Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 1 ARTIKEL ILMIAH
PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER
DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DI KELAS VIII SMPN 3 SUNGAI PENUH
Oleh: Ayu Puspa Reza
RSA1C210010
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 2 PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA YANG DIAJAR
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
DI KELAS VIII SMPN 3 SUNGAI PENUH
Oleh : Ayu Puspa Reza
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Gugun M. Simatupang, M.Si
Dosen Pembimbing II: Drs. Husni Sabil, M.Pd
ABSTRAK
Pembelajaran matematika saat ini masih cenderung menggunakan pendekatan konvensional yang lebih menekankan pada keterampilan berhitung dari pada penguasaan konsep matematika. Akibatnya kemampuan berfikir kreatif kurang berkembang. Salah satu model yang dapat digunakan agar siswa aktif dan kreatif dalam
pembelajaran adalah model treffinger. Oleh sebab itu tujuan utama dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa
yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran treffinger dan model
pembelajaran konvensional
Penelitian ini adalah eksperimen. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen utama yaitu tes kemampuan berpikir kreatif. Instrumen diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas diukur dengan rumus korelasi product momen
dan di dapat tujuh soal valid. Uji reliabilitas diuji dengan rumus Alpha Cronbach di dapat rhitung = 0,8078 > 0,444 dengan n = 20 maka dinyatakan soal reliabel. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa semua soal layak dipakai.
Dari analisis yang telah dilakukan terhadap data post-test siswa kelas sampel didapat rata-rata kelas eksperimen adalah 67,78 sedangkan kelas kontrol adalah 62,22.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas menggunakan uji liliefors. Untuk kelas eksperimen
di dapat Lhitung = 0,0860 dan Ltabel = 0,195 sedangkan kelas kontrol didapat Lhitung =
0,1172 dan Ltabel = 0,200. Karena Lhitung < Ltabel maka dapat disimpulkan bahwa kedua
sampel berdistribusi normal. Uji homogenitas diuji dengan Uji F diperoleh Fhitung =
2,307 dan Ftabel = 3,2975, artinya Fhitung < Ftabel sehingga kedua kelas dinyatakan
mempunyai varians yang homogen. Pengujian hipotesis dihitung dengan menggunakan uji-t dengan taraf signifikansi = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95% didapat thitung =
1,7905 dan ttabel = 1,6903 karena thitung > ttabel, artinya hipotesis pertama ditolak dan
hipotesis kedua diterima, dengan demikian berarti terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa antara kedua kelas sampel
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan model
pembelajaran treffinger dan model pembelajaran konvensional di SMPN 3 Sungai
Penuh.
Kata Kunci : kemampuan berpikir kreatif, model pembelajaran treffinger dan model pembelajaran konvensional
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 3 PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA YANG DIAJAR
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER DAN MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
DI KELAS VIII SMPN 3 SUNGAI PENUH
Oleh : Ayu Puspa Reza
(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi) Dosen Pembimbing I: Drs. Gugun M. Simatupang, M.Si
Dosen Pembimbing II: Drs. Husni Sabil, M.Pd
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi memberikan dampak yang begitu besar terhadap berbagai aspek kehidupan. Salah satu
dampak tersebut adalah munculnya
permasalahan hidup yang kompleks dan kompetitif. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki keahlian hidup (Life Skills) yang baik untuk bersaing dan berkompetisi. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kualitas SDM dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
Salah satu cara untuk meningkatan kualitas SDM adalah melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nugraha (Rohaeti, dkk, 2013) yang menyatakan bahwa peningkatan SDM dapat dilakukan dengan adanya pendidikan yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional bangsa
Indonesia yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan SDM melalui pendidikan nasional. Dengan adanya pencanangan pendidikan nasional
di Indonesia diharapkan terciptanya
manusia Indonesia yang berkualitas,
mandiri, maju, cerdas, kreatif, profesional, dan produktif.
Peningkatan kualitas SDM ditandai dengan terbentuknya manusia yang kreatif. Nugraha (Rohaeti, dkk, 2013) menyatakan bahwa salah satu indikator peningkatan
kualitas SDM adalah terbentuknya
manusia yang kreatif. Sifat kreatif akan tumbuh bila dilatih dan dibiasakan sejak awal untuk melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, dan memecahkan masalah.
Salah satu kemampuan yang
dibutuhkan dalam pemecahan masalah
adalah kemampuan berpikir kreatif.
Menurut Amarta (2013) kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan
berpikir yang mampu memecahkan
masalah dengan cara orisinil dan berguna. Selain itu, menurut Suherman, dkk (Rohaeti, dkk, 2013) kemampuan berpikir
kreatif akan membentuk seseorang
terampil dalam memecahkan masalah. Karena manusia kreatif akan memiliki
banyak gagasan dalam memecahkan
masalah dan akan memilih pemecahan masalah dengan menggunakan cara yang relevan dengan masalahnya, misalnya berdasarkan waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan gagasan tersebut.
Secara khusus dalam proses
pembelajaran, Pomalato (2005)
menyatakan bahwa indikator seseorang dikatakan mampu berpikir kreatif antara lain mampu memunculkan banyak gagasan
untuk menyelesaikan masalah
(kelancaran), mampu mengemukakan
bermacam-macam pendekatan pemecahan masalah (keluwesan), mampu memberikan
respon-respon yang unik (keaslian),
mampu memikirkan sesuatu secara rinci (elaborasi), serta mampu menangkap
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 4
maksud atau mampu memberikan
tanggapan terhadap suatu situasi
(kepekaan).
Selain itu, dalam standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi) disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selama ini
kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, serta kemampuan
bekerjasama telah menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika, namun
fokus dan perhatian pada upaya
meningkatkan berpikir kreatif dalam matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan.
Selain itu, Sudiarta (Mustakim, 2006) mengemukakan bahwa di Indonesia prestasi dan minat belajar matematika
masih rendah karena pembelajaran
matematika masih didominasi aktivitas
latihan-latihan pencapaian mathematical
basic skills atau perhitungan matematika
dasar semata. Sudiarta juga
mengemukakan bahwa dari pengamatan
dan hasil tes awal penjenjangan
kemampuan berpikir kreatif 35 orang siswa, ternyata hanya 3 (tiga) siswa yang termasuk kategori cukup kreatif, 12 (dua belas) siswa termasuk kategori kurang kreatif, dan 20 (dua puluh) siswa termasuk kategori tidak kreatif.
Secara khusus, berdasarkan
wawancara singkat yang dilakukan penulis kepada salah satu guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 3 Sungai Penuh
dapat dikatakan bahwa kemampuan
matematika yang dimiliki siswa SMP Negeri 3 Sungai Penuh cenderung masih kurang. Kemampuan matematika yang
dimaksud antara lain kemampuan
komunikasi matematik, di mana kurang dari 50% siswa dalam satu kelas yang mampu memberikan pendapat, mampu
menerjemahkan soal cerita ke dalam
kalimat matematika, dan mampu
mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan siswa yang lain. Di samping kemampuan komunikasi matematik, siswa cenderung kurang mampu menyelesaikan
masalah-masalah penalaran karena
kebanyakan soal latihan yang diberikan dalam proses pembelajaran adalah soal-soal pemahaman. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, kurangnya kemampuan
penalaran ini dapat disebabkan oleh
kurangnya kemampuan siswa dalam
berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Adapun kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa disebabkan oleh kecenderungan siswa yang menganggap bahwa penyelesaian soal matematika itu hanya satu, selain itu siswa belum mampu menyelesaikan soal matematika dengan menggunakan beberapa cara, dan hanya sedikit siswa yang peka terhadap maksud dari masalah matematika yang diberikan oleh guru.
Kurangnya kemampuan berpikir kreatif matematika siswa SMP Negeri 3 Sungai Penuh ini salah satunya disebabkan oleh metode pembelajaran yang sering digunakan guru di dalam kelas, yaitu metode konvensional atau metode ceramah yang disertai tanya jawab dengan siswa. Pada pelaksanaannya kurang dari 50% siswa yang aktif dalam pembelajaran dengan metode ini, siswa cenderung pasif dan hanya duduk dan mendengarkan apa yang dikatakan guru.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui apakah penggunaan
model Treffinger pada pembelajaran
matematika mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa SMP. Untuk menjawab pertanyaan masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul, “Perbedaan
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang diajar Menggunakan Model Pembelajaran Treffinger dan Model Pembelajaran Konvensional di Kelas VIII SMPN 3 Sungai Penuh”
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 5 KAJIAN PUSTAKA
Menurut Langrehr (Jamaludin,
2010) kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang keluar dari pola berpikir biasa, pemikir kreatif mampu membebaskan diri dari pola dominan yang telah disimpan dalam otak. Kemampuan berpikir kreatif menciptakan peluang pengembangan kepribadian siswa melalui
upaya meningkatkan konsentrasi,
kecerdasan, dan kepercayaan diri.
Kemampuan berpikir kreatif siswa penting untuk dikembangkan melalui pembelajaran agar siswa memiliki kemampuan dalam mengakses dan mengolah data atau
informasi yang tersedia, mampu
menemukan banyak kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah dimana
penekanannya pada kualitas ketepatgunaan dan keragaman jawaban.
Kemampuan berpikir kreatif
merupakan suatu proses yang terjadi di otak dan pikiran yang dilakukan oleh seseorang yang kreatif. Proses tersebut memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui dan kaidah-kaidah serta dasar-dasar yang dijadikan acuan. Berpikir kreatif itu dapat dilihat dalam tiap-tiap langkah atau fase berpikir kreatif itu sendiri. Wallas (Amarta, 2013) menyatakan bahwa proses pemecahan masalah (berpikir) kreatif melalui 4 tahap atau fase. Keempat tahapan atau fase kreativitas tersebut adalah persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.
Parnes (Amien, 1987)
mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir kreatif dapat dibangkitkan pada lima macam perilaku kreatif, yaitu:
1. Kelancaran yaitu kemampuan
untuk mengemukakan ide-ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah
2. Keluwesan yaitu kemampuan
menemukan atau menghasilkan
berbagai macam ide untuk
memecahkan suatu masalah diluar kategori yang biasa
3. Keaslian yaitu kemampuan
memberikan respon-respon yang unik atau luar biasa
4. Elaborasi yaitu kemampuan
menyatakan pengarahan ide-ide
secara terperinci untuk
mewujudkan ide menjadi suatu kenyataan
5. Kepekaan yaitu kepekaan
menangkap dan menghasilkan
masalah-masalah sebagai
tanggapan terhadap suatu situasi
Model pembelajaran treffinger
adalah model pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaksnya meliputi keterbukaan-urutan ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara
mandiri melalui
pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama,
kebebasan-terbuka, reward (Ngalimun,
2012). Menurut Darminto (2010), model pembelajaran treffinger merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat
developmental dan lebih mengutamakan aspek proses yang memiliki tiga tahapan
kegiatan operasional yaitu orientasi,
pengembangan kreativitas, dan
pengembangan kemampuan pemecahan
masalah. Model pembelajaran treffinger
terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Basic tools
2. Practice with process 3. Working with real problems
Model pembelajaran konvensional atau yang akrab disebut dengan model pembelajaran klasik atau tradisional adalah
sebuah model pembelajaran yang
menekankan pada otoritas pendidik dalam pembelajaran. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang banyak dikritik saat ini. Namun demikian, model pembelajaran ini masih menjadi model pembelajaran yang paling banyak di pakai para pendidik, (Ulaa, 2012).
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 6 METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen.
Penelitian diadakan di SMP 3 Sungai Penuh yang merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan post-test
only control group design dimana
kelompok eksperimen diberikan perlakuan
dengan model pembelajaran treffinger dan
kelompok kontrol diberikan perlakuan model pembelajaran konvensional.
Populasi penelitian ini siswa kelas VIII SMP tahun ajaran 2013/2014, penentuan sampel dilakukan dengan teknik
simpel random sampling. Data penelitian
dikumpulkan menggunakan tes
kemampuan berpikir kreatif setelah
diberikan perlakuan pada masing-masing kelas sampel.
Rancangan penelitian penelitian ini meliputi tiga tahap; 1) tahap awal penelitian; 2) tahap persiapan peneltian; 3) tahap akhir penelitian.
Tahap awal penelitian, dilakukan kegiatan antara lain : menentukan kelas yang akan dijadikan sampel, menentukan jadwal penelitian, membuat RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol,
menyusun instrumen penelitian,
melakukan uji validitas, uji reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran terhadap instrumen penelitian yang akan digunakan. Peneliti memberikan arahan dan petunjuk teknis pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran treffinger dan model
pembelajaran konvensional. Peneliti
menyusun agenda pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan pada semester 2 tahun
pelajaran 2013/2014. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak 6 kali pertemuan,. Satu jam pelajaran berlangsung selama 40 menit.
Tahap pelaksanaan penelitian
dilaksanakan pembelajaran dengan model
pembelajaran treffinger pada kelompok
eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelompok kontrol.
Tahap akhir penelitian dilakukan analisis terhadap data kemampuan berpikir kreatif siswa. Sebelum dianalisis akan
diadakan uji prasyarat yaitu uji normalitas, yaitu uji Liliefors dan uji homogenitas varians, yaitu menggunakan Uji F untuk memastikan bahwa data telah memenuhi
syarat untuk melakukan pengujian
hipotesis.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji-t (Sudjana, 2005). Uji kesamaan dua rata-rata yang digunakan adalah uji dua pihak. Sedangkan hipotesis secara statistik dirumuskan sebagai berikut:
H0 :
H1 :
Keterangan:
: rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen (menggunakan model treffinger)
: rata-rata skor kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol (menggunakan model pembelajaran konvensional) Ho: rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif siswa
menggunakan model
pembelajaran treffinger sama
dengan rata-rata skor
kemampuan berpikir kreatif
siswa menggunakan model pembelajaran konvensional
H1: rata-rata skor kemampuan
berpikir kreatif siswa
menggunakan model
pembelajaran treffinger tidak sama dengan rata-rata skor
kemampuan berpikir kreatif
siswa menggunakan model pembelajaran konvensional
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 7 HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada 2 kelas sampel. Deskripsinya adalah kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol.
Pengambilan sampel dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan uji normalitas, homogenitas variansi dan uji
kesamaan rata-rata terhadap seluruh
populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Penuh. Setelah diketahui populasi berdistribusi normal, variansinya homogen dan memiliki rata-rata populasi sama dan langkah selanjutnya adalah menentukan kelas sampel. Kelas sampel tersebut terdiri atas kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hal ini dilakukan dengan tekhnik
kombinasi dari 5 kelas disusun
menjadi(VIII A, VIII B) (VIII A, VIII C) (VIII A, VIII D) (VIII A, VIII E) (VIII B, VIII C) (VIII B, VIII D), (VIII B, VIII E) (VIII C, VIII D) (VIII C, VIII E) (VIII D, VIII E). Kemudian dilakukan teknik undian untuk memperoleh kelas sampel. Setelah di undi diperoleh urutan (VIII A, VIII B). Selanjutnya pengambilan sampel sampel secara acak, yang terambil pertama sebagai kelas eksperimen adalah kelas VIII A dan Kelas kontrol adalah kelas VIII B.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen ini peneliti membagi siswa ke dalam kelompok. Pembagian kelompok di lihat berdasarkan nilai matematika yang di peroleh siswa dalam
ujian semester ganjil untuk
mengelompokkan siswa secara heterogen. Membentuk kelompok berdasarkan nilai ujian semester ini dilakukan agar dapat terhindar dari terbentuknya kelompok yang hanya terdiri dari siswa yang lebih
pandai saja. Dengan kemampuan
heterogen pada masing-masing kelompok, diharapkan kerjasama antar siswa dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Pada akhir penelitian, untuk
mengetahui kemampuan berpikir kreatif
siswa maka masing-masing kelas sampel di beri tes akhir (post-test) yang terdiri dari 7 soal. Soal-soal yang peneliti gunakan
pada post-test ini sebelumnya di
ujicobakan di luar kelas sampel. Setelah diperoleh data hasil uji coba, maka ditentukan validitas dari soal-soal ujicoba post tes yang hasilnya dapat dilihat pada tabel
Tabel Analisis Validitas Butir-butir Hasil Uji Coba Post-test Harga rxy Kriteria pengukuran Nomor Soal
0,80 ≤ ≤ 1,00 Validitas Sangat Tinggi -
0,60 ≤ < 0,80 Validitas Tinggi 3,6,7
0,40 ≤ < 0,60 Validitas Sedang 1,2,4,5
0,20 ≤ < 0,40 Validitas Rendah -
0,00 ≤ < 0,20 Validitas Sangat Rendah -
≤ 0,00 Tidak valid -
Tabel Analisis indeks kesukaran Hasil Uji Coba Post-test
Harga P Kriteria Pengukuran Nomor Soal
0,7375 Mudah (diterima) 1 0,8375 Mudah (diterima) 2 0,775 Mudah (diterima) 3 0,6375 Sedang (diterima) 4 0,6125 Sedang (diterima) 5 0,775 Mudah (diterima) 6 0,775 Mudah (diterima) 7
Tabel Analisis Daya Beda Hasil Uji Coba Post-test Harga D Kriteria Pengukuran Nomor Soal 0,525 Baik (Diterima) 1 0,325 Cukup (Diterima) 2 0,45 Baik (Diterima) 3 0,125 Jelek (Revisi) 4 0,175 Jelek (Revisi) 5 0,45 Baik (Diterima) 6 0,45 Baik (Diterima) 7
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 8
Perhitungan reliabilitas dengan
rumus Alpha Cronbach di peroleh r11 =
0,8078 yang berarti tes memiliki
reliabilitas tinggi, sehingga semua soal pada uji coba post-test dapat digunakan di dalam penelitian ini.
Post-test diberikan kepada kedua kelas sampel. Setelah diperoleh data hasil
post-test selanjutnya data tersebut
dianalisis. Perhitungan rata-rata dan
simpangan baku masing-masing kelas sampel seperti table berikut:
Tabel 4.4 Rata-rata dan simpangan baku hasil post-test Kelas Jumlah Peserta Tes Rata-rata Simpanga n Baku Eksperimen 19 67,78 3.12,08 Kontrol 18 62,22 63,24
Uji normalitas dengan menggunakan uji Liliefors
Hasil post-test dari kedua kelas sampel diuji dengan menggunakan uji normalitas Liliefors dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5 Hasil post-test yang diuji
menggunakan uji normalitas Liliefors
No Kelas Lo Ltabel Kesimpulan
1 Eksperimen 0,0860 0,195 Lo < Ltabel
2 Kontrol 0,1172 0,200 Lo < Ltabel
Dari tabel di atas terlihat bahwa Lo < Ltabel. Berdasarkan hal tersebut
maka disimpulkan bahwa kedua kelas sampel berdistribusi normal.
Uji homogenitas dengan menggunakan uji F
Untuk uji homogenitas, uji statistik yang digunakan adalah uji F. Diperoleh
Fhitung = 2,307 dan Ftabel = 3,2975, dapat dilihat bahwa Fhitung < Ftabel . Sehingga
dapat disimpulkan data kedua kelas tersebut homogeny
Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Setelah didapat hasil belajar pada kelompok sampel normal dan homogen pada taraf kepercayaan 95%, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Dari hasil perhitungan diperoleh: thitung =
1,7905 dan ttabel = 1,6903 dengan dk = 35
dan = 0,05, jadi thitung > ttabel berarti
hipotesis pertama ditolak dan hipotesis kedua diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
treffinger dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran Kubus dan Balok di kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Penuh
Pembahasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP Negeri 3 Sungai Penuh pada materi kubus dan balok. Dalam penelitian ini terdapat satu kelas eksperimen (kelas VIII A) yang di ajar dengan menggunakan
model pembelajaran treffinger dan satu
kelas kontrol (VIII B) yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran
konvensional. Kedua kelas sampel diajar dengan materi yang sama tetapi berbeda pada penggunaan model pembelajaran yang diterapkan. Pada akhir penelitian
kedua kelas sama-sama diberikan post-test
untuk melihat hasil yang dicapai setelah pemberian perlakuan.
Kelas eksperimen (VIII A) yang
diajar dengan menggunakan model
pembelajaran treffinger memperoleh rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif sebesar 67,78 dengan simpangan baku
12,08. Sedangkan pada proses
pembelajaran dengan model pembelajaran
treffinger ini juga terlihat keaktifan siswa, hal ini diketahui dari lembar observasi kegiatan siswa. Hal ini juga disebabkan karena pada proses pembelajaran pun siswa diberikan suatu masalah terbuka dan siswa diminta untuk menyampaikan ide dan gagasannya dalam forum diskusi
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 9
mengenai masalah yang diberikan guru. Disini terlihat kemampuan siswa dalam
menggali informasi yang harus
diperolehnya. Kemudian siswa dituntut untuk dapat menjelaskan materi yang telah diperolehnya agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa dan tidak membuat siswa merasa jenuh karena siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran tersebut dan juga bisa menambah motivasi siswa untuk ikut aktif dalam belajar dan terus menggali informasi tentang materi yang dipelajari.
Dalam pelaksanaan model
pembelajaran treffinger ini peneliti juga menemukan beberapa kendala diantarnya
siswa menjadi ribut ketika mereka
berdiskusi dalam memecahakan masalah yang diberikan, sehingga dibutuhkan kemampuan guru dalam mengendalikan siswa supaya tidak terlalu ribut. Begitu juga dalam hal waktu, pada model pembelajaran ini waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu lama ketika berdiskusi agar kegiatan pembelajaran ini bisa terlaksana dengan baik sehingga bisa tercipta nya proses belajar mengajar yang menyenangkan.
Untuk kelas kontrol (VIIIB ) diajar dengan model pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata nilai kemampuan
berpikir kreatif sebesar 62,22 dengan
simpangan baku 7,95. Pada pembelajaran
konvensional yang diterapkan dikelas
kontrol tidak terlalu memberikan
perubahan terhadap cara belajar
matematika siswa. Siswa cenderung pasif karena peran guru lebih dominan dalam
proses belajar mengajar. Siswa
kebanyakan tidak melakukan inovasi terhadap proses pembelajaran. Setiap pertemuannya siswa hanya belajar dari materi dan contoh-contoh yang diberikan oleh guru serta mengerjakan latihan yang diberikan. Hal ini menjadikan siswa cepat bosan dalam belajar matematika karena proses pembelajarannya kurang menarik
perhatian siswa. Pada pembelajaran
konvensional belajar matematika menjadi kuraang bermakna bagi siswa. Siswa
terkesan hanya menghapal materi yang diberikan oleh guru tanpa memahaminya. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan guru, sehingga hasil belajar matematika kurang memuaskan.
Setelah model pembelajaran
treffinger ini diajarkan dikelas VIIIA dan
model pembelajaran konvensional
diajarkan dikelas VIIIB terlihat perubahan
kemampuan berpikir kreatif yang
ditunjukkan oleh siswa. Berdasarkan pada pedoman penyekoran nilai tes kemampuan berpikir kreatif didapatkan rata-rata nilai kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diajarkan dengan menggunakan model
pembelajaran treffinger ini lebih baik
dibandingkan dengan rata-rata nilai
kemampuan berpikir kreatif siswa yang
diajarkan dengan pembelajaran
konvensional yaitu 67,78 dan 62,22.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir kreatif siswa
yang diajar dengan menggunakan
model pembelajaran treffinger
(nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa 67,78 dan simpangan baku 12,08) lebih baik dari pada kemampuan berpikir kreatif siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (nilai rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa 62,22 dan simpangan
baku 7,95) pada tingkat
kepercayaan 95%.
2. Penerapan model pembelajaran
treffinger telah berhasil
membangkitkan perilaku aktif
siswa dalam pembelajaran serta
membangkitkan aktivitas guru
yang lebih bersifat kreatif dalam memberikan pelajaran
Ayu Puspa Reza: Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jambi Page 10 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini
penulis menyarankan :
1. Guru diharapkan dapat menerapkan
model pembelajaran treffinger karena model ini sangat baik digunakan untuk
meningkatkan kemampuan kreatif
matematika siswa, apalagi yang
sejalan dengan akan di terapkannya kurikulum 2013 yang mana dapat
meningkatkan kreatifitas dan
keaktifan siswa sehingga hasil belajar matematika siswa dapat meningkat.
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada
materi kubus dan balok, maka
diharapkan pada penelitian
selanjutnya dapat melaksanakan
penelitian pada materi pokok yang lain dalam pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Amarta, K., 2013. Agar Kamu Menjadi
Pribadi Kreatif. Yogyakarta: Sinar Kejora
Amien, T.M., 1987. Peranan Kreativitas
dalam Pendidikan. DepDikBud: Jakarta
Darminto, B.P., 2010, Peningkatan
Kreativitas dan Pemecahan Masalah bagi Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Model Treffinger, Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, November 27, Yogyakarta.
Jamaludin, 2010. Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa SD Dalam
Pembelajaran IPA. Jurnal Ilmu
Pendidikan,17(3) : 203.
Mustakim., 2006. Diakses tanggal 19 Februari 2014. Upaya meningkatkan kemampuan berfikir kreatif matematik
dan prestasi belajar siswa.
http://mustakim200671.blogspot.com2
012/03/berfikir-kreatif-matematik-prestasi.html.
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Nisa, T.F., 2011. Pembelajaran
Matematika dengan setting model
treffinger untuk mengembangkan
kreatifitas siswa, Pedagogia, 10(1): 40-45.
Pomalato, S.W.Dj., 2005. Pengaruh
penerapan model treffinger pada
pembelajaran matematika dalam
mengembangkan kemampuan kreatif dan kemampuan pemecahan masalah
siswa, Disertasi, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung Rohaeti, I.T., Priatna, B.A., Dedy, E.,
2013. Penerapan model treffinger pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreeatif siswa SMP. Jurnal : 1-2.
Sudjana. 2005. Metode Statistika.
Bandung: Tarsito
Ula, S. 2012. Revolusi Belajar. Jakarta: Ruzmedia.