• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Untuk dapat menyelenggarakan upaya–upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem

Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari :

1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis.

2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan.

3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain.

(2)

4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftraran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien.

Sesuai dengan Depkes RI (1992), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi :

1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas.

3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar.

4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.

2.2. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melaului panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman rasa dan raba.

(3)

Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan juga dapat di artikan sebagi ketrampilan untuk mengatakan kembali dari ingatannya hal-hal atau informasi tentang apa saja yang telah dialaminya dan saling menghubungkan hal-hal, gejala-gejala atau kejadian-kejadian tertentu, sehingga terbentuk ketrampilan. Untuk mengatakan kembali dan menerapkannya pada situasi lain dan sesuai dengan keperluan suatu pola, metode, aturan, keadaan atau kegiatan

Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang mencakup doman kognitif mempunyai enam tingkat yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagi mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu, “ tahu “ ini dalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan terhadap obyek yang dipelajari.

(4)

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagi suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata / sebenarnya. Aplikasi disini dapat di artikan sebagi aplikasi atau penggunaan hukum-hukum dan prinsip.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau menyususn formula baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau pembenaran terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

2.3. Motivasi

2.3.1. Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan faktor inti dalam usaha melahirkan suatu kemajuan serta karya-karya kreatif dalam suatu kelompok kerja (Anoraga, 2001). Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan

(5)

setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya, karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Soeprihantono, 1998).

Herzberg (dalam Munandar, 2001), menjelaskan bahwa motivasi pada prinsipnya berkaitan dengan kepuasan dan ketidak puasan kerja. Dalam hal ini

kepuasan kerja atau perasaan positif disebut sebagai hygien. Secara terinci

dikemukakan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan dikalangan karyawan atau bawahan.

Istilah motivasi (motivation) berasal dari kata bahasa latin, yaitu ” movere” yang berarti menggerakkan (to move). Kata dasar motivasi adalah ”motive’ yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu (Winardi, 2001).

Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi defenisi motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya

(6)

mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemmapuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu.

2.3.2. Aspek-Aspek Motivasi

Hasibuan (1996), menyatakan bahwa motivasi memliki dua aspek yang dikenal dengan aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis.

1) Aspek aktif atau dinamis

Aspek aktif merupakan suatu usaha positif dari seseorang dalam menggerakkan kemampuaannya agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan organisasi atau perusahaan. Seseorang akan berusaha untuk mencari, menemukan, atau menciptakan peluang agar dalat menggunakan kemampuannya untuk memiliki unjuk kerja yang tinggi. Misalnya : prestasi kerja, karyawan yang produktif yang mengerahkan kemampuannya untuk menunjukkan unjuk kerja yang tinggi, akan menghasilkan prestasi kerja yang lebih baik dari karyawan yang lain.

2) Aspek statis atau pasif

Aspek statis merupakan aspek dari motivasi yang mengarahkan dan menggerakkan kemampuan individu ke arah tujuan yang diinginkan atau perusahaan karena adanya kebutuhan individu tersebut. Individu cenderung menunggu upaya atau tawanan dari lingkungannya.

(7)

2.3.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi

Herzberg (dalam Munandar, 2001), menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motivasi seorang karyawan ada yang bersifat internal dan eksternal. Faktor yang bersifat internal (motivator factor), antara lain:

a. Responsibility

Merupakan derajat besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan karyawan yang akan menunjukkan bagaimana karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

b. The work it self

Merupakan derajat besar kecilnya tantangan yang dirasakan karyawan dari pekerjaannya. Dengan adanya tantangan maka akan mempengaruhi kinerja karyawan.

c. Achievement

Merupakan derajat besar kecilnya kemungkinan seseorang karyawan mencapai prestasi kerja yag tinggi. Dengan adanya kesempatan untuk meraih prestasi yang tinggi maka akan semakin memotivasi para karyawan dalam bekerja.

d. Recognition

Merupakan derajat besar kecilnya pengakuan yang diterima karyawan atas prestasi kerjanya. Karyawan akan semakin termotivasi apabila mendapat pengakuan atas unjuk kerja yang dihasilkannya.

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang seringkali disebut hygiene factors, antara lain:

(8)

a. Administrasi dan kebijakan perusahaan

Merupakan derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan.

b. Gaji

Merupakan derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan unjuk kerjanya.

c. Hubungan antar pribadi

Merupakan derajat kesesuaian yang dirasa dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

d. Kondisi kerja

Merupakan derajat ksesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya.

Penelitian Anggraini (2007) tentang hubungan motivasi dengan kinerja petugas rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik (peluang untuk maju dan kepuasan kerja) dan ekstrinsik (keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja dan prosedur kerja) dengan kinerja petugas rekam medik.

Penelitian Juliani (2007) tentang pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja perawat pelaksana di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan menyimpulkan perlunya penataan dan pengembangan sumber daya keperawatan serta diperlukan

(9)

adanya imbalan (reward) untuk menimbulkan motivasi intrinsik yang disertai dengan implementasi motivasi ekstrinsik

Penelitian Muhammad (2005) tentang analisis motivasi dan hubungannya dengan kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, menyimpulkan bahwa karakteristik lingkungan kerja yang berhubungan secara signifikan dengan kinerja perawat adalah lingkungan kerja terdekat dengan perawat pada saat melaksanakan pelayanan keperawatan.

2.4. Perawat

Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat.

Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan.

Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang paramedis, menyatakan bahwa profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari

(10)

disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memperhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati (1997), melaporkan penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurse’s Association) bahwa 60 % sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama.

Melihat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh perawat maka sering menimbulkan permasalahan, karena perawat merupakan orang yang paling banyak berhubungan dengan pasien dibandingkan dengan petugas lain di rumah sakit, maka pelayanan perawat sangat diperlukan dalam memenuhi kepuasan pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.

2.4.1. Definisi Perawat

Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001).

Gunarsa dan Gunarsa (1995), menyatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang

(11)

dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala.

Lokakarya Keperawatan Nasional (1983), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia.

Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004).

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien. 2.4.2. Sifat-Sifat yang Mendasari Dedikasi Perawat

Seorang perawat harus memiliki sifat kepribadian tertentu yang turut menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas-tugasnya, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Gunarsa (1995) menyebutkan sifat-sifat yang mendasari dedikasi seorang perawat, antara lain :

(12)

a. Minat terhadap orang lain

Perawatan yang efektif hanya mungkin bilamana seorang perawat menaruh minat terhadap orang lain, tanpa menghiraukan umur, jenis kelamin, latar belakang dan status sosial ekonomi.

b. Derajat sensitivitas

Seorang perawat tentunya akan menghadapi pasien dengan beraneka ragam kepribadian, sehingga seorang perawat perlu memiliki kepekaan, dapat membedakan setiap orang yang dihadapinya. Sebab tidak semua pasien dapat dihadapi dan ditangani dengan cara dan sikap yang sama.

c. Menghargai hubungan-hubungan.

Keberhasilan dalam perawatan, disamping oleh pengetahuan yang luas, juga ditentukan oleh kemampuan mengadakan penyesuaian-penyesuaian yakni hubungan dan ikatan-ikatan kemanusiaan yang diperlukan dalam menangani orang sehat dan yang sakit.

2.4.3. Peran Perawat

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dan sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat menetap.

(13)

Peran perawat menurut Hidayat (2004) terdiri dari : a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

b. Peran sebagai advokat pasien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarganya dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya dan hak atas privasi.

c. Peran edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.

(14)

e. Peran kolaborator

Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran konsultan

Di sini perawat berperan sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

2.4.4. Fungsi Perawat

Berdasarkan lokakarya keperawatan nasional tahun 1983 (dalam Hidayat, 2004) disebutkan bahwa fungsi perawat adalah :

a. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.

(15)

c. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.

d. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. e. Mendokumentasikan proses keperawatan.

f. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan.

g. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok serta masyarakat.

h. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.

i. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam melaksanakan kegiatan keperawatan.

Hadjam (2001), mengemukakan beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima, antara lain :

a. Profesional dalam bidang tugasnya

Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien, mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap pekerjaan.

(16)

b. Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi

Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan orang lain, berkomunikasi dan bekerja sama.

c. Memegang teguh etika profesi

Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional berusaha memegang teguh etika profesi.

d. Mempunyai emosi yang stabil

Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil dalam menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejolak emosi, maka akan memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.

e. Percaya diri

Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.

f. Bersikap wajar

Sikap yang wajar akan memberikan makna yang besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya.

(17)

g. Berpenampilan memadai

Perawat dengan penampilan yang bersih, dengan penampilan yang segar dalam melakukan tugas-tugas perawatan diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien.

Kinerja profesi keperawatan dinilai tidak hanya berdasarkan konsep keilmuan yang dimiliki tetapi juga berdasarkan pelayanan yang diberikan kepada pasien. Untuk memberikan pelayanan yang prima seorang perawat tidak hanya membutuhkan keahlian medis belaka tetapi ia harus memiliki empati dan tingkat emosionalitas yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Munawaroh (2001) menunjukkan bahwa kemampuan empati yang tinggi akan menimbulkan tingginya intensi prososial pada diri perawat. Dengan kata lain jika perawat dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasien maka perawat akan cepat untuk melakukan perbuatan dan tindakan yang ditujukan pada pasien dan perbuatan atau tindakan tersebut memberi keuntungan atau manfaat positif bagi pasien.

Perawat sebagai seorang tenaga profesional dalam bidang pelayanan kesehatan yang dihadapinya adalah manusia, sehingga dalam hal ini empati mutlak harus dimiliki oleh seorang perawat. Dengan empati, seorang perawat akan mampu mengerti, memahami dan ikut merasakan apa yang dirasakan, apa yang dipikirkan dan apa yang diinginkan pasien.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa

(18)

apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien.

Seorang perawat sangat besar peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima (Taylor, 1995).

2.5. Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Untuk lebih memahami tentang dokumentasi asuhan keperawatan, sebelumnya kita harus mengetahui pengertian dari dokumen itu sendiri, asuhan keperawatan konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi hasil-hasil tindakan klien, beberapa ahli mengemukakan dokumentasi yang berkaitan dengan dokumentasi keperawatan yaitu :

(19)

1. Dokumentasi asuhan keperawatan ialah suatu upaya penyusunan catatan atau dokumentasi yang berisi tentang riwayat klien, prawatan yang di perlukan, dan perawatan yang telah di berikan.

2. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan upaya pencatatan secara tertulis dalam suatu dokumentasi dari status kesehatan klien, perawatan klien, tindakan diagnostik khusus, tindakan-tindakan keperawatan.

3. Dokumentasi asuhan keperawatan dan kesehatan klien yang dilakukan perawat sebagai pertanggung jawaban dan pertanggung gugatan terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada klien dalam melakukan asuhan keperawatan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dokumentasi asuhan keperawatan adalah merupakan upaya penyusunan keterangan mengenai riwayat kesehatan klien, keadaan kesehatan klien saat ini, perawatan yang di perlukan dan yang telah di berikan, tindakan-tindakan teurapetik dan diagnostik, serta keterangan tentang respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Semua keterangan tersebut tersusun dalam suatu dokumen.

2.5.1 Pentingnya Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari media komunikasi diantara perawat yang melakukan asuhan keperawatan atau dengan tim kesehatan yang lain serta pihak lain yang memerlukan dan yang berhak mengetahuinya. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan salah satu bentuk upaya membina dan mempertahankan akuntabilitas perawat, kualitas asuhan keperawatan bergantung

(20)

pada akontabilitas dari individu perawat dalam hal menggunakan proses keperawatan. Pada pelaksanaan asuhan keperawatan serta pengaruhnya pada pasien sebagai metode saintifik yang memerlukan tindakan nyata dan disertai hasil dokumentasi. Dokumentasi asuhan keperawatan harus objektif, akurat, dan komprehensif dalam mencerminkan status kesehatan klien. Banyaknya informasi akurat, abjektif, dan komprehensif yang didokumentasikan oleh seorang perawat, dari aspek hukum di harapkan akan dapat melindungi perawat bila ada gugatan hukum.

2.5.2 . Tujuan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi asuhan keperawatan mempunyai beberapa tujuan (Depkes, 1994) yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai Sarana Komunikasi

2. Sebagai mekanisme pertanggunggugatan 3. Sebagai metode pengumpulan data

4. Sebagai sarana pelayanan secara individual

5. Sebagai sarana untuk evaluasi, baik evaluasi terhadap klien maupun tindakan klien keperawatan yang diberikan

6. Sebagai sarana untuk meningkatkan kerjasama antar disiplin dalam tim kesehatan 7. Sebagai sarana untuk pendidikan lebih lanjut bagi tenaga keperawatan serta metode

pengembangan ilmu keperawatan

8. Sebagai audit : catatan/dokumentasi asuhan keperawatan digunakan untuk memantau kualitas keperawatan yang diterima klien dan kompetensi perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang diberikan.

(21)

2.6. Tahap-Tahap Pendokumentasian Asuhan Keperawatan 2.6.1. Dokumentasi Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pegkajian meupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007):

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini.

iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. iv. Respon terhadap terapi.

v. Harapan terhadap tingkat kesehatan. vi. Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru).

(22)

2.6.2 Dokumentasi Diagnosa Asuhan Keperawatan

Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999). Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan, yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan.

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007) kriteria proses meliputi :

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.

c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 2.6.3 Dokumentasi Rencana Asuhan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999).

(23)

Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam,2007) kriteria proses meliputi : 1. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan

keperawatan.

2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. 3. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. 4. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

2.6.4. Dokumentasi Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007) kriteria proses meliputi :

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

2.6.5 Dokumentasi Evaluasi Asuhan Keperawatan

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999).

(24)

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007) kriteria proses meliputi :

1. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

2. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

3. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

4. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.

5. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya :

a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu.

b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan.

(25)

2.7. Rekam Medis

2.7.1. Pengertian Rekam Medis

Huffman (1994), rekam medis merupakan hasil aktivitas pencatatan pada suatu rumah sakit atau suatu institusi pelayanan kesehatan yang berupa data. Data tersebut meliputi data sosial maupun data medis pasien rawat jalan dan rawat inap dan diproses oleh seorang tenaga rekam medis ataupun paramedis sehingga menjadi informasi yang berguna bagi rumah sakit. Adapun pengertian rekam medis adalah himpunan fakta-fakta yang berhubungan dengan riwayat hidup dan kesehatan tentang seorang pasien tersebut yang ditulis oleh professional dibidang kesehatan.

Menurut Hanafiah dan Amri (1999), rekam medis adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis, pemeriksaan dan catatan sgala kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dari waktu kewaktu. (catatan dapat berupa rekaman elektronik, seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara).

b. Jenis dan Isi rekam medis

Hanafiah dan Amri (1999) Rumah sakit mempunyai 2 jenis rekam medis : i. Rekam medis untuk pasien rawat jalan

ii. Rekam medis untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan termasuk pasien gawat darurat rakam medis mempunyai isi berupa informasi pasien antara lain:

i. Identitias dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)

ii. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang : keluhan utama, riwayat sekarang, riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan.

(26)

iii. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, scanning, MRI dan lain-lain

iv. Diagnosa dan atau diagnosa banding

v. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang berwenang.

Untuk rawat inap memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam rawat jalan, dengan tamabahan.

i. Persetujuan tindakan medik ii. Catatan konsultasi

iii. Catatatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya iv. Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

v. Resume akhir dan evaluasi pengobatan c. Kegunaan Rekam Medis

Bila ditelusuri lebih jauh rekam medis mempunyai aspek hukum kedisplinan dan etik petugas kesehatan kerahasiaan, keuangan, mutu serta manajemen rumah sakit dan audit medik.

Hanafiah dan Amri (1999), secara umum kegunaan rekam medis adalah : i. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut

ambil bagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien Dengan membaca RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat pasien (misalnya pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat mengetahui penyakit, perkembangan penyakit, terapi yang

(27)

diberikan dan lain-lain tanpa harus berjumpa satu sama lain. Ini tentu merupakan sarana komunikasi yang efisien.

ii. Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis agar rencana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan.

iii. Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. Bila suatu waktu diperlukan bukti bahwa pasien pernah dirawat atau Jenis pelayanan yang diberikan serta perkembangan penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat mengungkapkan dengan jelas.

iv. Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan yang ditulis atau data yang didapati dalam RM. Ini tentu dapat dipakai sebagai bahan studi maupun evaluasi dari pelayanan yang diberikan.

v. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter maupun rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat diterima semua pihak. Disinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut. Bila catatan dan data terisi lengkap, maka RM akan menolong semua yang terlibat.

(28)

Sebaliknya bila catatan yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis, pasti sulit dipercaya.

vi. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat diper-gunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu RM di rumah sakit pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk bahan penelitian.

vii. Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien. Bila pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM, dimana segala biaya yang harus dibayar pasien/keluarga dapat ditentukan. viii. Menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan, serta sebagai bahan

pertangungjawaban dan laporan. Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai bahan dokumentasi, bila diperlukan dapat digunakan sebagai dasar untuk pertanggung jawaban atau laporan kepada pihak yang memerlukan masa mendatang. Untuk memudahkan mengingat begitu banyak kegunaan (value) dari RM, kalangan RM memendekkannya dalam neumonik ALFRED yang berarti mempunyai nilai: Administrasi, Legal, Finansial, Riset, Edukasi dan Dokumentasi. Artinya rumusan berbagai kegunaan RM bisa juga disusun dalam bentuk yang lebih mudah diingat dalam singkatan ALFRED.

(29)

2.7.2. Kelengkapan Pengisian Rekam Medis

Kelengkapan pengisian berkas rekam medis oleh tenaga kesehatan akan memudahkan tenaga kesehatan lain dalam memberikan tindakan atau terapi kepada pasien. Selain itu juga sebagai sumber data pada bagian rekam medis dalam pengolahan data yang kemudian akan menjadi informasi yang berguna bagi pihak manajemen dalam menentukan langkah-langkah strategis untuk pengembangan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 1997).

Penyajian informasi harus disesuaikan dengan nilai kegunaan, kedudukan dan fungsi masing-masing bagian. Dokter misalnya, tidak membutuhkan laporan keuangan pelayanan kesehatan. Begitu pula dengan manajer yang perlu mengetahui informasi dalam bentuk laporan dan statistik dari masing-masing bagian untuk mendukung dalam pengambilan keputusan. Informasi adalah data yang telah diolah dan dianalisa secara formal, dengan cara yang benar dan secara efektif, sehingga hasilnya dapat bermanfaat dalam operasional dan manajemen (Sabarguna, 2005).

Dalam buku pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia (1997) disebutkan tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan kesehatan di rumah sakit tanpa didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medik yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi dirumah sakit akan berhasil sebagaiman yang diharapkan.

Hatta GR (2008), dasar pemikiran tentang pentingnya kelengkapan rekam medis rumah sakit mengacu kepada Permenkes 269 tahun 2008 dalam bab 5 pasal 13 menyebutkan rekam medis dapat dimanfaatkan sebagai: (a) pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, (b) alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin

(30)

kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi, (c) keperluan pendidikan dan penelitian, (d) dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan, dan (e) data statistik kesehatan.

Diantara semua manfaat rekam medis, yang terpenting adalah aspek legal rekam medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam rekam medis, petugas hukum dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.

Pengelolaan rekam medik yang baik dan benar perlu didukung peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan staf sub bagian rekam medis, peningkatan fungsi dan peran panitia rekam medis, peningkatan kompensasi, peningkatan disiplin waktu kerja, peningkatan sosialisasi buku pedoman pengelolaan rekam medis, peningkatan prasarana fisik dan sarana, dilaksanakan sistim pemberian penghargaan dan teguran terhadap petugas yang telah melaksanakan pengelolaan dengan baik dan tidak baik serta untuk masa akan datang digunakan sistim komputerisasi rekam medis dimana bila salah satu petugas tidak mengisi rekam medis maka secara otomatis jasa produksi tak keluar (Depkes RI, 1997).

Di institusi pelayanan kesehatan rekam medis merupakan salah satu bukti tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan, karena di dalam rekam medis berisi data klinis pasien selama proses diagnosis dan pengobatan (treatment). Oleh karena itu setiap kegiatan pelayanan medis harus mempunyai rekam medis yang lengkap dan akurat untuk setiap pasien dan setiap petugas kesehatan

(31)

wajib mengisi rekam medis dengan benar, lengkap dan tepat waktu. Dengan berkembangnya evidence based medicine dimana pelayanan medis yang berbasis data sangatlah diperlukan maka data dan informasi pelayanan medis yang berkualitas terintegrasi dengan baik dan benar sumber utamanya adalah data klinis dari rekam medis. Data klinis yang bersumber dari rekam medis semakin penting dengan berkembangnya rekam medis elektronik, dimana setiap entry data secara langsung menjadi masukan (input) dari sistem/manajemen informasi kesehatan.

Manajemen informasi kesehatan adalah pengelolaan yang memfokuskan kegiatannya pada pelayanan kesehatan dan sumber informasi pelayanan kesehatan dengan menjabarkan sifat alami data, struktur dan menerjemahkannya ke berbagai bentuk informasi demi kemajuan kesehatan dan pelayanan kesehatan perorangan, pasien dan masyarakat. Penanggung jawab manajemen informasi kesehatan berkewajiban untuk mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data pelayanan kesehatan primer dan sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber informasi bagi kepentingan penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi.

Hatta GR (2008) rekam medis sangat terkait dengan manajemen informasi kesehatan karena data-data di rekam medis dapat dipergunakan sebagai (a) alat komunikasi (informasi) dan dasar pengobatan bagi dokter, dokter gigi, (b) dalam memberikan pelayanan medis, (c) masukan untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi (data sosial pasien) serta sistem informasi manajemen rumah sakit, (d) masukan untuk menghitung biaya pelayanan, (d) bahan untuk statistik kesehatan, dan (e) sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data.Agar data di rekam

(32)

medis dapat memenuhi permintaan informasi diperlukan standar universal yang meliputi : (a) struktur dan isi rekam medis, (b) keseragaman dalam penggunaan simbol, tanda, istilah, singkatan dan ICD, dan (c) kerahasiaan dan keamanan data.

Penelitian Setyawan (2005) tentang pengelolaan rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta menyimpulkan pengisian berkas rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta yang dilakukan oleh tenaga pelaksana belum dilaksanakan dengan baik, karena masih ada beberapa tenaga medik, maupun tenaga paramedis yang belum sempurna dalam melakukan pengisian karena kendala-kendala yang ada. Untuk mengatasi hat tersebut, prosedur pengelolaan rekam medis yang sudah bagus terutama untuk rawat inap memang perlu setiap kali disosialisasikan khususnya kepada tenaga pelaksana rekam medis di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Penelitian Kodyat (2005) tentang pemanfaatan rekam medik sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan manajemen rawat inap di Rumah Sakit Puri Cinere, menyimpulkan bahwa dengan bergesernya paradigma baru pengelolaan rekam medik, sudah dituntut agar rekam medik harus diolah secara profesional untuk memperoleh baik informasi manajemen yang berguna untuk perencanaan dan pengembangan rumah sakit, dan infornasi untuk pemberian pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu.

Penelitian Rasjid (2003) tentang optimalisasi pencatatan rekam medik rawat inap dalam sistem informasi manajemen Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, menyimpulkan pencatatan merupakan prioritas yang perlu dikembangkan dari lima prosedur penyelenggaraan rekam medik rawat inap. Proses pencatatan melibatkan petugas terkait dengan perekaman medik, perbaikan terhadap proses dengan terlebih

(33)

dahulu harus merubah kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku dalam proses pencatatan. Pencatatan yang baik dan benar merupakan aspek penting dalam menciptakan tertib tata laksana perekaman medik pasien rawat inap di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Pelatihan merupakan salah satu alternatif dalam memberdayakan sumber daya manusia ke arah perubahan sikap dan pengembangan pengetahuan serta keterampilan kerja. Perencanaan jangka panjang dalam pengisian formasi pegawai pada bagian rekam medik dan tata usaha perawatan oleh ahli madya perekam medik dan atau informasi kesehatan merupakan jawaban untuk dapat menghasilkan informasi medik yang sesuai kebutuhan

Penelitian Novayanti (2000) tentang analisis sistem informasi rekam medik rawat inap studi kasus RS. Atang Sanjaya, menyimpulkan bahwa sistem informasi rekam medik rawat inap yang akan dibangun harus mengubah prosedur dasar yang selama ini digunakan agar sejalan dengan penggunaan komputer dalam prosesnya. Setelah ditemukan usulan sistem yang cocok, maka untuk diimplementasikan dan dioperasikan secara keseluruhan harus disertai dengan tahap pembangunan fisik komputer dibeberapa bagian dalam sistem rawat inap RS Atang Senjaya. Disarankan agar pengembangan yang akan dilakukan terintegrasi dengan sistem-sistem yang lain dalam rumah sakit agar penggunaan teknologi komputer dapat dimanfaatkan dengan baik dan memuaskan, serta dapat membantu rumah sakit untuk menjaga kualitas pelayanan dan memperoleh loyalitas pasien untuk berobat serta memperoleh potensial pasien yang banyak.

Penelitian Anggraini (2001) tentang analisis pelaksanaan peraturan perundang-undangan rekam medis dalam pengisian rekam medis instalasi rawat inap

(34)

di RSUP Persahabatan sebagai alat bukti dalam tuntutan hukum, menyimpulkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan sebenarnya mengetahui ada peraturan perundang-undangan rekam medis namun isinya belum begitu dipahami sehingga penerapan di lapangan berdasarkan pengalaman selama dan masih ada ketentuan yang belum dapat terlaksana dengan baik. Peraturan perundang-undangan yang ada sekarang masih cukup memadai, namun ke depan dalam mengantisipasi perkembangan teknologi perlu dibuat aturan yang baru baik hasil revisi peraturan yang sudah ada maupun membentuk peraturan yang baru. Salah satu kegunaan rekam medis adalah aspek legal. Rekam medis dapat menjadi alat bukti bagi dokter dan perawat yang terkena tuntutan kelalaian. Dokter dapat melindungi diri sendiri dari tuntutan ataupun gugatan melalui apa yang dia tulis. Rekam medis dapat menjadi alat bukti yang kuat bagi dokter dan perawat apabila rekam medis diisi secara tengkap, akurat, tepat waktu dan memenuhi persyaratan hukum.

2.8. Landasan Teori

Rekam medis salah satu bagian dari administrasi rumah sakit yang harus dipelihara karena berfaedah bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit. Rumah sakit bertanggung jawab untuk melindungi, memelihara informasi yang ada di dalam rekam medis dari keabsahan data atau informasi. Telaah tentang pengetahuan mengacu kepada teori (Notoatmodjo, 2003) dan teori Herzberg (dalam Munandar, 2001) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja dalam suatu organisasi. Serta kelengkapan pengisian dokumentasi asuhan keperawatan pada rekam medis rumah sakit mengacu kepada teori Permenkes 269 Tahun 2008.

(35)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan

1. Tata Cara Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Rekam medis

2. Aspek Hukum Rekam Medis

Kelengkapan Pengisian Dokumentasi Asuhan Keperawatan

pada Rekam Medis Motivasi Motivasi Intrinsik 1. Tanggung jawab 2. Prestasi 3. Penghargaan Motivasi Ekstrinsik 1. Gaji/Insentif 2. Kondisi kerja

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan

Referensi

Dokumen terkait

Sumber: hasil output SPSS yang diolah.. Estimation terminated at

bewarna merah yang bisa diartikan sebagai keberanian, membara, dan penuh nafsu. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa desain restaurant pizza hut memiliki arti untuk

Keduanya tidak dapat dibedakan dalam pewarnaan Giemsa karena memiliki morfologi yang sama dengan bentuk bula t dengan ukuran 12 μm.. Sitoplasma sedikit karena semua

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir dengan judul

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis ikan yang terdapat di Ekosistem Padang Lamun di Desa Berakit Kabupaten yang dilihat dari segi kelimpahan, indeks

Jalan Raya, Jalan Lingkungan, termasuk perawatannya (22001) Kecil.. 2.a Bidang Pekerjaan Sub

Muncul kegiatan yang berorientasi pada upaya pembinaan calon-calon ulama atau kaderisasi ulama sebagai warasatul anbiya (pemaris para nabi). Di lingkungan pondok

Provided that the REIT Subsidiary qualifies as a REIT, distributions made to the Master Fund out of the REIT Subsidiary’s current or accumulated earnings and profits, and not