• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I. Pendahuluan. Jakarta sebagai sebuah ibukota Indonesia dimana juga merupakan. pusat pemerintahan, pusat bisnis dan ekonomi, pusat segala macam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I. Pendahuluan. Jakarta sebagai sebuah ibukota Indonesia dimana juga merupakan. pusat pemerintahan, pusat bisnis dan ekonomi, pusat segala macam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Jakarta sebagai sebuah ibukota Indonesia dimana juga merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan ekonomi, pusat segala macam kegiatan politik dan pusat mendefinisikan gaya hidup bagi masyarakat metropolis Indonesia dalam perkembangannya telah menjelma menjadi sebuah megacity yang dengan bangganya menempatkan

dirinya diurutan no 11 dari 21 megacities diseluruh dunia. 1

Sedangkan untuk Jakarta (Jabotabek) dengan laju pertumbuhan penduduk 2,19% per tahun sendiri diperkirakan pada tahun 2015 terjadi ledakan penduduk menjadi sekitar 27 juta jiwa yang berarti hal ini melebihi kota Sao Paulo (16.4 juta jiwa) dan kota Bombay (15 juta

jiwa) pada tahun 2025.2

Pada tahun 1990,sebesar 55 juta –sepertiga penduduk Indonesia saat itu 180 juta jiwa- tinggal dikota. Sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 50% nya akan tinggal di kota yaitu sekitar 125

juta jiwa.3 Hal ini berarti dalam kurun waktu 30 tahun terjadi laju

urbanisasi sebesar 300% dengan laju pertahun mencapai 3.5%.4

1 Divisi Kependudukan Persatuan Bangsa-Bangsa.1995.Wolrd Urbanization Prospect:The 1994 Revision.New York. UN

2 Ibid

3 World Bank.1994.Indonesia Environment and Development:Challenge for The Future.World Bank.Washington DC

4 Rahmah, Andi dkk.2004.Loe-loe Gue-gue:Hancurnya Kerekatan Sosial,Rusaknya Lingkungan Kota Jakarta.Pelangi,Jakarta.

(2)

Jakarta dan perkembangannya

Wilayah Jakarta mulai berkembang pesat sejak era 60-an dengan dikembangkan wilayah-wilayah baru seperti kebayoran yang dihubungkan dengan jalan Sudirman berkembang menjadi area perkantoran dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Pada era tahun 80-an pemukiman-pemukiman baru diluar kota disekitar Jakarta mulai dibangun dengan segala macam sarana dan prasarananya dan berkembang kearah barat daya di Tangerang, timur di Bekasi dan selatan kearah Depok. Sedangkan pada saat itu juga permintaan permukiman didalam kota juga meningkat dengan pesat, oleh karena itu di era itu banyak sekali apartemen yang dibangun. Sementara itu di tahun 90-an, apartemen didalam kota mulai kehilangan pasarnya karena banyaknya pemukiman baru yang dibangun diwilayah sub-urban Jakarta yang pada perkembangannya menjadi wilayah penyangga kota Jakarta, wilayah-wilayah ini adalah Bogor, Tangerang,

Bekasi yang kemudian dikenal dengan nama Jabotabek.5

Dengan penduduk + 8.385.639 khusus untuk kawasan DKI Jakarta menjadi salah satu kota dengan penduduk yang terbanyak di Indonesia

ini.6 Jumlah penduduk yang sekian banyaknya itu tersebar diwilayah

seluas 661,270 km 2 dengan kepadatan penduduk sebesar 11.276

jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk 2,19% per tahun

5 Membicarakan Jakarta memang tidak pernah lepas dari kawasan-kawasan disekitarnya yaitu Bogor, Tangerang, Bekasi yang sekarang merupakan wilayah penyangga kota Jakarta.. Akan tetapi setelah penerapan sistem otonomi daerah, maka kawasan Depok menjadi ikut diperhitungkan sehingga Jabotabek berubah nama menjadi Jabodetabek. 6 Sensus Penduduk th 2000

(3)

Dari table dibawah ini dapat kita lihat penyebaran penduduk kota Jakarta yang secara administratif terdiri dari 5 kota dan 1 kabupaten dan kita lihat penyebaran penduduk di enam wilayah DKI Jakarta.

Wilayah Luas wilayah (km2) Jumlah penduduk Kepadatan (jiwa/km2)

Jakarta Pusat 47,90 839.198 18.746 Jakarta Utara 142,31 1.444.027 8.266 Jakarta Barat 126,15 1.906.385 12.423 Jakarta Selatan 145,37 1.789.006 11.705 Jakarta Timur 107,73 2.333.023 11.157 Kep Seribu 11,81 18.442 1.602 total 661,270 8.385.639 11.276

Tabel 1.1: Jumlah Penduduk DKI Jakarta Sumber: Sensus 2000

Jumlah penduduk di wilayah Jabotabek juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pula. Pada tahun 1990 jumlah penduduknya mencapai 17 juta jiwa meningkat menjadi lebih kurang 21 juta jiwa pada tahun 2000 ini dengan laju pertumbuhan kira-kira sebesar 2%. Di tahun ini terjadi kecenderungan penurunan jumlah penduduk di wilayah DKI Jakarta dan bergeser kearah luar. Dari tabel dibawah ini dapat kita lihat perkembangan jumlah penduduk Jakarta dan wilayah Botabek.

(4)

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 1971 1980 1990 2000 2015 jakarta botabek jabotabek

Tabel 1.2 tingkat pertumbuhan penduduk Jabotabek 1970-2015 Sumber: Official Website Pemda DKI Jakarta

Seperti yang kita lihat diatas bahwa pertambahan jumlah penduduk untuk DKI Jakarta mengalami peningkatan pesat dari tahun 70-an dan puncak-puncaknya pada tahun 90-an seperti halnya wilayah Botabek, akan tetapi pada pertengahan 90-an sampai dengan tahun 2000 pertambahan penduduk DKI Jakarta tidak mengalami pertambahan yang berarti, justru wilayah Botabek yang mengalami peningkatan pesat.

Hal ini dikarenakan peruntukan lahan dipusat kota telah berubah dari peruntukan permukiman menjadi kawasan komersial dan perkantoran sehingga kawasan pemukiman bergeser kearah wilayah penyangga. Fenomena ini ditandai dengan menjamurnya kota-kota satelit baru yang yang dibangun dalam skala yang sangat besar yang fungsinya sebagai permukiman diwilayah-wilayah penyangga.

(5)

Perkembangan kota Jakarta sebagai wilayah komersial dan perkantoran dibarengi dengan perkembangan wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi sebagai wilayah permukiman telah memberikan pengaruh yang besar terhadap sistem transportasi. Mudahnya akses dari dan ke wilayah Botabek juga menyebabkan menjamurnya kota-kota satelit sebagai daerah permukiman dengan segala macam fasilitasnya.

Jakarta dan Transportasi

Penyebaran pembangunan perkotaan ini menyebabkan terjadinya mobilisasi penduduk dalam waktu singkat karena keperluan yang sesaat tetapi berlangsung secara rutin setiap harinya dari pemukiman ke wilayah komersial atau perkantoran. Pergerakan ini misalnya karena harus pergi bekerja atau kuliah atau kegiatan yang lain. Dari data tingkat kepadatan dan ratio pertumbuhan penduduk Jakarta diatas, dapat dilihat pengaruhnya terhadap tingkat mobilitas penduduk yang terus meningkat dan meningkat yang tidak diimbangi dengan pengadaan prasarana yang mencukupi. Sekitar 30% orang yang bekerja di Jakarta bermukim di daerah Bodetabek. Kondisi ini memperlihatkan betapa banyaknya permintaan akan sarana dan prasarana transportasi.

Perkembangan transportasi di Jakarta terjadi dengan sangat pesat beberapa dekade ini. Pada jaman awal tahun 1900-an di Jakarta sempat ada jalur trem yang melayani beberapa koridor jalan-jalan di Jakarta. Kemudian di pertengahan abad 20 jalan lingkar dalam dan lingkar luar mulai dibangun. Di awal tahun 1980-an jalan-jalan tol

(6)

yang menghubungkan dengan wilayah penyangga juga mulai dibangun mulai dari Jakarta-Bogor, Jakarta- Bekasi, Jakarta-Merak, dan di tahun-tahun ini juga mulai beroperasi KRL.

Fly over juga mulai dibangun di tahun 1990-an dengan tujuan untuk mengurangi beban kemacetan jalan. Akan tetapi kemacetan-kemacetan sering terjadi karena banyaknya faktor.salah satunya adalah laju pembangunan jalan yang sangat intensif tetapi tidak bisa mengimbangi laju pertumbuhan jumlah kendaraan yang ternyata bertambah 3 kali lipatnya.

Dari data tahun 1990 saja dapat diketahui sekitar 9,7 juta perjalanan per hari,dilakukan dari jam 06.00 s/d pk. 22.00. Dari jumlah ini 5,1 juta perjalanan menggunakan kendaraan umum(2 % nya memakai kereta) dan sisanya sejumlah 4,6 juta perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Dari 9,7 juta perjalan ini 81% nya merupakan perjalanan internal diwilayah DKI dan 19% sisanya adalah perjalanan external DKI. Kondisi ini diperkirakan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 3,6% per tahun sehingga pada tahun 2015 diperkirakan akan terjadi 23,7 juta perjalanan per hari dilakukan di

wilayah Jakarta.7 Dengan keadaan yang demikian ini tidak heran jika

di Jakarta terjadi kemacetan yang telah meyebar dari pusat kota hingga ke jalan-jalan kampung. Hal ini juga didukung dengan panjang jalan Jakarta yang walaupun panjangnya mencapai 4000km dan 10 % jalan beraspal di pulau Jawa berada di Jakarta. Akan tetapi jumlah kendaraannya mencapai jumlah 1,5 juta. Dari jumlah itu 1,3

7 Dirjen Perhubungan Darat.1993.Pengembangan Angkutan Umum Masal Perkotaan di Indonesia; Seminar Peran Teknologi Transportasi Perkotaan dalam Menyongsong PJPT 2. Jakarta.

(7)

juta merupakan kendaraan pribadi, 0,04 % adalah angkutan umum sedangkan sisanya 1,6 % adalah angkutan barang. Kondisi demikian

memperlihatkan betapa ngos-ngosannya angkutan umum dalam

melayani jumlah perjalanan dengan angkutan umum karena dari 5,1 juta perjalanan tersebut berarti dia harus melayani sebanyak 36 kali lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Hal ini semakin diperparah dengan buruknya layanan dan sarana prasarana

transportasi umum di Jakarta, diantaranya:8

1. Tidak dapat diandalkan karena tidak memiliki sistem yang terpadu

dan jelas antar moda. Keberangkatan suatu moda transportasi tidak berdasarkan jadwal melainkan berdasarkan banyaknya penumpang yang telah mengisi. Jika semua bangku telah terisi maka moda baru berangkat. Oleh sebab itu waktu tempuh tidak bisa diharapkan.

2. Sering terjadi transferring dan tidak adanya sistem yang terpadu

antar moda, maka sering terjadi dalam sebuah perjalanan seseorang bisa 3-4 kali berganti moda atau arah. Perpindahan ini juga memakan waktu yang lama karena harus menunggu.

3. Tingkat kenyamanan moda transfer seperti halte sangat rendah

sehingga orang lebih suka menghentikan moda disembarang tempat.

4. Tingkat keamanan yang sangat rendah didalam baik di dalam

moda maupun di dalam tempat transfer.

Dengan kondisi seperti yang telah dipaparkan secara singkat diatas, maka dapat dikatakan bahwa kondisi transportasi di Jakarta sangatlah

8 Indryana, Meilani.2005.Permasalahan Transportasi Kota Jakarta dalam Tinjauan Perkotaan.FTUI. Depok.

(8)

parah. Kemacetan merebak hingga jalan-jalan kampung. Sehingga dalam sebuah perjalanan, seseorang bisa menghabiskan 40-60% waktunya hanya untuk perjalanan.

Jakarta dan MRT

Perkembangan kota Jakarta yang sangat pesat dan kebutuhan akan transportasi yang mendesak membuat pemerintah mau tidak mau mulai mengembangkan sistem transportasi masal.

Dari berbagai macam kajian-kajian akhirnya keluar sistem MRT yang pada tahap awal telah dikembangkan sistem BRT (Bus Rapid Transit) , monorel, dan sistem-sistem yang lainnya.

Gambar 1.1 BRT sistem di Jakarta

Sumber: dok. pribadi

Sistem Transportasi umum masal yang dikembangkan di Jakarta terdiri dari:

1. Jaringan kereta rel Jabotabek

2. Bus priority (BRT)

3. Koridor MRT (metro)east – west (duri-bekasi)

4. Koridor MRT (metro) north – south (kampung rambutan tanjung

(9)

5. Koridor MRT (metro) blok M – Kota.

6. Jaringan trayek bus besar.

7. Jaringan Monorel blue line dan green line

Peta jaringan-jaringan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini.9

Akan tetapi timbul permasalahan yaitu tidak adanya integrasi antar moda yang bisa membuat orang melakukan transfer tanpa harus keluar dari fasilitas pemberhentian. Sistem-sistem yang bersilangan tidak memberikan fasilitas transfer .

Sedangkan menurut Konsensus Wash(1976), sistem transportasi

umum haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:10

9 Detail jaringan – jaringan tersebut dapat dilihat didalam lampiran ringkasan Pola Transportasi Makro DKI Jakarta

(10)

1. Waktu tempuh yang dibutuhkan: Semakin pendek waktu tempuh semakin diinginkan oleh pengguna transportasi umum.

2. Dapat diandalkan oleh para penglaju(commuters)

3. Waktu diluar kendaraan menjadi pertimbangan, termasuk berjalan,

menunggu, dan transferring mode, karena waktu untuk berjalan membebani waktu 2-3x daripada berkendara.

4. Semakin murah semakin diinginkan/ dibutuhkan.

5. Kenyamanan dari prasarana mode maupun fasilitas transfer.

6. Keamanan dari kejahatan

Dengan demikian sebuah sistem transportasi umum diharapkan:11

a. Dapat diandalkan, memiliki sistem dan jadwal yang tepat sehingga

orang merasa yakin bahwa ia dapat sampai ketempat tujuan dengan tepat waktu dan juga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menunggu.

b. Perpindahan (transferring) yang minimal selain mengurangi waktu

tempuh secara keseluruhan. Dan juga orang lebih cenderung untuk memilih melakukan perjalanan langsung dari tempat asal ke tempat tujuan. Sehingga sistem transportasi yang ada harus seminimal mungkin terjadi perpindahan, jika harus terjadi maka fasilitas transfer haruslah nyaman.

Dapat dibayangkan betapa nyamannya apabila kita dari rumah ke suatu tempat hanya dengan berjalan kaki sedikit dan duduk dengan biaya yang relatif murah dan cepat tanpa harus mengalami banyak waktu terbuang percuma. Apabila semua interchange antar moda

10 Black, Allan.1995.Urban Mass Transportation Planning.McGraw-Hill Inc.USA

11 George E, Gray & Lester A Hoel.1979.Public Transportation Planning, Operation, and

(11)

tersebut terintegrasi dalam satu fasilitas maka orang akan cenderung memilih untuk menggunakan angkutan umum karena relatif menghemat biaya dan menghemat waktu.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan orang enggan atau dengan terpaksa memilih angkutan umum adalah ketidaknyamanan pada moda transit karena disamping penyalahgunaan fungsi juga karena tidak terintegrasinya satu moda dengan moda yang lain. Akan tetapi penciptaan sebuah moda interchange/transfer juga berpengaruh dengan perkembangan lingkungan secara urban disekitar moda

1.2Rumusan Masalah & Batasan Masalah.

Secara umum permasalahan utama dalam bahasan ini adalah:

a. bagaimana mengatasi diskoneksi antar moda lewat sistem

transportasi makro yang terintegrasi dan terkoneksi satu dengan yang lainnya.

Mengingat kompleksnya proyek ini yang melibatkan banyak sekali pihak dan kepentingan mulai dari sipil transportasi, manajemen transportasi, urban planning, kajian ekonomi, dan kepentingan politik maka proyek ini dibatasi hanya sampai tanggung jawab sebagai seorang arsitek dalam lingkup persoalan arsitektural/ design problem dan semua sistem transportasi dianggap siap pakai.

Dengan demikian secara khusus pemasalahan dalam bahasan ini adalah:

b. Bagaimana membuat sebuah fasilitas transfer antar moda

dari sistem transportasi MRT yang meliputi subway, LRT, Monorel dan BRT di Jakarta dengan sistem transportasi jalan

(12)

raya dengan memperhatikan aksesibilitas, sirkulasi penumpang dimana terjadi pergerakan secara besar-besaran dalam hitungan waktu beberapa menit saja dari satu moda ke moda yang lain yang berarti juga berhubungan dengan kenyamanan.

c. Bagaimana membuat fasilitas transfer tersebut dengan

memperhatikan aspek-aspek urban seperti pola-pola ruang kota dan citra kota.

1.3Tujuan dan sasaran

Tujuan dari pembahasan ini adalah menciptakan sebuah fasilitas interchange antar sistem transportasi tersebut. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah perencanaan sebuah fasilitas interchange antar moda transport yang saling terintegrasi.

1.4Metode

1.4.1 Metode mencari data

Metode mencari data dilakukan dengan cara:

1. Survey

Survey dilakukan di Departemen Perhubungan untuk mendapatkan data-data mengenai jaringan-jaringan sistem transportasi makro seperti jaringan subway, jaringan transportasi air, jaringan BRT(Bus Rapid Transit/ Busway), Monorel, jaringan LRT( Light Rail Transit/ KRL)

2. Observasi

Observasi dilakukan dilapangan, untuk site dilakukan setelah analisa sistem jaringan

(13)

Studi Literatur dilakukan dengan studi tentang kajian-kajian tentang transportasi di Jakarta yang telah dilakukan seperti JMRTSS ( Jakarta Mass Rapid Transit System Study), PTM (Pola Transportasi Makro) Jabotabek, buku-buku tentang urban design.

4. Studi Banding

Studi banding dilakukan di kota-kota yang sistem transportasi makronya sudah terintegrasi seperti di Singapura, dan Tokyo.

1.4.2 Metode menganalisa data

• Kualitatif

Pengolahan data dilakukan dengan cara kualitatif yaitu dengan memaparkan temuan dari data-data yang didapatkan.

1.5Sistematika Penulisan

a. Bab I Pendahuluan

Mengungkapkan tentang latar belakang penulisan , rumusan permasalahan, tujuan dan sasaran, metode dan sistematika penulisan.

b. Bab II Tinjauan Intermodal Station

Mengungkapkan tinjauan teori mengenai intermodal station dan tinjauan teori tentang MRT.

c. Bab III Tinjauan Intermodal Terminal di Jakarta

Memaparkan kondisi existing sistem-sistem MRT di Jakarta dan pemilihan site untuk intermodal station tersebut

d. Bab IV Pendekatan Konsep Desain

Merupakan pemaparan dan perkawinan antara teori-teori dan standar-standar desain fasilitas interchange tersebut

(14)

dengan analisa-analisa baik secara spatial maupun program dan memperhatikan aspek-aspek urban.

e. Bab V Konsep Desain

Merupakan pemaparan konsep desain hasil dari analisa di Bab IV.

Gambar

Tabel 1.1: Jumlah Penduduk DKI Jakarta  Sumber: Sensus 2000
Tabel 1.2 tingkat pertumbuhan penduduk Jabotabek 1970-2015  Sumber: Official Website Pemda DKI Jakarta
Gambar 1.1  BRT sistem  di  Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa MSPE merupakan ukuran yang lebih tidak reliabel untuk mengevaluasi kecocokan suatu model regresi dibandingkan dengan MSE, terutama

yang akan dilakukan adalah pengukuran aktivitas antioksidan sebagai salah satu parameter yang mewakili keadaan teh daun kersen Muntingia calabura L., total asam dan pH medium

Dengan teori tersebut peneliti mengambil dua jurnal penelitian sebagai pembanding, adapun jurnal yang didapatkan yaitu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

- Dapat mempelajari dan mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi perbedaan perkecambahan kacang hijau pada perbedaan pemberian nutrisi.. 1.4

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus. Kata kunci: konseling kelompok, token economy, manajemen waktu. Penelitian ini dilatarbelakangi dari

[r]

Menghadirkan sebuah Menghadirkan konsep baru dengan kesan modern, yang menerapkan tema Biopop (toon-lab) dalam sebuah kursi yang nyaman namun tetap memiliki

Berbekal dengan peringkat webometrics bulan Januari 2011, paper ini bertujuan membuat model simulasi untuk menentukan lama waktu dan jumlah biaya yang diperlukan oleh Institusi