• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPOLOGI PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA DESKRIPSI DOMAIN DAN TAKSONOMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TIPOLOGI PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA DESKRIPSI DOMAIN DAN TAKSONOMIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF Volunte VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

TIPOLOGI PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA DESKRIPSI DOMAIN DAN TAKSONOMIK

Oleh : Marcus Lukman

ABSTRACT

'Law and the Leader' are lwo concepts which in the process of reciprocal relationship might arise antagonist and protagonist legal problem. Anlogonisl legal problent will arise if the leader has done illegal act. While, protagonist legal problem will arise if lhere is a juslifable reason for the act thol ethicolly, morally and legally occountable. Therefore, lhe furlher comprehension of the two problents should be exanrined by donain descriplion and latononty typology of the illegal act.

Keywords : Donrcin description, laxononty typology of the illegal act.

PENDAHULUAN

Ultra berkembang di beberapa negara Anglo Saxon dan Eropa Kontinental. Kata Vires adalah sebuah konsep perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Konsep ini Ultra berarti sangat dan Vires artinya bengkok, menyimpang atau menyeleweng.

Jadi dapat dimaknakan perbuatan tlltra Vires adalah perbuatan yang sangat menyimpang dari norma keharusan.

Domain penguasa merupakan terjemahan dari istilah Overheids atau Autoriteit (Belanda) dan Administrtive Authority (nggris). Penguasa dapat diartikan secara kolektif ataupun perseorangan.

Secara kolektif biasanya dipersonifi kasikan sebagai pej abat yang memegang jabatan dan atau memiliki kcwenangan publik tertentu di pemerintah.

Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengakomodasinya dengan sebutan Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara. Demikian pula, berdasarkan Undang- Undang No. 3 I Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dikonsepsikan sebagai Pejabat atau Badan Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

S u b s t a n s i p e r b u a t a n U l t r a V i r e s , dikonstruksikan ke dalam dua kategori tindakan hukum, yaitu "mandatory" dan "inquiry" (Z,. M.

Nedjati and J.E. Trice, 1978). Tindakan hukum

"mandatory", ialah segala bentuk tindakan hukum publik penguasa yang bersifut imperatif, artinya ada keharusan norma hukum positifyang secara tegas mengaturnya di dalam peraturan perundang- undangan. Setiap tindakan ultra vires biasanya

Tipologi Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa 204 Deskripsi Domain dan Talcsonomik

Markus Lukman

(2)

PERSPEKTIF Volunte VII No.4 Tahun 2002 Edisi Okrober

menimbulkan akibat hukum yang merugikan kepentingan publik, hak privat material, maupun imaterial kepada orang ataupun badan hukum.

S e r t a m e w a j ib k a n s i p e l a k u n y a untuk bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dari tindakan ulta viresnya dan dapat digugat di peradilan umum maupun peradilan administrasi (untuk beschikking).

Sebaliknya untuk tindakan hukum "inquiry", hanya menimbulkan akibat hukum yang sedemikian ringan konsekuensinya, sehingga masih dapat diperbaiki tanpa harus membatalkan, berakibat batal knrena hukum atau mengulang dari awal tindakan hukum yang sudah dilakukan Contoh, kesalahan ketik, pemberian nomor, dan tanggal keputtsan.

Taksonomik konsep ultra vires, meliputi kategori-kategori perbuatan yang inhaeren pada s u b y e k j a b a t a n p u b l i k d a n kapasitas kovenangan hukumnya" Tedapat limavariirns utama perbuatan melawan hukum kategori ini.

Pertama, bila dilakukan oleh subyek jabatan publik yong bukan subyek sebenarnya ("The ll/rong Person'). Umpamanya srxrtu urusan pemerintahan dilaksanakan oleh pejabat yang tidak memangkujabatan pada urusan tersebut. Bahkan dari segi hukumjuga tidak layak unnrk diberikan atribusi, delegasi dan mandat kewenangan (H.D. van Wijk - Willem Konijnenbelt, 1984). Atau jika ada a t r i b u s i , d e l e g a s i d a n m a n d a t kewenangan,

temyata dilakukan dengan cara-cara yang tidak sah menurut hukum.

Kedrl.a,leak of competence yakni meskipun dilakukan oleh pejabat yang berwenang, namun peraturan perundang-undangan tidak cukup memberikan kewenangan riil kepada pejabat atau lingkunganjabatan unhrk melakukan tindakan hukum publik dimaksud. Dengan perkataan lain, ada

"kekurangan' wewenang dari kewenangan yang sehansnya.

Ketiga, "Mis Use Of Power" atau Detourment de Pouvoir", ialah tindakan hukum pejabat yang menyalahgunakan wewenang atau menyimpang tujuan diberikannya wewenang u n t u k k e p e n t i n g a n , keuntungan dan k e m a n f a a t a n p r i b a d i , kelompok, golongan, ataupun kroni-kroninya.

Keempat, "oventep in the lawfull",yaitu walaupun pejabat administrasi memiliki wewenang untuk melakukan tindakan hukum publik dan privat, akan tetapi penggunaan wewenangnya itu telah melampaui batas-batas kewenangan hukum yang lebih luas atau telah bertentangan dengan asas-asas hukum umum yang berlaku. Perbuatan melawan hukum jenis ini tergolong sebagai tindakan sewenang-wenang (Abus de Droit, Willekeur).

Kelima, Out of policy planning on the future, adalah tindakan pej abat yang menentukan

kebijaksanaan atau perencanaan ke depan, namun telah melampaui kapasitas kewenangannya karena

Tipologi Perbuatan Melawan Hukunt Oleh Pengnasa 205

Dcsbipsi Donain dan Taksonon ik Markus Luknpn

(3)

PERSPEKTIF Volume VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

telah memasuki kewenangan yang lebih luas atau bersifat hubungan antar kewenangan maupun tidak mempertimbangkan semua faktor dan kepentingan publik maupun privat yang seharusnya patut dipertimbangkan. Tindakan hukum jenis ini juga termasuk perbuatan sewenang-wenang.

Diskresi Hukum

D i s k r e s i h u k u m ( d i s c r e t i o n a r y p o w e r ) mengandung arti kebebasan berinisiatif pejabat administrasi negara untuk melakukan tindakan hukum publik dalam batas toleransi yang dapat dipertanggungiawabkan secara moral maupun hukum. Menurut sistem ketatanegaraan Inggris, dis- cretionary power berisi kebebasan Mahkota atau aparatnya untuk melakukan suatu tindakan tanpa terlebih dahulu harus meminta Dersetuiuan atau pengaturan oleh parlemen.

Begitu pula menurut sistem regin adminis- tratifdi Jerman, istilah diskresi hukum dikonsepsikan dengan sebutan islilah "freies Ermessen" ialah kebebasan bertindak administrasi negara untuk melakukan tindakan hukum publik tanpa harus terikat sepenuhnya kepada undang-undang. Disebabkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sudah ketinggalan zaman atau tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, kebenaran, dan keadilan masyarakat.

Kebebasan melakukan tindakan hukum seperti ini memang dimungkinkan oleh setiap norma hukum positif, sepanjang memiliki alasan-alasan

faktualitas obyektif yang layak bagi kepentingan publik. Akan tetapi, menurut praktiknya kerapkali penggunaan diskresi hukum ini dioperasionalisasikan secara berlebihan sehingga menimbulkan perbuatan

"antagonis" yang kontradiktif dengan tujuan diberikannya suatu dikresi hukum.

Hirsch Ballin, 1991 menamakan konsep discretionary power dengan sebutan "beleids".

Konsep beleids haruslah dimungkinkan oleh norma hukum positif tertentu. Kemungkinan tersebut d i k o n s e p s i k a n d a l a m b e n t u k a d a n y a r u a n g pertimbangan (beoordelingsruimte) dengan kategori o bjectieve beleidsvrij he id dan s ubject ieve be I eidsvrih e itl (Kreve I d, I 9 7 8).

Ruang pertimbangan adalah suatu ruang inisiatif untuk mengambil tindakan-tindakan hukum t e r t e n t u p a d a s i t u a s i k o n k r e t ( m e n d e s a k ) . Menyimpang dari ruang pe(imbangan, suatu beleids akan menj adi "antagonis" atau dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

Tetapijika dilakukan dengan cara yang memenuhi persyaratan "Inlersubjective rationaliteit" dan

"Inlerprctative redeleijkheid", maka ia akan menjelma menjadi tindakan hukum yang bersifat protagonis.

Intersubjective rotionaliteil.

mengharuskan setiap kebijaksanaan/kebijakan p e j a b a t atau badan tata usaha negara, mempertimbangkan dengan cermat apakah suatu urusan yang akan diputuskannya itu bersentuhan atau

Tipologi Perbuatan Melawan Hukwn OIeh Penguaso 206 DeskriDsi Dottain don Taksononik

Markus Lukmqn

(4)

PERSPEKTIF Volunrc VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktobu

tidak dengan kewenangan pejabat atau badan tata usaha negara lainnya dan dengan lembaga politis (perwakilan rakyat). Bilamana benentuhan dan saling b e r k a i t a n , m a k a w a j i b d i l a k u k a n tindakan kebersamaan antar kewenangan untuk memufuskan segala sesuatunya berdasarkan rasio yuridis, rasio politis dan fakta-fakta konkret yang paling layak b e r m a n f a a t b a g i k e p e n t i n g a n p u b l i k . Jika pertimbangan dan keputusan yang diambil semata- mata bersi fat " s u bj e ct ief r o t io n a I i I e it " maka tindakan hukum tersebut akan menj adi antagonis dengan klasifikasi "Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa".

Demikian juga terhadap kiteria ulnterpre- t at iv e r e d e I ij k lt e id ", wajlb dipertimbangkan keterkaitan antar wewenang, fakta-fakta konk€t dan kesahihan interpretasinya secara Gramatikal, historis, Restriktif, Ekstensif, Analogi, Domain, Taksonomik, komponensial, Tema Yuridis, dan k o m p a r a s i K o n s t a n Y u r i d i s . Harus pula mencermati dan berpedoman pada Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak (4"qgpp1) dan Asas-asas Hukum Umum yang berlaku Universal. Menyimpang dari itu pehmg untuk masuk ke tindakan perbuatan melawan hukum amatlah besar.

D a l a m p r a k t e k p e n y e l e n g g a r a a n pemerintahan dan pembangunan, kerapkali konsep beleirls diinterpretasikan secara politis yang ditopang oleh penggunaan kekuasaan. Akibatnya muncul

berbagai bentuk kebijakan pemerintahan yang d i r u a n g k a n d a l a m KEPRES, INPRES, dan Keputusan Menteri yang benifat protagonis dengan konsep beleids menurut ilmu hukum. Konsep 'beleids" menurut Ilmu Hukum akan menjadi perbuatan yang protagonis apabila dilakukan atas dasar persyaratan "I nte rs u bj ect ive rat ionalite it,, dan ulnterpretative redelijkheid,, dan dikorelasikan dengan substansi kewenangan jabatan melalui atribusi, delegasi, dan mandaat.

Atribusi kewenangan sah, j ika peraturan perundang-undangan memang mengahrr s€cara tegas dan jelas keharusan memberikan aribusi kewenangan dari lingkungan jabatan tingkat atasan kepada lingkungan jabatan tingkatan bawahan pada level-level jabatan tertentu. Tanggungjawab pelaksanaan wewenang s€perti iht s€penulmya berada p a d a p e m a n g k u j a b a ( a n yang menerima kewenangan. Harus dipahami, jabatan benifat tetap, sedangkan Pejabat dan Kewenangan Jabatan dapat berubah-ubah. Pejabat setiap saat dapat diganti dan kewenangan jabatan sewaktu-waktu dapat ditambah atau dikurangi. Lingkungan jabatan ialah keseluruhan organ jabatan yang berkaitan secara Vertikal maupun Horisontal. Lingkungan Jabatan tercermin dari struktur organisasi badan-badan kenegaraan atau pemerintahan.

Sebaliknya delegasi kewenangan sah, j ika penyerahan wewenang dari pejabat yang satu kepada p e j a b a t y a n g lainnya dalam lingkup satu

Tipologi Perbuotan Melau'an Hukun Oleh Penguasa 207

Deskripsi Donain den Taksononik Markus Luknan

(5)

PERSPEKTIF Volunrc VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

departementasi maupun antar departemen bersifat sederajat maupun membawahi atas dasar peraturan penurdang-undangan yang khusus untuk inr. Penyerah wewenang disebut "Delegans" dan penerima wewenang disebut "Delegataris". Delegataris bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelakvnaan wewenang (urusan) yang diserahkan kepadanya.

Kemudian mandat kewenangan sah, apabila memenuhi persyaralan'. Adanya situasi dan kondisi obyektif bersifat telap ataupun sementara yang menghalangi Pejabat yang bersangkutan melaksanakan kewenangannya; Kewe nangan yang dimandatkan harus berada dalam lingkup struktur organisasi intern, jadi tidak el<stern; (c) Mandat kewenangan memang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengaturnya; (d) Penerima mand.at memang memiliki posisi jabatan yang tepat untuk diberi m a n d a t s e r t a m e m i l i k i k e m a m p u a n u n t u k melaksanakan mandat kewenangan . Pemberi mandat disebut "Mandans", sedangkan penerima mandat disebut "Mandataris". Mandataris hanya be(indak untuk atas nama (a/n), untuk beliau (u/b), atau mewakili sementara dari kapasitas kewenangan

"Mandans". Oleh karena itu, apabila terjadi perbuatan melawan hukrim yang dilakukan oleh Mandataris", maka yang digugat atau yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan kewenangan yang d i m a n d a t k a n ia l a h s i p e m b e r i m a n d a t a t a u

"Mandans". Sebab, mandataris dari segi hukum

administrasi merupakan personifi kasi seunrturya dari k a p a s i t a s " M a n d a n s " . M u n g k i n a d a y a n g mempersoalkan, bagaimana dengan konsep Presiden sebagai "Mandataris MPR"?. Jawabannya, konsep tersebut sebenamya termasuk konsep "DELEGASI ', jadi sehanrsnya bukan "Mandataris MPR 'melainkan

DELEGATAzuS MPR". Konsep Presiden sebagai

"Mandataris MPR ', hanya terdapat pada penjelasan U U D 1 9 4 5 y a n g d i s u s u n o l e h P r o f . D R . M r . Soepomo. Soepomo menalarkan, bennrk Pemberian Kuasa Penuh, dapatjuga disebut sebagai pemberian

"MANDAT'. Penalaran ini cukup rasional, asal saja dipahami memrrut jalan pikiran seperti itu. Akan tetapi berdasarkan konsep Hukum Administrasi, Pemberian Kuasa Penuh bukan lagi sebagai mandat, melainkan sudah masuk ke konsep "DELEGASI" atau 'PENYERAHAN KEWENANGAN". Dengan kata lain pelaksanaan GBHN kepada Presiden untuk melaksanakannya. Demikian pula dengan ketetapan- ketetapan MPR lainnya yang waj ib dilaksanakan oleh Presiden. Maka, Presiden tidak bertindak atas nama MPR tetapi justru wajib melaksanakan kehendak MPR dengan konsekuensi logis Presiden wajib Bertanggung Jawab kepada MPR.

Law ofTot

Domun law oftol, mengandung unsur-unsur perbuatan yang menyimpang atau bertentangan dengan : "d certain standart of conduct" (perilaku standar), pada ruang "the area of rkk" (medan

Tipologi Perbualan Melawan Hukum Oleh Penguasa 208 Deskripsi Donuin dan Taksonontik

Morkus Lukman

(6)

PERSPEKTIF Volume VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

resiko)", yang menimbulkan "causa and effect"

(sebab akibat)", dan mengharuskan adanya tuntutan 'respons ibilily" (tanggung jawab) (Nedjati 2.M., J.E. Trice, 1978).

Disebut p€rbuatan yang menyimpang "o cer- tain stondart of conduct", ialah segala bentuk perbuatan penguasa yang menyimpangi perilaku standar dari segi etika, moral maupun hukum.

Perbuatan yang Menyimpangi Etika dan yang Menyimpangi Moral amatlah subtil membedakan dan memisabkannya karenamemiliki kadar perbedaan yang sedemikian lembutnya, sehingga hampir-trampir sulit dibedakan akan tetapi tetap berbeda. Etika (ethos-yunani), ialah nilai evaluatiftentang baik dan buruk yang bersifat konkret. Konkretisasinya, kerapkali diinstitusikan menjadi kode etik tertentu dari suatu profesi, misalnya kode etik kedokteran, jumalistik, pengacar4 guru dan sebagainya.

Sedangkan moral (mores - latin), merupakan konsep nilai yangjuga bernuansa baik dan buruk namun lebih bersifat universal. Umpamanya Pancasila merupakan landasan cita moral kepribadian bangsa Indonesia- Perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dapat didedukti{kan berlawanan dengan kode etik-kode etik profesi. Sebaliknya perlaku yang berlawanan dengan kode etik-kode etik profesi dapat pula diabstaksikan secara induktif- deduktif bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Oleh karena itu, KORP PRASETYA PEGAWAI NEGERI yang pada setiap kesempatan

upacara apel bendera atau apel-apel lainnya di kantor-kantor pemerintahan tiada lain merupakan acuan PERILAKU STANDAR yang menjadi landasan ETIKA dan MORAL kehidupan Pegawai Negeri di lingkungan kedinasan maupun di luar kedinasannya. Landasan Etika dan Moral tersebut, pada gilirannya tidak saja membawa konsekuensi pertanggung j awab etika dan moral. melainkan juga membawa konsekuensi pertanggung jawab politis dan hukum. Contoh melanggar sumpahjabatan. Inilah yang disebut "respo nsibility" atau Pertanggung Jawaban" menjadi unsur keempat dari konsep /aw of tot.

Pertanggung jawaban itu, dari segi etika, moral, politis dan hukum, proses bangkitnya ditentukan oleh seberapa luas medan resiko (/le orea of risk) yang dijelajahi oleh perilaku dan perbuatan seseorang, serta kausalitas (causa and effea) yangditimbulkannya. Jika medan resiko suatr tindakan pengusa telah menjelajahi wilayah-wilayah sensitif bagi kepentingan Individu, Masyarakat Luas, Negara, Nusa, dan Bangsa, maka dampak rcaksinyajuga bertambah luas. Tenttmya akan mmcul b e r b a g a i r e a k s i b e r u p a aksi-aksi guagatan, tuntutan, cemoohan, hujatan, demonstrasi, dan sebagainya dari orang perseorangan, kelompok, golongan, badan hukum, lembaga politis dan lain-lain melalui saluran-saluran formal maupun informal.

Jangkauan pertanggung jawaban tersebut dapat diperluas ke arah menjaring segala bentuk

Tipologi Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa 209 Deskrinsi Domain dart Taksononik

Markus Lukntqn

(7)

PERSPEKTIF Volume VII No.4 Tohun 2002 Edisi Oktober

(tipologi) tindakan korupsi seperti : "Discretionary co n uptio n, I llegal Co r r uptio n, Me rcenery Co r- ruption, dan IdeologicalCorruption" (GUY Benveniste, 1994).

Discretinary corruption, amat betbahay a bagi sebuah pemerintahan, karena dapat dilakukan oleh pej abat dengan alasan kebebasan mengambil kebijaksanaan dalam melakukan pengaturan dan penetapan terhadap urusan-urusan pemerintahan yang bersifat mendesak, darurat atau dengan alasan kepentingan umum, kepentingan nasional dan kepentingan sosial. Padahal dibalik kebijaksanaannya itu, amat sarat dengan kepentingan bisnis, pribadi, kelompok, golongan dan kroni-kroninya, yang membuka peluangdi lakukarurya permainan fetisisme hukum, yaitu perlakuan diskriminatif dengan memberikan perlakuan istimewa bagi kepentingan pribadi dan kroni-kroninya. Contoh nyata bentuk discrctionary corruption ataufetish'm of law di Indonesia ialah Proyek Mobil Nasional (MOBNAS) yang pada masa lalu dipersoalkan oleh komponen- komponen reformasi. Dan masih banyak lagi contoh kasus lainnya di tingkat Pusat maupun Daerah, terutama yang menyangkut pemberian ij in di bidang p e n g e l o l a a n s u m b e r d a y a a l a m I n d o n e s i a : p e r t a m b a n g a n , k e h u t a n a n , p e r t a n a h a n , perkebunan dan sebagainya. Perbuatan yang demikian iq langsung maupun tidak langsungjelas- jelas dapat merugikanNegara dan rakyat.

IIlegal corruptioa, merupakan tindakan

pejabat yang dengan licik mengacau balaukan bahasa-bahasa hukum yang berlaku. Perbuatanjenis korupsi yang satu ini, memang ironis dan kontradktif.

Pada kutub yang normal rezim pemerintahan dengan segenap jajaran penegak hukumnya berkewajiban membasmi segala bentuk tindakan korupsi. Akan tetapi menurut praktikny4 justru mereka mengacau balaukan bahasa-bahasa yuridis yang adakalanya kurang jelas (tersamar) sedemikian rupa lihaynya dengan membuat jargon-jargon kelicikan sepe(i : k c s a l a h a n p r o s e d u r , k e s a l a h a n t e k n i s , kesalahan administrasi, kemanfaatn umum, yayasan sosial dan berbagai dalih iainnya guna menerobos celah<elah kelemahan bahasa hukum.

Mercenery corruption, ialah tipologi korupsi yang langsung maupun tidak langsung bermaksud untuk memperkaya diri sendiri atau or- ang lain melalui penoimaan suap, manipulasi keuangan n e g a r a , p e n y a l a h g u n a a n w e w e n a n g demi memperoleh keuntungan material dan politis, manipulasi anggaran dan pelaksanaan anggaran!

memperbesar atau mengurangi anggaran dari plafon yang seharusnya, peralihan pos-pos anggaranJ pengeluaran anggaran fiktif, manipulasi kredit perbankan dan sebagainya. Korupsijenis ini, boleh dikatakan benimaharajalela sepanjang pemerintahan

"Orde Baru". Tetapi, diasumsikan hanya sedikit yang dapat diungkapkan melalui proses pengadilan, itupun tidak pemah tuntas sampai kepada akar-akmya yang terdalam. Maka tidak mengherankan, jika muncul

Tipologi Perbuatan Melowqn Hukum Olah Penguasa 210 Deskripsi Domain dan Taksonomik

Markus Lukman

(8)

PERSPEKTIF Volunte VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

hujatan-hujatan bernada politis, sinis, skeptis, analogis, penafsiran ekstensif, dan komparasi konstrn seperti r penjarah, perampok, pencuri dan penyamun terhadap harta kekayaan negara dan u a n g r a k y a t k e p a d a p a r a A k t o r dan Biang Keroknya. Ekspresi semacam itu, merupakan bentuk-bentuk aksi kontrol sosial (sanksi sosial) yang ada kalanya cukup efektifuntuk menekan psikologis dan perilaku para pengt'asa kearah penegakan sistem birokrasi pemerintahan yang lebih baik, bersih, dan berakhlaq. Patut dicamkan, setiap istilah yang dikemukakan oleh penc€tusny4 apapun wujud istilah itu dan apapun dampak dari sitilah itu, harus dibaca dan dikembalikan kepada Ide Pokokdimunculkannya suatu istilah dan pemyataan. Gambar karikatur yang centang prenang menggambarkan bentuk dan lakon seseorang yang dikitik, jika dibaca berdasarkan mata telanj ang, maka bagi yang melihat dirinya digambar s€perti itu buruknya, tennrnya muncul perasaan malu dan terhina yang kemudian mendorong dirinya turtuk mengadukan si pembuat karikatur ke pengadilan.

Padahal jika di baca dalam konteks Ide Kontrol Sosial dan Jumalistik, j ustru gambar karikatur yang demikian itu, memainkan peranan penting dan sahih bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara. Maka harus dipahami bahwa setiap TEKS apapun wujudnya apakah dalam bentuk Gambar, Pernyataan, Bahasa Bisu dan sebagainya masing- masing memiliki SEMIONIKA dan SIMANTIKA yang KHAS. Antary "The ll/orld of Teks,, (dwia

teks) dengan "The llorld oJ Author,' (duniz Pengarang/Pencetus) dan dengan "The llorld of R e a d e r " ( d u n i a Pembaca), adakalanya menimbulkan "Mis Understandirg" atau Tidak Berkoheransi dan Berkorespondensi. Konflik yang demikian itu, penyelesaiannya tidak mungkin hanya memakai tolok ukur alam pikiran si pembaca atau subyek yang te*ena. tetapi han:s Diinterplaykan, Dikoherensikan dan Dikorespondensikan dengan alam pikiran "The World of Teks', d,an ,,The llo rld of A uth o r". Sehingga diperoleh keputusan final yang bersesuaian dengan pola Ikon,Indeks, Simbol, Jejak (sign), Kualitas Paradigma, dan Tertib Hukumnya (Lex Agendi Lex Assendi)

Ideological corruption, terjadi dari perpaduan ketiga tipologi korupsi di atas. Tujuan utamanya untuk mempertahankan status quo dan ideologi elite yang berkuasa. dilakukan dengan cara terselubung ataupun terang-terangan dalam bentuk sebaran Sistem Jaringan Ketergantungan. yaitu ketergantungan sesama koninya dan pihak lain yang diladikan Mangsa, saling menopang, melindungi dan menguntungkan, sehingga apabila salah satu kroni terkena yang lain pun pasti ikut terkena. Konsekuensi lagisnya, amat muskil SITEM tersebut mampu memberantas korupsi jenis ini yang nota bene memang dikondiskan untuk melanggengkan kekuasaannya - k e c u a l i d e n g a n cara MENJEBOL dan M E M B O N G K A R tuntas SARANG SISTEM tersebut melalui penciptaan sistem baru.

Tipologi Perbuaton Melctwon Hukunt Oleh Pengrosa 211

DeskriDsi Donain tlan Taksononik Mqrkus Lukman

(9)

PERSPEKTIF Volume VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

Onrechtmatig Overheidsdaad

Tipologi perbuatan melawan hukum oleh penguasajni berkembang di Negara Belanda yang diadopsi ppula ke dalam sistem hukum Indonesia, khususnya dibidang hukum administrasi berdasarkan UU. No. 5 Tahun I 986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU. No. 3 I Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang juga mengatur Hukum Acara Tata Usaha Militer. Hanya saja mang lingkupnya amat terbatas, yakni khusus pada tindakan hukum publik pembentukan keputusan tertulis Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara/ABRI. Ada empat unsur utama yang menjadi karakteristiknya :

l. Keputusan tertulis Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara/ABRI yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Keputusan Tertulis Pejabat atau Badan Tata U s a h a N e g a r a / A B R I y a n g b e r s i f a t menyalahgunakan wewenang (detourment de pouvoir).

3. Keputusan Tertulis Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara/ABRI yang bersifat sewenang- welung.

4. Keputusan tertulis Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara/ABRI yang bertentangan dengan a s a s - a s a s U m u m P e n y e l e n g g r a r a a n P e m e r i n t a h a n Y a n g L a y a k ( d i p e r l u a s b e r d a s a r k a n S u r a t E d a r a n K e t u a M u d a Mahkamah Agung Republik Indonesia).

Keempat unsur tersebu! menjadi davr utama

untuk menggugat keputusan Tata Usaha Negara./

ABRI yang merugikan orang atau Badan Hukum Perdata di Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer yang menangani Sengketa Tata Usaha Militer. Juga menjadi dasar bagi para hakim peradilan administrasi dalam memeriks4 mengadili memutus sengketa tata usaha Negara/ABH.

K h u s u s m e n g e n a i a s a s - a s a s u m u m penyelenggaraan pemerintahan yang layak, dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan wajib diperhatikan oleh para penguasa ketika melakukan t i n d a k a n h u k u m p u b l i k , b a i k d a l a m b e n t u k pengaturan, penetapan, maupun tindakan nyata lainnya. Dengan mencermati dan mempedomani Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Layak, tindakan hukum Administrasi Negara akan terpelihara- termasuk untuk menyimpangi suaru ketentuan hukum, sepanjang penyimpangan tersebut dibolehkan oleh hukum, berdasarkan nonna-nonna pengecualian yang diatumya. Penyimpangan yang d i b o l e h k a n i t u , e k s p r e s i n y a dari segi RECHTSMATIGHEID memangsebagai tindakan h u k u m A N T A G O N I S n a m u n d a r i sudut DOELMATIGHEID memiliki alasan pembenar yang bersifat PROTAGONIS, sehingga layak dipertanggungjawabkan secara Etik, Moral maupun H u k u m . A s a s - a s a s u m u m p e n y e l e n g g a r a a n pemerintahan yang layak tersebut adalah :

l . A s a s K e p a s t i a n H u k u m (Re c h tze k e r h e ids b eg i ns e I), mengharuskan

Tipologi Perbuotan Melawan Hukum Oleh Penguasa 212 Deskripsi Donain dan Tal{sonomik

Markus Lukman

(10)

PERSPEKTIF Volurne VII No.4 Tahun 2002 Edisi Oktober

2.

pamrih tertentu;

7 . A s a s 5 .

o .

setiap tindakan hukum administrasi negara secara formal maupun material mengandung kepastian huh.rm;

Asas Kecermatan (zorgvuldigheidbeginsel), m e n g h a r u s k a n s e t i a p t i n d a k a n hukum adminisrasi negara memiliki tingkat kecermatan yang maksimal dalam mempertimbangkan semua kepentingan hukum maupun dalam pelaksanaan tindakan hukum, sehingga tidak menimbulkan kerugian kepada warga masyarakat;

Asas Persamaan (gelij kheidbeginsel), menghanskan setiap tindakan administrasi negara agar transpamnsi dan tidak berlaku diskiminatif;

Asas Pertimbangan (motiveringsbeginsel), m e n g h a r u s k a n s e t i a p tindakan hukum admini strasi negara mempertimbangkan secara cermat aspek-aspek yuridis yang relevan dan berdasarkan fakta-fakta yang sahih;

Asas Kepercay aan (vertrowen beginsel), m e n g h a r u s k a n s e t i a p tindakan hukum administrasi negara selalu dapat dipercaya oleh warga masyarakat akan kebenarannya;

Asas fair play (het beginsel van foir play), menghanskan setiap tindakan adminis'nasi negara selalu didasarkan pada prinsip aturan permainan (prosedur) yang sudah baku, tanpa tekanan atau

menyeimbangkan antara upaya mencapai tujuan dan cara mencapai tujuan, antara kesalahan dengan sanksi, serta antara kepentingan Negara dengan kepentingan masyarakat dan individu.

8. Asas laranganmenyalahgrurakan wewenang (ret verbod van detournemenl de pouvoir), m e n g h a r u s k a n setiap tindakan hukum administrasi negara agar tidak menyalahgunakan wewenang demi kep€ntingan pribadi, kelompok, golongan dan kroni-kroninya, di nrana aspek pelayanan publik wajib dikedepankan;

9. Asas larangan bertindak sewenan g-wenang (rcI verbod van willekeur), mengharuskan setiap tindakan administrasi negara tidaklah bebas dari kewenangan tanpa dasar hukum dan atau mengabaikan ketentuan hukum yang berlaku dalam melakukan pelayanan umum kepada warga masyarakat.

Onrechts Matigedaad

Onrechts Matigedaad, adalah konsep perbuatan melawan hukum di bidang Hukum Perdat4 berintikan salah satu pihak atau kedua belah pihak, Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat, Penguasa maupun perseoftmgan yang berada dalam konteks hubungan hukum keperdataan temyak tidak memenuhi "kewaj iban" atau suatu "Prestasi" tertentu yang sudah disepakati ataupun yang timbul karena hukum (undang-undang). Tendapat lima unsur utama tentang kategori perbuatan melawan hukum di bidang

Keseimbangan

(even redig he ids begins el), mengharuskan s e t i a p t i n d a k a n A d m i n i s t r a s i Negara

Tipologi Peftuatqn Melawan Hukun Oleh Pengnasa Z,l3

Deskripsi Dornain dan Taksononik Markus Lukman

(11)

PERSPEKTIF Volume VII No.4 Tahun 2002 Edisi Okrober

Hukum Perdata, yaitu :

I . Perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Perbuatan tidak melaksanakan kewajiban yang seharusnya menjadi kewaj iban subyek hukum si pelaku ;

3. Perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kepentinganumum;

4. Perbuatan dan sikap-sikap yang bertentangan dengan asas kepatutan, kelayakan, etik, dan moral;

5. Perbuatan dan sikap-sikap tersebut, ternyata telah menimbulkan kerugian material dan imma- terial kepada subyek hukum lainnya-

Di bidang hukum pidana, dikenal dengan sebutan " We d e r re c h te I ij k h e itl " y ang berarti segala bentuk perbuatan yang telah melanggar ketentuan- ketenhran Hukum Pidana Sedangkan di dalam hukum A d a t d i n a m a k a n "Delictenrecht" atau

" O n gevo r looftl e get rag i n g f ', ialah segala perbuatan yang tidak diperbolehkan menurut Hukum Adat atau istiadat setempat.

PENUTUP

P e n y e l e n g g a r a a n p e m e r i n t a h a n d a n pembangunan lndonesia ke masa depan semakin membutuhkan sumber daya manusia yang mampu mengemban tugas hukum ke arah protagonisme visi dan misi hukum Par Excellence bagi kesejahteraan masyarakat luas. Semakin protagonis dan par Excel-

lence servis publik administrasi negara kepada warga masyarakat semakin mendorong meningkatnya daya respek dan derajat kepercayaan warga masyarakat kepada birokrasi pemerintahan. Sebaliknya semakin antagonis sikap, perilaku dan tindakn hukum tatanan biroknsi yang berkewenangan semakin antagonis pula sikap, perilaku dan tindakan warga masyarakat.

Konsekuensinya apabila sikap, perilaku dan tindakan hukum birokmsi pemerintalran dan warga masyarakal semakin antagonis, maka semakin cepat pula suatu rezim pemerintahan menuju ke jurang kehancurannya.

DAF-TARPUSTAKA

FALIKES, DAVID., Administrative Law, 5'r' edn, Butterworths. london. I 978.

G O E D E . d e 8 . . B e e l d V a n H c t N e d e r l a n d s Bestuurecht, 'S. Graven I{age, 1986

HIRSCH BALLIN, E.M.H., Rechsstaat & Beleid, W.E.J. ljeenk Willink Zwolle, l99l .

Kreveld, Van. J.H, Beleidsregels in het recht, KI uwe r - Dev enter, 1 983.

NEDJATI 2.M., and J.E. TRICE English and Continental System of Administrative Law, North-Holland Publising Company, Amsterdam-New York - Oxford, 1978.

S M I T H . d e S . A . . C o n s t i t u t i o n a l a n d Administrativc Law, Penguin Education,

197 4.

Tipologi Perbuatan Melawan Hukum OIeh Penguasa 214 Deskripsi Donain dan Tqksonontik

Mor*us Luknnn

(12)

PERSPEXTIF l/olume YII No.4 Tahun 2002 Hisi Okober

VAN WIJK H.D., KONIJI{ENBELT, WILLEM, Hoofdstukken Vrn Administreticf Recht Vuga Uitgeverij B.V.'S.Gravenhage,

1984. '

Wade, H.W.R.,Administrative Law, Clarendon Press, Oxford, I 97 I .

Tipologi Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguosa 215 Deskrinsi Domain dan TqLsonomik

Markus Lukman

Referensi

Dokumen terkait

Satu hal yang cukup menarik dengan digunakannya protokol TCP/IP adalah kemungkinan untuk menyambungkan beberapa jaringan komputer yang menggunakan media komunikasi

mengkonstruksi atau merekonstruksi, dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam melakukan penemuan konsep matematika, serta merefleksi hasil yang diperoleh atau

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh spiritualitas kerja terhadap keterlekatan karyawan melalui kepuasan kerja pada Usaha Kecil dan Menengah

melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pemberian Reward, Penilaian Kinerja dan Tanggung Jawab Pekerjaan Pada PT. Bangka Media Grafika (Bangka Pos) Kota

Selain itu bentuk Syair Bur- dah Melayu unik karena menggabungkan bentuk puisi sastra arab yang memiliki dua penggalan, pantun Melayu terdiri dari empat baris

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan.. Oleh:

he PAM50 signature genes were used as predictive variables in PLS analysis, and the latent gene component scores were used in binary logistic regression for each molecular subtype..

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu mempunyai pengetahuan tinggi juga tentang pengertian,