• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman

bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,

dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau

pembuatan makanan dan minuman.

Menurut BKP (2010) Pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yakni :

1. Padi - padian, terdiri dari beras, jagung, terigu.

2. Makanan berpati adalah bahan makanan yang berasal dari akar atau umbi-

umbian, terdiri dari atas kentang, ubi kayu, ubi jalar, sagu, talas dan umbi-

umbian lain.

3. Pangan hewani, terdiri dari ikan, daging, susu, telur.

4. Minyak dan lemak, terdiri dari minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa

sawit dan margarin.

5. Buah dan biji berminyak, yang terdiri dari kelapa, kemiri, kenari, mete, dan

coklat.

6. Kacang - kacangan, terdiri kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang

lainnya.

7. Gula, terdiri dari gula pasir, gula merah (gula mangkok, gula lempengan, gula

semut) dan gula lainnya.

8. Sayur dan buah, adalah seluruh jenis sayur dan buah yang biasa dikonsumsi.

▸ Baca selengkapnya: metode yang sesuai untuk diterapkan dalam menggambar rumah tangga adalah

(2)

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2

kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada

tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya

untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang

dibutuhkan seseorang akan mencapai titik maksimum sementara kebutuhan non

pangan, tidak akan ada batasnya. Dengan demikian, besaran pendapatan yang

dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai

petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain, semakin

tinggi pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga

yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka

rumah tangga tersebut semakin sejahtera (Mulyanto, 2005).

Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran

terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.

Tingkat kebutuhan/ permintaan (demand) terhadap kedua kelompok tersebut pada

dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan

didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan

terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan.

Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi

pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan

untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan

(3)

Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas

permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas

terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada

kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik

jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan

barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai

tabungan (saving) atau diinvestasikan (BKP, 2010).

Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu

variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan (ekonomi

penduduk), sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan

perubahan tingkat kesejahteraan penduduk (BKP, 2010).

Pangsa atau Persentase Pengeluaran Pangan

Pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah

rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga. Menurut

Sinaga dan Nyak Ilham (2002) perhitungan pangsa atau persentase pengeluaran

pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut ini :

PF =

x 100 %

Dimana :

PF = Pangsa atau persentase pengeluaran pangan (%)

PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga (Rp/Bulan)

(4)

Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator klasifikasi

silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Pangsa

pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi, sedangkan

pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur

ketahanan pangan dari aspek gizi (Purwaningsih, 2010).

Apabila menggunakan indikator ekonomi, dengan kriteria apabila pangsa atau

persentase pengeluaran pangan rendah (≤ 60 % pengeluaran total) maka kelompok

rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tahan pangan. Sementara itu

apabila pangsa atau pengeluaran pangan tinggi (> 60 % pengeluaran total) maka

kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tidak tahan pangan

(Purwantini, 1999).

Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa

pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan

rendah berarti kurang dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan.

Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki

kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang

tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga

tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran

tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan tinggi

berarti lebih dari 60 % bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini

mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah

tangga tersebut. Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga

rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat

(5)

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga antara

lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah

anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga.

1. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi.

Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena

ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli

aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan peningkatan kehidupan

juga menjadi berubah (Sumardi, 2003).

Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi

keluarga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Keluarga atau

masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian besar dari

penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi penghasilan

semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan. Rumah

tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan akan

berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan

mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi

pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi

perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti

memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang

lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan

(6)

Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia

akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang

berpenghasilan rendah, sebagian besar pendapatannya digunakan untuk

mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan

akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka

mulai pada tingkat pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan

dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nonpangan, sehingga pada

kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan

pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan- kebutuhan lain selain pangan,

sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya

tidak sebesar pengeluaran nonpangan (Fatimah,1995).

Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat

pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar

tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur

distribusi pendapatan masyarakat (Rosida, 2007).

Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan

peningkatan permintaan yang progresif. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, yang

menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar

proporsi dari pendapatan tersebut yang dibelanjakan untuk makanan. (Sinaga dan

Nyak Ilham, 2002).

2. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat juga dijadikan cerminan keadaan

(7)

yang dimiliki seseorang, semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat

pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam menunjang

perekonomian keluarga, juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga

(Hidayat, 2005).

Soekirman (2000) mengemukakan bahwa pada bagan penyebab kekurangan gizi

oleh UNICEF 1998 tercantum bahwa meski secara tidak langsung namun tingkat

pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi.

Dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah

satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu

rumah tangga. Tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan

positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini

termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya.

Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya

pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene,

kesadaran terhadap keluarga, disamping berpengaruh pada faktor sosial ekonomi

lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, makan, dan perumahan. Ibu memegang

peranan penting pada pengelolaan rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu rumah

tangga terutama dapat menentukan sikap pengetahuan dan keterampilannya dalam

menentukan makanan keluarga (Hidayat, 2005).

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Anggota keluarga (Ukuran rumah tangga) akan mempengaruhi

pendapatan perkapita dan pengeluaran untuk komsumsi pangan. Rumah tangga

(8)

menimbulkan lebih banyak masalah. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga,

mungkin tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah

tangga tersebut tetapi hanya mencukupi sebagian dari anggota rumah tangga itu

(Purwantini & Ariani 2002).

4. Lamanya Berumah Tangga/ Umur Perkawinan

Alokasi pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh lamanya berumah tangga/

umur perkawinan. Setiap tingkatan keluarga baik keluarga yang muda ataupun

keluarga tua memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda - beda, baik pangan dan

non pangan. Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga, maka

penggunaan/ alokasi pendapatan akan berbeda pula (Fatimah, 1995).

2.2. Landasan Teori

Teori Konsumsi

Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment,

Interest and Money memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara

konsumsi dan pendapatan. Lebih lanjut Keynes mengatakan bahwa ada

pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat

(outonomous consumption) dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan

bertambahnya penghasilan (Waluyo, D. E., 2002).

Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan

oleh James Duesenberry dengan bukunya Income, Saving, and the Theory of

Consummer Behavior, bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak

(9)

maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya

perbedaan tersebut.

Di dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk

mengamati faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi

seseorang.

a. Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah Interdependen. Artinya,

pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi

yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Jadi faktor lingkungan

dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.

b. Pengeluaran konsumsi adalah Irreversible. Artinya, pola pengeluaran pada saat

penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan

mengalami penurunan. Di dalam hal ini dikatakan bahwa pengeluaran

konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya

pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan

tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila

pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi

juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan sebaliknya bila

pendapatan mengalami penurunan maka akan diikuti juga oleh penurunan

konsumsinya. Akan tetapi, proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan

proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi

(10)

Hukum Engel

Hukum engel, berbunyi : “semakin besar pendapatan, semakin kecil bagian

pendapatan yang digunakan untuk komsumsi, dan semakin kecil pendapatan

semakin besar pula bagian pendapatan yang digunakan untuk komsumsi.

Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan

peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi

harga pangan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka menurut hukum

Engel pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga akan

semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan

.

Untuk lebih jelasnya kurva

Engel dapat dilihat pada Gambar 1 Berikut ini :

Gambar 1. Kurva Engel

Perubahan pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan

permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat, permintaan terhadap barang

tersebut perubahannya makin kecil dibanding perubahan pendapatan. Jika

(11)

kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal makin tinggi

(Deaton dan Muelbauer, 1980)

2.3 Peneliti Terdahulu

Sepriyanti V. Barus 2015, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor –

Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan Rumah Tangga

Pasca Erupsinya Gunung Sinabung di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat,

Kabupaten Karo” menyimpulkan rumah tangga pasca erupsinya Gunung

Sinabung yang ada di Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo

termasuk rumah tangga rawan pangan karena sebanyak 64% sampel rumah tangga

memiliki besar pangsa atau persentase pengeluaran pangan yang tinggi. Secara

parsial, faktor – faktor yang memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap

pengeluaran rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota

rumah tangga. Dan faktor – faktor yang secara parsial tidak memiliki pengaruh

yang nyata/signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga pasca erupsinya

Gunung Sinabung adalah tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan lamanya

berumah tangga/ umur perkawinan.

Friska Juliana Simbolon 2011, dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Miskin

di Kecamatan Medan Tuntungan” menyimpukan bahwa Secara parsial faktor-

faktor yang memiliki pengaruh yang nyata dan positif terhadap pengeluaran

pangan rumah tangga adalah : pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota

rumah tangga, sedangkan yang memiliki pengaruh yang nyata dan negatif

terhadap pengeluaran pangan rumah tangga adalah : jumlah subsidi beras untuk

(12)

tidak memiliki pengaruh yang nyata/ signifikan terhadap pengeluaran pangan

rumah tangga miskin adalah : tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan lamanya

berumah tangga/ umur perkawinan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pengeluaran rumah tangga dibagi dua, yakni pengeluaran untuk pangan dan

pengeluaran untuk nonpangan. Dimana pengeluaran pangan rumah tangga untuk

mengkonsumsi pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor dan masing- masing

faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa faktor tersebut antara

lain seperti: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,

jumlah anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga/ umur perkawinan.

Dari faktor - faktor tersebut akan mempengaruhi besar kecilnya alokasi suatu

rumah tangga untuk mengkonsumsi kebutuhan pangan dan dengan

membandingkan total pengeluaran pada rumah tangga untuk pangan dan

nonpangan dapat dilihat berapa besar pangsa atau persentase pengeluaran. Dilihat

dari besar pangsanya, yaitu jenis pengeluaran terhadap jumlah pengeluaran

(pangan dan nonpangan), menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat ketahanan

pangan suatu rumah tangga maka semakin besar pangsa pengeluaran pangan.

(13)

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan

− − : Menyatakan Pengaruh

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Rumah Tangga

Pengeluaran

Pengeluaran Pangan

Pengeluaran Non Pangan

Pangsa Pengeluaran Pangan

Tahan Pangan

Tidak Tahan Pangan Faktor-Faktor:

-Pendapatan Rumah

Tangga

-Tingkat Pendidikan

Ibu

-Jumlah Anggota

Rumah Tangga

(14)

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Faktor pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga,

jumlah anggota rumah tangga, lamanya berumah tangga/ umur perkawinan

memiliki pengaruh yang nyata/ siginifikan terhadap pengeluaran pangan

rumah tangga di daerah penelitian

2. Pangsa pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga di Desa Karang

Gading, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat, di wilayah penelitian

>60%, yang berarti di desa tersebut termasuk desa yang tidak tahan pangan.

Gambar

Gambar 1. Kurva Engel
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kemampuan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI dalam memetakan hutan mangrove di Segara Anakan pada tahun 2000 – 2015

[r]

Pekerjaan : Jasa Konsultan Perencana Kontruksi Fisik Renovasi Ruang Pelayanan Tanggal : 27

[r]

[r]

20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan Nasional (2003: 3), pasal 1 yang menyatakan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Metode yang digunakan dalam penelitian, selain melakukan pengamatan gerakan dan pergeseran jembatan dengan menggunakan GPS, maka pada saat yang bersamaan dari pengamatan

Total ongkos inventori yang dikeluarkan Divisi Logistik bagian Pengadaan 1 PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) untuk Drop Cable Aerial 1CSM G.657 2SC/UPC 35M dengan