• Tidak ada hasil yang ditemukan

JKPTB. Teknologi Produksi Tanaman Koro Pedang [Canavalia ensiformis (L.)] Muchdar Soedarjo 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JKPTB. Teknologi Produksi Tanaman Koro Pedang [Canavalia ensiformis (L.)] Muchdar Soedarjo 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Teknologi Produksi Tanaman Koro Pedang [Canavalia ensiformis (L.)]

Muchdar Soedarjo1

1 Balai Penelitian Tanaman aneka Kacang dan Umbi, Km 8-Kendalpayak, Malang email: muchdar.soedarjo62@gmail.com

1. Pendahuluan

Visi kementerian Pertanian adalah membuat petani sejahtera. Salah satu indikator sejahtera adalah cukup sandang, pangan, papan dan pendidikan untuk anggota keluarga. Usahatani akan memberikan kesejahteraan apabila kegiatan usahatani tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan petani akan menggunakan keuntungan dari kegiatan usahatani tersebut untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan bagi anggota keluarganya. Selain ditentukan oleh harga, tingkat keuntungan usahatani juga ditentukan oleh produktivitas tanaman per satuan luas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pasar bahwa harga biji koro pedang pada tahun 2019 berkisar antara Rp 8 000 sampai Rp 10 000 per kg. Berdasarkan pengamatan di lapang, berat biji per tanaman sekitar 160 g, sehingga produksi biji koro pedang sekitar 4 t/ha dengan populasi 25 ribu tanaman (Soedarjo, 2019, Pengamatan di lapang). Dengan demikian, nila jual hasil biji koro pedang adalah Rp 32 juta sampai dengan Rp 40 juta dalam 5-6 bulan karena umur tanaman koro pedang 5-6 bulan dari waktu tanam. Nilai jual ini sangat potential untuk menjadikan koro pedang sebagai tanaman agribisnis yang prospektif.

Biji koro pedang (Canavalia ensiformis) mengandung protein cukup tinggi (28.6%) dan kadar lemak yang rendah (2.26%), sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan industri seperti tempe, tahu, yogurt, susu, kripik dan abon [1][2]. Koro pedang juga sebagai bahan pangan yang baik untuk kesehatan manusia dikarenakan mengandung antioksidan [3][4]. Tanaman kacang koro pedang sudah mulai dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan [5]. Biji koro pedang juga merupakan komoditas ekspor [6]. Tanaman koro pedang dapat dikembangkan di daerah relatif kurang subur dan kurang air. Dengan demikian, tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis) potensial sebagai komoditas agribisnis.

RIWAYAT ARTIKEL Disubmit 17 Juli 2021 Diterima 30 November 2021 Diterbitkan 10 Desember 2021

ABSTRAK

Koro pedang [Canavalia ensiformis (L.)] merupakan salah satu tanaman aneka kacang yang potensial dikembangkan sebagai komoditas agribisnis. Selain kandungan gizinya yang cukup tinggi, harga biji koro pedang cukup mahal dan juga sebagai komoditas ekspor. Untuk meningkatkan nilai sebagai komoditas agribisnis, maka produktivitas per satuan luas juga harus cukup tinggi. Sampai saat ini petani menggunakan benih dari tanaman koro pedang yang umum ditanam petani.

Sehingga, teknologi budidaya berperan strategis untuk meningkatkan produktivitas.

Dalam tulisan ini akan dibahas teknologi produksi berdasarkan pengalaman petani dan hasil penelitian terkini. Komponen teknologi budidaya yang akan dibahas meliputi penggunaan benih, pengolahan tanah, jarak tanam, pemupukan, pencegahan hama dan penyakit, penyiangan gulma dan pemangkasan, panen dan prosesing.

KATA KUNCI

Agribisnis; koro pedang;

teknologi budidaya

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.03

(2)

Produktivitas tanaman, termasuk koro pedang, ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sampai saat ini, belum ada varietas unggul tanaman koro pedang yang telah dilepas oleh lembaga penelitian atau universitas di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) yang mempunyai mandat nasional melakukan penelitian pada tanaman aneka kacang juga belum melepas varietas unggul tanaman koro pedang. Sehingga, tanaman koro pedang yang ditanam oleh petani adalah tanaman koro pedang yang telah adaftif di daerah pengembangan masing-masing. Oleh karena itu, strategi untuk meningkatkan produktivitas biji koro pedang dititikberatkan pada penggunaan benih berkualitas, cara tanam, penyiangan, pengairan, pemupukan, pencegahan gulma, pencegahan hama dan penyakit, pemangkasan, cara panen dan penanganan panen. Strategi ini akan dibahas dalam ulasan ini dengan menggunakan informasi hasil penelitian atau hasil pengamatan langsung di lapang.

2. Metode Penelitian 2.1. Benih bermutu

Benih merupakan biji yang akan digunakan sebagai bahan tanam. Agar supaya dapat tumbuh seragam dan sehat, maka benih harus bermutu. Benih bermutu mencakup: a) mutu genetis, yaitu penampilan benih murni dari varietas tertentu yang menunjukkan identitas genetis dari tanaman induknya, b) mutu fisiologis, menggambarkan kemampuan daya hidup (viabilitas) benih yang meliputi daya kecambah dan kekuatan tumbuh benih dan c) mutu fisik yang menggambarkan penampilan fisik benih prima seperti ukuran homogen, bernas, bersih dari benih campuran, bebas hama dan penyakit [7]. Gambar 1a adalah contoh benih koro pedang yang bermutu karena ukuran besar, bernas, warna kulit putih tanpa bercak dan sesuai mutu genetik.

Foto benih yang di tengah menggambarkan benih tidak bermutu karena tidak bernas, warna biji kecoklatan dan ada nekrosis (Gambar 1b). Foto benih sebelah kanan juga contoh benih tidak bermutu karena ukuran biji kecil tidak sesuai dengan mutu genetik, kurang bernas dan ada bercak kecoklatan (Gambar 1c).

2.2 Penyiapan dan pengolahan tanah

Penyiapan tanah menyangkut pembersihan tanah dari kotoran atau tumpukan bahan organik yang belum terfermintasi atau bahkan pembersihan gulma secara mekanis atau menggunakan herbisida. Tumpukan bahan organik tersebut akan menjadi lingkungan tumbuh atau media dari penyakit tertentu. Gambar 2 di bawah menunjukkan timbulnya penyakit karena tumpukan bahan organik yang berasal dari seresah dan ranting- ranting tanaman. Penyakit yang disebabkan oleh jamur berwarna putih (Gambar 2b) ini menyebabkan tanaman layu dan mati (Gambar 2a).

Penanaman koro pedang dapat dilakukan dengan pengolahan tanah atau tanpa pengolahan tanah.

Tanaman koro pedang mulai tanam sampai dengan panen terakhir berumur sekitar 6 bulan. Sehingga, waktu terbaik penanaman koro pedang adalah sekitar bulan Februari atau Maret dan panen mulai bisa dilakukan pada Juni atau juli. Oleh karena penanaman dilakukan pada saat musim hujan, maka penanaman koro pedang dilakukan tanpa pengolahan tanah, yaitu dengan jalan ditugalkan. Cara ini umum dilakukan oleh petani karena pada umumnya petani menanam koro pedang di lahan tegal yang pengairannya tergantung pada hujan.

Gambar 1. (a) Benih Koro Pedang Bermutu; (b;c) Tidak Bermutu

a b c

(3)

2.3 Tanam

Tanaman koro pedang mempunyai tajuk sekitar 50-60 cm (diameter tajuk), sehingga biji koro pedang bisa ditanam dengan jarak tanam (50-60) cm x (50-60) cm. Jumlah tanaman per lubang tugal adalah 1 tanaman, sehingga populasi tanaman koro pedang sekitar 25-27 ribu per hektar. Jarak tanam optimum tergantung lingkungan tumbuh. Pada tanah yang relatif subur, tanaman koro pedang akan tumbuh optimal dan mempunyai tajuk lebih besar daripada tanaman yang ditanam pada tanah yang kurang subur. Sehingga jarak tanam tanaman koro pedang di tanah subur sebaiknya lebih lebar daripada jarak tanam tanaman koro pedang di tanah kurang subur. Jarak tanam berpengaruh terhadap hasil biji [8]. Penanaman dengan jarak tanam (50x50 cm) x 100 cm (double row, jajar legowo) menghasilkan biji per satuan luas nyata lebih tinggi (3.0 ton/ha) daripada hasil biji (2 ton/ha) dengan jarak tanam single row (70x70 cm atau 100x100 cm) [9]. Jarak tanam

‘double row’ (jajar legowo) memungkinkan udara dan cahaya masuk dalam lingkungan mikro tanaman koro pedang lebih baik dan menyebabkan pertumbuhan lebih baik sehingga produksi lebih optimal. Dengan demikian, cara tanam dengan sistem jajar legowo (double row) dapat dianjurkan untuk penanaman koro pedang.

2.4 Pengairan

Kecukupan air diperlukan tanaman mulai dari fase kecambah, fase pertumbuhan vegetatif sampai dengan fase pertumbuhan generatif. Air merupakan komponen terbesar dari tanaman, tanaman mengandung lebih dari 70% air. Pada fase kecambah, benih akan menyerap air dari media tumbuh melalui proses imbibisi dan air ini diperlukan untuk merombak cadangan makanan dalam kotiledon untuk menghasilkan energi yang diperlukan dalam proses perkecambahan benih koro pedang. Pada fase vegetatif, air dan karbondioksida merupakan substrat utama dalam proses fotosintesis. Sehingga, kecukupan air pada fase ini vital untuk menghasilkan fotosintat yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, melalui proses fotosintesis air berperan penting untuk menghasilkan fotosintat dan energi yang diperlukan untuk pembungaan dan pengisian polong tanaman koro pedang.

Sintesis klorofil pada tanaman koro pedang dipengaruhi oleh ketersediaan air. Kecukupan air dalam daun tanaman koro pedang akan meningkatkan klorofil daun [10][11]. Klorfil diperlukan dalam proses fotosintesis, proses fotosintesis akan berlangsung optimal pada kondisi kadar klorofil daun optimal dan fotosintat yang dihasilkan juga optimal. Akhirnya tanaman koro pedang akan tumbuh lebih optimal [12].

Gambar 2. (a) Tanaman Koro Pedang Layu Karena Penyakit Jamur Putih;

Aaaaaaaaa a(b) Tampilan Jamur Putih Pada Perkaran Tanaman Koro Pedang

a b

(4)

Tanaman koro pedang yang di tanam di tegal (Probolinggo) dan diantara tanaman sengon yang masih muda (Gambar 3) tumbuh normal walaupun belum pernah diairi. Tanaman koro pedang ini ditanam pada bulan Februari, dimana hujan sering terjadi di daerah tersebut. Sehingga, tanaman koro pedang ini tidak pernah diari mulai dari tanam. Sejak bulan Mei di daerah tersebut sudah sangat jarang terjadi hujan atau bahkan tidak hujan. Namun sampai dengan panen tanaman koro pedang masih tumbuh subur tanpa menampakkan gejala layu karena kahat air. Sehingga, penanaman koro pedang di tanah tegal dilakukan tanpa pengolahan tanah dan ditanam pada pertengahan musim hujan. Pada saat fase pembungaan dan pemasakan polong, walupun tidak ada atau jarang hujan, tanaman belum menampakkan gejala layu karena kekurangan air. Pengamatan di lapang bahwa kelembaban tanah sampai dengan kedalaman olah masih mencukupi untuk mendukung pertumbuhan fase generatif.

2.5 Pemupukan

Pemupukan merupakan suatu usaha untuk menambah ketersediaan unsur hara tanah, baik dengan menggunakan pupuk kimia, pupuk organik maupun pupuk hayati. Pada umumnya koro pedang ditanam di tanah yang kurang subur, sehingga pemupukan diperlukan untuk meningkatkan ketersediaan hara, pertumbuhan dan hasil biji.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Penggunaan pupuk organik dan pupuk kimiawi

Pada tanah-tanah yang cukup subur, pemupukan NPK (16:16:16) sampai dengan takaran 300 kg/ha, diberikan 7 hari setelah tanam, tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman koro pedang [13]. Namun, hasil kajian Laksono [14] menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik meningkatkan hasil biji koro pedang per ha secara nyata (Tabel 1). Hasil ini mengindikasikan bahwa tanah yang digunakan dalam kajian kurang subur.

Rivaie [15] melaporkan pemupukan P pada tanah ultisol sebelum tanam, setelah diberikan pupuk dasar 25 kg Urea dan 75 kg KCl per ha, meningkatkan serapan P oleh tanaman koro pedang, meningkatkan pertumbuhan (berat kering tanaman) dan hasil biji kering per tanaman (Tabel 2).

Gambar 3. Tampilan Pertumbuhan Tanaman Koro Pedang Di Lahan Tegal Diantara Tanaman Sengon

(5)

Tabel 1. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Hasil Biji Koro Pedang (ton/ha)

Perlakuan Hasil Biji Per

Hektar(ton)

Peningkatan Hasil Biji Per Hektar(ton)

Kontrol 6.02 -

Kompos jerami 7.5 ton/ha 7.15 1.13

Pupuk kandang domba 5 ton/ha 6.69 0.67

Pupuk kandang domba 10ton/ha 8.04 2.02

Sumber: [14]

Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik cair (30 cc/l), dibuat dari sampah pasar yang difermentasi dengan menggunakan EM4, dapat meningkatkan hasil biji koro pedang sekitar 700 kg/ha [16]. Hasil biji kering koro pedang pada perlakuan tanpa pupuk organik cair (POC) dan 30 cc/l POC masing-masing adalah 2.9 t/ha dan 3.6 t/ha. Dengan demikian, nilai tambah ekonomi Rp 7 juta/ha apabila biji koro pedang terjual dengan harga Rp 10 000/kg.

Tabel 2. Pengaruh Fosfat Terhadap Serapan P, Berat Kering Tanaman Dan Hasil Biji Tanaman Koro Pedang Takaran pupuk P (kg

P2O5/ha)*

P (%) dalam daun umur 3 BST

Berat kering tanaman umur 4 BST (g/tanaman)

Berat kering biji (g/tanaman)

0 0.17 51.34 0.00

50 0.19 69.34 6.80

100 0.18 72.00 8.92

150 0.20 74.34 16.72

* SP36 sebagai sumber unsur P dan diberikan sebelum tanam, BST= Bulan Setelah Tanam.

Sumber: [15]. Berdasarkan hasil kajian di atas bahwa bilamana pemupukan secara kimiawi dan atau organik diperlukan, pupuk tersebut sebaiknya diberikan sebelum atau awal pertumbuhan, 7-10 hari setelah tanam.

Pupuk yang digunakan sebaiknya pupuk majemuk dengan tujuan untuk mengurangi biaya tenaga memupuk.

3.2. Penggunaan Pupuk Hayati

Tanaman koro pedang, seperti tanaman leguminosae lainnya, bersimbiosis dengan rhizobium dan jamur mikoriza, sehingga sebagian unsur hara N dipasok melalui simbiosis dengan rhizobium (Gambar 4) [17] dan sebagian unsur hara P dapat dipasok melalui simbiosis dengan jamur MVA [18]. Rhizobium dan jamur MVA alami (endogen) dapat bersimbiosis dengan tanaman koro pedang dan pada keadaan tertentu pemupukan hayati melalui inokulasi dengan rhizobium dan jamur MVA tidak diperlukan. Soedarjo [13] melaporkan bahwa tanaman koro pedang membentuk bintil akar pada tanah tegal yang belum pernah ditanami koro pedang sebelumnya dan tanaman tidak menampakkan gejala kahat unsur N (Gambar 5). Hasil ini mengindikasikan ketersediaan populasi alam rhizobium yang efektif di tanah tersebut sehingga inokulasi dengan rhizobium tidak diperlukan. Dengan mengacu pada hasil penelitian oleh Martín et al. [17] dan Soedarjo [13], efektivitas rhizobium dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman beragam tergantung jenis tanah dan populasi rhizobium endogen.

(6)

Jamur MVA bersimbiosis dengan tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis (L.), hal ini diindikasikan oleh kolonisasi akar tanaman koro pedang oleh jamur mikoriza VA (Tabel 3) [18]. Tanaman koro pedang tumbuh lebih baik (berat kering tanaman lebih tinggi) dibandingkan dengan tanaman koro pedang yang tidak diinokulasi dengan jamur mikoriza VA. Peningkatan pertumbuhan tanaman koro pedang karena jamur mikoriza VA diikuti oleh peningkatan serapan hara N, P dan K. Dengan demikian pertumbuhan tanaman koro pedang bermikoriza yang lebih baik disebabkan oleh peningkatan serapan hara N, P dan K.

Tabel 3. Pengaruh Inokulasi Jamur MVA Terhadap Serapan Hara Dan Berat Kering Tanaman (Tidak Termasuk aaAkar) (g/m2) Tanaman Koro Pedang Canavalia ensifromis (L) Pada Umur 60 Hari Setelah Tanam

Jamur MVA

Serapan hara (g/m2)

Kolonisasi (%)

Berat kering tanaman

(g/m2)

N P K

Kontrol 70 c 4.75 d 49.86 d 13.67 e 3.28 d

F. mosseae (INCAM-2) 73 c 5.26 d 51.59 d 19.67 d 3.35 d

C. claroideum (INCAM-8) 98 b 7.49 c 70.58 c 30.17 c 4.33 c

G. cubense (INCAM-4) 122 b 9.94 b 89.38 b 46.33 b 5.32 b

R. intraradices (INCAM-11) 148 a 11.86 a 106.55 a 61.67 a 6.02 a Sumber : [18]

Gambar 5. Bintil Akar Pada Tanaman Koro Pedang Canavalia ensiformis (L.) Yang Ditanam Aadi Tanah Tegal Yang Belum Pernah Ditanami Koro Pedang Sebelumnya

Gambar 4. Pengaruh Inokulasi Rhizobium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Koro Pedang Canavalia aaaaaaaaaensiformis (L.) Yang Ditanam Di Tanah Ferralitic Red Soil Dan Ferruginous Nodular Gley Soil.

Can 2, Can 3, Can 4, Can 5 Menunjukkan strain-strain rhizobium

(7)

3.3. Pemangkasan pucuk tanaman koro pedang

Berdasarkan pengamatan di lapang bahwa sebagian petani memangkas tanaman koro pedang supaya produksi tinggi. Pemangkasan pucuk dilakukan untuk memperbanyak cabang dan diharapkan setiap cabang berbunga dan berbuah. Dengan demikian, pemangkasan juga bisa merupakan komponen teknologi untuk meningkatkan hasil tanaman. Pemangkasan tanaman Okra setelah daun ke 3 meningkatkan jumlah cabang dan buah per tanaman [19]. Tanaman kapas yang dipangkas pada umur 60 hari setelah tanam berproduksi nyata lebih tinggi dari pada tanaman kapas yang tidak dipangkas [20]. Perlakuan pemangkasan pada tanaman koro pedang meningkatkan jumlah polong per tanaman (Gambar 6a), Jumlah biji per polong (Gambar 6b) dan hasil biji sekitar 400 kg/ha (Gambar 6c) [16].

Walaupun pemangkasan secara nyata meningkatkan hasil pada tanaman okra dan kapas [19][20], untuk melakukan pemangkasan pada tanaman koro pedang harus dilakukan untuk mengetahui apakah pemangkasan tersebut menguntungkan. Tanaman okra dan tanaman kapas adalah tanaman yang mempuyai nilai ekonomis relatif tinggi, sehingga peningkatan biaya tenaga memangkas lebih murah daripada nilai tambah ekonomi karena peningkatan hasil. Soedarjo [13] juga melaporkan bahwa pemangkasan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman koro pedang walaupun tanaman ditanam pada tanah yang cukup subur. Pada tanah-tanah yang kurang subur, seperti tanah berkapur dan bereaksi masam, pertumbuhan vegetatif tanaman koro pedang mungkin tidak optimal sehingga pemangkasan tidak perlu dilakukan.

3.4. Penyiangan

Tanaman koro pedang termasuk tanaman penutup tanah (cover crop) karena pertumbuhan tajuk cepat sehingga dapat menutup tanah dalam waktu yang relatif singkat. Pada umur 4 minggu setelah tanam dengan jarak tanam 60 x 10 cm, tanaman koro pedang sudah bisa menutup area tanah sekitar 50% [21]. Penutupan permukaan tanah dengan kanopi tanaman koro pedang akan menghambat tumbuhnya gulma. Informasi dari petani bahwa gulma di tegal atau di sawah yang pernah atau sering ditanami koro pedang akan berkurang karena diyakini daun dari tanaman koro pedang yang gugur ke tanah berkontribusi pada penurunan jumlah gulma. Keyakinan petani dibenarkan oleh Júnior et al. [22] yang melaporkan hasil kajiannya bahwa daun tanaman koro pedang menghasilkan senyawa yang bersifat ‘allelopati’. Allelopati merupakan istilah untuk Gambar 6. (a) Pengaruh Pemangkasan Pucuk Tanaman Koro Pedang Terhadap Jumlah Polong/Tanaman;

Aa (b) Pengaruh Pemangkasan Pucuk Tanaman Koro Pedang Terhadap Jumlah Biji/Polong;

Aa (c) Pengaruh Pemangkasan Pucuk Tanaman Koro Pedang Terhadap Hasil Biji Kering/ha Sumber : [16]

(a) (b)

(c)

(8)

menggambarkan pengaruh langsung atau tidak langsung dari senyawa yang dihasilkan oleh tanaman. Senyawa ini biasanya dihasilkan dari metabolisme sekunder, seperti tannins, glikosida, cyanogens, alkaloids, sesquiterpenes, flavonoids dan asam fenolat. Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat perkecambahan dan perkembangan tanaman.

Gulma adalah semua jenis tanaman yang tumbuh liar diantara tanaman pokok. Gulma akan memanfaatkan ruang tumbuh tanaman pokok dan bersaing dalam memanfaatkan air dan hara dari tanah. Sehingga, gulma pada kepadatan tertentu akan menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman pokok [23]. Pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang disiang 2 kali nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang disiang 1 kali dan tidak disiang [23]. Mengacu pada karakter bahwa tanaman koro pedang cepat menutup permukaan tanah dan mempunyai sifat allelopati [21][22], maka penyiangan pada pertanaman koro pedang nampaknya tidak diperlukan. Apalagi, penyemprotan dengan herbisida dilakukan pada saat penyiapan lahan. Akan tetapi, pengamatan terhadap populasi gulma selama periode pertumbuhan, terutama pertumbuhan vegetatif, diperlukan untuk mengetahui perlu tidaknya penyiangan di pertanaman koro pedang dilakukan.

3.5. Pencegahan hama dan penyakit

Faktor lingkungan biologis yang dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil suatu tanaman, termasuk tanaman koro pedang, adalah hama dan penyakit. Hama dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman koro pedang karena merusak daun (Gambar 8a), merusak bunga (Gambar 8b). Ada juga hama yang mengisap jaringan daun, seperti kutu kebul. Selain mengisap cairan dari jaringan daun, hama kutu kebul juga berperan sebagai vektor untuk menularkan penyakit virus. Kedua hama seperti pada Gambar 8a dan Gambar 8b di bawah ini belum menimbulkan kerugian secara ekonomis karena intensitasnya sangat rendah (Soedarjo, pengamatan langsung di pertanaman koro pedang). Oleh karena tidak menurunkan hasil secara nyata dan tidak menimbulkan kerugian ekonomi, maka penggunaan pestisida tidak diperlukan. Hama kutu kebul hanya menimbulkan kerusakan tanaman di daerah-daerah dimana populasi kutu kebul selalu tinggi. Pengamatan langsung di lahan pertanaman koro pedang seperti di Probolinggo tidak menemukan serangan kutu kebul, sehingga penggunaan pestisida (akarisida) tidak diperlukan.

Sementara, penyakit yang dijumpai di lahan pertanaman koro pedang adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur putih (Gambar 2). Penyakit ini muncul karena banyak seresah dan ranting tanaman yang menyebabkan tingginya kelembaban di sekitar pangkal batang tanaman koro pedang. Selain itu, seresah, sampah dedaunan dan ranting tanaman juga merupakan sumber bahan organik dan merupakan substrat yang baik untuk berkembangnya penyakit jamur putih. Oleh karena itu, pembersihan lahan dari seresah dan ranting-ranting akan dapat mencegah serangan dari penyakit ini.

https://www.feedipedia.org/content/jack-bean- leaves-and-pods (04/10/19)

Foto oleh Muchdar Soedarjo, lokasi: Desa Bima, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo (2018)

a b

(9)

3.6. Panen dan prosesing

Koro pedang tidak bisa dipanen serempak (1 kali) karena masak fisiologis polong koro pedang tidak bersamaan. Sehingga, panen polong koro pedang dilakukan sampai dengan 2-4 kali, tergantung kondisi tanaman. Sebaiknya panen dilakukan pada musim kemarau supaya dapat mengeringkan polong koro pedang dengan memanfaatkan sinar matahari (Gambar 10). Oleh karena itu, waktu penanaman tanaman koro pedang yang baik adalah sekitar bulan Februari dan Maret. Lama pengeringan tidak terbatas, sampai dengan 1 minggu.

Selama dikeringkan, biji koro pedang akan lepas dari kulit polong. Namun, sebaiknya setelah 1 minggu pengeringan biji koro pedang dirontokkan dengan jalan dipukul-pukul dengan kayu (geblok) atau menggunakan mesin perontok (thresher). Setelah proses perontokan biji, biji koro pedang masih tercampur dengan bagian kulit polong, kulit diantara biji dan kulit polong (“tompeh” dalam bahasa Madura) (Gambar 10).

Pembersihan biji koro pedang dari kotoran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mesin ‘blower’

atau dengan menggunakan alat tradisional ‘tempeh’. Berdasarkan pengamatan, bagian kulit polong kering dan tompeh sekitar 50% dari berat biji. Dari 19 polong kering menghasilkan 254 g kulit polong dan 411 g biji koro pedang, 254/411 x 100%= 61%, atau 254/(254 + 411) x 100%= 38%.

Tompeh dan kulit polong koro pedang sementara dibuang, tidak dimanfaatkan atau hanya digunakan sebagai bahan bakar. Hasil kunjungan ke Lolit Sapi potong di Pasuruan bahwa kulit polong dan tompeh dapat digunakan sebagai pakan ternak karena mempunyai nutrisi yang cukup. Kulit polong koro pedang akan lebih mudah dikonsumsi sebagai pakan ternak apabila di hancurkan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin penghancur. Dengan demikian, biji, tompeh dan kulit polong koro pedang dapat digunakan sebagai bahan agribinis yang bisa terintegrasi dengan peternakan.

4. Kesimpulan

Tanaman koro pedang (Canavalia ensiformis (L.) potensial sebagai komoditas agribisnis. Untuk mendukung potensi koro pedang sebagai komoditas agribisnis, produktivitas tanaman koro pedang harus cukup tinggi dengan menggunakan teknologi budidaya yang unggul dan tepat.

Daftar Pustaka

[1] I. Susanti, F. Hasanah, N. C. Siregar dan D. Supriatna, “Potensi kacang koro pedang (Canavalia enciformis, DC.) sebagai sumber protein produk pangan,” Jurnal Riset Industri, Vol. 7, pp. 1-13, 2013.

[2] N. Andriati, S. Anggrahini, W. Setyaningsih, I. Sofiana, D. A. Pusparasi and F. Mossberg, “Physicochemical characterization of jack bean (Canavalia ensiformis) tempeh,” Food Research 2, pp. 481-485, 2018.

[3] A. Doss, M. Pugalenthi, V. Vadivel, “Antioxidant activity of raw and differentially processed Under- utilized tropical legume Canavalia ensiformis L. Dc Seeds, South India,” IIOABJ, pp. 2:27–32, 2011.

Gambar 10 . Hasil Perontokan Polong Koro Pedang: Tompeh (kiri), Biji (tengah) dan Kulit Polong (kanan).

(10)

[4] K. Sowndhararajan, P. Siddhuraju, S. Manian, “Antioxidant Activity of the Differentially Processed Seeds of Jack Bean (Canavalia ensiformis L. DC),” Food Sci. Biotechnol., Vol. 20, pp. 585-591, 2011.

[5] E. T. Yuniarsih dan Muslimin, “Prospek pengembangan kacang koro pedang mendukung ketahanan pangan di Sulawesi Selatan,” Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian, pp. 742- 749, 2019.

[6] Informasi Berita Budidaya Kacang Koro Pedang di Indonesia, “Harga Koro Pedang.” 2012. [Online]. Available:

https://koropedangnews.wordpress.com/tag/ekspor-koro-pedang/, Tanggal akses 2 Oktober 2019.

[7] Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, “Penggunaan benih bermutu, penting bagi peningkatan produksi pertanian.” 2010. [Online]. Available: http://www.umy.ac.id/penggunaan-benih-bermutu- penting-bagi-peningkatan-produksi-pertanian.html, Tanggal akses 2 Oktober 2019.

[8] T. K. Suharsi, M. Surahman dan S. F. Rahmatani, “Pengaruh jarak tanam dan pemangkasan tanaman padaproduksi dan mutu benih koro pedang (Canavalia enziformis),” Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Vol. 18 No. 3, pp. 172177, 2013.

[9] A. Nazir, T. K. Suharsi, M. Surahman, Optimasi Produksi dan Mutu Benih Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) melalui Pengaturan Jarak Tanam. Hlm. 60-68. Dalam Suhartanto MR, Syukur M, Surahman M, Ilyas S, Junaedi A, Ani Kurniawati A, Marwiyah S, Furqoni H, Refra FA. (eds) Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Agronomi Indonesia 2016. Bogor, 2016.

[10] D. P. Bourque and A. W. Naylor, “Large effects of small water deficits on chlorophyll accumulation and ribonucleic acid synthesis in etiolated leaves of jack bean (Canavalia ensiformis [L.]DC.),” Plant Physiol.

47, pp. 591-594, 1971.

[11] D. P. Bourque, P. N. Mcmillan, W. J. Clingenpeel, A. W. Naylor, “Ultrastructural Effects of Water Stress on Chloroplast Development in Jack Bean (Canavalia ensiformis [L.] DC),” Plant Physiol. 56, pp. 160-163, 1975.

[12] G. Malafaia, R. F. Rodrigues, F. G. Araújo, E. P. Fernandes, W. M. Leandro, A. S. de Lima Rodrigues,

“Irrigation with wastewater on a Canavalia ensiformis cultivation in substrate treated with coffee dregs vermicompost,” Jaboticabal, Vol. 43, pp. 188–196, 2015.

[13] M. Soedarjo, “Pengaruh pemangkasan dan pemupukan terhadap pertumbuhan koro pedang (Canavalia ensiformis (L.)),” Prosiding Nasional Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2017, hal. 666- 676, 2018.

[14] R. A. Laksono, “Respon pertumbuhan dan hasil tanaman koro pedang (Canavalia Ensiformis L. (DC)) akibat takaran jenis pupuk organik dan pengapuran di Lahan marginal terdegradasi,” Jurnal Agrotek Indonesia, Vol. 1, pp. 19–28, 2016.

[15] A. A. Rivaie, “Changes in soil available phosphorus, leaf phosphorus content and yield of sword bean (Canavalia ensiformis (L.) DC.) by application of sp-36 and phosphate rock on acid upland soil of East Lampung”, J. Trop Soils. Vol. 20, pp. 29-36, 2015.

[16] I. Usman, Rahim, A. A. Ambar, “Analisis pertumbuhan dan produksi kacang koro pedang (canavalia ensiformis) pada berbagai konsentrasi pupuk organik cair dan pemangkasan”, Jurnal Galung Tropika, Vol. 2, pp. 85-96, 2013.

[17] G. M. Martín, R. Reyes and J. F. Ramírez, “Coinoculation of Canavalia ensiformis with rhizobium and arbuscular mycorrhizal fungus in two soils from Cuba”, Cultivos Tropicales, Vol. 36, pp. 22-29, 2015.

[18] J. M. Simó-González, R. Rivera-Espinosa, L. A. Ruiz-Martínez, G. D. Roche and M. Ruiz-Sánchez,

“Effectiveness of arbuscular mycorrhizal fungi inoculated on Canavalia ensiformis L. in Calcaric Histosol soils”, Agronomía Mesoamericana, Vol. 30, pp. 395-405, 2019.

[19] Z. A. Firoz; K. M. Nasiruddi, M. F. Mondal, A. M. Farooq, “Growth and yield of okra as influenced by hill elevation and plant detopping in hill slope condition, Bangladesh,” J. Agric. Res., Vol. 35, pp. 355-358, 2010.

[20] N. S. Shwetha, A. S. Halepyati, B. T. Pujari, “Effect of detopping, removal of monopodia and plant spacings on nutrient uptake, quality parameters and economics of Bt cotton (Gossypium hirsutum L.), Karnataka,” J. Agric. Sci., Vol. 22, pp. 892-893, 2009.

(11)

[21] I. Y. D. Lawson, I. K. Dzomeku, R. Asempa and S. Benson, “Weed control maize using Mucuna and Canvalia as intercrops in the Northern Guinea savanna zone of Ghana,” J. Agron. Vol. 5, pp. 621-625, 2006.

[22] E. S. Júnior, D. M. Dal-Pozzo, A. Feiden, R. F. Santos and L. K. Tokura, “Allelopathic effects of jack bean leaf aqueous extract on safflower cultures,” Revista Colombiana De Ciencias Hortícolas, Vol. 11 No. 2, pp. 435-440, 2017.

[23] O. S. Oyelakin and O. W. Olaniyi, “Effects of intercropping maize (Zea mays L.) with jack beans (Canavalia ensiformis L.) at different spacing and weeding regimes on crops productivity,” International Journal of Agricultural and Biosystems Engineering, Vol. 13, pp. 61-65, 2019.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah isolat kepiting, cumi-cumi, kacang hijau, dan kacang koro pedang mengandung protein alergen yang

Hasil dari pengukuran derajat hidrolisis, sampel dari masing-masing kacang mentah (kedelai dan koro pedang) memiliki derajat hidrolisis yang tinggi, yakni 18.86%

Pada pengamatan generatif yaitu jumlah polong per tanaman, panjang polong per tanaman, bobot polong kering per tanaman, bobot 100 biji dan hasil biji per hektar

Sehubungan dengan hal tersebut, Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) menyusun panduan teknis produksi benih (Kacang Tanah, Kacang Hijau, Ubikayu) sebagai

Pengaruh Pemupukan NPK dan Pemberian Dolomit Terhadap Hasil Beberapa Varietas dan Galur Kedelai di Lahan Masam Ultisol, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan

Tanaman kacang koro pedang mempunyai kelebihan tahan kering dan lahan organisme pengganggu produksi tinggi dapat mencapau 8 – 9 ton per hektar, sedangkan dalam penelitian yang

Perkecambahan kacang koro pedang berpengaruh sangat nyata terhadap daya serap minyak, berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar

Pendugaan luas daun tanaman Koro pedang tiap tangkai (Y) dapat menggunakan Y = 2,6134 PL ia (PL ia =hasil kali peubah panjang dan lebar helai daun sebelah kiri atau