• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pemerintah daerah sendiri juga memiliki otonomi yang luas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah (Palealu, 2013).

Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin adanya campur tangan dari pemerintah pusat. UU No. 32 tahun 2004 menjelaskan pula bahwa pemberian otonomi luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dengan kata lain, tujuan dari otonomi daerah adalah untuk menciptakan kemandirian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan publik, pengembangan kehidupan

(2)

berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah (Arwati dan Hadiati, 2013).

Pentingnya mengamati beberapa proporsi gaji guru dalam Belanja Pegawai adalah karena selama ini banyak pihak yang menyoroti dan mengkritisi mengenai jumlah Belanja Pegawai yang dinilai terlalu besar dalam APBD. Banyak pihak menyampaikan bahwa hal ini mengakibatkan berkurangnya alokasi untuk Belanja Modal, yang dipandang lebih mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemenuhan pelayanan publik kepada masyarakat (Wandira 2013).

Pemerintah daerah (pemda) menggali potensi daerah dalam wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Peningkatan PAD dalam jumlah besar, juga harus diikuti akuntanbilitas yang lebih baik, memperbaiki pembiayaan daerah dan dapat memperkecil sumber pembiayaan yang berasal dari transfer pemerintah pusat yang secara langsung meningkatkan kemandirian daerah (Mentayani, 2013).

Setiap daerah memiliki tingkat kemandirian daerah dan kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainya. Untuk mengatasi ketimpangan fiskal, pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (Mentayani, 2013).

(3)

3

Penciptaan terhadap kemandirian daerah merupakan kewenangan pemerintah daerah yang harus berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli daerah. Karena setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal inilah yang menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber dari APBD untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (Palealu, 2013).

Belanja modal pada umumnya dialokasikan untuk perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Untuk dapat mengetahui terjadinya peningkatan kemandirian daerah, pendapatan asli daerah bisa dijadikan sebagai tolak ukurnya karena pendapatan asli daerah sendiri merupakan komponen yang penting yang mencerminkan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah tersebut.

Peneliti dilakukan oleh Mentayani dan Rusmanto (2013) yang meneliti tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran terhadap Belanja Modal. Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal karena pendapatan asli daerah belum optimal. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan daerah mengeksplorasi hasil

(4)

kekayaan alam dengan kemampuan sendiri. Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal karena Dana Alokasi Umum yang diterima oleh sebagian besar kota/kabupaten di pulau Kalimantan dimanfaatkan untuk belanja operasi. Hal ini tergambar dari jumlah belanja operasi lebih besar dari jumlah dana alokasi umum dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran berpengaruh terhadap belanja modal.

Arwati dan Hadiati (2013) meneliti mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Hasilnya menyebutkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal disebabkan karena Dana Alokasi Umum yang diterima daerah tidak digunakan untuk pembangunan daerah yang terlihat dalam pengalokasian anggaran belanja modal. Sementara itu Pendapatan Asli Daerah Berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Penelitian juga dilakukan oleh Nuarisa (2013) dengan hasil Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal.

Wandira (2013) meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Belanja Modal. Kemudian diperoleh hasil bahwa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Pengalokasian Belanja Modal sedangkan Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

(5)

5

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, dapat dilihat adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap Belanja Modal, namun demikian dapat diketahui bahwa terdapat ketidakkonsistenan dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan. Hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan pengujian kembali terhadap beberapa variabel yang telah digunakan dalam penelitian Wandira (2013), namun penelitian ditambahkan dari tahun 2013-2014 dan menambahkan variabel Pertumbuhan Ekonomi atas saran dari penelitian Wandira. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL” (Studi Kasus Laporan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Se Indonesia Tahun 2013-2014 )”.

1.2 Rumusan Masalah

Pada masa pemerintahan orde baru Indonesia memakai sistem terpusat, dimana segala sesuatu diputuskan dan ditentukan oleh pemerintah pusat, lalu daerah - daerah wajib patuh dan tunduk pada pemerintah pusat, oleh karena itu perkembangan daerah sangat tidak merata maka dari itu pada masa reformasi bergulir dijalankan sistem otonomi daerah dimana daerah berhak mengatur daerahnya sendiri dengan batasan–batasan tertentu. UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, dimana pemerintah pusat wajib menjaga perimbangan

(6)

keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah Daerah diharapkan mampu mencari sumber dana sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk membantu pembiayaan pada daerah tersebut, Pemerintah pusat memberikan transfer kepada pemerintah daerah berupa Dana Alokasi Umum (DAU) untuk membiayai Pembangunan pemerintah daerah, Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Dana Bagi Hasil sebagai dana tambahan untuk pembangunan. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal ?

2. Apakah Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal ?

3. Apakah Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal ?

4. Apakah Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal ?

5. Apakah Pertumbuhan Ekonomi (PE) berpengaruh terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal ?

(7)

7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

2. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

3. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

4. Untuk menganalisis pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

5. Untuk menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (PE) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.

1.3.2 Kegunaan Penelitian 1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperluas pengetahuan mengenai akuntansi sektor publik yaitu ilmu pemerintahan mengenai pengelolaan keuangan daerah pada Provinsi Se Indonesia khususnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Anggaran Belanja Modal.

(8)

2. Aspek Praktis

a. Bagi Akademisi, Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai Anggaran Belanja Modal.

b. Bagi Peneliti, memberikan pengetahuan mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Anggaran Belanja .

c. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan data tambahan yang tertarik pada bidang kajian ini.

(9)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh, dinamakan variabel karena nilai dari data tersebut beragam. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal.

3.1.1 Variabel Dependen

Variabel Dependen (dependent variable) merupakan tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel terkait dalam penelitian ini yaitu Belanja Modal. Belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004). Belanja modal untuk masing-masing Pemerintah Provinsi dapat dilihat dalam Laporan Realisasi APBD. Berikut ini rumus variabel Belanja Modal yang berdasarkan PP No.71 tahun 2010, dapat dihitung dengan menggunakan :

Belanja Modal = Belanja Tanah + Belanja Peralatan dan Mesin + Belanja Gedung dan Bangunan + Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan + Belanja Aset Tetap Lainnya.

(10)

3.1.2 Variabel Independen

Variabel Independen (Independent Variable) adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, Pendapatan asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berikut ini rumus variabel Pendapatan Asli Daerah yang berdasarkan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah, maka dapat dihitung dengan menggunakan :

3.1.2.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dan pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berikut ini rumus variabel Dana Alokasi Umum yang berdasarkan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah, maka dapat dihitung dengan menggunakan :

PAD = Pajak Daerah + Retribusi Daerah + Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan + Lain-lain PAD yang Sah.

(11)

49

Dimana

3.1.2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berikut ini rumus variabel dana alokasi khusus yang berdasarkan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah, maka dapat dihitung menggunakan :

3.1.2.4 Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berikut ini rumus variabel dana bagi hasil yang

DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal–Kapasitas Fiskal

(12)

berdasarkan Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Pusat dan Daerah, maka dapat dihitung menggunakan :

3.1.2.5 Pertumbuhan Ekonomi (PE)

Pertumbuhan Ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Berikut ini rumus variabel Pertumbuhan Ekonomi yangdapat dihitung dengan menggunakan :

3.2 Objek Penelitian dan Unit Sampel

Objek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Provinsi Se Indonesia dengan unit sampel berupa Laporan Realisasi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tahun 2013-2014.

3.3 Populasi dan Penentuan Sampel

Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro dan Supomo, 2014). Populasi yang

DBH = ( DBH Pajak + DBH Bukan Pajak)

PE = PDRBt - PDRBt -1 x 100 PDRBt -1

(13)

51

digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintah Provinsi di Indonesia yang berjumlah 34 Provinsi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 32 Provinsi Se Indonesia pada tahun 2013-2014.

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai karakteristik yang mewakili keseluruhan populasi. Teknik sampling yang digunakan adalah metode sensus. Metode sensus adalah metode dengan mengambil sampel Provinsi Se Indonesia. Penelitian ini mengambil data pada tahun 2013-2014 dengan jumlah sampel sebanyak 32 daerah. Maka jumlah sampel penelitian keseluruhan menjadi 2 x 32= 64 data.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Sumber data dalam penelitian ini adalah Data Laporan Realisasi APBD tahun 2010-2013 Provinsi Se Indonesia, yang dapat diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.djpk.depkeu.go.id dan Badan Pusat Statistik (BPS) melaui www.bps.go.id dimana data mengenai jumlah realisasi Anggaran Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pertumbuhan Ekonomi (PE).

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, cara yang digunakan adalah studi dokumentasi, dilakukan dengan cara mengumpulkan

(14)

dokumen-dokumen Laporan Keuangan Pemerintah yang berkaitan dengan data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini.

3.6 Metode Analisis

Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari data penelitian dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Ekonomi dan Anggaran Belanja Modal.

Untuk dapat melakukan analisis regresi berganda perlu pengujian asumsi klasik sebagai persyaratan dalam analisis agar datanya dapat bermakna dan bermanfaat. Adapun uji asumsi klasik yang digunakan adalah Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas, Uji Heteroskedastisitas, Uji Autokorelasi. Untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial (Uji t), pengujian secara simultan (Uji F) dan Uji Koefisien Determinasi (R2) untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen (Y).

3.6.1. Analisis Statistik Deskriptif

Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk melihat profil dari data penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut. Analisis deskriptif akan memberikan gambaran (deskripsi) tentang suatu data variabel yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata dan nilai standar deviasi (Ghozali, 2011).

(15)

53

3.6.2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari uji asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut yaitu data harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linear berganda perlu dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari :

3.6.2.1 Uji Normalitas

Dalam penelitian ini untuk menguji normalitas data digunakan One

Sample Kolmogorov Smirnov Test. Dalam uji tersebut variabel-variabel yang

mempunyai nilai asymp. Sig (2 tailed) dengan probabilitas signifikansi dibawah 0,05 (probabilitas < 0,05) diartikan bahwa variabel-variabel tersebut tidak terdistribusi secara normal. Selain menggunakan uji One Sample Kolmogorov

Smirnov, normalitas data penelitian dapat diuji dengan menggunakan analisis

grafik histogram. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang berdistribusi normal ( Ghozali, 2011).

3.6.2.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikoleniaritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen (Ghozali, 2011). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah melihat nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) dan nilai

(16)

tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen mana saja

yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dasar pengambilan keputusan uji multikolinearitas adalah sebagai berikut :

1. Jika nilai tolerance lebih dari atau sama dengan 10 ( 0,10) dan nilai Variance

Inflation Factor kurang dari atau sama dengan 10 ( 10), maka tidak terjadi

multikolinearitas.

2. Jika nilai tolerance kurang dari atau sama dengan 10% ( 0,10) dan nilai

Variance Inflation Factor kurang dari atau sama dengan 10% (10), maka

terjadi multikolinearitas.

3.6.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain, jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda maka disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2011). Deteksi dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu dalam grafik dimana sumbu X dan Y telah diproduksi. Dasar pengambilan keputusan adalah :

1. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur seperti gelombang, melebar, kemudian menyempit, maka terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika titik-titik ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan

(17)

55

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu t-1 atau sebelumnya. Jika terjadi autokorelasi maka dinamakan ada

problem autokorelasi . autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Untuk mendeteksi autokorelasi dalam penelitian ini digunakan Run Test. Run Test sebagian dari statistik non-parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run

Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau

tidak (sistematis) (Ghozali, 2011).

3.7 Analisis Regresi Berganda

Sugiyono (2008) mengemukakan analisis regresi linier berganda digunakan untuk melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dinaikan atau diturunkan nilainya. Analisis ini digunakan dengan melibatkan dua atau lebih variabel bebas antara variabel dependen (Y) dan variabel independen (X1, X2, X3, X4, dan X5), cara ini digunakan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara beberapa variabel bebas secara serentak terhadap variabel terkait dan dinyatakan dengan rumus. Berikut model regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini :

(18)

BM =α +β1PAD +β2DAU +β3DAK +β4DBH +β5PE + e Dimana :

BM = Belanja Modal α = Konstanta

β = Slope atau Koefisien Regresi PAD = Pendapatan Asli Daerah DAU = Dana Alokasi Umum DAK = Dana Alokasi Khusus DBH = Dana Bagi Hasil PE = Pertumbuhan Ekonomi

e = error

3.8 Pengujian Hipotesis

Ketetapan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dengan Goodness of Fit. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2011).

3.8.1 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model menerangkan variasi variabel independen. Nilai R2 yang kecil

(19)

57

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas, sebaliknya nilai R2yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai adjusted R2 karena variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini lebih dari dua variabel. Selain itu nilai adjusted R2dianggap lebih baik dari nilai R2, karena nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model regresi (Ghozali, 2011).

3.8.2 Uji Signifikansi Simultan ( Uji Statistik F)

Secara simultan, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F-test. Menurut Ghozali (2011) : “uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua varibel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat”. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Bila nilai F lebih besar dari pada 4 maka HO dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%, dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka HO ditolak dan menerima Ha.

(20)

3.8.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Secara parsial, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t-test. Menurut Ghozali (2011) “uji statistik tpada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen”.Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut :

1. Bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka HOyang menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.

2. Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen

Referensi

Dokumen terkait

4&lt; ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Maka hipotesa yang menyatakan menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil di UPTD Puskesmas tanjung Agung Tahun

diperlukan program pada Pemeliharaan dan perawatan rumah tongkonan dengan cara tradisional dapat menggunakan bahan alami Bagaimanakah konservasi lahan, rekayasa

Pemberian ekstrak buah butung dengan berbagai konsentrasi dan waktu aplikasi, serta insektisida Decis berpengaruh mengendalikan perkembangan hama penggerek polong Maruca

dan materi yang telah dijelaskan oleh penulis melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah dikumpulkan oleh siswa. Saat penulis memeriksa buku catatan siswa, terlihat

Posisi awalan bervariasi pada pemain tetapi menurut M. Awalan ini berguna sekali untuk memperoleh posisi awal yang mantap untuk melakukan loncatan yang tinggi,

Emosi adalah suatu keadaan yang kompleks dari oraginism seperti tergugahnya perasaan yang disertai dengan perubahan dalam organ tubuh yang sifatnya luas, biasanya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun