

Krieg, N. R and J. G. Hall. 1984. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Vol.1

Krochta, J. M. and D. M. Johnston. 1997. Edible and Biodegradable Polymer Film : Changes & Opportunities.Food Technology, 51.

Kurniasih, M dan D. Kartika. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Fisika-Kimia Kitosan. Jurnal Inovasi, 5 (1) : 42-48.

Kusriningrum. 2010. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press. Surabaya.

(58)

Kusumaningsih, T., A. Masykur dan U. Arief. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Biofarmasi, 2 (2) : 64-68.

Lai, H. M., G. W. Padua and L. S. Wei. 1997. Properties and Microsrucure of Zein Sheets Plastisized with Palmitic and Stearic Acids. Cereal Chemistry, 74 (1) : 83-90.

Leceta, I. dan Guerrero, K. 2012. Functional Properties of Chitosan-Based Films. Journal of Carbohydrate Polymers. 93 : 339– 346

Miskiyah, Juniawati dan S. I. Evi. 2015. Potensi Edible Film Anti Mikroba Sebagai Pengawet Daging. Buletin Peternakan, 39 (2) : 129-141.

Muzzarelli, R. A. A. 1985. Chitin in The Polysaccharides. Aspinall (ed) Academic press Inc. Orlando. San Diego.

New Jersey Department of Health and Senior Services. 1997. Glutaraldehude : Guidelines for Safe Use and Handling in Health Care Facilities. Trenton. New Jersey.

Nurhayati dan Agusman. 2011. Edible Film Kitosan Dari Limbah Udang Sebagai Pengemas Pangan Ramah Lingkungan. Squalen, 6(1).

Ornum, J. U. 1992. Shrimp Waste Must It Be Wasted. Infofish, 6 : 48-51.

Pagella, C., G. Spigno, and D. M. DeFaveri. 2002. Characterization of Starch Based Edible Coatings. Food and Bioproducts Processing, 80 : 193-198. Pamungkas, F. H. 2015. Preparasi Kitosan dari Limbah Kulit Udang Vannamei

(Litopenaeus vannamei) dan Optimasi Aplikasinya Sebagai Antimikroba. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Park, S. Y., K. S. Marsh and J. W. Rhim. 2002. Characteristics of Different Molecular Weight Chitosan Films Affected by The Type of Organic Solvents. Journal of Food Science, 67 (1) : 194-197.

Pimpan, Vimolvan, R. Korawan dan P. Mulika. 2001. Preliminary Study on Preparation of BiodegradablePlastic from Modified Cassava Starch. Journal Science Chulalongkom University, 26(2).

(59)

Rege, P. R and H. B. Lawrence. 1999. Chitosan Processing : Influence of Process Parameters During Acidic and Alkaline Hydrolysis and Effect of the Processing Sequence on the Resultant Chitosan’s Properties. Carbohydrat Research, 321 : 235–245.

Rochima, E. 2007. Karakterisasi Kitin dan Kitosan Asal Limbah Rajungan Cirebon Jawa Barat. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 10(1).

Rodriguez M., J. Oses, K. Ziani, and J. I. Mate. 2006. Combined Effect of Plasticizers and Surfactants on the Physical Properties of Starch Based Edible Films. Food Research International, 39 : 840-846.

Rohindra, D. R., V. N. Ashvenn and R. K. Jagjit. 2004. Swelling Properties of Chitosan Hydrogel. The South Pacific Journal of Natural Science, 22(1) : 32-35

Sara, N. E. M. 2015. Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar Whey Dangke dan Agar Dengan Penambahan Konsentrasi Sorbitol. Skripsi. Universitas Hasanudin. Makassar.

Savant., D. Vivek and J. A. Torres. 2000. Chitosan Based Coagulating Agents for Treatment of Cheddar Cheese Whey. Biotechnology Progress, 16 : 1091-1097.

Septiana. 2009. Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Sagu dengan Penambahan Minyak Sirih pada Paprika (Capsicum annum var Athena). Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saputra, Eka. 2012. Penggunaan Edible Film dari Kitosan Dengan Plasticizer Karboksimetilselulosa (CMC) sebagai Pengemas Burger Lele Dumbo. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Shakina J., Sathiya L. K dan Allen G. R. G. 2012. Microbial Degradation of Synthetic Polyesters from Renewable Resources. Indian Journal of Science, 1(1) : 21-28.

Sihaloho, E. B. 2011. Evaluasi Biodegradabilitas Plastik Berbahan Dasar Campuran Pati dan Polietilen Menggunakan Metode Enzimatik, Konsorsia Mikroba dan Pengomposan. Skripsi. Fakultas Tenik. Universitas Indonesia. Depok.

(60)

Stevens, E. S. 2002. Green Plastic: An Introduction to the New Science of Biodegradable Plastics. New Jersey : University Press.

Sugita, P., Achmad S dan Dwi W. 2007. Sintesis dan Optimalisasi Gel Kitosan-Alginat. Jurnal Sains dan Teknologi Industri, 9(1) : 22-26.

Sugita, P., A. Sjachriza dan Rachmanita. 2006. Sintesis dan Optimalisasi Gel Kitosan-Karboksimetilselulose. Prosiding Seminar Nasional. Himpunan Kimia Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulistiyoningrum R. S., J. Suprijanto dan A. Sabdono. 2013. Aktivitas Antibakteri Kitosan dari Cangkang Kerang Simping Pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda : Kajian Pemanfaatan Limbah Kerang Simping (Amusium sp). Journal of Marine Research, 2 (4) : 111-117.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S dan Santoso J. 1992. Pengaruh Berbagai Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,3 (1) : 1-9

Theresia, V. 2003. Aplikasi dan Karakterisasi Sifat Fisik Mekanik Plastik Biodegradable dari Campuran LLDPE dan Tapioka. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tokiwa Y, P. C. Buenaventurada, U. U. Charles and A. Seiichi. 2005. Biodegradability of Plastics. International Journal of Molecular Sciences, 10 : 3722-3742.

Tolaimatea, A., J. Desbrieresb, M. Rhazia and A. Alaguic. 2003. Contribution to the Preparation of Chitins and Chitosans With Controlled Physico-Chemical Properties. Polym. Journal. 44 : 7939–7952.

Toya, T., R. Jotaki and A. Kato. 1986. Spesimen Preparation in EPMA and SEM. JEOL training center EP section.

(61)

LAMPIRAN Lampiran 1. Data pengukuran ketebalan film bioplastik

Ulangan

Perlakuan

A B C D

Pengukuran ke-

Rata-rata

Pengukuran ke-

Rata-rata

Pengukuran ke-

Rata-rata

Pengukuran ke-

Rata-rata

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 0,6 0,5 0,6 0,1 0,2 0,4 0,3 0,15 0,1 0,05 0,1 0,14 0,25 0,1 0,1 0,05 0,1 0,12 0,15 0,05 0,05 0,1 0,1 0,09

2 0,1 0,1 0,4 0,3 0,2 0,22 0,3 0,4 0,45 0,25 0,5 0,38 0,05 0,1 0,05 0,05 0,15 0,08 0,15 0,15 0,1 0,1 0,5 0,13

3 0,2 0,2 0,3 0,4 0,3 0,28 0,4 0,45 0,4 0,3 0,05 0,32 0,2 0,25 0,05 0,15 0,05 0,14 0,15 0,1 0,2 0,3 0,25 0,2

4 0,3 0,2 0,3 0,7 0,8 0,46 0,3 0,05 0,05 0,05 0,05 0,1 0,05 0,05 0,1 0,15 0,1 0,09 0,1 0,1 0,2 0,15 0,2 0,15

5 0,1 0,3 0,1 0,1 0,1 0,14 0,2 0,1 0,15 0,1 0,1 0,13 0,5 0,05 0,1 0,1 0,15 0,11 0,2 0,05 0,2 0,3 0,2 0,19

(62)
(63)

Ulangan A B C D

F t l Kuat tarik F t l Kuat tarik F t l Kuat tarik F t l Kuat tarik

1 2,85 0,08 2 41,78 1,82 0,014 2 65,07 1,7 0,012 2 70,8 1,67 0,009 2 92,78 2 2,24 0,044 2 50,9 2,05 0,038 2 26,97 2,3 0,008 2 143,7 3 0,013 2 115,38

3 2,8 0,056 2 50 1,9 0,032 2 29,77 3,7 0,014 2 132,14 1,62 0,02 2 40,5

4 2,9 0,092 2 35,62 1,64 0,01 2 82,17 2,3 0,009 2 127,7 3,97 0,015 2 132,3 5 1,17 0,028 2 31,52 1,64 0,013 2 63,07 2,77 0,011 2 125,9 1,6 0,019 2 42,105

Rata-rata 41,96 53,41 120,04 84,61

Keterangan : F : Gaya (KgF)

(64)
(65)
(66)
(67)

Lampiran 7. Data pengukuran laju transmisi uap air (WVTR) film bioplastik

Ulangan

Perlakuan

A B C D

W0 W1 ΔW WVTR W0 W1 ΔW WVTR W0 W1 ΔW WVTR W0 W1 ΔW WVTR

1 0,2331 0,2507 0,0176 7,04 0,239 0,2588 0,0198 7,92 0,211 0,2149 0,0039 1,56 0,2338 0,2462 0,0124 4,96

2 0,2754 0,3017 0,0263 10,52 0,2223 0,2363 0,014 5,6 0,307 0,3203 0,0133 5,32 0,2074 0,2244 0,017 6,8

3 0,5383 0,5907 0,0524 20,96 0,2426 0,264 0,0214 8,56 0,3001 0,3192 0,0191 7,64 0,244 0,2658 0,0218 8,72

4 0,4371 0,4658 0,0341 13,64 0,1756 0,1847 0,0091 3,64 0,2816 0,3025 0,0209 8,36 0,2436 0,257 0,0134 5,36

5 0,2906 0,3273 0,0367 14,68 0,2525 0,2703 0,0178 7,12 0,2316 0,247 0,0154 6,16 0,2651 0,279 0,014 5,6

Rata-rata 13,37 6,57 5,8 6,28

Keterangan :

W0 : Berat awal film bioplastik (gram)

W1 : Berat ahir film bioplastik (gram)

ΔW : Selisih berat film bioplastik (gram)

(68)
(69)

Ulangan

Perlakuan

A (0%) B (3,5%) C (4%) D (4,5%)

W0 W1 KB LD WDS W0 W1 KB LD WDS W0 W1 KB LD WDS W0 W1 KB LD WDS

1 0,0924 0 100 15,4 6 0,081 0,0737 9,01 1,21 67 0,1311 0,1271 3,05 0,67 196 0,1194 0,1116 6,53 1,3 92

2 0,227 0 100 37,83 6 0,1254 0,1077 14,11 2,95 43 0,1022 0,0934 8,61 1,46 70 0,1297 0,1206 7,01 1,51 86

3 0,1513 0 100 25,21 6 0,1203 0,1025 14,79 2,96 41 0,1424 0,1366 4,07 0,97 148 0,1318 0,1144 13,2 2,9 46

4 0,1584 0,0101 93,62 24,71 7 0,1216 0,1035 14,88 3,01 41 0,1315 0,1258 4,33 0,95 139 0,13 0,1216 6,46 1,4 93

5 0,125 0,0065 94,8 19,75 7 0,1148 0,07 39,02 7,46 16 0,1382 0,1309 5,3 1,21 114 0,1405 0,1107 21,2 4,96 29

Rata-rata 97,68 24,58 7 18,36 3,51 42 5,07 1,05 134 10,88 2,41 70

Keterangan :

W0 : Berat sebelum penguburan (gram) W1 : Berat setelah penguburan (gram)

KB : Kehilangan berat (%)

LD : Laju degradabilitas (mg/hari)

(70)
(71)

b. Persen pemanjangan (% Elongation)

c. Laju transmisi uap air (Water Vapour Transmission Rate) Kuat tarik (KgF/cm2) = Gaya Kuat Tarik (KgF)

Tebal x lebar Perlakuan A1 :

F = 2,85 KgF t = 0,08 cm l = 2 cm Kuat tarik = 2,85 = 41,78 KgF/cm2 2 x 0,08

% E = Pertambahan panjang x 100%

Panjang awal Perlakuan A1 :

ℓ0 = 60 mm Δℓ = 20,83 mm

%E = 20,83 x 100 % = 34,71 % 60

Perlakuan A1 :

ΔW= 0,0176 gram T = 1 hari (24 jam) A = 0,0025 m2 WVTR = 0,0176 = 7,04 g/m2/hari

1 x 0,0025

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.1. Perbedaan struktur kitin, kitosan dan selulosa
Tabel 2.1. Nilai Degree of Deacetilation (DD) dari berbagai sumber kitosan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar di atas dengan nilai warna kulit 60, yaitu Coklat Moderat dan kadar alkohol 34% maka hasil perhitungan logika Fuzzy akan menunjukkan bahwa nilai tersebut masih masuk

Pengambilan secara diam-diam terjadi jika pemilik barang (korban) tidak mengetahui pengambilan harta tersebut dan ia tidak merelakannya. Pengambilan harta harus

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusunan Tabel Volume Lokal Jenis Nyatoh (Palaquium spp.) di IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua

Kanker payudara sangat jarang ditemukan pada wanita dengan usia dibawah 35 tahun (Syafir, 2011). Dimana usia tersebut merupakan usia lanjut yang biasanya sering terjadi

Sedang strategi pengendaliannya menggunakan strategi pelacakan mata rantai kebelakang untuk mencari nilai parame- ter, strategi pelacakan mata rantai kedepan untuk

Dengan kata lain, yang pertama-tama perlu dilakukan adalah menyetujui akan nilai atau manfaat yang diberikan oleh aplikasi teknologi informasi terlebih dahulu,

Keterbatasan penelitian ini adalah 1) Terdapat variabel-variabel lain yang berpen- garuh terhadap kelelahan otot, seperti aktivi- tas fisik sebelum penelitian. Variabel-variabel

Konversikan 3 digit Data RF dan 3 digit Data biaya ke dalam nilai.