• Tidak ada hasil yang ditemukan

upaya mengungkap peranan kearifaan lokal sebagai acuan untuk membentuk pekerti bangsa 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "upaya mengungkap peranan kearifaan lokal sebagai acuan untuk membentuk pekerti bangsa 2012"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

JURNAL IKADBUDI

JURNAL ILMIAH B.AHASA, SASTRA, DAN BUDAYA DAERAH

SUSUNAN REDAKSI

Ketua

Sekretaris

Anggota

Redaktur Penyelia :

Desain sampul

Sekretariat

Penerbit

Alamat Redaksi

:

Drs. Sutrisna Wibawa, M. pd. (UNy)

:

Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum.

(UNy)

: Prof. Dr. Marsono, S.U. (UGM)

Prof. Dr. Endang Nurhayati, M. Hum. (UNy) Prof. Dr. Yuwana Sudikan (UNESA)

Prof. Dr. Sumartam (UNS) Dr. F.X. Rahyono (Ut) Dr. Ery lswary (UNHAS) Dr. Dingding Haerudin (Up j)

Dr. Muh Rapi (UNM)

Dr. I Made Suarta, S.H., S.U. (tKtp pGRt Bati)

!r.

lWayan

Suardiana, M. Hum. (UDAYANA)'

Sucipla Hadi Purnama, M. Hum. (UNES) Dr. Gugun Gunardi (UNPAD)

Prof. Dr. Suwarna, M. pd. (UNy) Mulyana, M. Hum. (UNY)

: Tim IKADBUDI

: Afendy Widayat, M.Phit. (UNy) Avi Meilawati, S.Pd.. M.A. (UNy)

:

lkatan Dosen Budaya Daerah Se-lndonesia Bekerja Sama dengan Jurusan pendidikan Bahasa Daerah Fakultas Bahasa dah Seni Universitas Negeri Yogyakarta

: Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri yogyakarta

Jl

-Colombo No 1 Karangmalang

Vogyakirta

q52ql

retp

(0274) 5s6168.

rars

1027+; s48206. Email: ikadbudi@uny.ac.id. Websiie:

www. i kad bud i. u ny. ac. id.

Tulisan yang dimuat di Jurnal lkadbudi belum tentu meruoakan cerminan sikap dan atau pendapat penyunting pelaksana,

(3)

I

DARI REDAKSI

Sebuah kebanggaan, Jurnal lkadbudi yang pertama akhirnya dapat terbit. Penerbitan Jurnal lkadbudi sesuai dengan Visi dan Misi lkqgbudi yqng

diputuskan pada kegiatan Konferensi Nasional Dosen Baha.:-a' 93:1la:

9al

Budaya Daerah se-lndonesia tanggal

8-9

Agustus 2009

di

Hotbl"Eden

l

Kaliuiang Yogyakarta, yaiiu melakianakan pendidikan, penelitian, ddn peng-aooian

fipaji

masyaiakat

di

bidang bahasa, sastra, dan budaya daerah se-lndonesia. Terbitnya Jurnal lkadbudi diharapkan dapat menjadi salah satu tindakan nyata dalam mewujudkan Visi dan Misi IKADBUDI' yaitq;t-

I:

wujudnya masyirakat akademik cendekia' cermat, dan peduli pada bidang

bahasa, sastra,

dan

budaya daerah di seluruh lndonesia'

IKADBUDI adalah singkatan dari lkatan Dosen Budaya Dagph lnQ'g-nesia. Organisasi profesi ini sebagai wadah kegiatan akademik para dqs9n pengajar 6udaya daerah, termausk bahasa, sastra, fllologi, dan seni dadrah'

Gurb"t

"ouul. merupakan simbol IKADBUDI berupa teratai,

yang meng'

gambarkan sumber ilmu pengetahuan yang tidak ada habisnya jika' digall 6engna dmeikian jurnal ini dimaksudkan untuk mengglai dan

mewadahirSe-luruh aspi!-asi akademik dosen

Terima kasih kami sampaikan kepada penyumbang tulisan pada edisi ini, serta kepada berbagai pihak yang telah membantu pada proses pener-bitan Jurnal lkadbudi yang pertama. Redaksi mengharapkan para anggota ikadbudi berpartisipasi aktif untuk memberikan kontribusi pada edisi

sblan-jutnya.

Yogyakarta, Fefiu€ri 2012

(4)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

REDAKSI...

i

DAFTAR

tst...

...ii

NILAI-NILAI KEPEMIMPINAN

JAWA

UNTUK IVIEMBANGUN KEHIDUPAN BANGSA

Damoko...

... 1

AMEMANGUN

MRYENAK

TYA S//VG SESAMA:

WUJUD

UNGGAH-UNGGUH BERBAHASA JAWA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN WATAK

BANGSA YANG TANGGUH

5uhafti...

... 13

KESUSASTRMN BALI DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL lWayan

Suardiana...

...24 NILAI.NILAI

LUHUR

DALAM UNGKAPAN JAWA SEBAGAI FONDAMEN

KEHIDUPAN MASYARAKAT BERBUDAYA

Endang

Nurhayati

...43

ESTETIKA MUSIK DALAM OPERA RAJA BALI CHANDRA KIRANA KARYA

VINCENT MoDERMOTT

Kustap...

... 51

KONSEPSI -KESEMPURNMN" HIDUP JAWA DALAM TEKS SERA T PAS-THIKAMAYA

Hesti Mulyani

...

...64 PENGEMBANGAN BAHASA DAERAH (SUNDA) MELALUI PEMBINAAN KEGIATAN APRESAISI BAHASA DAN SENI DI JAWA BARAT

Dingding

Haerudin

...7 s NILAI FILOSOFIS

LAGU

KARYA

KI

NARTASABDA DALAI\4 PENTAS

WAYANG PURWA

Purwadi

...

... g2

ETIKA DAN NILAI.NILAI SOSIAL BUDAYA MAKASSAR MELALUI REF.

LEKSI BAHASA DALAM KONTEKS LOKAL-GLOBAL

Ery

lswary.

... 88

SERAT NITIPRANA SEBAGAI SUMBER KEARIFAN DALAM PEMBEN. TUKKAN PEKERTI BANGSA

Nurhidayati...

...96 ETNOPEDAGOGI DALAM KAULINAN DAN KAKAWIHAN BARUDAK SUN-DA
(5)

. i r : ":rr:.* :),

UPAYA MENGUNGKAP PERANAN KEARIFAN LOKAL SEBAGAI ACUAN

UNTUK PEMBENTUKAN PEKERTI BANGSA

Edt

ETIKA HUKUM JAWA

PraptoYuwono.

... 130

AJARAN BUDI PEKERTI DALAM RINGGIT PURWA

Afendy

Widayat..

... 141

REAKSI SANG PUJANGGA TERHADAP PELANGGARAN ETIKA: KTitiK

Sosiaf Yasadipura ll dalam Serat Wicara Keras

Venny

lndia

Ekowati

...

... 152

DINAMISASI BAHASA DAN BUDAYA JAWA: Me-ngelola Perubahan Bahasa

dan Budaya Jawa dalam Perspektif Sosio-Kultural

Mu1yana...

... 163

.i

. :ti

(6)

f

'.

i!

UPAYA MENGUNGKAP PERANAN KEARIFAN LOI(AL SEBAGAI ACUAN UNTI.'K PEMBENTUKAN PEKERTI BANGSA

Siti MulYani

Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract

Local wisdom have a good values to develop character of nation. This research aims to know tho Javanessee folklore that

is

used to describe the forbidden and the command that regulate the siciality life.

Keword:

folklore, local wisdom

PENDAHULUAN

Negara Kesatuan RePublik ln-donesia terdiri atas berbagai

kelom-pok etnis, sehingga secara budaya

bukan merupakan suatu entitas

kul-tural yang homogen, tetapi

merupa-kan suatu entitas kultural yang

ma-jemuk atau sangat heterogen.

Seti-ap etnis masing-masing mempunyai

semangat

atau

ideologi

yang

me-nyatakan bahwa kelompoknya lebih

superior daripada kelompok etnis

yang lain. Akibat dari adanya

ideo-logi ini maka setiap kelompok etnis

atau

kelompok

etnis yang

mem-punyai

sikap

etnosentrisme yang

tinggi akan berprasangka,

melaku-kan stereotyping, diskriminasi, dan

jarak sosial terhadap kelompok lain

(Liliweri,2007: 92)

lndonesia sebagai

bangsa

yang secara kultural merupakan

ne-gara yang di dalamnya tidak hanya

terdapat budaya yang tunggal tentu

menghadapi banyak persoalan yang

terkait dengan keragaman tersebut.

Persoalan-persoalan

yang

muncul

bahkan sampai mengakibatkan

ada-nya

konflik

antarkelompok etnik,

artargolongan,

dan

antraumat

ber-agama. Ayu Sutarto (2006:73)

me-nyebutkan bahwa

dalam

perjalan

sejarah lndonesia tidak pernah sepi

dari terjadinya konflik, baik

terselu-bung

maupun terbuka. TerjadinYa konflik antaretnik dan antarumat

ber-agama yang dibumbui dengan

kon-flik

kepentingan

dan

sentimen

pri-mordial seringkali

menggoyahkan

Negara kesatuan Republik

lndone-sia

dan

.menyebabkan terganggu-nya kehidupan bermasyarakat dan

kerukunan berbangsa.

Demi masa depan kehidupan

bangsa lndonesia yang lebih baik,

yaitu teratasinya konflik-konflik yang

berkepanjangan

salah satu

jalan

yang harus

dilakukan adalah de-ngan cara memahami dengan benar

anatomi kultural dari masing-masing

etnis yang hidup

di

lndonesia.

Pe-mahaman tersebut beruPa

Pema-haman kearifan lokal yang terkan-dqng dalam masing-masing

kelom-pok etnis. Kearifan lokal itu bersum-ber dari tradisi masyarakat seiempat

yang

selama

berabad-abad telah

dijadikan kebanggaan

dan

rujukan

dalam menapaki kehidupan

berma-syarakat. Dengan demikian

pengga-lian, pemahaman dan

pengaplikasi-an

kearifan lokal dipercaya dapat memberlkan kontribusi terhddap ter-ciptanya kehrdupan yang harmonis

yaitu kehidupan yang penuh dengan

kedamaian

dan

ketenteraman.
(7)

120

bagai

misal

kelompok etnis Jawa

yang merupakan kelompok

mayori-tas

kearifan lokalnya

tidak

hanya dapat dipergunakan sebagai ru.iukan dalam mengendalikan

dan

menga-rahkan kehidupan dalam

masyara-kat

Jawa,

namun dalam kaitannya

dengan kehidupan berbangsa dan

bernegara dapat dipergunakan

se-bagai

rujukan tentang pentingnya kesatuan dan persatuan dalam men-capai tujuan bersama. .

Kearifan lokal masyarakat

Ja-wa

dapat terungkap melalui tradisi

lisan yang disebarkan dari mulut ke

mulut oleh masyarakat dalam

kehi-dupan

sehari-hari. Kearifan lokal

yang

berupa tradisi lisan tersebut

mengandung nilai-nilai budi pekertj

yang dapat dijadikan tuntunan untuk

membentuk

pekerti

bangsa yang

luhur dalam mewujudkan kehidupan

berbangsa dan bernegara yang

har-monis. Nilai-nilai tersebut

diantara-nya mencakup nilai keimanan dan

ketaqwaan, kejujuran, kemanusiaan,

dan kerja keras yang kesemuanya

merupakan cerminan nialai-nilai lu-hur.

Nilai-nilai luhur ada yang ter-kait dengan bagaimana cara memi-lih, dan ajaran bagaimana kita

bersi-kap dalam kehidupan di masyarakat

luas. Namun kalau dilihat lebih

sek-sama nilai-nilai luhur tersebut ada

yang

diekspresikan

dalam

bentuk perintah untuk dilaksanakan namun

ada pula berupa

larangan/pantang-an ylarangan/pantang-ang

harus

dihindari agar dapat

menciptakan kehidupan masyarakat

yang harmonis. Hal inilah yang perlu

diungkap agar ajaran luhur tersebut

benar-benar dapat diungkapkan

le-bih lanjut dapat dipergunakan

seba-gai

rujukan untuk berperilaku atau

bersikap

dengan

sebaiknya atau

dengan benar. Dengan

diaplikasi-kannya nilai-nilai itu oleh setjap

war-ga lndonesia secara tidak langsung

terwujudlah

pekerti bangsa

yang luhur.

Terkait dengan hal itu,

maka-lah ini beiupaya mengungkap

perin-tah dan

larangan

atau

pantangan

dalam hal

ini

apa-apa yang harus

dilaksanakan

dan

apa

yang

harus

dihindari yang merupakan butir-butir kearifan lokal Jawa yang terkandung

dalam

ungkapan tradisional Jawa

yangdapat dipergunakan sebagai

rujukan

untuk

membentuk pekerti bangsa. Lebih rincj makalah ini ber-usaha untuk:

1.

mediskripsikan ungkapan

tradi-sional Jawa yang dipergunakan

untuk

menyampaikan perintah dan larangan

2.

memaparkan

perintah-perintah

yang dapat dipergunakan

seba-gai

rujukan

tentang

perbuatan

yang harus dilakukan dalam

ke-hidupan

bermasyarakat, yang

tercermin dalam ungkapan tradi-sional Jawa

3.

memaparkan larangan-larangan

yang

termuat

dalam

ungkapan

tradisional Jawa yang dapat

di-pergunakan sebagai rujukan

ten-tang

sesuatu

perbuatan yang

harus dihindarkan dalam kehid

u-pan di masyarakat,

4.

memaparkan perintah dan

laran-gan yang terkandung dalam ung-kapan tradisronal Jawa yang

ma-sih relevan

dengan kehidupan masyarakat saat ini. Perintah dan

larangan

tersebut dapat diper-gunakan sebagai rujukan tentang

perbuatan yang harus dilakukan

dalam kehidupan bermasyarakat,

sedangkan pantangannya

(8)

gunakan sebagai rujukan tentang

sesuatu yang harus dihindarkan

dalam kehid upan di masyarakat,

5.

memaparkan cara memahankan

dan memasyarakatnya ungkaPan

tradisional yang sarat dengan

ni-lai luhur tersebut

UNGKAPAN TRADISIONAL SEBA-GAI SALAH SATU WUJUD KEKA-YAAN KEARIFAN LOKAL

Masyarakat Jawa khususnya

Yogyakarta

merupakan cerminan

masyarakat

yang

multikulturalisme

karena dalam kehidupan

masyara-kat Yogyakarta tersusun dari

berba-gai

kebudayaan. Meskipun terdiri

atas

berbagai kebudayaan namun

dalam kehidupannya

masyarakat

Yogyakarta merasa nyaman,

Pera-saan nyaman yang dirasakannya itu

berupa suasana tanpa kecemasan,

tanpa

mekanisme Pertahanan diri

dalam pengalaman dan perjumpaan

antarbudaya. Kenyaman hidup ter-sebut dapat terwujud karena penge-tahuan yang dimiliki oleh para

war-ganya.

Pengetahuan

itu

dibangun

oleh keterampilan yang mendukung

suatu proses komunikasi yang

efek-tif

dengan setiap orang dari setiap

kebudayaan yang dijumpai, dalam

setiap situasi yang melibatkan

seke-lompok orang

yang

berbeda latar

belakang kebudayaannya.

Perbedaan-perbedaan ltu

me-liputi perbedaan nilai, norma,

keper-cayaan, bahasa, sikap, dan persepsi

yang kesemuanya dapat

mempen-garuhi pola komunikasi

antarbuda-ya. Kalau yang terlibat dalam

komu-nikasi tersebut tidak menyadari

ada-nya perbedaan itu maka dalam

Pro-ses

komunikasi

yang

melibatkan

komunikasi antar budaya atau lintas

1?1

budaya dapat menimbulkan adanYa

kesalahpahaman, prasangka, dan sikap diskriminatif. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa orang-orang

yang

berada dalam wilayah Yang

muliikultur atau multibudaya adalah

orang yang telah mempelajari dan

mempergunakan kebudaYaan

seca-ra

cepat, efektif, jelas,

serta

ideal

dalam interaksi dan komunikasi de-ngan orang rain (David dalam Liliwe-ti, ?007)

Aspek kebudayaan yang telah

dipergunakan

oleh

pendukungnya

untuk hidup dalam masyarakat Yang

multikultural tersebut

di

antaranya

berupa kearifan

lokal

budaYanYa

yang bersumber dari tradisi masya-rakatnya yang dijadikan kebanggaan dan rujukan hidup dalam kehidupan. Kearifan lokal termasuk di dalamnya

kearifan lokal Jawa merupakan

pro-duk

budaya nenek moyang yang

secara terus menerus dijadikan

pe-gangan hidup para pendukungnya,

meskipun

kearifan

lokal

tersebut bersifavbernilai

lokal

namun

nilai

yang terkandung di dalamnya dapat berterima oleh masyarakat budaya

lain atau

meskipun kearifan lokal

bersifat

kedaerahan

namun

nilai

yang dikandungnya bersifat

univer-sal

dan dapat diaplikasikan dalam

kehidupan

dari

dulu sampai seka-rang Hal itu sejalan dengan

penda-pat

MardarJita

dalam

Ayotrohaedi

(1986)

yang

menyatakan bahwa

unsur-unsur budaya lokal potensial

sebagai lokal genius/kearifan lokal

telah terujr kemampuannya sampai

sekarang, hal rtu nampak pada

ciri-cirinya sebagai berikut:

a.

unsur-unsur buoaya lokal (keari-fan lokal) tersebut mampu berta-han sampai sekarang,

b.

kearifan

lokal

memiliki

kemam-puan

rnenqinteg

rasikan

unsu r
(9)

122

budaya luar ke dalam budaya

lo-kal.

c.

memiliki kemampuan mengako-modasi unsur-unsur budaya luar,

d.

mampu mengendalikan perilaku

masyarakat pendu ku ngnya serta,

e.

mampu memberi

arah

perkem-bangan budaya setempat

Secara

konseptual kearifan lokal atau keunggulan lokal

merupa-kan

kebijaksanaan manusia yang

bersandar pada

filosofi,

nilai-n ilai,

etika, cara-cara, dan perilaku yang

melembaga secara tradisional

da-lam masyarakat pendukungnya.

Ke-arifan lokal tersebut merupakan

pro-duk budaya masa lalu yang secara

terus menerus dtadikan tolok ukur

perilaku baik dan buruk dalam

ma-syarakat pendukungnya. Nilai-nilai

yang

ditemukan

dalam

kehid upan

masyarakat ada dua macam, yaitu:

nilai-nilai yang baik serta nilai-nilai

yang tidak baik. Nilai-nilai tersebut

ada yang disampaikan secara lisan

dari mulut

ke

mulut, dari generasr

yang satu kepada generasi lainnya,

penyampaian yang seperti

itu

ter-masuk dalam tradisi lisan.

Tradisi lisan yang berkembang

di

tengah{engah masyarakat ada

yang diwujudkan dalam bentuk

ung-kapan tradisional yang disebarkan

luaskan dalam masyarakat dari

mu-lut

ke

mulut. Ungkapan tradisional

dipergunakan sebagai sarana untuk

menyampaikan nilai-nilai atau

nor-ma-norma dalam masyarakat,

kare-na

dalam ungkapan tersebut

ter-kandung berbagai fungsi sosial di

antaranya terungkap berikut in i.

1.

Ungkapan iradisional

diperguna-kan untuk menegakdiperguna-kan nilai dan

norma yang berlaku dalam

ma-syarakat. Dalam hal ini nilai me-rupakan acuan yang diperg una

kan sebagai pedoman untuk

ber-sikap/bertindak bagi setiap

ang-gota masyarakat iertentu sehing-ga perbuatan/ sikap tersebut dini-lai baik atau buruk.

2.

Menelaah nila-nilai

dan

norma-norma

yang

terkandung dalam

ungkapan tradisional dapat me-nun.jang

terbinanya

pergaulan

nasional. Dengan terungkapnya kandungan nilai dan norma

da-lam

ungkapan tradisional akan

dapat diketahui pula oleh

anggo-ta

masyarakat yang berasal dari

kelompok budaya

lain.

Dengan

saling

dimengertinya

nilai

dan

norma

tersebut

maka

masing-masing akan dapat mempergu-nakannya sebagai sarana

komu-nikasi yang pada akhirnya akan

dapat terbina solidaritas sosial di

antara anggota masyarakat

mes-kipun berbeda asal budayanya.

Dengan

demikian

pentinglah

upaya untuk meng u ng ka p/menelaa h

ungkapan tradisonal, karena

di

da-lam kehidupan bermasyarakat perlu

adanya

nilai atau

norma.

Liliweri

(2007) menyebutkan bahwa norma merujuk pada perilaku rata-rata,

pe-rilaku tipikal atau perilalfl usual,

ka-rena

sesuaiu

d ra

nggap

sebagai

norma apabila sesuatu tersebut me-rupakan sesuatu yang berulang atau

sesuatu

yang

sering

dipraktikkan dalam suatu masyarakat. Lebih

lan-jut

dtelaskan bahwa dalam suatu

masyarakat diperlukan adanya

nor-ma ideal untuk menjelaskan

perila-ku-perilaku yang seharusnya dilaku-kan oleh anggota setiap masyara-kat. Jika ada seorang anggota

ma-syarakat melangar

norma

maka

yang bersangkutan dikenakan

sank-si

berupa akibat sosial bagi

sese-orang yang melanggar norma.

(10)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa

norma ada yang berupa tata

kela-kuan

yang

berfungsi sebagai alat

pengawasan.

Tata

kelakuan

mem-berikan batas-batas pada

kelakuan-kelakuan individu. Dalam hal ini tata

kelakuan merupakan alat yang

me-merintahkan

dan

sekaligus

mela-rang

seorang anggota masyarakat

melakukan suatu perbuatan. Berikut

akan dipaparkan perintah dan lara-ngan yang termuat dalam ungkapan

tradisional Jawa yang dapat

diper-gunakan

sebagai rujukan

untuk

membentuk pekerti bangsa

PERINTAH

DALAM

UNGKAPAN

TR,ADISIONAL JAWA

Ungkapan tradisional Jawa

yang berisi perintah yang dapat di-pergunakan sebagai rujukan tentang

perbuatan

yang harus

dilakukan

dalam

kehidupan

bermasyarakat dan bernegara dapat dikelompokkan

menjadi dua bagian. Bagian

perta-ma

berupa ungkapan

yang

mem-pergunakan satuan lingual yang

ber-makna

perintah

dan

yang

kedua

ungkapan yang aspek perintahnya

tidak dinyatakan dengan satuan

li-ngual yang bermakna perintah

se-hingga perintahnya dinyatakan se-cara tidak langsung.

Ungkapan yangmengandung perintah

yang

dinyatakan secara langsung tercermin dalam ungkapan tradisional Jawa berikut ini.

1.

Ngelingana

bibit

kawite

'ingat-lah akan asal-usulnya'

Ungkapan di atas megandung

perintah

yang

dinyatakan secara

langsung dengan pemakaian kata

ngelingana'ingatlah'

yang

artinya

perintah supaya ingal.. Ngelingana

'ingatlah' yang berupa kaia ladian

123

yang berasal dari kata dasar eling

'ingat' dan imbuhan /V- -ana. Secara

lengkap ungkapan ngelingana bibit kawite'ingallah akan asal-usulnya' ditujukan

kepada

setaap anggota masyarakat atau setiap warga

nega-ra

yang telah mencapai

keberhasi-lan

dalam segala

hal

atau

sudah

menempati kedudukan yang tinggi

atau

mapan, memiliki

kekayaan

yang melimpah ruah diperintahkan

untuk mengingat asal-usulnya.

Dalam hal

ini

yang

bersang-kutan

diperintahkan

untuk

tidak mengubah sikap, penampilan, atau

gaya secara drastis. Dengan sikap,

penampilan, atau gaya yang relatip

sama

dari

seseorang

yang

telah

mencapai kesuksesan membuat

o-rang-orang yang hidup di sekeliling-nya .juga merasa senang dan

nya-man. Dengan demikian

yang

ber-sangkutan

dapat

mewujudkan

ke-selarasan dan keseimbangan hidup dengan masyarakat di sekitarnya.

2.

Ngelingana

tembe

burine

'in-gatlah hari kemudian'

Ungkapan

di

atas

memerin-tahkan setiap anggota masyarakat

untuk

mengingat

hari

kemudian. Perintah itu nampak dalam

pemakai-an

kala ngelingana 'ingatlah' yang

merupakan

suatu

kata

yang

ber-makna perintah

untuk

mengingat.

Terkait

ungkapan

tersebut

setiap

anggota masyarakat Jawa diperin-tah untuk selalu mengingat hari ke-mudian

atau harus

berpandangan

jauh ke depan. Dalam hal ini segala amal perbuatan yang dilakukan

ha-rus mem pertimbangkan akibat yang

akan diterimanya. Kalau amal

per-buatan yang dilakukan baik tentulah

akan

menerima akibat

yang

baik pula. namun sebaliknya apabila
(11)

124

al perbuatan yang dilakukan

itu.jelek

lah

kalau

kita

merasakan sesuatu

rnaka akan menerima akibat

yang

yang tidak

enak

teruskanlah.

Ma-tidak

baik.

syarakat

Jawa

diperintahkan untuk

Ungkapan tersebut dapat

di-

meneruskan atau melanjutkan usa-pergunakan sebagai pengendali

ma-

hanya untuk mencapai sesuatu yang

syarakat untuk selalu berbuat

yang

diharapkan atau dicita-citakan mes-baik agar kelak

juga

menemui

ke-

kjpun untuk mencapai hal jtu melalui

baikan. Apabila setiap anggota

ma-

berbagai rintangan yang tidak

me-syarakavwarga negara

memahami

ngenakkan.

dan mengaplikasikan makna

ungka-

Dengan

dipahaminya yang

pan ngelinana tembe burine

'ingat-

selanjutnya diaplikasikan ungkapan

lah hari

kemudian'

maka

masing-

yen krasa enak uwisana, yen krasa

masing akan berbuat sesuai

dengan

ora enak terusna 'blla terasa enak norma, aturan, aiau

undang-undang

sudahilah,bila terasa tidak enak te-yang berlaku. Dengan demikian

ti-

ruskan' maka anggota masyarakat dak akan terjadi penyimpangan

atau

akan terbiasa dapat mengendalikan

pelanggaran

karena sudah

tahu,

diri dalam hal jni dapat membatasi

atau sudah memjkirkan akibat

buruk

diri

dari

kenikmatan dunrawi yang

yang akan diterimanya,

lebih-lebih

mungkin dapat berakibat buruk bagi

apabila tembe burlne

'har,

kemu-

dirinya maupun orang lain dan dapat dian'itu dikaitkan dengan

kehidupan

terlatih untuk menghadapi berbagai akherat tentu seseorang tidak

berani

rintangan

yang

ditemuinya dalam

melakukan penyimpangan

dalam

kehidupan seharFhari

dalam

ber-segala hal. Jelaslah apabila

ungka-

nyasyarakat dan bernegara. Akibat pan tersebut diaplikasikan oleh

se,

lebih lanjut pekerti luhur bangsa ter-tiap warga Negara lndonesia

dalam

wujud, dimana setiap warga akan

kesehariannya, maka secara

iidak

memiliki sikap berjuang keras untuk

langsung pekerti luhur bangsa

yang

mencapai

tujuan

meskipun meng-terkait dengan takut uniuk

melaku-

hadapi berbagai rintangan yang ber-kan penyimpangan aber-kan

terwujud.

sifat mengenakkan atau

tidak

me-3.

Yen krasa

enak

uwisana,

yen

ngenakkan.

krasa ora enak terusna'blla

le-

Berikut ungkapan tradisional rasa enak sudahilah, bila

terasa

Jawa yang mengandung aspek pe_

tidak enak teruskan'

unskapan

di

aras

mensan ::f:JflXJiunskapkan

secara

ti-dung

perintah

yang diekspresrkan

l.

ana'nalang

sumimpang ,ada

dengan

pemakaian

kata

uwisana

o"nonufjno

ir"noinJ"r,

'sudahilah'

dan kata

terusna

'te-

f-jngkap"an di a"tas secara tidak

ruskan'. Sesuatu yang

diperintahkan

langsung mengandung aspek perin_

untuk menyudahi

ialah

kalau

kita

tah untuk menghjndar, hal itu nam_ merasakan sesuatu itu enak, hal

itu

pak dari

pemakaian

kata

sumim_ mengkondisikan orang untuk

tidak

pang

,menghindar/hindarilah' dan

terlena dengan sesuatu yang

me-

yang perlu dihindarj adalah pengha_

ngenakkan

atau

menyenangkan.

lang yang

diekspresikan dengan Bagian lain dari ungkapan tadj

ada-

pema[aian kata bapang yang seca_
(12)

+:

ra

leksikal bermakna papan yang

dipasang di pinggir jalan namun

se-suai konteksnya bapang bermakna

penghalang, rintangan, atau

hamba-tan

Ungkaoan ana bapang

sumim-pang 'ada

penghalang mengindar'

mengandung ajaran dalam

melak-sanakan kewajiban sehari-hari baik

sebagai anggota keluarga, anggota

masyarakat

atau

bahkan sebagai

warga negara atau abdi Negara ada

kalanya

menjumpai

hambatan-/rintangan

yang

berasal

dari

diri

sendiri atau dari orang lain hendak-lah menghindar.

Halangan yang ditemui dapat

berupa ajakan

atau

kesempatan

untuk

melakukan penyimpangan

terhadap tugas, kewajiban, ataupun

penyalahgunaan kewenangan.

Apa-bila

setiap warga

negara

dapat

mengaplikasikan amanat yang

ter-kandung dalam ungkapan

tradisio-nal

Jawa

tersebut tentunya tidak akan terjadi kasus

teroris

korupsi

dan

peristiwa-peristiwa

lain

yang

merugikan orang lain atau

merugi-kan

negara karena setiap warga

negara telah memiliki pekerti luhur

yaitu meng hindari rintangan hamba-tan yang ditemuinya.

2. Ana

rembug

becik

dirembug

'ana masalar lebih baik

dimu-syawarahkan'

Ungkapan ana rembug becik

dirembug secara tidak langsung

ber-isi

perintah

untuk

bermusyarakah

dalam menyelesaikan suatu

perma-salahan. Dengan adanya

musyawa-rah dalam menyelesaikan

permasa-lahan tidak akan terjadi pengrusak-an fasilitas umum, tidak ada tawu

ran, tidak ada bom bunuh diri,

kare-na masing-masing anggota

masya-rakat atau kelompok tidak lagi ada

125

masalah semua permasalahan

dise-lesaikan dengan musyawarah.

Ungkapan ana rembug becik dirembug

ana

masalah

lebih

baik

dimusyawarahkan'

juga

sesuai

de-ngan sila ke empat Pancasila yang

berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin

oleh

hikmat

kebi.iaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan". Sila

itu

mengatur masyarakat ataupun

pejabat

dalam

menyelesajkan

se-mua permasalahan hendaknya dila-kukan dengan musyawarah.

3.

Ana catur mungkur 'ada

pembi-caraan menghindar'

Ungkapan di atas secara tidak langsung mengandung perintah

un-tuk

menghindar

dari

pembicaraan.

Pembicaraan

yang

harus dihindari

dalam ungkapan ana catur mungkur

adalah

catur

'pembicaraan' yang

tidak baik atau pembicaraan negatif

yang berupa pembicaraan tentang

keburukan, kekurangan, atau kesa-lahan orang lain. Aktifitas membica-rakan kekurangan, keburukan, atau

kesahalan orang lain dapat menim-bulkan kehidupan yang tidak tenang.

Hal

itu

dapat terjadi kalau sampai

orang yang

dibicarakan tersebut mengetahui akan menimbulkan

per-masalahan.

Pada

dasarnya tidak

ada orang yang sempurna atau tidak memiliki kekurangan atupun kesala-han, namun apabila kesalakesala-han, ke-kurangannya dijadikan bahan pem-bicaraan

orang

itu

ridak

menye-nangkan. Dengan adanya pengen-daiian diri atau dengan menghindar

dari

tidak membicarakan aib atau

kekurangan orang lain akan menjadi salah satu faktor terciptanya

kehidu-pan yang tenang dalam masyarakat

dan negara.

(13)

126

Dari paparan di atas dapat

di-ketahui bahwa dengan

dipahami

dan diaplikasikannya pefl ntah-perin-tah yang ierkadung dalam ungkapan

iradisional Jawa dapat dipergunakan sebagai acuan pembentukan pekerti bangsa. Pekerti yang dimaksud

ada-lah

bersikap

biasa/wajar setelah

menc€pai kesuksesan, selalu

mem-pertimbangkan akibat yang akan di-hadapi dalam melakukan sesuatu,

mengendalikan diri dalam

mengha-dapi kenikmatan hidup duniawi dan

siap bekerja keras, mengatasi

se-mua rintangan yang ditemui, serta

menghindari aktifitas membicarakan

kekurangan

atau

kesalahan orang

lain.

Berikut akan diuraikan

laran-gan yang termuat dalam ungkapan tradisional Jawa yang dapat

diguna-kan sebagai rujudiguna-kan pembemtukan pekerti bangsa.

LARANGAN DALAM UNGKAPAN TRADISIOONAL JAWA

Larangan terhadap

setiap

anggota

masyarakat

Jawa

u ntuk

melakukan sesuatu perbuatan atau

tingkah laku dalam pergaulan

ma-syarakat

ada yang

diekspresikan

secara langsung. Larangan untuk

melakukan sesuatu yang terkadung

dalam ungkapan tradisional dieks-presikan secara langsung dengan

mempergunakan leksikal yang

ber-makna

jangan

Ungkapan tersebut

nampak pada uraian berikut ini.

1.

Lamun

sugih

aja sumugih,

Ia-mun

pinter

aja kuminter ,kalau

kaya jangan berlagak kaya, kalau

pandai jangan berlagak pandai'

U ng kapan itu mengandung

la-rangan bagi setiap warga

masyara-kat, larangan itu diungkapkan

den-gan

pemakaian leksikon

ala

lan-gan'. Hal yang dilarang dalam

ung-kapan tersebut adalah tidak

diper-kenankan memiliki sikap menonjol-kan kelebihan dirinya terutama

kele-bihan dalam hal kekayaan maupun

dalam hal kepandaian kepada orang

lain.

Perilaku menonjolkan

kelebi-han

kekayaan ataupun kelebihan

kepandaian merupakan

perilaku

yang tidak baik. Sikap menonjolkan

kelebihan yang dimilikinya akan me-nyebabkan yang bersangkutan me-miliki sikap sombong. Sikap som-bong

bagi

masyarakat Jawa tidak

baik dan itu akan membawa akibat

seseorang yang memiliki sikap se-perti itu tjdak akan disukai oleh

ma-syarakat

di

sekitarnya. Sikap tidak

suka atau benci terhadap orang lain

memudahkan menimbulkan konflik,

konflik dapat menyebabkan terjadi

ketidaktenangan,

ketidaknyaman,

atau ketidaktentraman hidup berma-syarakat atau bernegara.

2.

Aja

dhemen pletani

alaning

liyan

'Jangan suka mencari-cari

kesalahan

atau

keku rangan

orang lain'

Ung kapan ini mengandung

la-rangan

jangan

mencari-cari

keku-rangan atau kesalahan orang lain.

Ungkapan ini mengandung nilai dan

norma yang berlaku dalam

masya-rakat. Nilai yang terkandung dalam

ungkapan tersebut adalah sebagai

anggota masyarakat Jawa sebaik-nya kita jangan sampar memrliki

pe-rilaku mencari

kelemahan,

keku-rangan, atau kesalahan orang lain.

Perilaku tersebut merupakan suatu

perbuatan yang mencerminkan

bah-wa orang yang suka berbuat

(14)

cam

itu

memiliki sikap Yang tidak

baik.

Sebagai akibat

dari

perilaku

senang mencari kekurangan,

kesa-lahan

alau

kelemahan

orang

lain

bilamana

orang

yang

dibicarakan

kekurangannya tersebut mengetahui

maka orang yang punya sikap se-perti itu akan drbencinya. Dtbencinya

orang yang suka

membicarakan

kelemahan/ kekuranqan orang lain

bisa

ladi

merupakan sanksi Yang

harus diterima oleh orang tersebut.

3.

Aja

dhemen

ngetung

becike

dhewe' jangan suka

menghitung-hitu ng kebaikan diri sendiri'

Ungkapan

di

atas

melarang

anggota

masyarakat

Jawa

untuk

menghitung-hitung atau

mengingat-ingat

perbuatan

baik yang

telah

dilakukan untuk orang lain. Apalagi

perbuatan itu disertai dengan

melu-pakan

perbuatan

baik

Yang telah

dilakukan orang

lain

terhadap diri

kita. Jadi yang diingat hanyalah

per-buatan

baik kita dan

meluPakan

perbuatan baik orang lain.

Larangan

untuk

mengingat

perbuatan baik yang telah dilakukan

terhadap orang lain dan selalu

men-gingat

perbuatan

baik

orang

lain

itupun berlaku secara umum di

ber-bagai

kelompok budaya.

Petuah

tersebut diekspresikan dengan ung-kapan "Tulislah perbuatan baik yang

telah

kita

lakukan

di

atas Pasir di

tepi pantai dan ukirlah

di

atas batu

perbuatan baik yang telah dilakukan

orang la jn kepada kita.

4

Aja

lali

marang

asale'iangan

lupa pada asalnya'

Ungkapan tersebut melarang

setiap orang khususnya orang Jawa

melu pakan asal muasalnya.

Ungka-pan itu mengingatkan setiap

anggo-127

ta

masyarakat terlebih bagi orang

yang

telah

mencapai keberhasilan maka harus selalu mengingat bahwa

apa yang telah dicapai tersebut

bu-kan semata-mata karena usaha diri

sendiri melainkan adanya camPur

tangan

dari Allah. Ungkapan

terse-but dapat juga berarti bahwa apabila

kita telah

mencapai keberhasilan

jangan sampai

melupakan

masa-masa kesusahan atau perjuangan.

Apabila masa-masa sulit tidak

dilu-pakan akan membawa akibat Yang

, posltif, yaitu yang bersangkutan

ti-dak akan memiliki sikap tinggi hati,

sombong,

atau

mengubah sikaP

baik kita kepada orang lain.

5.

Aja mung melik gebyar'ianga

hanya

menginginkan

namPak mewah'

Ungkapan

di

atas

mengan-dung

larangan yang dieksPresikan

dengan

kata

a/'a'jangan'.

Terkait dengan ungkapan "aia mung melik gebyar

'

'langan hanya mengingin-kan nampak mewah' melarang

seti

ap anggota masyarakat dalam me-ngupayakan sesuatu hanya mem-perhatikan unsuT agar nampak me-wah, megah, dan berlebihan. Bagi

orang

yang

senang

menunjukkan

kemewahan,

kemegahan

tanPa

memperhitungkan berbagai asPek

dapat mendorong seseorang

terse-but

untuk melakukan

PenYelewen-gan, penyimpangan atau

Penyalah-gunaan kekuasaan atau wewenang

guna

mengejar keinginan

untuk nampak megah dan mewah.

ALTERNATIF UNTUK MEMASYA-RAKATKAN UNGKAPAN TRADI-SIONAL JAWA

Seperti

ielah

d iungkapkan

bahwa ungkapan trad isional sarat

(15)

128

dengan nilai-nilai luhur yang dapat diperggunakan sebagai acuan

pem-bentukan

pekerti bangsa,

namun

yang periu diperhatikan

bagimana-kah cara

untuk

memahamkannya

kepada masyarakat. Beberapa

al-ternatif yang dapat ditempuh adalah membahas dari aspek wujud sampat

ke

aspek makna serta aplikasinya

dalam kehidupan masyarakat

mela-lui berbagai jalur, jalur tersebut teru-rai berikut ini.

1.

Melalui dunia pendidikan, datam

dunia pendidlkan ungkapan tra-disional dapat disampaikan

se-bagai bahan ajar khususnya

un-tuk mata pelajaran bahasa Jawa, PKn, ataupun mata pelajaran lain

terkait

2.

l\,4elalui forum-forum pertemuan baik di lingkungan kecil maupunn

besar, dalam

lingkungan kecil

seperti Iingkungan sekitar tempat tinggal sebagai bahan isian

per-temuan, tingkat besar atau luas

seperti pada KBJ saat ataupun

pada acara dialog budaya yang

membicarakan ungkapan tradi-sional dari berbagai budaya.

3.

Melalui media massa, baik cetak

maupun elektronik. Melalui

ke-dua media massa tersebut

ung-kapan

tradisional djpergunakan

sebagai bahan tulisan ataupun

bahan

pembjcaraan. Ung kapan

tradisional

dapat

juga

diman-faatkan sebagai sumber inspirasi

dalam mencipta lagu dan dima-syarakatkan melaluj jalur musik.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut

di atas dapat diketahui bahwa ung-kapan tradisional Jawa mengandung

nilai-nilai

dan

norma-norma yang

berlaku

dalam

masyarakat

pendu-kungnya. Nilai dan norma tersebut

diwujudkan dalam bentuk perintah

yang harus dilaksanakan dan

laran-gan

berupa sikap/perbuatan yang

harus dijauhi oleh masyarakat Jawa.

Perintah dan larangan yang

terkan-dung dalam

ungkapan trad isional

Jawa

tersebut merupakan salah

satu kearifan lokal yang dapat di-Pergunakan sebaga, acuan

pemben-tuk pekerti bangsa.

Pekerti yang dimasudkan di antaranya melaksanakan perintah

untuk bersikap biasa/ wajar setelah

mencapai kesuksesan, selalu mem-pertimbangkan

akibat yang

akan

dihadapi dalam melakuikan sesuatu,

mengendalikan diri dalam

mengha-dapi kenikmatan hidup duniawi dan

siap bekerja keras, mengatasi

se-mua rintangan yang ditemui, serta

menghindari aktifitas membicarakan

kekkurangan atau kesalahan orang

la in.

Pekerti lain

nya

adalah tidak menonjolkan kelebihan

harta

atau kepandaiannya, tidak membicarakan

kekurangan orang lain, tidak

meng-ingat-ingat perbuatan baik kita, tidak

melupakan asal muasalnya,

sema-ngat untuk bekerja keras.

Lebih

lanjut

agar

ungkapan

tradisional berdaya

guna

sesuai

dengan nilai yang terkandung maka perlu dipahamkan dan dimasyarakat memalui berbagai jalur, sepprti: jalur

pendidikan,

perte m ua n-pertem uan

formal

maupun

tidak

formal

atau

memalui media massa

baik

cetak maupun media elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian

Bu-daya

Bangsa

(local

genius).

Jakarta: Pustaka Jaya

(16)

Depaftemen Pendidikan dan

Kebu-dayaan. 1986. Ungkapan

Tra-disional sebagai Sumber lnfor-masi Kebudayaan Daerah Dae-rah Istimewa Yogyakafta.

Liliweri,Alo.

2007. Makna

Budaya

dalam

Komunikasi

Antarabu-daya. Yogyakarta: LkiS

Mulyono,

Sri.

1983.

Wayang dan

KaraKer Manusia. Jakarta: Gu-nung Agung

129

Sarlini. Menggali Kearifan Lokal

Nu-santara Sebuah Kajian Filsafat.

'..._. Wulang Reh Yasan Dalem

Sri Susuhunan Pakubuwana lV Miturut

Babon

Asli Kagungan

Dalem Nyai Adipati

Sedahme-rah. Sukoharjo: CV.

Cendrawa-sih

Referensi

Dokumen terkait

siklus, yaitu siklus satu dan siklus dua yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data meliputi: 1) tes

Agar dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap sistem informasi perusahaan, dilakukan pula pengukuran kapabilitas teknologi informasi dan kinerja sistem teknologi

Kurva respon tumbuh $FRQYXOXWXV terhadap pH yang berbentuk fungsi normal sejalan dengan anggapan sebelumnya, bahwa faktor pH merupakan faktor non- sumber daya yang pada

Berdasarkan dari uraian yang telah tertera pada bab-bab tersebut di atas, yang menguraikan tentang proses yang dilalui hingga terwujudnya komposisi “Gita Gesing”

Segala Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengaruh Harga Diri

Berdasarkan perhitungan yang tertera pada Tabel 4.3 - Pengurangan Energi Listrik Per Tahun (kWh) Setelah Dilakukan Peningkatan Faktor Daya Lampu 11 W Dari 0.47 Menjadi 0.58,

Untuk mengestimasi dan meng-kuantisasi medan-medan vektor, sering dengan cara mengukur / kuantisasi aliran medan vektor tersebut ( atau netto aliran masuk dan keluar ). baik

Hasil penelitian menunjukkan responden memiliki persepsi bahwa jeruk lokal lebih positif daripada jeruk impor, hal ini dapat dilihat dari total nilai sikap (Ao)