• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Teologis dan Implementasinya docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendekatan Teologis dan Implementasinya docx"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN TEOLOGIS

DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENGKAJIAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik

Mata Kuliah: Pendekatan Dalam Pengkajian Islam

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Arifi, M.A

Disusun oleh:

AFIK AHSANTI (1320411038)

2 PAI A (NON REGULER)

PROGRAM PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAM KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK

2013/2014

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(2)

tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti ia mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.1

Pada mulanya kegiatan studi kegamaan dipandang sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Kebanyakan orang berkata; agama tidak boleh diteliti karena agama adalah wahyu Allah yang tidak bisa diutak-atik lagi. Inilah yang menyebabkan penelitian agama di Indonesia pada awal tahun 70-an dianggap sesuatu yang tabu.

Akan tetapi, agama sebagai seperangkat wahyu harus dapat difungsikan dan dirasakan sebagaimana mestinya. Manusia harus mengerti dan memahami substansi nilai yang dikandung di dalamnya. Oleh karena itu, manusia harus melakukan apresiasi intelektual atau penelitian ilmiah atas agama dengan ditopang oleh suatu kerangka metodologi yang tepat.2

Seiring perkembangan zaman, akhirnya, sebagian besar orang telah memahami bahwa agama bisa diteliti tanpa merusak ajaran atau esensi agama itu sendiri. Kini, penelitian terhadap agama bukanlah hal yang asing lagi, malah orang berlomba-lomba melakukannya dengan berbagai pendekatan. Salah satu dari beberapa pendekatan dalam memahami Islam adalah pendekatan teologis.

Teologi sebagaimana diketahui membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Setiap orang yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberikan seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambing oleh peredaran zaman.3

Permasalahan teologi ini memberikan tujuan untuk memberikan pandangan lain terhadap Islam yang tidak hanya mengenal Islam hanya dari sudut pandang hukum atau fikih. Mengenal Islam hanya dari sudut tinjauan fikih saja tentu akan memberi gambaran yang pincang tentang Islam. Fikih

1 Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.7.

2 H.M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 3

(3)

yang hanya memperkenalkan Islam sebagai agama yang banyak membahas halal dan haram, sehingga akan timbul kesan bahwa Islam adalah agama yang sempit.

Perlu kiranya memperkenalkan Islam secara mendalam dari aspek-aspek lain kepada umat Islam khususnya di Indonesia dari sudut tinjauan teologi.4 Karena teologi tidak hanya sebatas membahas soal halal haram seperti dalam fikih akan tetapi dalam teologi juga membahas tentang iman dan kufr, siapa yang yang sebenarnya Muslim dan masih tetap dalam Islam, dan siapa yang sebenarnya kafir dan telah keluar dari Islam. Dengan demikian tinjauan teologi ini akan memberikan pandangan lebih lapang dan sikap yang lebih toleran.

Paradigma pokok atau kerangka sejarah pemikiran teologi Islam telah diselesaikan oleh para ilmuan pada abad ke-19 dan masa setelah perang dunia ke-I. Karya yang masih dianggap mempunyai urgensi fundamental dalam menyediakan orientasi ke wilayah studi adalah Vorlesungen karya Ignaz Goldziher, The Development of Muslim Theology, Jurisprudence and Constitutional Theory karya Duncam Black Mac. Donald dan karya Max Horten.A.J.Websink dalam karyanya yang berjudul The Muslim Creed

mengeksplorasi beberapa tema dasar dari pemikiran teologis pada awal Islam secara rinci. MM. Annawati dan Louis Gardet telah mengadopsi metode sistematik ala teologi skolastik dalam tradisi Islam yang didapati dari skolastisisme latar belakang Kristen-Katolik. Karya awal yang menjadi sumber utama dalam kajian tentang kalam adalah al-Milal wa al-Nihal karya al-Syihristani, al-Farqu Bain al-Firaq karya al-Baghdadi dan

Maqalat al-Islamiah karya al-Asy’ari.5

Melalui pendekatan teologi ini kehadiran agama secara fungsional lebih dirasakan manfaatnya oleh para penganutnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang konsep teologi dan implementasi pendekatan teologi dalam studi Islam.

4Ibid,...hlm. xi

(4)

B. Rumusan Masalah

Berpijak pada latar belakang masalah diatas perlu kiranya merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendekatan teologis dalam pengkajian Islam?

2. Bagaimana karakteristik dasar pendekatan teologis dalam pengkajian Islam?

3. Bagaimana metodologi pendekatan teologis dalam pengkajian Islam? 4. Bagaimana implementasi pendekatan teologi bagi (perkembangan/studi)

keilmuan?

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendekatan Teologis dalam Pengkajian Islam 1. Pengertian Teologi Islam

Secara etimologi, teologi terdiri dari dua kata yaitu “theos”, artinya Tuhan dan “logos” yang berarti “ilmu” (science, study, discourse). Jadi teologi berarti ilmu tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan.6 Secara

(5)

terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dan segala sesuatu yang terkait dengannya,7 juga membahas hubungan Tuhan dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan.8

Definisi “theology” yang diberikan oleh ahli-ahli ilmu agama antara lain dari Fergilius Ferm, yaitu “the dicsipline which concern God (or the divine reality) and God’s relation to the world” artinya teologi ialah pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam semesta.9

Dalam Encyclopedia Everyman’s, disebutkan tentang theology sebagai berikut “Science of religion, dealing therefore with God, and man in his relation to God” artinya pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang Tuhan dan manusia dalam pertaliannya dengan Tuhan.10 Sedangkan dalam Encyclopedia Of Religion And

Religious, dikatakan bahwa teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta, namun seringkali diperluas mencakup seluruh bidang agama.11

Menurut Nicko Syukur sebagaimana dikutip oleh Imam Suprayogo dan Tobroni, teologi adalah pengetahuan adikodrati yang metodis, sistematis, dan koheren tentang apa yang diwahyukan Allah. Boleh dikatakan bahwa teologi adalah refleksi ilmiah tentang iman. Teologi merupakan ilmu yang “subjektif” yang timbul dari dalam, yang lahir dari jiwa yang beriman dan bertaqwa berdasarkan wahyu.12

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teologi adalah ilmu yang membahas tentang masalah ketuhanan baik hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan Tuhan dengan manusia dan hubungan dengan alam semesta.

Perkataan teologi sebenarnya tidak berasal dari khazanah dan tradisi Islam. Teologi merupakan istilah yang diambil dari agama lain,

7 Ya’kub Hamzah, Filsafat Agama Titik Temu Akal Dengan Wahyu (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hlm.10

8 Amsal Bachtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 18.

9 A. Hanafi, Pengantar Theology Islam....hlm. 11.

10Ibid.,

11 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.57

(6)

yaitu khazanah dan tradisi gereja Kristiani.13 Secara harfiah teologi berasal dari bahasa Yunani (theos dan logos yang berarti ilmu ketuhanan). Istilah teologi dalam bahasa Yunani tersebut, dalam tradisi Islam dikenal dengan ilmu kalam yang berarti perkataan-perkataan manusia tentang Allah.14

Pengambilan istilah teologi ke dalam agama Islam, tidaklah dimaksudkan untuk menolak kata teologi itu. Sebab pengambilan suatu istilah dari khazanah dan tradisi agama lain, tidaklah harus dipandang sebagai sesuatu yang negatif, apalagi jika istilah tersebut dapat memperkaya khazanah dan membantu mensistematisasikan pemahaman tentang Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu teologi juga berbicara tentang berbagai masalah yang berkaitang dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti masalah iman, kufr, musyrik, murtad; masalah kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya; hal-hal yang membawa kepada semakin tebal dan tipisnya iman; hal-hal-hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni al-quran; status orang-orang yang tidak beriman dan sebagaianya. Sejalan dengan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka teologi terkadang dinamai pula ilmu Tauhid, ilmu Ushuluddin, ilmu ‘aqaid karena dengan ilmu ini seseorang diharapkan agar meyakini dalam hatinya secara mendalam dan mengikatkan dirinya hanya kepada Allah sebagai Tuhan.15

Teologi dalam Islam disebut juga ‘ilm al-tawhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau Esa dan keEsaan dalam pandangan Islam, sebagaimana monotheisme, merupakan sifat yang terpenting di antara segala sifat-sifat Tuhan.16 Selanjutnya, teologi juga disebut dengan ilmu kalam. Kalam adalah kata-kata.17 Menutut Syech M. Abduh ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tetang wujud Tuhan, sifat-sifat yang

13 Muhtadin dan Mustafa, Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme Beragama, HUNAFA Vol.3 No.2 2006, hlm. 131.

14 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian....,hlm.57.

15Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 269.

16 Harun Nasution, Teologi Islam...hlm. ix.

(7)

mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, tentang Rosul-rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka.18 Karena persoalan kalam tersebut, sabda Tuhan atau Al-Quran, penah menimbulkan pertentangan-pertentangan yang keras di kalangan umat Islam di abad ke-9 dan ke-10 M, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu.19

2. Macam-Macam Aliran Teologi Islam

Dalam membahas macam-macam aliran teologi Islam tidak akan sampai ke detailnya, namun hanya akan menyebutkan aliran-aliran teologi yang sempat berkembang dalam Islam. Macam-macam aliran teologi dalam Islam antara lain:

a. Khawarij b. Murji’ah c. Mu’tazilah d. Qadariyah e. Jabariyah f. Maturidiah g. Asy’ariyah

h. Ahlu sunnah wal jama’ah.

3. Pengertian Pendekatan Teologis Dalam Pengkajian Islam

Dalam studi keagamaan sering dibedakan antara kata religion

dengan kata religiousity. Religion biasa dialihbahasakan menjadi “agama”, pada mulanya lebih berkonotasi sebagai kata kerja, yang mencerminkan sikap keberagamaan atau kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai ketuhanan. Tetapi dalam perkembangannya, religion bergeser menjadi semacam “kata benda”, ia menjadi himpunan doktrin, ajaran, serta hukum-hukum yang telah baku yang diyakini sebagai kodifikasi

18 A. Hanafi, Pengantar Theology Islam....,hlm. 12.

(8)

perintah Tuhan untuk manusia.20 Sedangkan religiousitas lebih mengarah pada kualitas penghayatan dan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.21

Pendekatan teologi dalam studi agama adalah pendekatan iman untuk merumuskan kehendak Tuhan berupa wahyu yang disampaikan kepada para nabinya agar kehendak Tuhan itu dapat dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Karena itu, pendekatan teologi dalam studi agama disebut juga pendekatan normatif dari ilmu-ilmu agama itu sendiri. Secara umum, metode teologi/normatif dalam studi agama bertujuan untuk mencari pembenaran dari suatu ajaran agama dalam rangka menemukan pemahaman/pemikiran keagamaan yeng lebih dapat dipertanggungjawabkan secara normatif idealistik.22

Pendekatan teologi adalah cara pandang atau analisis terhadap masalah ketuhanan dengan menggunakan norma-norma agama atau simbol-simbol keagamaan yang ada. Dengan kata lain, pendekatan teologi cenderung normatif karena keyakinan teologi (kegamaan) menjadi norma dalam melihat suatu fenomena.23

Pendekatan teologis agama dipandang sebagai keyakinan atau dogma Tuhan yang bersifat absolut. Keyakinan ini bersifat subjektif dan partikular. Dalam arti, bahwa suatu kebenaran yang diyakini berlaku untuk orang-orang yang meyakininya, atau bahkan menolaknya. Disebut partikuler (bagian) karena keyakinan tersebut tidak berlaku secara universal (umum), hanya bagi pemeluk agama tertentu. Karenanya, terdapat kepercayaan yang berbeda-beda, seperti teologi Islam, teologi Kristen, dan teologi Yahudi.24

Pendekatan ini menjelaskan agama khususnya tentang kepercayaan-kepercayaan terhadap rukun-rukun agama (doktrin ketuhanan). Termasuk, sangat mungkin menjelaskan wujud empirik keberagamaan para pemeluknya dilihat sebagai kebenaran yang terkait

20 Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam...hlm. 3.

21Ibid., hlm. 4.

22 Imam Suprayogo Dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama...hlm. 59.

23 Muhtadin Dan Mustafa, “Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme Beragama”. HUNAFA. Vol.3. No.2, Juni 2006, hlm. 131.

(9)

dengan dogma-dogma Tuhan tersebut. Dalam arti, bahwa pendekatan ini disamping melihat agama dalam arti dimensi dogma yang bersifat normatif, juga melihat agama dalam arti dimensi religiousitas yang bersifat empirik. Namun, kedua dimensi agama tersebut ditinjau secara normatif menggunakan ilmu dan teori ketuhanan (teologi).25natisme semacam ini pada gilirannya memungkinkan terjadinya ketagangan antarpara pengikut kepercayaan atau agama yang berbeda ketika terdapat keadaan-keadaan sosial tertentu yang mendorongnya. Maka, pendekatan keberagamaan semacam ini membutuhkan pendekatan-pendekatan baru yang bersifat inklusif.26

Pendekatan teologis menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tertentu, sehingga lahir pada diri pemeluknya sikap-sikap mempertahankan kepercayaan dan simbol-simbol sebagai identitasnya. Maka, pendekatan demikian tidak jarang menimbulkan sikap paling benar dalam beragama, sedangkan yang lain salah. Sikap f

Pendekatan teologis merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan penelitian agama. Hal ini dilakukan untuk menjawab persoalan apakah agama dapat diteliti. Sementara ahli dan ulama, menurut Noeng Muhadjir, bahwa ilmu dan wahyu itu memiliki otonomi dibidangnya masing-masing. Ekstremitasnya menimbulkan filsafat di antara para ulama, dan menabukan non empirik dan non sensual diantara para ilmuan. Apapun alasan yang dikemukakan, adalah bahwa pendekatan teologi dalam penelitian agama dimaksudkan untuk menjembatani para pakar ilmu agama (ulama) dengan ilmuan lainnya, karena pendekatan teologi dalam penelitian agama berada di kawasan naqli atau wahyu dan ada yang aqli atau produk budaya manusia.27

Adapun yang termasuk kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ulama-ulama, pendeta, rahib terhadap suatu subjek masalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab mereka, baik disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah

25Ibid.,.hlm. 17.

26Ibid., 17-18.

(10)

maupun dalam rangka penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang sudah ada. Pendekatan teologis memahami agama secara harfiah atau pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.28

Teologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memenuhi kriteria saintifik, yaitu penggunaan akal dengan segala kemampuan analisisnya, generalisasinya, serta hukum-hukum penarikan kesimpulan induksi dan deduksi terhadap data-data pengalaman.29 Dengan cara ini bisa diperoleh hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang mendasari dan mengaitkan fakta dan fenomena yang disajikan serta menyatukan seluruh isi pengalaman ke dalam satu sistem yang koheren secara keseluruhan.

Apabila pengetahuan ini bersifat ilmiah, yaitu metodis sistematis dan koheren terdapat pada teologi, maka teologi yang dimaksud adalah penegetahuan adikodrati atau merupakan refleksi ilmiah terhadap iman. Dengan demikian, ada faktor yang membedakan secara mendasar antara teologi dengan ilmu pengetahuan lainnya. Teologi berdasarkan wahyu Allah sebagaimana yang ditangkap oleh manusia beriman, sedangkan ilmu pengetahuan lainnya berdasarkan pengalaman indrawi dan pemikiran rasional.30

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat dari suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung

nilai-28Pendekatan Teologi (ilmu kalam), dalam http://amvanalion.blogspot.com/p/pendekatan-teologiilmu-kalam.html. Akses tanggal 4 April 2014.

29 Moh Natsir Mahmud, Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam

(Ujungpandang: IAIN Alaudin, 1998), hlm. 84

(11)

nilai luhur. Untuk bidang sosial agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya.

Pendekatan teologis atau normatif dalam pengkajian Islam telah melahirkan banyak karya yang berkaitan dengan tafsir, sunnah dan keilmuan naqli seperti fikih, kalam, dan tasawuf. Pendekatan ini pada prakteknya tidak dapat berdiri sendiri, namun harus dipadu dengan pendekatan lain, khususnya sosial humaniora dan kealaman.31

B. Karakteristik Dasar Pendekatan Teologi Islam

Pendekatan teologis dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog yang saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang ada pada akhirnya terjadi pembagian-pembagian umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Melalui pendekatan teologis ini agama dapat menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna. Pendekatan teologis juga erat kaitannya dengan ajaran pokok dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penularan pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada keraguan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini, agama tampil prima dengan seperangkat ciri yang khas.

Berikut ini, ada beberapa yang menjadi dasar dalam teologis normatif diantaranya:

1. Truth Claim (klaim kebenaran) hanya ada pada ajarannya. Hal ini memiliki korelasi dengan logika Aristoteles yang bersifat clear-cut, hitam-putih dan salah-benar, hanya berbicara tentang dirinya sendiri dan tentang kebenarannya sendiri.

(12)

2. Partikularistik, artinya mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentinngan umum. Mementingkan daerahnya atau sukunya masing-masing (sukuisme).

3. Teosentris, menurut Amin Abdullah masih didominasi oleh pemikiran yang bersifat transendental-spekulatif yang kurang menyinggung masalah-masalah insaniyat (humaniora) yang meliputi kehidupan sosial, politik dan lain sebagainya.32

4. Formalistik, menekankan bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah.

5. Intoleran, tidak menghargai pandangan atau kepercayaan orang lain yang berbeda atau yang bertentangan dengan dirinya.

6. Deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.

C. Metodologi Pendekatan Teologis Dalam Pengkajian Islam

Mengkaji ajaran Islam diperlukan suatu metodologi yang tepat, sehingga dapat menghasilkan teknik dan cara yang tepat selanjutnya akan menghasilkan pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan umat. Hal ini mutlak diperlukan sebagai langkah mewujudkan cita-cita ajaran Islam, menjadi rahmat bagi seluruh alam.33

Metodologi studi Islam merupakan suatu prosedur ilmiah mengenai salah satu kajian terhadap ajaran Islam.34 Metodologi sendiri dapat diartikan dengan science of method yang diartikan sebagai suatu pembahasan konsep teoritik berbagai metode terkait dalam suatu sistem pengetahuan. Secara

32 Amin Abdullah, Filsafat Kalam di Era Post Modernisme (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 48

33 Hasyim Hasanah, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Ombak, 2013), hlm. 59.

(13)

etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata method yang berarti cara dan logy yang berarti ilmu atau teori.35

Selanjutnya dikatakan bahwa metodologi erat kaitannya dengan istilah

research atau penelitian, pengumpulan data atau cara memperoleh informasi data, analisis data, kajian atau pendekatan (approach) dan lain sebagainya.36

Sumadi Suryabrata sebagaimana dikutip oleh hasyim hasanah mengemukakan bahwa metodologi merupakan suatu teori yang memuat prosedur ilmiah, biasanya dipergunakan untuk melakukan pencarian data yang berkaitan dengan langkah-langkah tertentu, sehingga didapatkan pemecahan masalah.37

1. Objek Kajian Islam

Objek kajian (studi) Islam adalah semua hal yang membicarakan tentang Islam, mulai dari tingkat wahyu berupa nash, hasil pemikiran para ulama, sampai pada level praktik yang dilakukan masyarakat. Dengan adanya perbedaan level kajian menentukan juga pendekatan dan metode yang digunakan.38

Al-Quran dipandang sebagai sumber ajaran dan sumber hukum Islam yang pertama dan utama, sedang Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Ketika Al-Quran dan Hadits dijadikan, dipahami dan dijadikan sebagai obyek kajian, maka muncullah penafsiran pemahaman dan pemikiran. Demikian juga lahirlah berbagai jenis ilmu Islam yang kemudian disebut ”ةيملسلا ةساردلا” atau “Islamic Studies”. Jika Al-Quran dan Hadits, dipahami dalam bentuk pengetahuan Islam, maka kebenaranya berubah menjadi relatif, dan tidak lagi mutlak. Hal ini karena pemahaman, pemikiran dan penafsiran merupakan hasil upaya manusia dalam mendekati kebenaran yang dinyatakan dalam Wahyu Allah dan sunnah Rasulullah..Karena produk manusia, maka hasilnya relatife bisa benar, tapi juga bisa salah. Bisa benar unuk waktu tertentu, tapi tidak untuk waktu yang lain.

2. Teori Dalam Pendekatan Teologi-Normatif 35Ibid., hlm. 60.

36Ibid.,

37Ibid.,

(14)

a. Hal-hal untuk mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empirik dan eksperimental.

b. Hal-hal yang sulit dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan dengan ra’yi (penalaran). Masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Maka sikap yang perlu dilakukan dengan pendekatan normatif adalah sikap kritis.39

3. Model-Model Penelitian Teologis

Penelitian teologis dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Penelitian pemula, yaitupenelitaian yang bersifat dasar dan pemula. Penelitian ini ditemukan beberapa hasil penelitian pemula sebagai berikut:40

1) Model Abu Manshur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al-Maturidy Al-Samarkandy

2) Model Al-Imam Abi Al-Hasan Bin Ismail Al-Asyari 3) Model Abd Al-Jabbar Bin Ahmad

4) Model Thahawiyah

5) Model Al-Imam Al-Haramain Al-Juwainy 6) Model Al-Ghazali

7) Model Al-Amidy 8) Model Al-Syahrastani 9) Model Al-Bazdawi41

b. Penelitian lanjutan, yaitu penelitian atas sejumlah karya yang dilakukan oleh para peneliti pemula. Pada penelitian ini para peneliti mencoba melakukan deskripsi, analisis, klasifikasi, dan generalisasi.42 Adapun berbagai hasil penelitian lanjutan adalah sebagai berikut:

39 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009), hlm. 198.

40 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam..., hlm 270.

41Ibid.,276.

(15)

1) Model Abu Zahrah

2) Model Ali Musthafa Al-Ghurabi

3) Model Abd Al-Lathif Muhammad Al-Asyr 4) Model Ahmad Mahmud Shubhi

5) Model Ali Sami A-Nasyr dan Ammar Jam’iy Al-Thalibi 6) Model Harun Nasution.43

4. Langkah-langkah Pokok Penyusunan Draft Penelitian dan Pengkajian Islam

Langkah-langkah pokok penyususnan draft penelitian dan pengkajian Islam adalah salah satu bagian pokok dari “konstruksi teori” penelitian agama. Langkah-langkah tersebut pada hakikatnya merupakan kegiatan yang harus ada dalam suatu rencana penelitian.44

Adapun hal-hal yang harus ada dalam draft penelitian agama adalah sebagai berikut:

a. Unsur latar belakang masalah b. Studi kepustakan

c. Landasan teori d. Metodologi penelitan e. Kerangka analisis.45

D. Implementasi Pendekatan Teologis

Dalam implementasi pendekatan teologis dalam pengkajian Islam, penulis akan melakukan penelitian dengan judul:

Sholawat dan Dzikir Habib Syekh Assegaf

(Tren Baru Dalam Tradisi Shalawat dan Dzikir Umat Islam)

A. Latar Belakang Masalah

Musik diciptakan untuk mengekspresikan emosi terdalam manusia mengenai kehidupan, merasakan kehadiran keilahian, merayakan berbagai ritus sosial, menidurkan anak, dan lainnya.

43Ibid.,280.

44Ibid.,179.

(16)

Sebagai contoh, Tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Jalaludin Rumi di Konya, Turki pada abad ke-13, menggunakan musik untuk mengungkapkan rasa cinta hamba dengan Tuhan. Mereka berzikir sambil melakukan tarian berputar-putar yang diiringi oleh gendang dan suling.46

Perkembangan musik di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Di media massa, banyak yang mempertontonkan acara-acara musik yang mempunyai banyak penggemar. Bahkan acara-acara musik tersebut semakin “naik daun” dengan berlomba-lombanya stasiun televisi swasta yang setiap hari selalu menyuguhkan acara tersebut denga berbagai kreasi dan inovasinya. Disini musik selalu bisa dinikmati oleh para penikmatnya. Penulis mengambil satu jenis musik yang bernuansakan Islam, yaitu shalawat.

Tradisi shalawat yang ditujukan kepada Nabi Muhammad oleh masyarakat di Indonesia sudah tak asing lagi. Dari anak kecil sampai orang tua pasti telah mendengar shalawat Nabi. Ada beragam praktik shalawatan di berbagai daerah di Indonesia. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada bulan kelahiran Nabi, yakni Rabi’ul Awal. Sehingga bulan ini sering disebut “Maulid” atau Mulud di Jawa. Di daerah Surakarta, pada mulanya juga berkembang tradisi shalawatan, tepatnya di Pajang, Laweyan, Solo. Di dalam acara tersebut, biasanya warga-warga di sekitar Solo, termasuk Karanganyar, Klaten, Boyolali, datang berduyun-duyun untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad. Mereka datang untuk bershalawat bersama dan dilanjutkan pengajian oleh ulama-ulama besar. Dari tradisi inilah, acara-acara shalawatan berkembang menjadi cukup masif di berbagai daerah, seperti acara “Yogyakarta Bershalawat..”, “Pemalang Berdzikir…”, “Shalawat dan Dzikir bersama Habib Syech”, dan sebagainya.47

46 Nur Rosyid, “Bershalawat Bersama Habib : Transformasi Baru Relasi Audiens Muslim NU Di Indonesia”. JANTRA: Balai Pelestarian Nilai Sejaran dan Tradisi. Vol. VII. No. 2. Desember 2013, hlm. 2.

(17)

Tradisi shalawatan ini kemudian berkembang di Jawa dengan istilah “slametan”. Ritus ini merupakan ritus inti dalam masyarakat Jawa yang digunakan untuk melanjutkan, memelihara atau meningkatkan tatanan. Doa-doa dilangsungkan dalam setiap penyelenggaraan dan pada perayaan-perayaan komunal demi menjamin “kesinambungan yang mulus”. Lebih lanjut, agar sebuah slametan menjadi ritual yang efektif, para tetangga juga harus disertakan, bahkan jika acara yang diselenggarakan dimaksudkan untuk mengamankan kesejahteraan pribadi seseorang. Dengan demikian, acara shalawatan kurang lebih sama dengan praktik ritual slametan orang Jawa. Bershalawat pada dasarnya tidak untuk diri pribadi, tetapi dilakukan secara komunal. 48

Perkembangan musik shalawatan di Solo menarik untuk dikaji. Mulai tahun 1999, sejak Haddad Alwi dan Sulis merilis album “Cinta Rasul”, musik tersebut menjadi populer di kalangan masyarakat Solo. Bahkan di desa-desa sering terdengar lantunan musik dari speaker-speaker masjid maupun rumah. Akan tetapi, kepopulerannya tidak berlangsung lama semenjak lagu-lagunya di adopsi sebagai soundtrack sinetron-sinetron religi. Baru kemudian seorang Habib Syech dari keluarga Assegaf, memunculkan gebrakan luar biasa dengan mendirikan “Jamaah Ahbabul Musthofa” (Jamaah Pecinta Rasulullah/Kanjeng Nabi). Sampai saat ini, dia sukses menelurkan sembilan album solonya.

Dalam prakteknya, shalawat justru dianggap bid’ah oleh kalangan tertentu. Menurut mereka, materi pujian yang menggambarkan Nabi sebagai pemberi syafa’ah, ampunan, dan keselamatan adalah perbuatan syirik (menyekutukan Tuhan). Maksudnya, mereka menempatkan Nabi dalam kapasitas sebagai pemberi keselamatan, padahal itu sebuah hak mutlak Tuhan saja.

Oleh karena itu, perumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

(18)

1) Bagaimana pengaruh shalawat dan dzikir Habib Syekh Assegaf dalam komunitas Islam di Indonesia?

2) Bagaimana relevansi shalawat dan dzikir Habib Syekh Assegaf dalam meningkatkan keimanan masyarakat?

B. Studi Kepustakan

Untuk mendukung penelaahan yang lebih komprehensif, seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka peneliti melakukan kajian awal terhadap penelitian penelitian-penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan topik yang diteliti.

Diantara penelitian yang terkait dengan shalawat Habib Syekh adalah Jurnal Nur Rosyid dengan judul Bersholawat Bersama Habib: Transformasi Baru Relasi Audiens Muslim NU di Indonesia. Jurnal Jantra: Balai Pelestarian Nilai Sejarah dan Tradisi. Vol. VII. No. 2. Desember 2013. Dalam jurnal ini disebutkan transformasi shlalawat NU dari tradisi Maulud Nabi yang membaca shalawat sampai dengan shalawat dengan model Habib Syekh yang berada di Solo.

Menurut hemat peneliti, jurnal yang ditulis oleh Nur Rosyid belum memfokuskan pada tren baru shalawat dan dzikir Habib Syekh. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan guna mengkaji tren shalawat dan dzikir secara berjamaah yang dilakukan oleh Habib Syekh Assegaf dalam rangka menambah keimanan kepada Allah dan Nabi Muhammad.

C. Landasan Teori 1. Shalawat

(19)

agar Allah SWT. memberi rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.

Shalawat juga berarti doa, baik untuk diri sendiri, orang banyak atau kepentingan bersama. Sedangkan shalawat sebagai ibadah ialah pernyataan hamba atas ketundukannya kepada Allah SWT, serta mengharapkan pahala dari-Nya, sebagaimana yang dijanjikan Nabi Muhammad SAW, bahwa orang yang bershalawat kepadanya akan mendapat pahala yang besar, baik shalawat itu dalam bentuk tulisan maupun lisan (ucapan).49

2. Dzikir

Dzikir menurut konteks bahasa mengandung beberapa pengertian, mengandung arti menceritakan. Arti Dzikir yang sebenarnya adalah suatu cara / media untuk menyebut/mengingat nama Allah, jadi semua bentuk aktivitas yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah dinamakan dzikir seperti shalat (QS. Thoha : 14), tetapi lebih spesifik lagi dzikir dibatasi dengan kata mengingat Allah dengan lisan dan hati.50

a. Pembagian dzikir

Pada hakikatnya semua anggota tubuh manusia dapat digunakan sebagai dzikir asalkan digunakan untuk bersyukur atau mendekatkan diri kepada Alloh, seperti shalat, puasa dan pergi haji. Tetapi para ahli tasawuf membagi dzikir itu dengan dua bagian :

1) Dzikir Billisan :

Berdzikir dengan menggunakan lidah dan menggerakkan kedua bibir.

اذذإإفذ ممككبإونكجك ىلذعذوذ اادوعكقكوذ اامايذقإ هذلللا اموركككذمافذ ةذلذصلذلا مكتكيمضذقذ اذذإإفذ

ااتوقكومملذ ااباتذكإ نذينإمإؤممكلما ىلذعذ تمنذاكذ ةذلذصلذلا نلذإإ ةذلذصلذلا امومكيقإأذفذ ممتكننذأممذطما

49 Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal 11 Juni 2014.

(20)

"Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. Annisa : 103).

Mu'az bertanya kepada Nabi tentang amal yang paling utama. Nabi menjawab : "Sampai mati lidahmu basah dengan berdzikir kepada Alloh". (HR. Al Baihaqi). Dalam Hadits Qudsi dikatakan : "Aku selalu bersama hamba-Ku apabila ia mengingat-Ku dengan menggerakkan kedua bibirnya".51

Berzikir dengan lisan ada dua cara :

(a)Sir yaitu berdzikir dengan suara perlahan sekiranya hanya terdengar oleh telinga orang yang berdzikir, orang tasauf menamakan dzikir ini adalah "Azzikru Bissirry" yang merupakan cara berdzikir yang paling afdhol.

ولإدكغكلمابإ لإومقذلما نذمإ رإهمجذلما نذودكوذ ةافذيخإوذ ااعرلكضذتذ كذسإفمنذ يفإ كذبلذرلذ رككذماوذ

نذيلإفإاغذلما نذملإ نككتذ لذوذ لإاصذلاوذ

"Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al Araf : 205). (b)Jahar yaitu berdzikir dengan suara keras sekira terdengar

telinga orang yang berdzikir dan orang yang didekatnya. 2) Dzikir Bilqolbi :

Berzikir dengan menggunakan hati dan sama sekali tidak terdengar oleh telinga. (QS. Ali Imran : 135).

بكولكقكلما نلكئإمذطمتذ هإلللا رإكمذإبإ لذأذ هإلللا رإكمذإبإ مهكبكولكقك نلكئإمذطمتذوذ امونكمذآ نذيذإللذا

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya

(21)

dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram" (QS. Ar-Rad : 28)

Setiap zikir Billisan dan Bilqolbi mempunyai kelebihan dan kekurangan. Zikir billisan dengan suara jahar kelebihannya disamping berzikir secara tidak langsung dapat mengajarkan orang yang disekitarnya untuk mengikuti zikirannya seperti zikir sesudah shalat Fardhu yang dipandu oleh imam.

Sabda Nabi : "Siapa yang mengajarkan / menunjukkan seseorang dalam kebaikan pahalanya sama dengan orang yang mengarjakannya". Akan tetapi kekurangannya dekat kemungkinan menjadikan orang yang berzikir menjadi Riya ( rasa ingin dipuji) dan Ujub (merasa dirinya lebih dari orang lain), kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah. Zikir dengan Sir atau Bilqolbi pahala dan zikirannya hanya untuk orang yang membaca zikir tersebut, tetapi jauh kemungkinan menimbulkan sifat yang buruk.52

b. Halaqah zikir atau Majlis Dzikir

Salah satu cara untuk mendawamkan (kontinyu) berzikir dengan membuat Halaqah (Forum) atau Majlis zikir, minimal dua orang atau lebih. Majlis zikir disamping untuk memberi semangat dalam berzikir juga mengajak orang lain untuk berzikir.

"Tidaklah sekelompok orang berzikir kepada Allah disatu majlis melainkan mengelilingi malaikat dan menurunkan rahmat kepada mereka, maka Alloh ingat kepada mereka siapa saja yang ada disisinya". (QS. Ali Imran : 104).

Para sufi apabila ingin berzikir sendiri maka ia membuat "Jawiyah" yaitu tempat / pojok khusus untuk berzikir dan bila

(22)

berzikir dilakukan bersama-sama maka mereka membuat "Ribath" yaitu majlis / pesantren khusus untuk zikir bersama.53

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian dekriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. 54

2. Melalui pendekatan teologis ini menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.55

3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah shalawat dan dzikir Habib Syekh Assegaf.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: a. Wawancara

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara ini ditujukan kepada masyarakat yang mengikuti majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh.

b. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi ini dilakukan ketika ada majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh digelar.

E. Kerangka Analisis

53 Ibid.,

54 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam....hlm. 188.

(23)

Dalam kerangka analisis ini akan disajikan secara deskriptif tentang majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh yang digelar hampir diseluruh penjuru tanah air.

Secara historis, jamaah Ahbabul Musthofa yang dipimpin Habib Syech sudah lama mengadakan pengajian rutin di pesantren-pesantren tertentu. Pengajian ini merupakan tradisi dari keluarga besarnya, Assegaf. Pada malam Kamis pengajian diadakan di rumah Habib Syech, malam Sabtu Kliwon di Purwodadi, malam Rabu Pahing di Kudus, malam Sabtu Legi di Jepara, malam Ahad Pahing di Sragen, malam Jum’at Pahing di Timoho Yogyakarta, dan malam Ahad Legi di Surakarta.56

Berdasarkan telaah isi lagu-lagunya, sebagian besar diambil dari tiga kitab yang menjadi dasar tradisi shalawat: al-Barzanji, al-Diba'i, dan al-Burdah. Beberapa lagu diambil dari album-album “Cinta Rasul”, serta lagu ulama lainnya seperti Gus Dur dan Habib Luthfi dari Pekalongan. Sehingga, shalawatan yang dikembangkan oleh Habib Syech adalah proses reproduksi dari lagu-lagu sebelumnya.

Proses komodifikasi shalawatan yang dilakukan Ahbabul Musthofa, tidak serta merta didorong oleh industri media. Proses komodifikasi ini dipicu oleh kekhawatiran habib-habib dan ulama setempat terhadap muslim agar tidak terpengaruh MTA (Majelis Tafsir Al Qur’an). Di sekitar kompleks tersebut, tepatnya di sekitar pasar Semanggi, terdapat pusat MTA yang berdiri awal tahun 2000 oleh ustad Sukino. Inti dari gerakan ini adalah mencoba mengembalikan setiap ibadah Islam harus sesuai dengan Al Qur’an. Sehingga setiap ibadah atau ritus Islam yang dianggap tidak berdasarkan Al Qur’an dianggap sebagai “bid’ah”. Organisasi ini mengembangkan dakwahnya dengan tiga cara, yaitu: pengajian rutin Minggu pagi, dakwah keliling dan dakwah melalui radio. Semua cara dakwah tersebut menggunakan satu sistem, yakni tanya jawab. Cara ini berbeda dengan tradisi pesantren atau dakwah Islam pada umumnya

(24)

yang lebih bersifat satu arah. Proses komunikasi dua arah inilah, menyebabkan gerakan ini cukup berkembang dengan pesat.

Menurut gerakan MTA tradisi membaca al Barzanji tidak ada semasa Nabi hidup. Di samping itu, bershalawat berarti menempatkan Nabi Muhammad sebagai penolong di hari kiamat. Sehingga menyamakan kedudukan Nabi dengan Allah. Pandangan ini terlihat berseberangan dengan Nahdliyin yang lebih banyak bershalawat sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi. Tentu saja bagi para ulama Nahdliyin setempat, pandangan tersebut dianggap cukup “mengganggu keimanan” jamaahnya. Padahal dalam pandangan nahdliyin, bershalawat tersebut adalah salah satu bentuk ibadah yang dasar tuntunannya telah jelas. Pengemasan shalawat menjadi sesuatu yang enak didengar dan dinikmati ini, secara politis digunakan sebagai upaya penjagaan tradisi.57

Majelis shalawat dan dzikir Habib Syekh mengemas tradisi Nahdliyin yang gemar bershalawat akan tetapi juga mengingat Allah dengan majelis dzikirnya. Allah berfirman :















 























































“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS.Al-Ahzab: 56).

Al-Hâfizh Ibn Hajar Al-Asqalânî telah menjelaskan tentang madzhab-madzhab atau pendapat-pendapat ulama mengenai hukum bershalawat dalam kitabnya “Fath al-Bârî”, sebagaimana dijelaskan dibawah ini.

Para ulama yang kenamaan, mempunyai sepuluh macam madzhab (pendirian) dalam masalah bershalawat kepada Nabi Saw.:

(25)

1. Madzhab Ibnu Jarîr Al-Thabarî. Beliau berpendapat, bahwa bershalawat kepada Nabi, adalah suatu pekerjaan yang disukai saja. 2. Madzhab Ibnu Qashshar. Beliau berpendapat, bahwa bershalawat kepada Nabi suatu ibadat yang diwajibkan. Hanya tidak ditentukan qadar banyaknya. Jadi apabila seseorang telah bershalawat, biarpun sekali saja. Terlepaslah ia dari kewajiban.

3. Madzhab Abû Bakar Al-Râzî dan Ibnu Hazmin. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa bershalawat itu wajib dalam seumur hidup hanya sekali. Baik dilakukan dalam sembahyang, maupun di luarnya. Sama hukumnya dengan mengucapkan kalimat tauhid. Selain dari ucapan yang sekali itu hukumnya sunnat.

4. Madzhab Al-Imâm Al-Syâfi’i. Imam yang besar ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib dibacakan dalam tasyahhud yang akhir, yaitu antara tasyahhud dengan salam.

5. Madzhab Al-Imâm Asy-Sya’bî dan Ishâq. Beliau-beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib hukumnya dalam kedua tasyahud, awal dan akhir.

6. Madzhab Abû Ja’far Al-Baqîr. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib dibaca di dalam sembahyang. Cuma beliau tidak menentukan tempatnya. Jadi, boleh di dalam tasyahhud awal dan boleh pula di dalam tasyahhud akhir.

7. Madzhab Abû Bakar Ibnu Bakir. Beliau ini berpendapat, bahwa shalawat itu wajib kita membacanya walaupun tidak ditentukan bilangannya.

8. Madzhab Thahawî dan segolongan ulama Hanafiyah. Al-Thahawî berpendapat bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendengar orang menyebut nama Muhammad. Paham ini diikuti oleh Al-Hulaimî dan oleh segolongan ulama Syâfi’iyyah.

(26)

10. Madzhab yang dihikayatkan oleh Al-Zamkhsyarî dari sebagian ulama Madzhab ini berpendapat bahwa bershalawat itu diwajibkan pada tiap-tiap kita mendoa.58

Untuk mengetahui manakah paham yang harus dipegangi dalam soal ini, baiklah kita perhatikan apa yang telah diuraikan oleh Al-Imâm Ibn Al-Qayyim dalam kitabnya Jalâul Afhâm, katanya : “Telah bermufakat semua ulama Islam atas wajib bershalawat kepada Nabi, walaupun mereka berselisih tentang wajibnya di dalam sembahyang. Segolongan ulama tidak mewajibkan bershalawat di dalam sembahyang. Di antaranya ialah, Al-Thahawî, Al-Qâdhî al-’Iyâd dan Khaththabî. Demikianlah pendapat para fuqaha selain dari Al-Syâfi’i.”

Dengan uraian yang panjang Al-Imâm Ibn Al-Qayyim membantah paham yang tidak mewajibkan shalawat kepada Nabi SAW di dalam sembahyang dan menguatkan paham Al-Syâfi’i yang mewajibkannya.

Al-Imâm Ibn Al-Qayyim berkata: “Tidaklah jauh dari kebenaran apabila kita menetapkan bahwa shalawat kepada Nabi itu wajib juga dalam tasyahhud yang pertama. Hanya hendaklah shalawat dalam tasyahhud yang pertama, diringkaskan. Yakni dibaca yang pendek.

Maka apabila kita renungkan faham-faham yang telah tersebut itu, nyatalah bahwa bershalawat kepada Nabi itu disuruh, dituntut, istimewa dalam sembahyang dan ketika mendengar orang menyebut nama Nabi Muhammad Saw.

Berkata Al-Faqîh Ibn Hajar Al-Haitamî dalam Al-Zawâjir: “Tidak bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW ketika orang menyebut namanya, adalah merupakan dosa besar yang keenampuluh.”

Hadits nabi yang artinya: “Apakah tidak lebih baik saya khabarkan ke-padamu tentang orang yang dipandang sebagai manusia

(27)

yang sekikir-kikirnya? Menjawab sahabat : Baik benar, ya Rasulullah. Maka Nabi-pun bersabda : Orang yang disebut namaku dihadapannya, maka ia tidak bershalawat kepadaku, itulah manusia yang sekikir-kikirnya.” (HR. Al-Turmudzi dari ‘Ali).

Kemudian hadis Nabi yang lain yang artinya: “Kaum mana saja yang duduk dalam suatu majelis dan melamakan duduknya dalam majelis itu, kemudian mereka bubar dengan tidak menyebut nama Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi, niscaya mereka menghadapi kekurangan dari Allah. Jika Allah menghendaki, Allah akan mengadzab mereka dan jika Allah menghendaki, Allah akan memberi ampunan kepada mereka. ” (HR Al-Turmudzî).59

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan teologis lebih bercorak normatif. Pendekatan teologis dalam pemahaman keagamaan merupakan pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya salah.

Aliran teologis yang berpikir dirinya yang paling benar dan yang lain salah akan mengakibatkan timbulnya saling mengkafirkan, keliru, sesat, bid’ah dan lain sebagainya. Yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusif), tidak ada ruang dialog dan toleransi sehingga menimbulkan pengkotak-kotakan umat.

Pendekatan teologis ini mempunyai karakteristik dasar yaitu: truth claim, partikularistik, eksklusif, intoleran, formalistik, dan deduktif. Adapun

(28)

metodologi yang digunakan sebenarnya hampir sama dengan penelitian sosial yang dapat digunakan dalam penelitian agama. Langkah-langkah dalam metodologi penelitian agama yaitu: latar belakang masalah, studi kepustakan, landasan teori, metodologi penelitian, kerangka analisis.

Dalam implementasi pendekatan teologi, penelitian merujuk pada majelis shalawat dan dzikir yang dipimpin oleh Habib Syekh Assegaf. Banyak kalangan yang mendukung majelis yang diadakan oleh Habib Syekh sehingga pengunjungnya pun banyak. Akan tetapi ada bebrapa kalangan yang menganggap shalawat yang dilakukan adalah bid’ah. Alasannya adalah karena lebih mengagungkan Nabi Muhammad dibandingkan Allah yang maha memberi keselamatan. Namun dalam analisisnya jika kita mengacu pada beberapa dalil yang diambil dari Al-Quran dan Hadits maka sebenarnya shalawat adalah dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Hanafi. 1992. Pengantar Theology Islam. Cet Ke V, Jakarta: Pustaka Al-Husna

Abuddin Nata. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(Buku Rujukan)

Amin Abdullah. 1995. Filsafat Kalam di Era Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Amsal Bachtiar. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Anonim. Dalam Http://Roelwie.Wordpress.Com/Makna-Shalawat/. Akses Tanggal 11 Juni 2014.

Anonim. Dalam Http://Www.Dzikir.Org/Index.Php/Dzikir. Akses Tanggal 11 Juni 2014.

Atang Abd Hakim dan Jaih Mubarok. 2006. Metodologi Studi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(29)

Harun Nasution. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.

Hasyim Hasanah. 2013. Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: Ombak.

Imam Suprayogo dan Tobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Khoiruddin Nasution. 2009. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA.

M. Gufron Ma’ruf, Metodologi Studi Islam; Teori Dasar Pendekatan dalam

Pengkajian Islam, dalam

http://ibnumakruf.staff.stainsalatiga.ac.id/2013/01/23/metodologi-studi-islam-teori-dasar-pendekatan-dalam-pengkajian-islam/. Akses tanggal 25 Maret 2014.

Moh. Natsir Mahmud. 1998. Bunga Rampai Epistemologi dan Metode Studi Islam. Ujungpandang: IAIN Alaudin.

Moh. Nurhakim. 2004. Metodologi Studi Islam. Malang: UMM Press.

Muhtadin dan Mustafa. Reorientasi Teologi Islam Dalam Konteks Pluralisme Beragama, HUNAFA Vol.3 No.2. 2006.

Nico Syukur Dister. 1989. Filsafat Agama Kristiani. Cet. IV. Jakarta: Pustaka.

Noeng Muhadjir. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV Cet. I, Yoyakata: Rake Sarasin.

Nur Rosyid, “Bershalawat Bersama Habib : Transformasi Baru Relasi Audiens Muslim NU Di Indonesia”. JANTRA: Balai Pelestarian Nilai Sejaran dan Tradisi. Vol. VII. No. 2. Desember 2013.

Pendekatan Teologi (ilmu kalam), dalam

http://amvanalion.blogspot.com/p/pendekatan-teologiilmu-kalam.html. Akses tanggal 4 April 2014.

Pokja Akademik. 2005. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dari teks edisi khusus majalah TEMPO, berdasarkan analisis yang telah dilakukan kiranya dapat diperoleh imaji tentang Indonesia yang bertolak dari kerangka

Bertitik tolak dari pemahaman teologis yang diberikan Karman, penulis merefleksikannya pada berbagai peristiwa perang yang terjadi diberbagai belahan bumi ini,

Pertama, pendekatan teologis normatif dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang dapat memahami agama dengan menggunakan ilmu keyuhanan yang bertolak belakang dari

_ Pendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu

Dari ketiga istilah yang dipakai dalam memahami pemahaman akan kedatangan Yesus kembali diurutkan melalui peristiwa Apokalipsis terlebih dahulu dimana kita akan memahami ajaran

Teori etika konsekuensialis menilai baik buruk atau salah benar suatu tindakan dari akibat atau konsekuensinya.. Karena itu etika konsekuensialis biasa disebut juga teologis(dari

Menurut Abuddin Nata, pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan

Persepsi Persepsi proses kognitif yg dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan  dan memahami dunia sekitarnya Stereotip