1.1. Latar belakang
Penyakit tidak menular (PTM), merupakan penyakit kronis, tidak
ditularkan dari orang ke orang, mempunyai durasi yang panjang dan umumnya
berkembang lambat. Empat jenis PTM utama menurut World Health Organization
(WHO) adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner, stroke), kanker,
penyakit pernafasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), dan
diabetes.Penyakit Tidak Menular (PTM) bertanggung jawab atas 68 % dari semua
kematian secara global pada tahun 2012. WHO memperkirakan, pada tahun 2020
PTM akan menyebabkan 73 % kematian dan 60 % kesakitan.
Penyakit pernafasan kronis seperti penyakit paru kronik obstruktif,
terutama di negara berkembang telah mengalami peningkatan kejadian dengan
cepat yang berdampak pada peningkatan angka kematian dan kecacatan. Penyakit
ini merupakan salah satu dari ke-4 terbesar penyebab kematian di dunia. Di
Indonesia, prevalensi penyakit tidak menular untuk penyakit paru kronik
obstruktif adalah 4,5 %. Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara, tingkat
prevalensinya tergolong cukup tinggi yaitu sebesar 3,6 % (Riskesdas, 2013).
Dari dataDinas Pengelolaan Lingkungan Hidup, Energi dan Sumber Daya
Mineral Kota Medan pada tahun 2007, Kota Medan terletak di bagian utara
Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 265,10 km2, dengan jumlah penduduk sebesar 2.067.288 jiwa. Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di
Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Sebagai kota metropolitan dengan
aktivitas pembangunan kota yang sangat padat di berbagai sektor, terkadang
aktivitas tersebut membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu
dampak yang ditimbulkan adalah pencemaran udara.
Berdasarkan Laporan Basis Data Lingkungan Hidup Kota Medan pada
sebesar 1,43 % setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang demikian pesat
akan membawa konsekuensi peningkatan aktivitas penduduk dan jumlah
kendaraan.
Dari data Dinas Perhubungan Kota Medan tahun 2010, jumlah kendaraan
di Medan pada tahun 2004 terhitung 1.022.755 unit dan mengalami peningkatan
menjadi 2.708.511 unit pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan kenaikan sebesar
23,82 % per tahun. Seiring bertambah banyaknya jumlah kendaraan tersebut,
polusi udara akan meningkat. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas udara yang
akan menimbulkan berbagai macam gangguan sistem pernafasan seperti
pneumonia, asma, dan bronkitis.
Gas karbon monoksida merupakan bahan pencemar yang paling banyak
terdapat di udara, sedangkan bahan pencemar berupa partikulat (padat maupun
cair) merupakan bahan pencemar yang sangat berbahaya (sifat racunnya sekitar
107 kali dari sifat racunnya gas karbon monoksida). Kendaraan bermotor
menyumbang hampir 100 % timbal, 13-14 % suspended particulated matter
(SPM), 71-89 % hidrokarbon, 34-73 % NOx dan hampir seluruh karbon
monoksida ke udara (Depkes, 2008).
Berdasarkan data dari Departemen Lingkungan dan Konservasi tahun
2005, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi udara di daerah
perkotaan dan menyumbang 70 % emisi NOx, 52 % emisi VOC dan 23 %
partikulat. Akibat pencemaran udara dari kendaraan bermotor, saat ini tercatat,
penyakit infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan sistem pernafasan lain
selalu menduduki peringkat atas dari 10 penyakit terbanyak yang dilaporkan oleh
pusat-pusat pelayanan kesehatan puskesmas, klinik dan rumah sakit (Mulia,
2005).
Gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan terjadinya penurunan
fungsi paru. Untuk mengetahui apakah fungsi paru seseorang bekerja secara
normal atau tidak, dapat diketahui dari pengukuran volume paru dengan
melakukan pemeriksaan spirometri. Nilai kapasitas volume paru dan volume
Faktor – faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru sangat bervariasi,
salah satunya yaitu lama bekerja dan kebiasaan merokok seseorang. Beberapa
bukti dari hasil penelitian yang dikutip dari jurnal J J M Medical College,
Davangere, Karnataka India menyimpulkan bahwa seseorang yang bekerja di
wilayah yang sering terpapar polusi dan zat pencemar lebih rentan untuk
mengalami penurunan fungsi paru, dikarenakan sering menghirup udara yang
telah terkontaminasi oleh debu, asap, dan gas. Contohnya adalah supir angkutan
umum, pekerja industri mebel, tukang cat, dan lain – lain (Johncy dkk, 2011).
Sedangkan inhalasi asap tembakau baik primer maupun sekunder sendiri juga
dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan. Asap rokok mengiritasi
paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih menurunkan kapasitas vital
paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Suyono, 1996).
Pekerjaan sebagai supir angkutan umum merupakan salah satu jenis
pekerjaan yang beresiko besar untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Gangguan
fungsi paru pada supir angkutan umum dapat disebabkan oleh partikel yang
terinhalasi ke saluran nafas. Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang
diatas, perlu diadakannya sebuah penelitian pada supir angkutan umum di
Terminal Amplas Medan. Penulis mempunyai keinginan untuk menyusun sebuah
rancangan karya tulis ilmiah dengan judul : Hubungan Lama Bekerja dan
Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi
Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Apakah Ada Hubungan Antara Lama Bekerja dan
Paksa Satu Detik (VEP1) pada Supir Angkutan Umum di Terminal Amplas Kota
Medan?”.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi
Paksa Satu Detik (VEP1).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui:
1. Apakah ada hubungan antara lama bekerja dengan Kapasitas Vital
Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1) pada
supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan?
2. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan Kapasitas
Vital Paru (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Satu Detik (VEP1)
supir angkutan umum di Terminal Amplas Medan?
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Pemerintah Daerah/Dinas Kesehatan
Bagi pemerintah daerah/dinas kesehatan, penelitian ini dapat menjadi
masukan dalam merencanakan program pengendalian penyakit paru di
masyarakat.
2. Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menambah studi
kepustakaan institusi dan sebagai informasi tambahan untuk penelitian
selanjutnya.
3. Subjek Penelitian
Bagi subjek penelitian, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan
4. Peneliti
Bagi peneliti, penelitian dapat menambah wawasan dalam
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti serta