• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Penjualan barang dan jasa dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Penjualan barang dan jasa dapat"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Piutang

Perusahaan yang memproduksi barang dan jasa, aktivitas akhirnya adalah menjual barang dan jasa yang dihasilkan. Penjualan barang dan jasa dapat dilakukan dengan tunai dan kredit. Jika penjualan dilakukan secara kredit, maka akan menimbulkan perkiraan piutang pada perusahaan.

Bagi kebanyakan perusahaan, piutang merupakan suatu pos penting yang selalu menunjukkan suatu bagian besar harta likuid perusahaan. Oleh karena itu, penting artinya untuk menetapkan kebijakan kredit yang efektif dan prosedur penagihan untuk menjamin penagihan piutang yang tepat pada waktunya dan mengurangi kerugian akibat piutang tak tertagih. Pengendalian intern yang sehat dan akuntansi yang layak atas piutang dapat berpengaruh penting pada kemampuan operasi untuk mencapai laba.

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian piutang tersebut, dikemukakan beberapa definisi piutang menurut beberapa penulis.

Menurut C. Warren, (et.all) (2005 : 392) : “Piutang (receivable) meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau organisasi lainnya”.

Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 358) pengertian piutang adalah sebagai berikut : “piutang (receivable) berlaku untuk semua klaim terhadap pihak lain untuk uang, barang atau jasa. Tetapi untuk tujuan akuntansi,

(2)

istilah ini umumnya digunakan didalam pengertian yang lebih sempit untuk merancang klaim agar ditempatkan dengan kuitansi kas”.

Selanjutnya menurut Henry Simamora (2000 : 228) sebagai berikut : “piutang (receivable) merupakan klaim yang muncul dari penjualan barang dagangan, penyerahan jasa, pemberian pinjaman dana, atau jenis transaksi lainnya yang membentuk suatu hubungan dimana satu pihak berhutang kepada pihak lainnya”.

Dari beberapa pengertian piutang diatas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan tagihan kepada pihak lain yang timbul karena adanya transaksi antara pihak lain tersebut dengan perusahaan dimana transaksi yang paling umum adalah penjualan barang atau jasa secara kredit sebagai kegiatan usaha normal perusahaan. Pihak lain yang dimaksud adalah orang atau badan usaha di luar perusahaan yang mempunyai hubungan transaksi dengan perusahaan. Sehubungan dengan tujuan akuntansi, pengertian piutang dapat dipersempit yaitu tagiahan yang diharapkan dapat diselesaikan dalam bentuk penerimaan kas di masa yang akan datang.

B. Jenis Piutang dan Penyajiannya di Neraca 1. Jenis Piutang

Adapun pengklasifikasian piutang dilakukan untuk memudahkan pencatatan atas transaksi yang mempengaruhi piutang. Piutang dapat diklasifikasikan atas piutang dagang dan piutang non dagang yang dilaporkan secara terpisah di dalam neraca. Menurut Smith dan Skousen (2001 : 287)

(3)

“Dalam mengklasifikasikan piutang, perlu dibuat perbedaan yang penting antara piutang dagang dan piutang non dagang (trade and non trade receivable)”.

a. Piutang Dagang (Trade Receivables)

Piutang dagang merupakan jumlah tagihan perusahaan kepada pelanggan yang timbul dari penjualan barang dan jasa dalam kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang dagang merupakan tipe piutang yang paling lazim ditemukan dan umumnya mempunyai jumlah yang paling besar. Piutang dagang dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Piutang Usaha (Accounts Receivable)

Piutang usaha merupakan janji lisan dari pembeli untuk membayar barang atau jasa yang dijual. Piutang usaha biasanya dapat ditagih dalam waktu 30 sampai 60 hari dan merupakan akun terbuka yang berasal dari pelunasan kredit jangka pendek. Perjanjian kreditnya merupakan persetujuan informal antara penjual dan pembeli yang didukung dengan dokumen-dokumen perusahaan, seperti faktur pesanan penjulan dan kontrak penyerahan. 2. Piutang Wesel (Notes Receivable)

Menurut K. Fred Skousen, Stice (2001 : 361) “Piutang wesel merupakan piutang yang dibuktikan janji tertulis formal untuk membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal tertentu”. Dengan demikian piutang wesel memiliki kelebihan dibanding piutang usaha yang tidak didukung oleh janji tertulis. Piutang wesel ini dapat didiskontokan jika pemegang wesel membutuhkan uang tunai sebelum tanggal jatuh tempo tiba.

(4)

Apabila tiba waktunya wesel tersebut jatuh tempo maka pemegang wesel akan menagih pembayaran kepada pihak yang mengeluarkan wesel. Piutang wesel juga sering disebut dengan wesel tagih. Wesel tagih ini dapat digolongkan atas dua jenis yaitu, wesel tagih berbunga dan wesel tagih tanpa bunga. Pada wesel tagih dengan bunga, dinyatakan berapa persen bunganya, nilai nominal serta berapa jangka waktu pelunasannya. Bila tiba waktunya piutang wesel tersebut jatuh tempo, maka pihak yang mengeluarkan wesel tersebut harus membayar sejumlah nominal wesel ditambah dengan bunga yang terutang. Sedangkan pada wesel tagih tanpa bunga, dinyatakan jumlah yang harus dibayar dengan jangka waktu pelunasannya dan pada tanggal jatuh tempo yang mengeluarkan wesel hanya membayar sejumlah nilai nominal.

b. Piutang Non Dagang

Piutang non dagang merupakan tagihan perusahaan kepada pelanggan atau pihak-pihak lain yang timbul dari transaksi yang tidak secara langsung berhubungan dengan kegiatan usaha normal perusahaan. Piutang non dagang meliputi seluruh tipe piutang lainnya dan sering disebut sebagai piutang lain-lain. Piutang non dagang ini muncul dari berbagai macam transaksi, seperti : 1. Uang muka kepada staf dan karyawan.

2. Uang muka kepada anak perusahaan.

3. Deposito untuk menutup kemungkinan kerusakan atau kerugian. 4. Deposito sebagai jaminan pelaksanaan kerja atau pembayaran. 5. Piutang dividen dan bunga.

(5)

a. Perusahaan asuransi untuk kerugian yang dipertanggungkan. b. Tergugat dalam perkara hukum.

c. Lembaga pemerintah untuk pengembalian pajak.

d. Perusahaan pengangkutan untuk barang yang rusak atau hilang. e. Kreditor untuk barang yang dikembalikan, rusak atau hilang. f. Pelanggan untuk barang-barang yang dapat dikembalikan.

Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 386) piutang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Untuk tujuan laporan keuangan piutang diklasifikasikan baik sebagai lancar (jangka pendek) atau tak lancar (jangka panjang). Piutang lancar diperkirakan dapat ditagih dalam waktu satu tahun atau dalam satu siklus operasi, mana yang lebih panjang. Semua piutang lainnya diklasifikasikan sebagai tak lancar.

2. Penyajian Piutang di Neraca

Semua piutang yang diperkirakan akan terealisasi menjadi kas dalam setahun disajikan pada seksi aktiva lancar di neraca. Aktiva lancar ini disajikan menurut urutan likuiditasnya. Ukuran likuiditas mencerminkan seberapa cepat aktiva tersebut dapat dikonversi menjadi kas dalam operasi normal perusahaan.

Ikatan Akuntan Indonesia (2007 : 1.07-08) memberikan pedoman mengenai aktiva lancar sebagai berikut :

Suatu aktiva diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut : 1. Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau

digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; atau

(6)

2. Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca; atau

3. Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.

Di dalam neraca, piutang disajikan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Dengan demikian, maka untuk melaporkan piutang di dalam neraca adalah sebesar jumlah yang akan direalisasikan yaitu jumlah yang diharapkan dapat ditagih.

Penyajian piutang di neraca dapat dilihat seperti contoh dibawah ini : PT. X NERACA Per 31 Desember 20XX Aktiva Aktiva Lancar : Kas Rp. xxx Piutang dagang Rp. xxx

Dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu (Rp. xxx) Rp. xxx

(7)

C. Pencatatan dan Penilain Piutang a. Pencatatan Piutang

Pada umumnya, piutang usaha timbul dari transaksi penjualan secara kredit, sehingga pengakuan terhadap piutang senantiasa berkaitan erat dengan pengakuan pendapatan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh K. Fred Skousen, Stice (2001:359) bahwa “pengakuan piutang usaha bertalian dengan pengakuan pendapatan”. Karena pendapatan pada umumnya dicatat ketika proses menghasilkan laba telah selesai dan kas terealisasi atau dapat direalisasi, maka piutang yang berasal dari penjualan barang umummya diakui pada waktu hak milik atas barang beralih ke pembeli. Karena saat peralihan hak dapat bervariasi sesuai dengan syarat-syarat penjualan, maka lazimnya piutang diakui pada saat barang dikirim kepada pelanggan.

Piutang tidak boleh diakui untuk barang dagang yang telah dikirimkan apabila ada perjanjian bahwa pihak pengirim tetap memegang hak atas barang itu sampai ada tanda terima resmi, atau untuk barang yang dikirimkan atas dasar konsinyasi dimana pengirim barang tetap memegang hak atas barang itu sampai barangnya terjual oleh konsinye (consignee). Piutang usaha yang timbul dari transaksi penyerahan jasa kepada pelanggan harus diakui pada saat seluruh kegiatan pengadaan jasa diselesaikan.

Piutang yang timbul dari penjulan barang atau jasa secara kredit dicatat dengan cara mendebet rekening Piutang Usaha dan mengkredit rekening

(8)

Penjualan/Pendapatan Jasa seperti yang tampak pada ayat jurnal dibawah ini :

Piutang Usaha xxx

Penjualan/Pendapatan Jasa xxx ( untuk mencatat transaksi penjualan secara kerdit)

Kemudian pada saat piutang itu tertagih atau diterimanya pembayaran kas dari debitur, dibuat ayat jurnal dengan mendebet rekening Kas atau Bank dan mengkredit Piutang Usaha seperti di bawah ini :

Kas xxx

Piutang Usaha xxx

(Untuk mencatat penerimaan kas dari debitur)

Adapun pencatatan penjualan kredit dilakukan dari dokumen-dokumen asli perusahaan atau dari faktur penjualan kredit. Kemudian faktur ini akan dicatat ke dalam buku harian yang selanjutnya diposting ke dalam buku besar dan buku pembantu piutang.

Selanjutnya menurut Kieso dan Weygandt (2002 : 387) : ”Dalam banyak transaksi piutang, jumlah yang akan diakui adalah harga pertukaran diantara kedua belah pihak”. Harga pertukaran adalah jumlah yang merupakan hutang dari yang berhutang (pelanggan atau peminjam) dan umumnya dibuktikan dengan beberapa jenis dokumen bisnis, seringkali berupa faktur. Ada beberapa faktor yang memperumit dalam pengukuran harga pertukaran, yaitu :

1. Diskon Dagang (Trade Discounts)

Diskon dagang adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual dari harga jual yang tertera pada daftar harga atau katalog, dalam rangka menentukan

(9)

harga faktur untuk barang-barang yang dijual. Diskon dagang ini biasanya diberikan dalam kaitannya dengan kuantitas atau volume penjualan, dan hubungan baik antara penjual dengan pembeli atau pelanggan.

Diskon dagang merupakan alat atau sarana yang tepat bagi produsen, distributor atau penyalur untuk menentukan harga jual produk atau barang dagangnya. Penggunaan diskon ini memungkinkan perusahaan untuk merevisi harga jual produk atau barang dagangannya secara periodik, tanpa harus mencetak ulang dan mempublikasikan kembali daftar harga atau katalognya, untuk menetapkan harga jual netto yang berbeda kepada masing-masing pelanggan atau kelompok konsumen dan pada berbagai volume atau kuantitas pejualan.

Contoh :

PT. ABS menjual barang dagangannya kepada PT. ABC seharga Rp. 5.000 per unit dengan diskon 20% karena melakukan pembelian melebihi 1.000 unit yaitu sebanyak 1.500 unit. Maka PT. ABS akan membuat harga faktur perunit adalah sebesar Rp. 4.000 dengan total harga faktur sebesar Rp.6.000.000 (Rp. 4.000 x 1.500). Ayat jurnal untuk mencatat piutang dari penjualan barang dagang tersebut adalah :

Piutang Usaha Rp. 6.000.000

Diskon Dagang Rp. 1.500.000

Penjualan Rp. 7.500.000

2. Diskon Tunai (Cash Discounts)

Diskon tunai merupakan pengurang dari harga faktur yang ditawarkan kepada pelanggan. Diskon tunai digunakan untuk meningkatkan penjualan,

(10)

mendorong pelanggan untuk membayar lebih cepat, dan meningkatkan kemungkinan penagihan.

Diskon atau potongan tunai ini biasanya dinyatakan dalam bentuk syarat pembayara,misalnya 2/10, n/30. Syarat pembayaran 2/10, n/30 artinya jika si pembeli melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari setelah tanggal faktur, maka si pembeli akan mendapat diskon tunai sebesar 2% dari harga faktur. Tetapi jika pembeli tidak melakukan pembayaran dalam tempo 10 hari dari periode potongan tersebut, maka si pembeli harus membayar sebesar harga faktur dalam waktu 30 hari terhitung sejak tanggal faktur. Pada umumnya, para pelanggan senatiasa berusaha untuk dapat memanfaatkan diskon tunai yang ditawarkan oleh penjual karena menguntungkan bagi pelanggan. Untuk mencatat pengaruh diskon tunai terhadap piutang dan pendapatan atau hasil penjualan terdapat dua metode akuntansi yang dapat digunakan, yaitu :

a. Metode Bruto

Dalam metode bruto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat sebesar harga faktur bruto sebelum dikurangi diskon tunai yang ditawarkan kepada pembeli. Diskon atau potongan tunai hanya diakui apabila pelanggan melakukan pembayaran dalam periode diskon.

Contoh :

PT. Nusantara menjual barang dagangannya kepada PT. Abadi dengan harga faktur Rp 20.000.000 dengan syarat pembayaran 2/10, n/30. PT. Abadi melakukan pembayaran dalam waktu 10 hari dengan harga setelah dipotong diskon sebesar

(11)

Rp 19.600.000. dalam hal ini berarti Rp. 19.600.000 adalah harga tunai dari barang yang dibeli.

Ayat jurnal yang diperlukan adalah sebagai berikut : Piutang Dagang Rp 20.000.000

Penjualan Rp 20.000.000

(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)

Kas Rp 19.600.000

Diskon Penjualan Rp 400.000

Piutang Dagang Rp 20.000.000

(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)

Jika PT. Abadi melakukan pembayaran lewat dari peeriode diskon, maka ayat jurnalnya adalah sebagai berikut :

Kas Rp 20.000.000

Piutang dagang Rp 20.000.000 b. Metode Neto

Pada metode neto, piutang dagang dan hasil penjualan dicatat atau diakui dalam jumlah yang sama dengan harga tunai dari barang yang terjual. Dengan kata lain, metode neto menunjukkan piutang dagang dalam jumlah yang sama dengan nilai realisasi netonya, dan hasil penjualan dalam jumlah yang sama dengan pendapatan yang memang diperoleh pada saat itu.

Berdasarkan data dari contoh sebelumnya pada metode bruto, maka ayat jurnal yang diperlukan jika menggunakan metode neto adalah sebagai berikut:

(12)

Piutang dagang Rp 19.600.000

Penjualan Rp 19.600.000

(Untuk mencatat transaksi penjualan secara kredit)

Kas Rp 19.600.000

Piutang dagang Rp 19.600.000

(Untuk mencatat pembayaran yang diterima dalam periode diskon)

Kas Rp 20.000.000

Piutang Dagang Rp 19.600.000

Diskon penjualan yang tidak diambil Rp 400.000 (Untuk mencatat pembayaran yang diterima setelah periode diskon) 3. Retur Penjualan dan Pengurangan Harga (Sales Return and Allowances)

Dalam kegiatan usaha normal perusahaan yaitu penjualan barang, ada kemungkinan bahwa barang yang dijual akan dikembalikan oleh pelanggan karena adanya faktor-faktor seperti kerusakan barang selama pengiriman, barang yang busuk, atau barang yang tidak sempurna, kesalahan pengiriman barang baik dalam jumlah maupun tipenya. Pengembalian barang dagangan ini dinamakan dengan retur penjualan. Sedangkan penyisihan penjualan adalah pengurangan harga yang dilakukan untuk mendorong pelanggan tetap membeli barang walaupun tidak sesuai dengan kemauannya atau sedikit cacat. Adapun retur dan penyisihan penjualan mengurangi baik piutang dagang maupun penjualan bersih. Contoh :

PT. Bahari menjual barang dagangannya kepada PT. Raksana seharga Rp 5.000.000 dengan harga pokok Rp 1.000.000. kemudian PT. Raksana

(13)

mengembalikan setengah dari jumlah barang tersebut yatu sebesar Rp 2.500.000. maka pengembalian barang tersebut dicatat sebagai berikut :

Retur penjualan dan pengurangan harga Rp 2.500.000

Piutang Dagang Rp 2.500.000

Persediaan Barang dagang Rp. 500.000

Harga Pokok Penjualan Rp. 500.000 b. Penilaian Piutang

Penentuan jumlah piutang yang akan dilaporkan di neraca sebagai aktiva adalah penting karena sejumlah piutang kadangkala tidak dapat ditagih atau dilunasi oleh pelanggan. Dalam rangka memastikan bahwa piutang tidak dinilai terlalu tinggi (overstated) pada neraca, piutang tersebut disajikan pada nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah jumlah bersih dari piutang dagang yang diharapkan akan diterima dalam bentuk kas. Nilai realisasi bersih mengeluarkan jumlah yang diperkirakan oleh perusahaan tidak akan tertagih.

Dalam kegiatan oprasional perusahaan, beberapa piutang akan tidak dapat ditagih atau tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan karena beberapa pelanggan tidak sanggup membayar atau tidak akan melunasi hutang mereka. Tidak ada suatu ketentuan umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan suatu piutang menjadi tidak tertagih. Bangkrutnya debitor adalah salah satu petunjuk yang paling signifikan mengenai tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang. Indikasi lainnya adalah penutupan bisnis debitur dan gagalnya upaya penagihan yang sudah dilakukan berulang-ulang. Beban operasi yang muncul

(14)

karena tidak tertagihnya piutang dinamakan beban piutang tak tertagih (uncollectible accounts expense), beban piutang macet (bad debt expense), atau beban piutang tak tertagih (doubtful accounts expense).

Terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih yaitu :

1. Metode penyisihan (Allowance Method)

Metode penyisihan membuat suatu estimasi yang menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi tersebut dimasukkan sebagai beban dan pengurang tak langsung dalam piutang dagang (melalui suatu kenaikan dalam perkiraan penyisihan) dalam periode dimana penjualan itu dicatat. Beban piutang tak tertagih harus dicatat dalam periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan pencocokan yang tepat atas beban dan pendapatan dan untuk mendapatkan nilai pencatatan yang tepat untuk piutang dagang. Walaupun melibatkan estimasi, persentase dari piutang yang tidak akan tertagih dapat diramalkan dari pengalaman masa lalu, kondisi pasar sekarang, dan analisa atas saldo yang beredar.

Dalam menggunakan metode penyisihan, jumlah piutang yang diestimasikan tidak akan tertagih dicatat dengan mendebit Beban Piutang Tak Tertagih dan mengkredit Penyisihan Piutang Tak Tertagih. Ayat jurnal yang dibuat sebagai penyesuaian pada akhir periode adalah seperti di bawah ini :

Beban Piutang Tak Tertagih xxx

(15)

(Untuk memcatat estimasi piutang yang tak tertagih pada periode yang bersangkutan)

Selanjutnya beban tersebut akan dilaporkan sebagai beban penjualan atau beban umum dan administrasi, dan perkiraan penyisihan akan ditunjukkan sebagai pengurang atas piutang usaha, sehingga piutang akan dilaporkan pada jumlah bersih yang dapat direalisasikan.

Apabila tersedia bukti positif mengenai ketidaktertagihan sebagian atau seluruh piutang, maka piutang tersebut dihapus dengan mendebit perkiraan Penyisihan Piutang Tak Tertagih dan mengkredit Piutang Usaha. Ayat jurnal untuk menghapus piutang adalah :

Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx

Piutang Usaha xxx

Adakalanya piutang yang telah dihapuskan sebagai piutang tak tertagih secara tak terduga ternyata dapat ditagih kembali dan diterima pembayarannya. Disini diperlukan ayat jurnal untuk membalikkan ayat semula dan mencatat jumlah yang tertagih tersebut. Ayat jurnal untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan adalah sebagai berikut :

Piutang Usaha xxx

Penyisihan Piutang Tak Tertagih xxx (untuk mencatat pelunasan piutang kurang dari satu tahun)

Piutang Usaha xxx

Laba ditahan xxx

(16)

Jurnal untuk mencatat hasil penagihan piutang adalah :

Kas / Bank xxx

Piutang Usaha xxx

Untuk menentukan estimasi piutang tak tertagih dengan menggunakan metode penyisihan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

a. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan persentase penjualan.

Estimasi untuk piutang tak tertagih dapat didasarkan pada penjualan untuk periode yang bersangkutan atau jumlah piutang yang beredar pada akhir periode. Apabila penjualan digunakan sebagai dasar, maka persentasenya dihitung berdasarkan piutang tak tertagih pada masa lalu yang dikaitkan dengan jumlah penjualan bersangkutan. Penjualan yang dimaksud adalah penjualan kredit saja, karena penjualan kredit yang menimbulkan piutang dan sekaligus membawa resiko tidak tertagihnya piutang. Olah karena itu, jumlah penjualan kredit selama suatu periode dapat digunakan untuk mengestimasi persentase piutang tak tertagih. Persentase ini dapat diubah dengan memperhatikan situasi pada masa berjalan.

Contoh :

PT. Maju Terus berdasarkan pengalaman yang lalu mengestimasikan bahwa 5% dari penjualan kredit tidak akan tertagih. Jika penjualan kredit selama periode tersebut berjumlah Rp. 100.000.000, maka ayat jurnal penyusaian untuk mencatat beban piutang tak tertagih pada akhir periode adalah :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 5.000.000

(17)

b. Estimasi piutang tak tertagih berdasarkan saldo piutang usaha.

Selain menggunakan persentase penjualan untuk mengestimasi piutang tak tertagih, perusahaan dapat mendasarkan estimasi mereka pada persentase total piutang yang beredar. Metode ini menekankan hubungan antara saldo Piutang Usaha dan Penyisihan untuk Piutang tak tertagih.

Contoh :

Pada akhir tahun buku diketahui total piutang usaha sebesar Rp. 50.000.000 dan diestimasikan bahwa 3% dari piutang itu tidak akan tertagih, maka perkiraan penyisihan akan mempunyai saldo sebesar Rp. 1.500.000 (3% x Rp. 50.000.000). Jika Perkiraan penyisihan telah mempunyai saldo kredit sebesar Rp. 500.000, maka yang menjadi biaya sebesar Rp. 1.000.000 (Rp. 1.500.000 – Rp. 5.00.000).

Jurnal penyesuaian untuk periode berjalan adalah :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000

Penyisihan Piutang Tak Tertagih Rp. 1.000.000 Selain itu, metode yang paling lazim digunakan untuk menetapkan penyisihan berdasarkan piutang usaha yang beredar adalah melalui penetapan umur piutang (aging the receivables). Titik awal dalam menentukan umur piutang adalah tanggal jatuh tempo piutang tersebut.

Skedul umur piutang terdiri dari kolom-kolom yang memperlihatkan jumlah piutang dalam masing-masing kelompok umur. Masing-masing piutang dianalisis untuk menetapkan piutang mana yang belum dan mana yang sudah jatuh tempo. Piutang yang sudah jatuh tempo diklasifikasikan

(18)

menurut berapa lama piutang tersebut telah jatuh tempo. Saldo-saldo yang telah jatuh tempo dapat dievaluasi secara tersendiri untuk mengestimasikan ketertagihan setiap pos sebagai dasar untuk mengembangkan estimasi secara keseluruhan.

Contoh :

WILSON & CO Skedul Umur Piutang

Nama Pelanggan Saldo 31 Des Dibawah 60 hari 61 – 90 hari 91 – 120 hari Diatas 120 hari Western Stainless Stell Corp.

Brockway Steel Company Freeport Sheet & Tube Co. Allegheny Iron Work

$ 98,000 $ 320,000 $ 55,000 $ 74,000 $ 80,000 $ 320,000 $ 60,000 $ 18,000 $ 14,000 $ 55,000 Total $ 547,000 $ 460,000 $ 18,000 $ 14,000 $ 55,000 Ikhtisar Umur Jumlah Persentase Estimasi Tak Tertagih Saldo yang Diperlukan dalam Penyisihan Dibawah 60 hari $ 460,000 4 % $ 18,400 61-90 hari 18,000 15 % 2,700 91-120 har 14,000 20 % 2,800 Di atas 120 hari 55,000 25 % 13,750 $ 37,650 Sumber : Kieso dan Weygandt, Akuntansi Intermediate, Binarupa Aksara,Jakarta, 1995

(19)

Jumlah sebesar $ 37, 650 akan menjadi beban piutang tak tertagih yang harus dilaporkan untuk tahun berjalan dengan mengasumsikan bahwa tidak ada saldo dalam akun penyisihan. Jika diasumsikan akun penyisihan memiliki saldo kredit sebesar $ 800 sebelum penyisihan, maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K) Penyisihan piutang tak tertagih 800 (K) Beban piutang tak tertagih $ 36,850 (K) Ayat jurnal penyesuaian adalah sebagai berikut :

Beban Penyisihan Tak Tertagih $ 36,850

Penyisihan Piutang Tak Tertagih $ 36,850

Apabila akun penyisihan memiliki saldo debit sebesar $ 200 sebelum penyesuaian, maka jumlah yang harus ditambahkan ke dalam akun penyisihan adalah :

Yang diperlukan dalam penyisihan $ 37,650 (K) Penyisihan piutang tak tertagih 200 (D) Beban piutang tak tertagih tahun ini $ 37,850 (K) Ayat jurnal adalah sebagai berikut :

Beban Piutang Tak Tertagih $ 37,850

(20)

2. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)

Berdasarkan metode ini, kerugian piutang tak tertagih tidak diestimasi. Beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai piutang tersebut diputuskan tidak akan tertagih lagi. Oleh karena itu, akun penyisihan dan ayat jurnal penyesuaian tidak diperlukan pada akhir periode. Metode penghapusan langsung secara teoritis mempunyai kekurangan karena biasanya tidak membandingkan biaya dengan pendapatan periode yang bersangkutan, ataupun menghasilkan piutang yang ditetapkan pada estimasi nilai yang dapat direalisasikan di neraca. “Karenanya, pemakaian metode penghapusan langsung tidak dipandang tepat, kecuali kalau jumlah piutang tak tertagih tidak material” (Kieso dan Weygandt, 2002 : 391).

Dalam metode penghapusan langsung, pada saat piutang usaha dianggap tidak tertagih, maka kerugian dibebankan kepada Beban Piutang Tak Tertagih. Sebagai contoh, PT. Sahaja pada tanggal 4 April 2002 memutuskan untuk menghapus piutang usaha yang tak tertagih atas nama CV. Bintang sebesar Rp. 15.000.000. Ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat penghapusan piutang tak tertagih adalah sebagai berikut :

Apabila piutang yang telah dihapukan ternyata dapat ditagih kembali pada periode yang sama, maka piutang harus ditimbulkan kembali dengan membalik 4 April 2002 :

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000

Piutang Usaha `Rp. 15.000.000 (Untuk menghapus piutang tak tertagih)

(21)

ayat jurnal penghapusan sebelumnya. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, asumsikan bahwa piutang usaha yang sudah dihapuskan pada tanggal 4 April diatas ternyata dapat ditagih pada tanggal 10 Agustus di tahun yang sama. Ayat jurnal untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan adalah sebagai berikut :

10 Agustus 2002 :

Piutang Usaha Rp. 15.000.000

Beban Piutang Tak Tertagih Rp. 15.000.000 (Untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan sebelumnya)

D. Pengawasan Piutang

Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen perusahaan yang sangat penting di dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pengawasan berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai sebagaimana mestinya. Pengawasan ini juga dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyelewengan yang merugikan perusahaan yang akan menjauhkan diri dari proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Sofyan Safri (2001 : 10) mendefinisikan pengawasan sebagai berikut : “Pengawasan adalah segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak”.

(22)

Pengawasan dapat dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, sedang dilaksanakan atau sesudah selesai dilaksanakan. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Pengawasan langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pribadi, karyawan atau pimpinan perusahaan.

b. Pengawasan tidak langsung, yaitu yang disebut dengan pegawasan intern.

1. Kebijakan dalam Penjualan Kredit

Disamping menjual barang – barang dan jasanya secara tunai, perusahaan juga menjualnya secara kredit dalam rangka menaikkan total penjualan dan laba atau keuntungannya. Namun perusahaan yang menjual barang dan jasanya secara kredit harus menanggung resiko bahwa tidak seluruh piutang dapat ditagih atau diterima pembayarannya. Jika piutang tak dapat ditagih, perusahaan menderita suatu kerugian yang disebut dengan kerugian piutang. Oleh karena itu, pengawasan piutang seharusnya dimulai sebelum adanya persetujuan atas penjualan kredit kepada pelanggan.

Untuk mengurangi kerugian akibat adanya piutang yang tak tertagih, pimpinan perusahaan atau manajemen perlu membuat kebijakan dalam pemberian kredit kepada pelanggan. Kebijakan kredit merupakan suatu bentuk kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelanggan sebelum ia melakukan pembelian secara kredit.

Menurut Weston dan Brigham (1994 : 474) kebijakan dalam penjualan kredit mengandung empat unsur berikut :

(23)

a. Periode Kredit b. Diskon

c. Standar Kredit

d. Kebijakan mengenai penagihan Ad. a Periode Kredit

Periode kredit adalah jangka waktu atau tenggang waktu yang diberikan perusahaan kepada para pelanggannya untuk membayar. Misalnya, jangka waktu kredit bisa 30, 60, atau 90 hari. Pada umumnya, periode kredit tersebut disesuaikan dengan jangka waktu yang diperlukan oleh pelanggan untuk menjual persediaan yang dibelinya dari perusahaan.

Ad. b Diskon

Diskon atau potongan tunai merupakan pengurangan dari harga faktur yang diberikan kepada para pelanggan untuk mendorong pembayaran yang lebih cepat. Diskon atau potongan tunai biasanya dinyatakan dalam bentuk syarat pembayaran, misalnya : 2/10, n/30 atau 2/10. EOM (End of Month). Syarat pembayaran 2/10, n/30 berarti diskon sebesar 2% akan diberikan kepada debitur yang membayar dalam tempo 10 hari terhitung sejak tanggal faktur. Debitur yang tidak membayar dalam tempo 10 hari (masa potongan) harus membayar sebesar harga faktur dalam 30 hari terhitung sejak tanggal faktur.

Ad. c Standar Kredit

Standar kredit mengacu pada layak tidaknya seseorang pelanggan untuk mendapat kredit. Standar kredit menetapkan kemampuan financial

(24)

minimum dari calon pelanggan agar dapat memperoleh pembelian secara kredit. Standar kredit digunakan oleh banyak perusahaan untuk memutuskan pelanggan mana yang pantas mendapat kredit dan seberapa besar kredit yang dapat mereka terima. Secara tradisional, penilaian kredibilitas pelanggan melibatkan pertimbangan atas 5K. Masing – masing dari K tersebut akan dijelaskan secara singkat berikut ini :

1) Karakter, mengacu pada probabilitas bahwa pelanggan akan memenuhi kewajiban – kewajibannya. Karakter mencerminkan kejujuran pelanggan dan tanggung jawab moral yang dimiliki pelanggan untuk menghormati utang.

2) Kapasitas, mengacu pada kemampuan pelanggan untuk membayar. Manajer kredit menilai factor ini dengan mengkaji ulang catatan pembayaran pelanggan di masa lalu, pengetahuan umum mengenai bisnis pelanggan, dan barangkali observasi fisik atas operasi pelanggan.

3) Kapital, mengacu pada kondisi umum bisnis pelanggan seperti yang diperlihatkan oleh laporan keuangan. Manajer kredit biasanya memberikan perhatian khusus pada ukuran solvensi dan likuiditas serta rasio – rasio lain seperti rasio modal kerja dan rasio lancar.

4) Kolateral, mengacu pada aktiva – aktiva yang ingin diberikan pelanggan sebagai jaminan untuk kredit. Kolateral bisa berbentuk aktiva apapun, seperti tanah, bangunan, atau persediaan.

(25)

5) Kondisi, mengacu kepada trend – trend ekonomi nasional dan regional yang bisa mempengaruhi kemampuan pelanggan untuk membayar. Sebagai contoh, selama periode resesi ekonomi, manajer kredit biasanya memperketat standar – standar kredit sebagai antisipasi terhadap menurunnya kemampuan para pelanggan untuk membayar. Ad. d Kebijakan Penagihan

Kebijakan penagihan merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan untuk menagih piutang. Misalnya, surat tagihan bisa dikirim kepada setiap pelanggan yang menunggak 10 hari, surat teguran, yang diikuti lewat pembicaraan telepon, bisa dilakukan jika pembayaran belum diterima dalam 30 hari. Proses penagihan itu mungkin akan memakan biaya besar dan memperburuk hubungan usaha, namun ada baiknya perusahaan mengambil sikap tegas guna mencegah pengulur – uluran waktu pembayaran serta kerugian yang akan diderita. Keseimbangan biaya dan manfaat harus selalu diperhitungkan dalam menetapkan kebijakan penagihan yang akan dijalankan.

2. Prosedur Penjualan Kredit dan Penagihan Piutang

Untuk menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan dilaksanakan dengan baik, maka perlu diciptakan prosedur untuk kegiatan tersebut. Prosedur ini sekaligus juga memuat dasar-dasar umum pengawasan intern yang dapat menghindari kecurangan dan untuk meningkatkan hasil kerja.

(26)

Adapun yang dimaksud dengan prosedur di sini adalah suatu urutan kegiatan kerja yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam terhadap transaksi perusahaan yang terjadi. Prosedur pengawasan piutang tidak terlepas dari prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang, atau dengan kata lain prosedur penjualan kredit dan prosedur penagihan piutang adalah bagian dari prosedur pengawasan piutang.

a. Prosedur Penjualan Kredit

Prosedur penjualan kredit adalah serangkaian kegiatan administrasi yang dilakukan oleh beberapa orang untuk melakukan transaksi penjualan kredit kepada pelanggan.

Menurut Mulyadi (2000 : 211) fungsi yang terkait dengan penjualan kredit adalah : a. Fungsi Penjualan b. Fungsi Kredit c. Fungsi Gudang d. Fungsi Pengiriman e. Fungsi Penagihan f. Fungsi Akuntansi Ad. a Fungsi Penjualan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana akan dikirim, dan

(27)

Ad. b Fungsi Kredit

Fungsi ini bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Karena hampir semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan kredit, maka sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus terlebih dahulu diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit. Jika penolakan pemberian kredit seringkali terjadi, pengecekan status kredit perlu dilakukan sebelum fungsi penjualan mengisi surat order penjualan. Untuk mempercepat pelayanan kepada pelanggan, surat order pengiriman dikirim langsung ke fungsi pengiriman sebelum fungsi penjualan memperoleh otorisasi kredit dari fungsi kredit. Namun, tembusan kredit harus dikirimkan ke fungsi kredit untuk mendapatkan persetujuan kredit dari fungsi tersebut. Dalam hal otorisasi kredit tidak dapat diberikan, fungsi penjualan memberitahu fungsi pengiriman untuk membatalkan pengiriman barang kepada pelanggan.

Ad. c Fungsi Gudang

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.

Ad. d Fungsi Pengiriman

Fungsi ini beranggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar

(28)

dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/ pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi.

Ad. e Fungsi Penagihan

Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.

Ad. f Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Disamping itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.

Selanjutnya Mulyadi (2000 : 219) juga mengemukakan jaringan prosedur yang membentuk sistem penjualan kredit, yaitu :

a. Prosedur order penjualan b. Prosedur persetujuan kredit c. Prosedur pengiriman

d. Prosedur penagihan

e. Prosedur pencatatan piutang f. Prosedur distribusi penjualan

g. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan Ad 1) Prosedur Order Penjualan

(29)

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli. Ad 2) Prosedur Persetujuan Kredit

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.

Ad 3) Prosedur Pengiriman

Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan.

Ad 4) Prosedur Penagihan

Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini membuat surat order pengiriman.

Ad 5) Prosedur Pencatatan Piutang

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang.

(30)

Ad 6) Prosedur Distribusi Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.

Ad 7) Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

b. Prosedur Penagihan Piutang

Prosedur penjualan kredit tidak terlepas dari prosedur penagihan piutang, karena sumber penerimaan kas bagi perusahaan yang melakukan penjualan secara kredit berasal dari pelunasan piutang dari debitur atau pelanggan.

Menurut Mulyadi (2000: 487) fungsi yang terkait dalam system penerimaan kas dari piutang terdiri dari :

a. Fungsi Sekretariat b. Fungsi Penagihan c. Fungsi Kas

d. Fungsi Akuntansi

e. Fungsi Pemeriksa Intern Ad. a Fungsi Sekretariat

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi secretariat bertanggung jawab dalam penerimaan cek dan surat pemberitahuan (remittance advice) melalui pos dari para debitur perusahaan. Fungsi secretariat bertugas untuk membuat daftar surat pemberitahuan atas dasar surat pemberitahuan yang diterima bersama cek dari para debitur.

(31)

Ad. b Fungsi Penagihan

Jika perusahaan melakukan penagihan piutang langsung kepada debitur melalui penagih perusahaan, fungsi penagihan bertanggung jawab untuk melakukan penagihan kepada para debitur perusahaan berdasarkan daftar piutang yang ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.

Ad. c Fungsi Kas

Fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi secretariat (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui pos) atau dari fungsi penagihan (jika penerimaan kas dari piutang dilaksanakan melalui penagih perusahaan). Fungsi kas bertanggung jawab untuk menyetorkan kas yang diterima dari berbagai fungsi tersebut segera ke bank dalam jumlah penuh.

Ad. d Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas dari piutang ke dalam jurnal penerimaan kas dan berkurangnya piutang ke dalam kartu piutang.

Ad. e Fungsi Pemeriksa Intern

Dalam sistem penerimaan kas dari piutang, fungsi pemeriksa intern bertanggung jawab dalam melaksanakan perhitungan kas yang ada ditangan fungsi kas secara periodik. Disamping itu, fungsi pemeriksa Intern bertanggung jawab dalam melakukan rekonsiliasi bank, untuk mengecek ketelitian catatan kas yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi.

(32)

Adapun prosedur penagihan piutang melalui penagih perusahaan dapat dilakukan sebagai berikut :

a. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada bagian penagihan

b. Bagian penagihan mengirimkan penagih, yang merupakan karyawan perusahaan untuk melakukan penagihan kepada debitur.

c. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan (remittance advice) dari debitur.

d. Bagian penagihan menyerahkan cek kepada bagian kas

e. Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk keperntingan posting ke dalam kartu piutang.

f. Bagian kas mengirim kuitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur g. Bagian kas menyetorkan cek ke bank, setelah dilakukan endorsemen atas

cek tersebut oleh pejabat yang berwenang.

h. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.

(33)
(34)
(35)
(36)

3. Pengendalian Intern atas Piutang

Agar penerapan pengawasan lebih baik, maka dibuat dalam suatu sistem yang disebut pengawasan intern atau pengendalian intern. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi mengenai pengendalian intern.

The Committee on Auditing Procedures mendefinisikan pengendalian intern (Internal Control) sebagai berikut :

Pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang digunakan dalam perusahaan untuk mengamankan harta, mengecek kecermatan dan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan memastikan pentaatan pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan manajemen. Definisi tersebut mungkin lebih luas daripada pengertian yang kadang – kadang diberikan untuk istilah ini. Definisi ini mengakui bahwa suatu “sistem” pengendalian intern bukan saja terbatas pada hal – hal yang langsung berhubungan dengan fungsi – fungsi dari departemen akuntansi dan keuangan (Wilson dan Campbell, 1996 : 122).

Kemudian SAS (Statement on Auditing Standard) No. 48 mendefinisikan pengawasan intern sebagai berikut :

a. Pengawasan Administrasi b. Pengawasan Akuntansi Ad. a Pengawasan Administrasi

Pengawasan administrasi tidak hanya terbatas pada struktur organisasi, prosedur dan catatan yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk melaksanakan transaksi yang diotorisasi manajemen. Otorisasi ini merupakan fungsi manajemen yang langsung menyangkut tanggung jawabnya untuk mencapai tujuan perusahaan dan hal ini

(37)

merupakan awal dalam melaksanakan pengawasan akuntansi (accounting control) atas transaksi perusahaan.

Ad. b Pengawasan Akuntansi

Pengawasan akuntansi meliputi struktur organisasi serta prosedur dan catatan yang berhubungan dengan usaha untuk menjaga keamanan aktiva dan dipercayainya catatan keuangan perusahaan, oleh karenanya sistem pengawasan ini disusun sehingga memberi keyakinan bahwa :

1) Transaksi dilaksanakan sesuai dengan perintah dan otorisasi manajemen

2) Transaksi dicatat untuk memenuhi :

a) Penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim

b) Pengendalian pertanggung jawaban atas aktiva.

3) Pemakaian aktiva hanya dibenarkan dengan persetujuan atau otorisasi manajemen

4) Catatan mengenai aktiva tadi dapat dibandingkan dengan aktiva itu secara fisik dalam waktu – waktu tertentu. Dan apabila terdapat perbedaan dapat diambil tindakan koreksi dengan segera.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2001 : 319.2) pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan yakni :

a. Lingkungan pengendalian b. Penaksiran resiko

c. Aktivitas pengendalian d. Informasi dan komunikasi e. Pemantauan

(38)

Ad.a Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personil organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua komponen atau unsur pengendalian intern, yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entilitas antara lain :

1) Nilai integritas dan etika

2) Komitmen terhadap kompetensi 3) Dewan komisaris dan komite audit 4) Filosofi dan gaya operasi manajemen 5) Struktur organisasi

6) Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab 7) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

Ad.b Penaksiran resiko

Penaksiran resiko untuk tujuan laporan keuangan adalah identifikasi, analisis dan pengelolaan resiko entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Ad.c Informasi dan Komunikasi

Sistem akuntansi diciptakan untuk mengidentifikasi, menggolongkan, menganalisis, mencatat dan melaporkan transaksi suatu entitas serta menyelenggarakan pertanggungjawaban kekayaan dan utang entitas tersebut. Menurut Mulyadi (2002 : 189) sistem akuntansi yang efektif

(39)

dapat memberikan keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat atau terjadi adalah :

1) Sah

2) Telah diotorisasi 3) Telah dicatat

4) Telah dinilai secara wajar 5) Telah digolongkan secara wajar

6) Telah dicatat dalam periode yang seharusnya

7) Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu dan telah diringkas dengan benar

Komunikasi mencakup penyampaian informasi terhadap semua personil yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam maupun di luar organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan penyimpangan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas. Pedoman kebijakan, pedoman akuntansi dan pelaporan keuangan, daftar akun dan memo juga merupakan bagian dari komponen informasi dan komunikasi dalam pengendalian intern.

Ad.d Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur memberikan keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi resiko dalam pencapaian tujuan entitas.

Ad.e Pemantauan

(40)

melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk menentukan apakah pengendalian intern tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan.

Pengendalian intern terhadap piutang sangat penting karena tanpa pengawasan yang baik perusahaan akan menanggung resiko akibat piutang yang tidak tertagih maupun penyelewengan-penyelewengan yang mungkin terjadi yang dapat merugikan perusahaan. Dengan adanya pengendalian intern ini diharapkan dapat mencegah atau mengurangi kerugian yang timbul karena piutang.

Oleh karena itu, pengendalian intern piutang seharusnya diawali dari penerima penjualan, persetujuan oleh bagian kredit, pengiriman barang, penerbitan faktur dengan penagihan piutang. Satu hal yang pokok dalam pengendalian intern piutang ialah dengan memisahkan bagian yang bertanggung jawab atas pengiriman barang, penagihan kepada pelanggan serta penerimaan pembayaran dari pelanggan. Karyawan yang bertanggung jawab menangani penjualan harus dipisahkan dari karyawan yang menangani akuntansi untuk piutang dan persetujuan kredit. Karyawan yang menangani akuntansi untuk piutang tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Menyangkut fungsi-fungsi akuntansi, fungsi-fungsi yang berkaitan seharusnya dipisahkan. Karyawan yang menyimpan buku pembantu piutang hendaknya tidak memiliki akses ke penerimaan kas. Karyawan yang menangani penerimaan kas seharusnya tidak mempunyai otoritas untuk menerbitkan memo kredit atau mengotorisasi penghapusan piutang. Maka dengan adanya pemisahan fungsi-fungsi ini

(41)

diharapkan dapat mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan atau penyalahgunaan dana.

Pengendalian intern piutang tidak terlepas kaitannya dengan pengawasan terhadap penjualan kredit dan penagihan piutang. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau penyelewengan terhadap piutang, maka perlu dirancang unsur-unsur pengendalian intern yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit dan penagihan piutang.

Menurut Mulyadi (2001 : 221) unsur pokok pengendalian intern dalam sistem penjualan kredit terdiri dari :

Organisasi

1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit.

2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit.

3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas.

4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fumgsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tertentu.

Sistem Otorosasi dan Prosedur Pencatatan

5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman.

6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).

7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman.

8. Penetapan harga jual, syarat pengangkutan barang dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut.

9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan.

10.Pencatatan ke dalam kartu pitang dan ke dalam jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk,

(42)

11.Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yang Sehat

12.Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.

13.Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.

14.Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.

15.Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.

Selanjutnya unsur pengendalian intern dalam sistem penerimaan kas dari piutang terdiri dari :

Organisasi

1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan dan fungsi penerimaan kas.

2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

3. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara pemindahbukuan (giro bilyet).

4. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi. 5. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi

(Bagian Piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.

Praktik yang sehat

6. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor penuh ke bank dengan segera.

7. Para penagih dan kasir harus diasuransikan (fidelity bond insurance).

8. Kas dalam perjalanan (baik yang ada di tangan bagian kas maupun di tangan penagih perusahaan) harus diasuransikan (cash-in-save dan cash-in-transit insurance). (Mulyadi, 2001 : 490).

(43)

E. Kerangka Konseptual

Untuk menyelesaikan masalah yang tertuang dalam skripsi ini, penulis akan menguraikan alur berfikir penulis dalam permasalahan sebagai berikut :

Gbr. 2.1 Kerangka Konseptual

COLLECTOR KASIR DAN BANK

SATUAN PENGAWASAN INTERN ( SPI ) PT. SUCOFINDO (PERSERO) CABANG MEDAN PENJUALAN JASA SECARA TUNAI PENJUALAN JASA SECARA KREDIT PIUTANG PENCATATAN DAN PENAGIHAN PENGAWASAN INTERN PIUTANG

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan : Berita Acara Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Semarang Nomor 60/PP.02.2-BA/3322/KPU-Kab/VI/2020, tanggal 13 Juni 2020, tentang Tindak

Analisis kesesuaian pelepasan ranitidin HCl dari tablet lepas lambat dengan matriks HPMC dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan persyaratan pelepasan sediaan

Keterangan ahli yang dibutuhkan adalah ahli di bidang lingkungan seperti ahli kerusakan tanah, kebakaran hutan, ahli gambut, serta ahli hukum lingkungan. Namun dengan

b) Capaian pembelajaran ( learning outcomes ) program studi selain bersandar pada hasil tracer study , market signal dan need analysis dari stakeholder , juga harus

Penggandaan nodul pada eksplan yang berasal dari bunga terjadi 4 bulan setelah disubkulturkan ke medium pertunasan, sedangkan tunas baru muncul setelah tanaman berumur 6

III A Farida Herna Astuti, M.Pd Wiwik Zainar Sriutami, M.Pd. Pasca 4.2 Konseling Lintas

[r]

Sampel dalam penelitian ini adalah pelanggan e-commerce wilayah Surakarta yang pernah melakukan transaksi lewat internet, sedangkan sampel dalam penelitian Fitra