BAB III
AKIBAT HUKUM PEMBAGIAN WARISAN APABILA PADA AKHIRNYA DIKETAHUI ADANYA AKTA WASIAT.
C. Akibat Hukum Terhadap Pelaksanaan Akta Wasiat Yang Tidak Diketahui
Hukum Waris menurut para sarjana pada dasarnya adalah peraturan yang
mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia kepada satu atau
beberapa orang lain). Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat hukum
dari kematian seseorang terhadap harta kekayaanya, yang berwujud: perpindahan
kekayaan si pewaris dan akibat hukum perpindahan tersebut bagi para ahli waris, baik
dalam hubungan antara sesama ahli waris maupun antara mereka dengan pihak
ketiga.114
Mulai terhitung sejak meninggalnya pewaris, maka hak dan kewajibannya
demi hukum akan beralih kepada para penerima waris. Dengan demikian,
berdasarkan ketentuan Pasal 834 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penerima
waris berhak menguasai kekayaan pewaris (boedel) berlandaskan pada haknya sebagai penerima waris dari pewaris. Klaim ini serupa dengan klaim kepemilikan
lainnya dalam arti bahwa hak tersebut dapat ahli waris pertahankan terhadap siapapun
juga (ahli waris lainnya) yang memiliki klaim sama.115
114
J. Satrio, Op.cit, hal 8.
115
Pewaris sebagai pemilik harta mempunyai hak mutlak untuk mengatur apa
saja yang dikehendaki atas hartanya. Ini merupakan konsekuensi dari hukum waris
sebagai hukum yang bersifat mengatur.116
Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya setelah meninggal dunia. Harta
warisan seringkali menimbulkan berbagai masalah hukum dan sosial, oleh karena itu
memerlukan pengaturan dan penyelesaian secara tertib dan teratur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Surat wasiat merupakan keinginan terakhir dari pewaris mengenai harta
pewaris, yang mana kehendak terakhir itu dapat berupa pengangkatan ahli waris,
hibah wasiat, pengangkatan executeur testamenter, dan terkadang ada juga memasukan pengakuan anak didalam wasiat.117
Surat Wasiat (testament) adalah sebuah akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut
kembali olehnya.
118
116
Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal 2-3
Karena wasiat harus dibuat dalam sebuah akta, maka syarat
wasiat adalah “tertulis” (dalam bentuk surat wasiat). Ucapan dan kehendak Pewaris
sewaktu masih hidup tentang apa yang dikehendakinya kelak terhadap boedel waris, jika tidak dituangkan kedalam bentuk tertulis (akta/surat), tidak dapat dikatakan
117
Sutrisno, Komentar Undang-Undang Jabatan Notaris, (Medan: Rineka Cipta, 2007), hal 459-460.
118
sebagai sebuah wasiat. Selama pewaris belum meninggal dunia, surat wasiat itu dapat
dirubah atau dicabut kembali olehnya. Karena sifatnya pernyataan kehendak, maka
surat wasiat bersifat sepihak dari sisi pewaris, dan tidak membutuhkan persetujuan
dari ahli waris. Sifat utama surat wasiat adalah mempunyai kekuatan berlaku sesudah
pembuat surat wasiat meninggal dunia dan tidak dapat ditarik kembali.119
Surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta olographis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta umum atau dengan akta rahasia atau akta tertutup.120
Sesuai isi Pasal 932-940 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Surat Wasiat
dibuat dalam bentuk akta dengan melibatkan notaris, baik notaris sebagai pembuat
akta ataupun sebagai tempat penitipan akta. Selanjutnya Dalam menjalankan
jabatannya, notaris berkewajiban: mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud
dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu
5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.121
119
Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 85
Namun di dalam
Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak meyebutkan
mengenai denda dari tiap-tiap keterlambatan, baik keterlambatan tentang daftar akta
wasiat kepada Balai Harta Peninggalan dan keterlambatan tentang pengiriman
pencatatan reportorium.
120
Pasal 931 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
121
Sebelum menjalankan sebuah wasiat ahli waris harus mengetahui terlebih
dahulu apakah wasiat tersebut memenuhi syarat untuk dilaksanakan sesuai dengan
peraturan yang telah ada dan apakah wasiat tersebut sudah memiliki kekuatan
pembuktian yang sempurna sesuai dengan kewajiban pembuatan wasiat yang terdapat
pada Pasal 932-940 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Untuk memudahkan
pemeriksaan adanya akta wasiat dan untuk menyatukan data wasiat pendaftaran akta
wasiat sangat perlu dilaksanakan oleh notaris.
Adapun yang merupakan syarat-syarat wasiat terdiri:
1. Syarat-syarat untuk membuat suatu wasiat:122
a. Pembuat testament harus mempunyai budi akalnya, artinya tidak boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
b. Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat
membuat testament.
2. Syarat-syarat isi wasiat sebagai berikut:123
a. Jika testament memuat syarat-syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal
yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
122
Pasal 895- 897 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
123
b. Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu
akan kepalsuannya maka testament tidaklah syah.
c. Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat. d. Suatu ketetapan wasiat yang dibuat untuk keuntungan orang yang tidak cakap
untuk mendapat warisan, adalah batal.
3. Syarat-syarat pembuatan akta wasiat berdasarkan bentuknya:
a. Wasiat olographis harus seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris. Wasiat ini harus dititipkan oleh pewaris kepada Notaris untuk
disimpan.124
b. Wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan Notaris dan dua orang
saksi.125
c. Bila pewaris hendak membuat surat wasiat tertutup atau rahasia, Pewaris juga
harus menyampailkannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada
Notaris126
4. Syarat-syarat pendaftaran wasiat oleh notaris:
a. Notaris berkewajiban mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam
huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
124
Pasal 932 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
125
Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
126
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam
waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.127
Selain larangan-larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum
waris terdapat banyak sekali larangan-larangan yang tidak boleh dimuat dalam
testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie (bagian mutlak para ahli waris) menjadi kurang dari semestinya yang diatur dalam Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 898 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berisi: “Kecakapan seorang
yang mewariskan, harus ditinjau menurut kedudukan dalam mana ia berada, saat
surat wasiat dibuatnya.” Hal ini berarti bahwa kecakapan dari si pembuat wasiat
tersebut dinilai menurut keadaan pada saat membuat surat wasiat. Bukti bahwa si
pembuat wasiat sebelum atau sesudah membuat surat wasiatnya itu berada dalam
keadaan normal dan sadar harus dianggap telah cukup membuktikan bahwa ia pada
saat pembuatan surat wasiat itu berada dalam keadaan tersebut.128
Seseorang yang sedang dalam keadaan kurang waras telah membuat surat
wasiat dan kemudian setelah itu menjadi normal dan masih hidup lama, maka apabila
ia tidak mengubah surat wasiatnya, surat wasiat tersebut tetap tidak sah. Sebaliknya,
apabila surat wasiat yang sudah dibuat dengan sah tetap berlaku dan tidak menjadi
127
Pasal 16 ayat 1 huruf (i) Undang-Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
128
gugur meskipun si pewaris kemudian kehilangan kecakapannya untuk membuat surat
wasiat. 129
Ketidaksehatan dari suatu akal pikiran dapat bersifat tetap dan dapat juga
bersifat sementara, misalnya dalam hal mabuk, sakit panas yang sangat tinggi dan
dibawah hipnotis, orang-orang yang lemah pikirannya, kurang akal sehatnya, maka
surat wasiat tersebut dianggap tidak sah. Begitu juga seseorang yang mengalami
gangguan jiwa, untuk itu diperlukan bantuan seorang ahli jiwa.
Setelah memeriksa isi wasiat tersebut, dapat ditentukan wasiat tersebut dapat
dilaksanakan atau tidak. Bila semua syarat pembuatan wasiat telah terpenuhi maka
wasiat harus dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian dapat dilaksanakan
pembagian warisan secara ab intestato.
Bila ada yang tidak memenuhi syarat sahnya maka ada konsekuensi hukum
yang berlaku, yaitu:
1. Wasiat batal atau gugur karena tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pembuatan
akta wasiat
a. Pasal 893 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “Surat-surat wasiat yang
dibuat akibat paksaan, penipuan atau akal licik adalah batal”.
b. Pasal 897 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Anak-anak di bawah umur
yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak diperkenankan
membuat surat wasiat.”
129
c. Pasal 879 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Pengangkatan ahli waris
yang bersifat melompat atau substitusi fidelcommissaire adalah dilarang.” d. Pasal 911 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu ketetapan wasiat
yang dibuat untuk keuntungan orang yang tidak cakap untuk mendapat
warisan, adalah batal, sekalipun ketetapan itu dibuat dengan nama seorang
perantara.”
e. Pasal 930 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Tidaklah diperkenankan
dua orang atau lebih membuat wasiat dalam satu akta yang sama, baik untuk
keuntungan pihak ketiga maupun berdasarkan penetapan timbal balik atau
bersama.”
f. Pasal 953 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Formalitas-formalitas
yang telah ditetapkan untuk berbagai-bagai surat wasiat itu menurut
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, harus diindahkan, dengan ancaman
kebatalan.”
g. Pasal 997 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Semua penetapan dengan
surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada peristiwa
yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap
telah menggantungkan pelaksanaan penetapannya dengan terjadi tidaknya
peristiwa itu, adaIah gugur, bila ahli waris atau penerima hibah yang
h. Pasal 999 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu hibah wasiat gugur,
bila barang yang dihibahwasiatkan musnah sama sekali semasa pewaris masih
hidup.”
i. Pasal 1000 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu hibah wasiat
berupa bunga, piutang atau tagihan utang lain kepada pihak ketiga, gugur
sekedar mengenai apa yang pada waktu pewaris masih hidup kiranya telah
dibayar.”
j. Pasal 1001 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Suatu penetapan yang
dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima hibah yang
ditetapkan itu menolak warisan atau hibah wasiat itu, atau ternyata tidak cakap
untuk memanfaatkan hal itu.”
2. Kontrak tidak dapat dilaksanakan
Kontrak yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan
masih mempunyai status hukum tertentu.
a. Pasal 888 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Dalam semua surat wasiat,
persyaratan yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin dijalankan, atau
bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan, dianggap tidak tertulis.”
b. Pasal 901 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Seorang suami atau isteri
tidak dapat memperoleh keuntungan dan wasiat-wasiat isteri atau suaminya,
bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah
meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan
c. Pasal 904 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Seorang anak di bawah
umur, meskipun telah mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak boleh
menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya.”
d. Pasal 905 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Anak di bawah umur tidak
boleh menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan pengajarnya,
pengasuhnya laki-laki atau perempuan yang tinggal bersamanya, atau gurunya
laki-laki atau perempuan di tempat pemondokan anak di bawah umur itu.”
e. Pasal 906 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Dokter, ahli
penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu
penyembuhan, yang merawat seseorang selama ia menderita penyakit yang
akhirnya menyebabkan ia meninggal, demikian pula pengabdi agama yang
telah membantunya selama sakit, tidak boleh mengambil keuntungan dan
wasiat-wasiat yang dibuat oleh orang itu selama ia sakit untuk kepentingan
mereka.”
f. Pasal 907 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Notaris yang telah
membuat wasiat dengan akta umum, dan para saksi yang hadir pada waktu itu,
tidak boleh memperoleh kenikmatan apa pun dari apa yang kiranya ditetapkan
dalam wasiat itu.”
g. Pasal 909 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Pelaku perzinaan, baik
laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari
wasiat kawan berzinanya, dan kawan berzina ini tidak boleh menikmati
meninggalnya pewaris, terbukti dan putusan Hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti.”
h. Pasal 912 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: “Orang yang dijatuhi
hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan,
memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan
paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau
mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anakniya,
tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu.”
i. Melanggar Pasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: Legitieme portie
atau bagian warisan menurut undang-undang ialah bagian dan harta benda
yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut
undang-undang, yang terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh
menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah antara orang-orang yang masih hidup,
maupun sebagai wasiat.”
3. Wasiat sah tapi tidak dapat dilaksanakan karena wasiat tidak diketahui oleh ahli
waris dan penerima wasiat.
Wasiat yang telah sesuai dengan formalitas-formalitas yang telah ditetapkan
menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang lainnya
dapat dilaksanakan sesuai dengan isi wasiat tersebut, tetapi tidak diketahuinya
wasiat tersebut menyebabkan wasiat tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh ahli
sampai diketahuinya wasiat tersebut dikemudian hari karena pelaksanaan wasiat
tidak mengenal daluarsa.
Secara praktik, memang lebih mudah melakukan pembagian harta peninggalan
yang berdasarkan pada surat wasiat dibandingkan dengan pembagian harta
peninggalan berdasarkan pewarisan. Asalkan wasiat yang dibuat diketahui oleh para
ahli waris, sehingga dapat dilaksanakan.130
Akta wasiat yang dibuat oleh notaris dan yang didaftarkan pada Daftar Pusat
Wasiat di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kekuatan hukum akta
wasiat ini tidak dapat dibatalkan secara sepihak melainkan harus melalui putusan
pengadilan. Wasiat yang melalui akta wasiat lebih menjamin secara hukum, baik bagi
yang mengeluarkan wasiat maupun bagi yang menerima wasiat.
131
Notaris berkewajiban untuk melaporkan atau memberitahukan wasiat seseorang
pada 5 (lima) hari minggu pertama setiap bulannya. Jika tidak melaporkannya, maka
akta tersebut tidak berlaku sebagai akta otentik, atau dengan kata lain akta tersebut
hanya berlaku sebagai akta dibawah tangan, bahkan dapat dinyatakan batal demi
hukum.
Kelalaian notaris dengan tidak mendaftarkan wasiat ke daftar pusat wasiat
mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi
130
Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.
131
pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada notaris.132
Apabila wasiat tersebut telah memenuhi syarat sah pembuatan wasiat maka
akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya akta wasiat tersebut adalah ahli waris
berkewajiban menjalankan isi akta wasiat tersebut dan akibat hukum yang
ditimbulkan selanjutnya juga terdapat pada pembagian warisan yang telah
dilaksanakan terlebih dahulu.
Akta wasiat yang tidak diketahui tetapi telah memenuhi syarat sah pembuatan
wasiat tetaplah berkekuatan hukum dan berlaku sah sampai pada diketahuinya wasiat
tersebut dikemudian hari, karena akta wasiat tidak mengenal adanya daluarsa.133
D. Akibat Hukum Pembagian Warisan Apabila Pada Akhirnya Diketahui Adanya Akta Wasiat
Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum
yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain
yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan
telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.134
132
Pasal 84 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
133
Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.
134
Suatu hubungan hukum memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan
oleh undang-undang, sehingga kalau dilanggar akan berakibat, bahwa orang yang
melanggar itu dapat dituntut di muka pengadilan.135
Tuntutan atau gugatan perdata dibedakan dalam dua jenis, yaitu: gugatan
wanprestasi dan gugatan melawan hukum. Adapun landasan hukum masing-masing
kedua gugatan tersebut didasarkan pada ketentuan Buku III Pasal 1243 Kitab
Undang Hukum Perdata untuk wanprestasi dan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata untuk gugatan perbuatan melawan hukum.
Pembagian warisan yang dilakukan tanpa terlebih dahulu memeriksa adanya
wasiat pada Daftar Pusat Wasiat merupakan perbuatan melawan hukum. Istilah
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian
tersebut.136
Perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas yakni mencakup salah
satu dari perbuatan-perbuatan salah satu dari berikut:
137
1. Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
135
Soeroso, R. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992) hal 295.
136
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
137
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain adalah melanggar hak-hak
seseorang yang diakui oleh hukum, tetapi tidak terbatas pada hak-hak yaitu hak-hak
pribadi (persoonlijkheidsrechten), hak kekayaan (vermosgensrecht), hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.138
Perbuatan yang bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau keharusan
dalam pergaulan masyarakat yang baik atau yang disebut dengan istilah
zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi, jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar
pasal-pasal dari hukum yang tertulis masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan
hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau Perbuatan yang bertentangan
dengan kewajiban hukumnya sendiri adalah suatu kewajiban hukum yang diberikan
oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan adalah tindakan yang melanggar
kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, manakala tindakan melanggar
kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian bagi pihak lain maka pihak yang menderita
kerugian tersebut dapat meminta ganti kerugian berdasarkan atas perbutan melawan
hukum seperti yang terkandung dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
138
keharusan dalam pergaulan masyarakat. Keharusan dalam pergaulan masyarakat
tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.139
Perbuatan melawan hukum dapat dijumpai baik dalam ranah hukum pidana
maupun dalam ranah hukum perdata. Sehingga dapat ditemui istilah melawan hukum
pidana begitupun melawan hukum perdata. Dalam konteks itu jika dibandingkan
maka kedua konsep melawan hukum tersebut memperlihatkan adanya persamaan dan
perbedaan.140
Terlanggarnya hak penerima wasiat disebabkan oleh adanya wasiat yang tidak
diketahui oleh ahli waris dan penerima wasiat, adalah perbuatan melanggar hukum
sehingga memberi peluang bagi penerima wasiat untuk mengajukan gugatan hukum
kepada ahli waris atas sudah terlaksananya pembagian warisan sebelumnya tanpa
sepengetahuannya ataupun tanpa keikutsertaannya. Terlebih apabila obyek wasiat
telah dijual atau dialihkan haknya kepada pihak ketiga, maka penerima wasiat berhak
menuntut haknya dikembalikan dan dipenuhi dengan alasan obyek yang dialihkan
atau dijualbelikan bukanlah milik orang yang melakukan akad jual beli atau orang
yang diberi izin oleh pemilik.
Pembagian warisan yang telah dilakukan oleh ahli waris tanpa mengetahui
adanya wasiat ini juga merupakan perbuatan melawan hukum terhadap syarat jual
beli, karena barang yang diakadkan dalam jual beli adalah bukan milik orang yang
139
Ibid.
140
melakukan akad atau yang diberi izin oleh pemilik. Jika si pemiliknya membolehkan
maka syah akadnya, jika tidak maka batal akadnya.
Jual beli barang orang lain adalah batal,141
Hukum waris perdata barat mengenal adanya hak mutlak dari para ahli waris
masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Hal itu
berarti bila seseorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di pengadilan,
maka tuntutan dimaksud, tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Hal ini
berdasarkan ketentuan Pasal 1066 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai
berikut :
dan serta secara eksplisit
menyangkut pasal 1083 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pada intinya
bahwa setiap ahli waris dianggap seketika menggantikan sipewaris dalam hal
barang-barang yang dibagikan kepadanya.
1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk membiarkan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada.
2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut.
3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya beberapa waktu tertentu.
4. Perjanjian penangguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbarui jika masih dikehendaki oleh para pihak.
Di dalam gugatannya, bila ada penerima wasiat merasa dirugikan maka ada
konsekuensi hukum yang berlaku atas pembagian warisan tersebut, yaitu : Pembagian
warisan itu dapat dibatalkan karena terdapat perbuatan melawan hukum yang
141
dilakukan oleh ahli waris ab intestato kepada ahli waris testamenter, yang diuraikan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi: “Tiap
perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian untuk mengganti
kerugian tersebut.” Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang, tetapi juga berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain
atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat
bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan
dalam lalu lintas masyarakat.142
Ada 4 unsur Perbuatan Melawan Hukum:143
1. Adanya Perbuatan Melawan Hukum
Dikatakan Perbuatan Melawan Hukum, tidak hanya hal yang bertentangan dengan Undang-Undang, tetapi juga jika berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang memenuhi salah satu unsur berikut:
a. Berbertentangan dengan hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri; c. Bertentangan dengan kesusilaan;
d. Bertentangan dengan keharusan (kehati-hatian, kepantasan, kepatutan) yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.
2. Adanya unsur kesalahan
Unsur kesalahan dalam hal ini dimaksudkan sebagai perbuatan dan akibat-akibat yang dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku. Unsur kesalahan dapat juga diuraikan dari adanya dolus (kesengajaan) yaitu si pembuat menghendaki dan mengetahui kesalahan yang diperbuatnya dan
culva (Kealpaan) yaitu suatu kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja, atau kurang hati-hati, atau kurang pengertian.
3. Adanya kerugian
Yaitu kerugian yang timbul karena Perbuatan Melawan Hukum. Tiap Perbuatan Melawan Hukum tidak hanya dapat mengakibatkan kerugian
142
Munir Fuady, Op cit, hal 3.
143
uang saja, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan kehilangan kesenangan hidup. Kerugian dapat juga diartikan sebagai bentuk kehilangan keuntungan dan kehilangan bunga yang didapat karena adanya perbuatan melawan hukum.
4. Adanya hubungan sebab akibat
Unsur sebab-akibat dimaksudkan untuk meneliti adalah hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan ketentuan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan: setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaiannya atau kurang hati-hatinya.144
Pembagian warisan yang telah dilakukan oleh ahli waris tanpa mengetahui
adanya wasiat memenuhi unsur pertama dan kedua dari unsur-unsur perbuatan
melawan hukum diatas yaitu : adanya perbuatan melawan hukum dan adanya unsur
kesalahan. Terdapat adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan ahli
waris dengan tidak melakukan sesuatu berupa pemeriksaan adanya wasiat ke Daftar
Pusat Wasiat, karena dengan tidak dilakukannya pemeriksaaan adanya wasiat
menyebabkan hak orang lain yaitu penerima wasiat menjadi dirugikan. Terdapat juga
unsur kesalahan berupa kealpaan yang dilakukan ahli waris dalam pembagian warisan
tanpa memeriksa terlebih dahulu adanya wasiat, yaitu ahli waris kurang hati-hati
dalam pembagian warisan untuk terlebih dahulu memeriksa adanya wasiat ke daftar
pusat wasiat untuk menjamin kepastian pembagian warisan yang akan dilakukan.
144
Sehingga didalam gugatannya penerima wasiat berhak untuk menuntut :145
1. Dilaksanakannya isi wasiat.
2. Dibatalkannya pembagian warisan sebelumnya
3. Dibatalkannya jual beli yang telah dilakukan atas obyek wasiat yang menjadi
haknya
4. Ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan ahli waris ab intestato.
Sebagai konsekuensi hukum dari tidak diketahuinya wasiat, maka kemungkinan
terjadi pemindahan atau peralihan obyek wasiat yang tidak diketahui tersebut tidak
dapat dihindari. Pembagian warisan yang telah dilakukan sebelumnya memberikan
kebebasan kepada ahli waris untuk menguasai dan melakukan perbuatan hukum
apapun atas obyek yang telah menjadi haknya.
Peristiwa hukum yang dapat menimbulkan pemilikan bersama dapat terjadi
antara lain:146
1. Jika dua orang atau lebih membeli sebuah benda untuk dimiliki secara bersama-sama.
2. Jika dua orang atau lebih mendirikan suatu badan usaha, atas keuntungan atau kekayaan perusahaan merupakan milik bersama.
3. Seorang laki-laki dan perempuan menikah tanpa membuat perjanjian perkawinan.
4. Karena memperoleh warisan
5. Menerima hibah secara bersama-sama
145
Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.
146
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang berwenang membuat
akta peralihan hak, akan menggunakan surat keterangan ahli waris untuk mengetahui
siapa saja orang yang berhak atas obyek warisan tersebut, tetapi dengan tidak
sempurnanya surat keterangan ahli waris selanjutnya akan berdampak pada batalnya
akta/perjanjian yang telah dibuat untuk obyek perjanjian yang juga merupakan obyek
wasiat yang belum diketahui.
Sehingga tidak terdapat jaminan kepastian hukum mengenai penguasaan atau
peralihan hak atas tanah dari pewaris, yang diperoleh dari warisan yang merupakan
suatu peristiwa hukum secara langsung berpindah kepada ahli waris, tanpa didasari
oleh surat keterangan ahli waris yang sempurna.
Surat keterangan hak waris merupakan landasan bagi notaris untuk pengurusan
akta pemisahan dan pembagian, serta landasan juga bagi ahli waris untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta peninggalan yang belum terbagi. Sehingga dalam
surat keterangan hak waris jelas kedudukan ahli waris dalam menghadap notaris.147
Dengan menggunakan surat pernyataan waris sebagai dasar pendaftaran, hal ini
tidak merupakan suatu akta yang otentik, karena hanya dibuat oleh para pihak atau
ahli waris, dan turut disaksikan oleh dua orang saksi, yang dikuatkan oleh Kepala
Desa/Kelurahan dan Camat. Apabila peralihan hak atas tanah tetap juga dilakukan
maka nantinya akan dapat menimbulkan konflik terutama terkait adanya wasiat yang
diketahui kemudian hari.
147
Pemindahan pemilikan obyek wasiat yang telah dilakukan sebelumnya tanpa
persetujuan penerima wasiat, dapat dimintakan pembatalannya oleh penerima wasiat
karena peralihan hak itu melanggar Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata bahwa “Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan
dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia
tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”. Hal ini sesuai dengan asas
nemo plus juris, seseorang tidak dapat mengalihkan hak melebihi hak yang ada padanya.148 Dengan batalnya jual beli tersebut, maka jual beli tersebut dianggap tidak
pernah ada, dan masing-masing pihak dikembalikan ke keadaannya semula sebelum
terjadi peristiwa “jual beli” tersebut, yang mana hak milik atas tanah tetap berada
pada ahli waris. Karena pemindahan atau peralihan haknya tidak dilakukan oleh
pemilik obyek yang hendak dialihkan dan juga tidak mendapatkan kuasa dari pemilik
obyek yang hendak dialihkan untuk mengalihkannya.
148
BAB IV
UPAYA HUKUM AHLI WARIS UNTUK MENDAPATKAN
PERLINDUNGAN HUKUM APABILA WARISAN TELAH DIBAGI BARU KEMUDIAN DIKETAHUI ADANYA WASIAT
A. Upaya Hukum Ahli Waris Ab intestato Untuk Mendapatkan Perlindungan
Hukum Apabila Warisan Telah Dibagi Baru Kemudian Diketahui Adanya Wasiat.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua cara untuk
mendapatkan warisan, yaitu:149
1. Sebagai ahli waris menurut Undang-Undang (ab intestato). Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.
2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament). Dalam hal ini testament
merupakan suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah pewaris meninggal dunia dan dapat dicabut kembali (pernyataan sepihak), testament ini diatur dalam Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Hukum waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku asas
“apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan
kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”,150 sebagaimana diatur dalam
Pasal 833 juncto Pasal 955 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu, unsur-unsur terjadinya pewarisan mempunyai tiga persyaratan sebagai berikut:151
1. Ada orang yang meninggal dunia;
149
Effendi Perangin-angin, Op.cit, hal 4.
150
R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIX, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hal 88.
151
2. Ada orang masih hidup, sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada
saat pewaris meninggal dunia;
3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris.
Seperti yang disebutkan dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata“ pewarisan hanya berlangsung karena kematian”.152 “Peristiwa kematian
menurut hukum mengakibatkan terbukanya warisan dan sebagai konsekuensinya
seluruh kekayaan (baik berupa aktiva maupun pasiva) yang tadinya dimiliki oleh seorang peninggal harta beralih dengan sendirinya kepada segenap ahli waris nya
secara bersama-sama”.153
Pihak yang berhak dalam pembagian harta warisan atau harta peninggalan
adalah ahli waris, ahli waris merupakan “orang-orang yang berhak menerima harta
warisan (harta pusaka)”154
Untuk menjamin harta warisan (harta pusaka) diwariskan kepada orang-orang
yang berhak, diterbitkanlah suatu produk hukum yaitu Surat Keterangan Ahli Waris.
Surat keterangan ahli waris dikeluarkan oleh pejabat-pejabat yang berwenang
menurut Surat Keputusan Departemen Dalam Negeri Direktorat Pendaftaran Tanah
Nomor DPT/12/63/12/69 juncto pasal 111 ayat 1 C point 4 PMNA No 3/1997, yang membedakan tentang siapa saja yang berwenang untuk membuat keterangan waris.
Sehingga dengan surat keterangan ahli waris pembagian warisan dilakukan dengan
152
Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
153
Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hal 5.
154
memastikan setiap orang yang mendapatkan warisan memiliki hak atas harta warisan
pewaris.
Pengecekan adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat sebelum membuat surat
keterangan ahli waris adalah salah satu cara untuk menjamin terpenuhinya hak setiap
ahli waris. Pengecekan adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat sangatlah penting
sehingga memperkecil kemungkinan sengketa dikemudian hari terkait harta warisan
yang telah dibagi dan membantu terjaminnya kepastian hukum pembagian warisan.
Tidak dilakukannya pengecekan adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat baik oleh
pejabat yang berwenang membuat surat keterangan ahli waris ataupun oleh ahli waris
membukakan kemungkinan terdapat gugatan atas pembagian warisan apabila
dikemudian hari diketahui ternyata pewaris memiliki wasiat.155
Ketidakpastian hukum tentang kedudukan akta wasiat yang tidak diketahui oleh
ahli waris dan penerima wasiat ini mengharuskan para ahli waris baik ahli waris ab intestato maupun ahli waris testamenter melakukan suatu upaya hukum untuk menjamin tidak dilanggarnya setiap hak dari ahli waris tersebut.
Untuk mencegah terjadinya sengketa terkait pembagian warisan tersebut
dikemudian hari, upaya preventif yang dapat dilakukan ahli waris terutama ahli waris
ab intestato adalah terlebih dahulu mengecek ke Daftar Pusat Wasiat terkait ada atau tidaknya wasiat yang pernah dibuat oleh pewaris.
155
Tetapi apabila telah terjadi pembagian warisan tanpa pengecekan wasiat
terlebih dahulu dan dikemudian hari diketahui adanya wasiat, terbuka berbagai upaya
hukum yang dapat dilakukan ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter. Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris,
yaitu: isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah dari pewaris. ahli waris
menurut undang-undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat 2 (dua) cara yaitu:156
1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) karena pribadi itu dipanggil atau ditetapkan oleh undang-undang untuk mewaris karena orang itu adalah keluarga sedarah yang terdekat derjat pertalian darahnya dalam kelas ahli waris yang terdekat pula dengan pewaris. Dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu : a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak
beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tuadan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris.
c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris.
d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi saling mewaris (Pasal 831 dan 894 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.
2. Pewarisan melalui penggantian tempat (bij plaats vervulling) suatu cara pewarisan dengan mana seseorang menjadi ahli waris karena menggantikan
156
tempat orang lain yang sekiranya akan mewaris jika orang yang digantikan itu masih hidup pada saat kematian pewaris. Syarat-syarat penggantian tempat : a. Orang yang menggantikan itu haruslah keluarga sedarah dari pewaris, tidak
tergolong orang yang tidak pantas mewaris, tidak ditiadakan haknya mewaris oleh pewaris dengan surat wasiat.
b. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris.
c. Pasal 847 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tiada seorang pun boleh menggantikan tempat orang yang masih hidup.
Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga
tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan
pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam
dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih
tinggi derajatnya menutup hak yang lebih rendah derajatnya.
Setelah meninggalnya pewaris, ahli waris ab intestato memiliki kewajiban untuk membagi harta warisan. Untuk dapat membagi harta warisan ahli waris ab intestato terlebih dahulu harus membuat surat kematian dan surat keterangan ahli waris.
Syarat-syarat Pembuatan Surat Keterangan Ahli Waris:157
1. Surat Pengantar dari RT/RW
2. Surat Pengantar dari Kelurahan Setempat 3. Fotocopy KTP Ahli Waris
4. Fotocopy KTP Almarhum 5. Fotocopy KK (Kartu Keluarga) 6. Fotocopy Akte Nikah
7. Fotocopy Akte Anak (Ahli Waris) 8. Surat Kematian
9. Surat Pernyataan Ahli Waris
Sedangkan sesuai dengan isi Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa :
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Pemeriksaan kepada Kepala Seksi Daftar Pusat Wasiat merupakan langkah
awal untuk penentuan pembagian, sehingga kelak tidak adanya tuntutan dari pihak
ahli waris lainnya serta tidak adanya penyimpanan data penting dalam pembagian
warisan. Pemeriksaan kepada Daftar Pusat Wasiat dilakukan baik oleh ahli waris
sendiri maupun dengan surat dari notaris yang dikirim kepada Kepala Seksi Daftar
Pusat Wasiat di Jakarta.158
Waktu yang dibutuhkan untuk menerima hasil dari Daftar Pusat Wasiat
bukanlah sebentar, karena itu dalam pelaksanaan pembagian waris membutuhkan
waktu yang tidak sedikit atau rentang waktu yang panjang. Hasil yang dikirimkan
oleh Kepala Seksi Daftar Pusat Wasiat ada dua jawaban, nihil atau adanya wasiat,
jika nihil maka pembagian kembali kepada cara ab intestato, namun jika dinyatakan ada wasiat, dalam surat tersebut disebutkan wasiat itu dibuat atau disimpan oleh
notaris yang mana semasa hidup pewaris datangi dan pewaris percaya. Selama wasiat
158
tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan paling utama tidak adanya ahli waris
yang dirugikan maka dapat dilaksanakan pembagian warisan berdasarkan wasiat
tersebut, namun jika adanya ahli waris dirugikan maka wasiat tidak dapat
dilaksanakan sepenuhnya.159
Surat Keterangan ahli waris dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran peralihan
hak pewaris kepada ahli waris. Kekeliruan dalam penetapan ahli waris dalam surat
keterangan ahli waris akan berdampak pada proses pembagian warisan itu sendiri.
Ahli waris ab intestato akan sangat dirugikan apabila setelah dilaksanakan pembagian warisan ternyata dikemudian hari terdapat seorang ahli waris testamenter yang menggugat pembagian warisan yang telah dilakukan. Ahli waris ab intestato dapat melakukan berbagai upaya hukum, antara lain: upaya hukum litigasi dan upaya
hukum non litigasi.
1. Upaya Hukum Non Litigasi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan "Alternatif Penyelesaian Perkara
(Alternatif Dispute Resolution) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar
pengadilan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli."
159
Ahli waris ab-intestato diperbolehkan melakukan salah satu upaya hukum non litigasi yang telah ditentukan undang-undang. Salah satu upaya hukum non litigasi
yang disarankan adalah negoisasi. Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak
yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga
sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang
berwenang mengambil keputusan.160
Negoisasi adalah penyelesaian sengketa melalui musyawarah/ perundingan
langsung diantara para pihak yang bertikai dengan maksud mencari dan menemukan
bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima para pihak. Kesepakatan mengenai
penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis atau juga
dapat berbentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang yang disetujui oleh
para pihak.
Perdamaian yang telah disepakati, baik dari hasil musyawarah maupun dari hal
lain haruslah tertulis, sebagaimana ketentuan yang telah ditegaskan dalam Pasal 1851
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tulisan adalah sesuatu yang memuat suatu
tanda yang dapat dibaca dan menyatakan suatu buah pikiran, tulisan dapat berupa
akta dan tulisan yang bukan akta. Akta adalah tulisan khusus yang dibuat untuk
dijadikan bukti atas hak yang disebut didalamnya.161
160
Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hal 49.
Kesepakatan dalam bentuk
tertulis seperti yang diungkapkan dalam Pasal 1851 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, sebenarnya undang-undang tidak menjelaskan secara terperinci mengenai
161
kata-kata “persetujuan ini tidaklah sah, melainkan dibuat secara tertulis”, ataupun
hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis, tidak ada ketentuan yang
mengharuskan untuk dituangkan dalam bentuk akta otentik, namun bukan berarti
dalam perdamaian selalu akta di bawah tangan, sangat di anjurkan untuk menuangkan
perdamaian tersebut dalam akta otentik, sehingga adanya kekuatan hukum dalam hal
pembuktian jika dikemudian hari adanya sengketa yang timbul.
Akta merupakan suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh
seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai alat
bukti dalam proses hukum.162
Perdamaian dalam perdata adanya dua sifat, menghindari sengketa dan
menyelesaikan sengketa. Dalam pewarisan dari kedua sifat tersebut perdamaian
menuju kepada pelaksanaan pembagian harta warisan atau harta peninggalan, baik
langsung pembagian harta peninggalan keseluruhan atau sebagian, serta pembagian
yang bersifat tanggung jawab bersama. Maksudnya dalam hal kesepakatan tidak
membagi harta peninggalan dan mengelola bersama. Pada akta perdamaian yang
bersifat menghindari sengketa, dimana para pihak berusaha untuk meredam sekecil
mungkin untuk timbulnya kasus atau sengketa waris dikemudian hari, dimana para
pihak tergantung pada kesepakatan yang dikehendaki dalam hal pembagian harta
peninggalan. Contohnya ahli waris yang sepakat untuk langkah awal tidak membagi
162
warisan dahulu, karena adanya beberapa faktor atau hal yang harus diselesaikan
antara ahli waris.
Dengan dibuatnya akta perdamaian baik di bawah tangan maupun otentik
maka setiap ahli waris mendapat pembagian tanggung jawab dalam mengurus dan
mengelola harta peninggalan tersebut, sehingga tidak menjadi harta yang tidak
terurus. Dalam hal ini produk hukumnya sebatas akta perdamaian dan jika ingin
dilanjutkan dapat lanjutkan pembuatan surat keterangan hak waris, namun dalam hal
pembuatan akta pemisahan dan pembagian belum dapat dilaksanakan, karena ahli
waris adanya kesepakatan tidak membagi dahulu.
Akta perdamaian yang bersifat menyelesaikan sengketa, cenderung dalam hal
ini telah ada sengketa antara ahli waris, baik sengketa besar maupun sengketa kecil
yang tidak sampai ke pengadilan. Jika sengketa telah sampai ke pengadilan dan telah
berjalan bukan berarti menutup kemungkinan perdamaian, dapat dilaksanakan. Akta
perdamaian yang menyelesaikan sengketa menghasilkan kesepakatan yang tidak
memberatkan para pihak atau ahli waris.
Dalam sengketa waris tidak terlepas mengenai pembagian warisan yang selalu
diperebutkan. Kebanyakan harta peninggalan dalam bentuk benda, baik benda
bergerak maupun benda tidak bergerak, sehingga keserakahan dari ahli waris ingin
memiliki bagian-bagian yang menguntungkan. Dalam hal contoh ahli waris berebut
harta peninggalan berupa tanah dan beserta bangunan di posisi dan wilayah yang
dalam kertas atau sebatas teori, dalam pembagian waris adanya faktor penghambat
atau kendala yang dihadapi dalam penyelesaiannya.
Terutama dalam hal pembagian yang mana harta peninggalan terbatas namun
ahli warisnya banyak sehingga banyak pula keinginan yang timbul dari ahli waris
tersebut terhadap pembagian harta peninggalan. Kendala yang timbul dari
pelaksanaan pembagian waris kebanyakan kendala tersebut timbul dari dalam
keluarga sendiri. Kendala yang sering dihadapi adalah hal ketidak puasan ahli waris
dalam mendapatkan bagian masing-masing, sehingga timbulnya ketamakan untuk
menguasai keseluruhan atau bagian yang menguntungkan saja bagi ahli waris.163
Melalui upaya hukum non litigasi ini ahli waris ab intestato dan ahli waris
testamenter mencari solusi terbaik atas sengketa pembagian warisan ini. Selain untuk menghemat biaya dan waktu, upaya hukum non litigasi ini sangat diperlukan untuk
tetap menjaga ikatan persaudaraan dan kekeluargaan diantara para ahli waris.
2. Upaya Hukum Litigasi
Ahli waris ab intestato pada dasarnya tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri karena ahli waris ab intestato tidak dirugikan atas sengketa ini. Yang berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri adalah ahli waris
testamenter yang haknya dirugikan.164
163
Hasil wawancara dengan Teti Winarti, selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Medan pada tanggal 20 Mei 2015.
164
Tetapi ahli waris ab intestato dapat memberikan pembelaan di sidang gugatan tersebut terkait tidak adanya niat buruk dan unsur kesengajaan dalam pembagian
warisan, dikarenakan ahli waris ab intestato telah melaksanakan semua prosedur sebelum pembagian waris dengan benar, tetapi produk hukum dari pada surat
keterangan ahli warisnya tidak sempurna karena tidak terlebih dahulu dilakukan
pengecekan terhadap wasiat.
Upaya hukum litigasi yang dapat dilakukan ahli waris ab intestato adalah mengajukan upaya hukum lanjutan berupa banding dan kasasi apabila ternyata pada
tingkat pertama ahli waris ab intestato dikalahkan dan apabila ahli waris ab-intestato
merasa dirugikan atas putusan Pengadilan Negeri.
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan.
Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan
pembagian warisan.165
Selain melalui Pengadilan Agama, berdasarkan penetapan bagian waris yang
telah ada, dapat juga memilih mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum
kepada pengadilan negeri. Hal ini dikarenakan ahli waris ab intestato telah menguasai barang yang bukan milik mereka. Saudara dapat menuntut pengembaliannya
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 574 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yang isinya:
165
“Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu,
supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya.”
Selain itu, juga dapat mengajukan ganti kerugian atas tindakan-tindakan yang
merugikan saudara. Pihak-pihak yang menguasai suatu barang yang bukan miliknya
dengan itikad buruk memiliki kewajiban untuk:166
a) Mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang kendati tidak dinikmatinya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah;
b) Mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
c) Membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang oleh pemiliknya.
B. Upaya Hukum Ahli Waris Testamenter Untuk Mendapatkan Perlindungan
Hukum Apabila Warisan Telah Dibagi Baru Kemudian Diketahui Adanya Wasiat.
Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam Pasal 874 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, setiap orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris
wasiat, terdiri atas testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi suatu erfstelling (penunjukkan satu atau beberapa ahli waris untuk mendapat seluruh atau sebagian harta peninggalan); legataris yaitu ahli waris karena
mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak atas
166
satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam benda
tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta waris.
Suatu harta peninggalan (warisan) diwarisi berdasarkan wasiat dan berdasarkan
undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau
beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang
atau beberapa orang ahli waris tersebut. Dalam pasal 875 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata surat wasiat atau testament itu adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia
meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.167
1. Upaya Hukum Non Litigasi
Pada persengketaan, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan
biasanya mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini
biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi, sehingga masing-masing pihak
mencari jalan keluar tanpa memikirkan kepentingan pihak lainya. Agar tercipta
proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat yang harus dipenuhi adalah
kedua belah pihak harus sama-sama memperhatikan atau menjunjung tinggi hak
untuk mendengar. Dengan persyaratan tersebut proses dialog dan pencarian titik temu
yang akan menjadi proses penyelesaian sengketa baru dapat berjalan. Proses
penyelesaian sengketa mengharuskan para pihak mengembangkan penyelesaian agar
dapat diterima bersama.
167
Pembagian warisan dengan cara sukarela tidak selamanya harus langsung
dibagi untuk masing-masing ahli waris, bisa saja pada mulanya untuk pemilikan
bersama terhadap harta tersebut, seperti yang telah dijelaskan di atas. Dengan
pelaksanaan secara sukarela adanya perdamaian yang ahli waris buat di hadapan
notaris untuk awal permulaan pelaksanaan pembagian waris. Perdamaian mana dibuat
sesuai dengan pernyataan setiap ahli waris setuju dengan pelaksanaan pembagian
waris yang mana telah disepakati bersama. “Perdamaian yang dalam bahasa Belanda
disebut juga “compromis” merupakan suatu perjanjian/persetujuan (overeenkomst) dengan mana para pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu
barang, mengakhiri suatu perkara yang belum putus (aanhangig) atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara”.168
“Setiap perdamaian hanya terbatas pada soal yang termaktub didalamnya;
pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan sekedar
hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi
lantaran perdamaian tersebut. Setiap perdamaian hanya mengakhiri
perselisihan-perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para pihak merumuskan maksud
mereka dalam perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan
sebagai akibat mutlak satu-satunya dari apa yang dituliskan".169
Pada pembagian waris yang melalui cara sukarela yang diawali dengan akta
perdamaian bukan berarti menutup kemungkinan timbulnya sengketa. Karena dalam
168
Komar Andasasmita, Notaris II Contoh Akta Otentik Dan Penjelasannya, (Bandung: Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Barat, 1990), hal 498.
169
hal pembagian waris kebanyakan timbul permasalahan setelah adanya pembagian
secara sukarela sesama ahli waris. Hal yang memicu timbulnya sengketa adanya
hal-hal yang oleh sebagian atau salah seorang ahli waris merasakan hak mewarisnya
hilang atau bagiannya yang tidak sepadan.
Pada penyelesaian sengketa waris melalui luar pengadilan melalui jalur
musyawarah dengan mediasi atau negosiasi. Sebenarnya negosiasi dan mediasi
terdapat pada sengketa bisnis namun tidak menutupi untuk diterapkan dalam sengketa
perdata lainya, yang berujung pada akta perdamaian nantinya.
Setiap orang melakukan negosiasi dalam kehidupan sehari-hari. Negosiasi
adalah merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan
kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda.
Negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah, baik yang tidak
berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang.170 Sedangkan mediasi
merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.171
2. Upaya Hukum Litigasi
Setiap orang yang merasa hak keperdataannya dilanggar orang lain atau
memiliki kepentingan dapat menggugat orang yang merugikannya ke Pengadilan
Negeri dengan menuntut ganti rugi.172
170
Suyud Margono, Op.cit, hal. 49.
171
Ibid, hal. 59.
Pembagian warisan yang berujung konflik atau sengketa, adanya pilihan
penyelesaian baik secara mufakat dan musyawarah keluarga maupun dengan jalur
hukum, yaitu mengajukan gugatan waris ke Pengadilan Negeri. Dalam hal ini putusan
hakim yang telah berkekuatan tetap merupakan paksaan untuk pembagian waris atau
harta peningalan, yang demikianlah disebut dengan pembagian waris atau harta
peninggalan secara paksa. “Tuntutan hukum untuk membatalkan suatu pemisahan
meliputi setiap akta yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan harta tidak terbagi
di antara para kawan waris, tak peduli apakah akta tersebut telah dilakukan dengan
nama jual-beli, pertukaran, perdamaian, atau lain sebagainya. Namun apabila
pemisahan harta peninggalan atau suatu akta yang seperti itu telah dilaksanakan,
maka tak dapatlah dimintakan pembatalan terhadap suatu perdamaian yang kiranya
telah dibuat untuk menghilangkan keberatan-keberatan yang nyata, yang terdapat
dalam akta pertama”.173
Putusan hakim mempunyai kekuatan yang mengikat bagi pihak-pihak yang
berperkara, dan kekuatan pembuktian, yang berarti bahwa dengan adanya putusan
telah diperoleh suatu kepastian tentang sesuatu, serta kekuatan eksekutorial yaitu
kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa Pembagian waris atau harta peninggalan secara paksa dimana
adanya pelaksanaan pembagian waris ditentukan oleh hakim dengan putusan hukum
yang berkekuatan tetap bahkan dapat dengan eksekusi.
173
oleh alat-alat negara.174
Perdamaian dilaksanakan untuk menghindari serta menyelesaikan
permasalahan, baik permasalahan tersebut masih bersifat musyawarah keluarga yang
tidak terpecahkan maupun permasalahan yang telah masuk ranah hukum, dalam hal
ini maksudnya sedang proses peradilan atau telah proses peradilan. Perdamaian yang
dilaksanakan ketika putusan hakim telah keluar dan para pihak masih tidak merasa
nyaman serta keinginan tidak terpenuhi, maka para pihak mengenyampingkan
putusan hakim dan membuat akta perdamaian di hadapan notaris. Hal yang demikian
bukan berarti salah, karena hukum perdata selalu memberi peluang untuk
perdamaian, lain dengan hukum pidana.
Putusan hakim tersebut tidak selalu memberikan kenyamanan
serta rasa keinginan yang tidak terpenuhi, karena dari itu tidak memungkinkan
adanya akta perdamaian yang mengenyampingkan putusan hakim tersebut.
Salah satu contoh kasus perdamaian yang mengenyampingkan putusan hakim
adalah perdamaian yang dilaksanakan para pihak dalam upaya menyelesaikan
sengketa waris melalui proses persidangan, yang pada akhirnya diputus oleh
Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara: 305/ Pdt. G/2007/PN.Bks. Gugatan
tersebut diajukan karena penggugat dirugikan atas harta warisan. Penggugat sebagai
orang yang menyatakan dirinya sebagai ahli waris yang sah dan tergugat
kedudukannya sebagai orang yang mengaku juga sebagai ahli waris dari pewaris. Hal
ini menimbulkan suatu permasalahan antara para pihak dan pada akhirnya ke
174
Rima Nurhayati, Tinjauan Hukum Akta Perdamaian Yang Menyampingkan Putusan
Pengadilan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap (Studi Kasus Perdata No.
pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Dalam faktanya para penggugat tetap
ingin pembagian harta warisan tersebut mendapat haknya yaitu untuk diakui sebagai
salah satu ahli waris dan mendapat bagian harta warisan yang disengketakan,
sehingga gugatan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Bekasi.
Proses persidangan di pengadilan telah mempunyai putusan yang tetap dari
Pengadilan Negeri Bekasi, isi putusan tersebut adalah dengan ketentuan apabila
pembagian tersebut secara teknis menemui kesulitan maka harta warisan tersebut
dijual lelang di muka umum dan hasil penjualannya di bagi tergugat, serta penggugat
masing-masing mendapat 1/5. (karena jumlah tergugat terdiri dari tiga orang,
sedangkan penggugat terdiri dari dua orang) bagian setelah di potong biaya pajak dan
biaya lain yang diperlukan, menetapkan antara penggugat dan tergugat sama-sama
sah para ahli waris dari Pewaris dan mengatur hak mereka.
Realisasi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde) dapat dijalankan dengan sukarela dan eksekusi. Para pihak berkehendak untuk upaya damai. Akta perdamaian dibuat karena dikehendaki oleh
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan.
Realisasi putusan hakim ini juga yang memberikan penegasan atas terlaksananya
kepastian hukum kewarisan di Indonesia.
Akta perdamaian yang dijalankan bukan perdamaian, tetapi akta perdamaian
pada umumnya.175 Akta perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu keputusan
hakim pada tingkat akhir. Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa
terjadi kekeliruan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak
dirugikan.176 Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu
putusan hakim telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui
oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak, adalah batal. Jika keputusan yang tidak
diketahui itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaian mengenai sengketa
yang bersangkutan adalah sah.177
175
Ibid.
176
Pasal 1858 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
177
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan
1. Akta wasiat yang tidak diketahui keberadaannya oleh ahli waris dan penerima
wasiat tetap memiliki kedudukan hukum dan tetap dapat dilaksanakan dengan
kekuatan pembuktian yang sempurna sepanjang dilaksanakan sesuai
formalitas pembuatan akta wasiat yang telah ditentukan. Tidak adanya aturan
yang mengatur daluarsanya sebuah akta wasiat mengakibatkan wasiat masih
dapat terus dilaksanakan selama wasiat tersebut tidak menjadi gugur sesuai
dengan Pasal 997, Pasal 1001 dan Pasal 1004 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Akta wasiat yang tidak diketahui keberadaannya oleh ahli waris dan
penerima wasiat hanya tertunda pelaksanaannya dengan tidak diketahuinya
adanya wasiat oleh ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter.
2. Akibat hukum pembagian warisan yang telah dilakukan tanpa terlebih dahulu
memeriksa adanya wasiat adalah dapat diajukan pembatalannya oleh penerima
wasiat karena pembagian warisan tersebut melanggar haknya sebagai
penerima wasiat dan terdapat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
ahli waris ab intestato kepada ahli waris testamenter, yang diuraikan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perbuatan Melawan
Hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berbuat
kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat bertentangan dengan
kesusilaan maupun sifat berhati-hati, kepantasan dan kepatutan dalam lalu
lintas masyarakat. Ahli waris ab intestato sebagai pihak dalam pembagian warisan terdahulu telah melakukan perbuatan melawan hukum, karena
perbuatannya bertentangan dengan hak orang lain yaitu: melanggar hak-hak
seseorang yang diakui oleh hukum, yaitu hak-hak pribadi
(persoonlijkheidsrechten), hak kekayaan (vermosgensrecht) dengan tidak memeriksakan terlebih dahulu tentang adanya wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
sebelum dilakukannya pembagian warisan.
3. Upaya hukum ahli waris untuk mendapatkan perlindungan hukum apabila
warisan telah dibagi baru kemudian diketahui adanya wasiat adalah melalui
upaya hukum non litigasi. Ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter
mencari solusi terbaik atas sengketa pembagian warisan ini. Salah satu upaya
hukum non litigasinya adalah negosiasi. Apabila tidak ditemukan kesepakatan
maka dapat dilakukan upaya hukum litigasi dimana ahli waris ab intestato
pada dasarnya tidak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri karena
D. Saran
1. Dalam rangka mencapai kepastian hukum khususnya mengenai wasiat,
sebaiknya diterbitkan peraturan yang mewajibkan pejabat pembuat surat
keterangan ahli waris mengecek adanya wasiat sebelum membuat surat
keterangan ahli waris sehingga tidak terjadi pembagian warisan tanpa
pemeriksaan adanya wasiat terlebih dahulu.
2. Dalam pembuatan testament, notaris hendaklah menjelaskan kepada pembuat
testament untuk menunjuk seorang pelaksana wasiat yang mengetahui adanya wasiat dan mewajibkan kepada pelaksana wasiat untuk memberitahukan
keberadaan surat wasiat tersebut.
3. Ahli waris ab intestato dan ahli waris testamenter sebaiknya mencari solusi terbaik atas sengketa pembagian warisan ini. Selain untuk menghemat biaya
dan waktu, upaya hukum non litigasi ini sangat diperlukan untuk tetap