• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN Hubungan Keterampilan Sosial dengan Korban Bullying di Sekolah Dasar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN Hubungan Keterampilan Sosial dengan Korban Bullying di Sekolah Dasar."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KETE

UNIVER

i

TERAMPILAN SOSIAL DENGAN KORBA DI SEKOLAH DASAR

NASKAH PUBLIKASI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Diajukan oleh: PARAHITA WATI

F 100 080 034

FAKULTAS PSIKOLOGI

ERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKART 2012

BAN BULLYING

(2)

ii

HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN KORBAN BULLYING DI SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Drajat Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh : PARAHITA WATI

F 100 080 034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)

iii

HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN KORBAN BULLYING DI SEKOLAH DASAR

Yang diajukan oleh : PARAHITA WATI

F 100 080 034

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 29 Oktober 2012 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

Penguji Utama

W. S. Hertinjung, S.Psi., M.Psi.

Penguji pendamping I

Dra. Wiwien Dinar Pratisti, M.Si

Penguji pendamping II

Dra. Partini, M.Si

Surakarta, 29 Oktober 2012 Universitas Muhammadiyah Surakarta

(4)

iv ABSTRAKSI

HUBUNGAN KETERAMPILAN SOSIAL DENGAN KORBAN BULLYING Parahita Wati

Wisnu Sri Hertinjung

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying di Sekolah Dasar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 4-5 Sekolah Dasar di Kecamatan Laweyan, yaitu SD Muhammadiyah 16, SD Negeri No. 205 dan SD Negeri Mangkuyudan No. 2 yang berjumlah 206 orang. Metode pengambilan data dengan menggunakan skala menjadi korban bullying dan skala keterampilan sosial yang kemudian dianalisis menggunakan korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan aplikasi SPSS 15. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying, dimana nilai koefisien korelasi (r) sebesar -1,50; p = 0,031 (p < 0,05). Sumbangan efektif variabel keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying sebesar 2,3%, yang ditunjukkan dari koefisien determinan R2=0,023, sehingga terdapat 97,7 % faktor lain yang mempengaruhi menjadi korban bullying.

(5)

1 PENDAHULUAN

Sekolah adalah suatu

lembaga tempat menuntut ilmu. Selain itu sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal

yang secara sadar berupaya

melakukan perbaikan perilaku,

pengalaman dan pengatahuan peserta

didik. Bila dilihat dari fungsi sekolah

sebagai tempat pendidikan ilmu dan perilaku, pihak yang memiliki peran utama adalah guru karena merupakan agen pelaksana semua kebijakan sekolah yang langsung berhadapan dengan murid. Berbicara sekolah, erat hubungnnya dengan pendidikan.

Dalam Undang – undang Nomor 20

tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Widayanti, 2009).

Setiap sekolah pasti mempunyai tujuan untuk menghasilkan peserta didik yang kompeten, berkualitas dan mempunyai pribadi yang positif yang merupakan harapan dari semua orangtua peserta didik. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif. Kondisi belajar yang kondusif tersebut, dapat diciptakan oleh peran semua komponen agar peserta didik jauh dari kekerasan. Komponen – komponen yang berpengaruh pada

kondisi belajar antara lain, guru sebagai pendidik, murid sebagai peserta didik dan lingkungan sekolah sebagai pendukung proses belajar mengajar.

Kekerasan – kekerasan yang dilakukan siswa yang berlangsung secara sistematis disebut dengan istilah bullying. Bullying sendiri didefinisikan sebagai tindakan menyakiti secara fisik dan psikis secara terencana oleh pihak yang merasa lebih berkuasa terhadap yang lemah (Kabar Indonesia, 2008). Kasus kekerasan yang terjadi dalam bentuk ancaman atau pemalakan lebih sering muncul dalam beberapa bentuk seperti minta makanan, minta uang jajan, menguasai alat permainan, dan sering dijadikan obyek untuk menyenangkan pelaku, seperti menyuruh – nyuruh untuk membelikan sesuatu, memijat, atau hal– hal lain yang dapat membuat pelaku itu senang. Anak yang berpotensi menjadi korban bullying adalah anak - anak yang mempunyai kepribadian pendiam, penakut, selalu menyendiri, lebih lemah, sulit berinteraksi dengan temannya atau keterampilan sosial yang rendah.

(6)

2 perkembangan pada usia yang lebih lanjut dan cenderung dapat menjadi korban bullying teman–temanya yang mempunyai power yang lebih.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fox & Boulton (2005), menyatakan bahwa korban bullying di sekolah cenderung menunjukkan keterampilan sosial yang buruk. Dari beberapa hasil penelitian tentang bullying peneliti telah meneliti dari berbagai perspektif, dan ada fokus pada berbagai keterampilan sosial.

Dilihat dari kenyataan, fakta dan data dari penelitian yang sebelumnya dilakuan oleh Fox & Boulton (2005), salah satu penyebab individu yang menjadi korban bullying adalah kurang memiliki keterampilan sosial. Berdasarkan uraian tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying. Berdasarkan rumusan masalah tersebut peneliti mengambil judul penelitian “Hubungan Keterampilan Sosial dengan Korban bullying”.

Pengertian Korban bullying

Menurut Sejiwa (2006), bullying diartikan sebagai tindakan penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti sesorang atau sekelompok orang sehingga korban merasa tertekan, trauma dan tak berdaya.

Menjadi korban bullying adalah individu atau kelompok yang

mendapatkan perlakuan kekerasan atau tidak menyenangkan dari orang lain yang merasa memiliki kekuasaan atau kekuatan lebih untuk bertindak agresif dilakukan secara sengaja dan berulang – ualng, sehingga individu merasa tertekan dan tidak nyaman. Korban bullying biasanya individu yang lebih lemah terhadap sesuatu sehingga mudah menjadi sasaran atau target individu yang lebih kuat.

Jenis – jenis atau bentuk – bentuk korban bullying dapat dikelompokkan menjadi bullying secara langsung dan tidak langsung meliputi kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung.

Karakteristik korban bullying antara lain: anak yang memiliki ciri fisik kecil lemah, gemuk atau kurus, pendek atau jangkung, memiliki masalah kondisi kulit lainnya, cantik atau tampan dan anak yang kurang cantik atau kurang tampan, mengalami kesulitan bergaul, kepercayaan diri yang rendah, dianggap menyebalkan dan suka menantang, hanya memiliki sedikit teman (senang menyendiri), anak yang paling miskin atau paling kaya, serta memiliki ras atau etnisnya dipandang rendah, anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain, anak yang siap mendemontrasikan emosinya setiap waktu dan anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah.

(7)

3 korban bullying terdiri dari : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri individu, meliputi temperamen pencemas, self esteem rendah, cenderung tidak menyukai situasi sosial, kurang memiliki rasa empati, kurang mampu bersikap asertif, sulit menyesuaikan diri, sulit mengekspresikan dirinya memiliki karakteristik fisik khusus biasanya individu yang seperti ini memiliki keterampilan sosial yang rendah. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang bersumber dari luar, meliputi faktor keluarga atau orang tua, lingkungan sekolah, teman sebaya.

Pengertian Keterampilan Sosial

Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995) keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara – cara tertentu yang dapat diterima atau dihargai secara sosial dan membawa manfaat, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun keduanya. Ciri–ciri individu yang mempunyai keterampilan sosial adalah mampu berkomunikasi verbal maupun non-verbal serta mampu menginterpretasikannya, mampu mengontrol dan mengatur emosinya.

Aspek – aspek keterampilan sosial meliputi Hubungan dengan teman sebaya (peer relation), Manajemen diri (selft-management), Kemampuan akademis (academic), Kepatuhan (compliance), Perilaku assertive (assertion), Perilaku terhadap lingkungan (environmental behavior), Perilaku interpersonal

(interpersonal behavior), Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri (selft-related behavior), Perilaku yang berhubungan dengan tugas (task-related behavior), kerja sama (cooperation), ketegasan (assertion), tanggung jawab (responsibility), empati (empathy), kontrol diri (self control). Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial, antara lain faktor keluarga, lingkungan, kepribadian, serta kemampuan dalam penyesuaian diri.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif adalah metode atau cara yang dipilih peneliti untuk mengumpulkan data dalam bentuk angka atau data-data numerikal yang diolah dengan metode statistika serta menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan.

Menjadi korban bullying tersebut akan diungkap dengan skala yang disusun oleh Tarshis dan Huffman (2007) berdasarkan pengukuran dari bentuk direct victimization dan indirect victimization. Tinggi rendahnya tingkat keterampilan sosial pada subjek dapat diketahui dari skor yang diperoleh berdasarkan kuesioner Social Skill Rating (SSR) (Gresham & Elliot, 1990).

(8)

4 Kecamatan Laweyan. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa – siswi kelas 4 – 5 Sekolah Dasar di Kecamatan Laweyan.

HASIL PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying. Hal ini ditunjukkan oleh hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisis korelasi product moment dari Pearson dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -1,50 dengan signifikansi p = 0,031 (p<0,05) artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi keterampilan social, maka semakin rendah menjadi korban bullying dan sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial, maka semakin tinggi menjadi korban bullying.

Hasil ini berarti sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti bahwa ada hubungan negatif antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying. Semakin tinggi keterampilan sosial semakin rendah menjadi korban bullying, sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial semakin tinggi menjadi korban bullying.

Keterampilan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan individu menjadi korban bullying. Keterampilan sosial merupakan sebuah bagian yang sangat penting dimiliki oleh setiap

individu, dimana keterampilan sosial merupakan sebuah kemampuan hidup manusia. Keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak – anak sebagai bekal bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya. Hal ini bermanfaat untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari – hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitarnya. Tanpa memiliki keterampilan sosial anak akan sulit dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan itu akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam hidupnya. Individu dengan keterampilan sosial akan mampu mengungkapkan perasaan baik positif maupun negatif dalam hubungan interpersonal tanpa harus melukai orang lain (Hargie, saunders & Dickson dalam Gimpel & Marrel, 1998). Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa ada hubungan negatif antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying.

(9)

5 prediksi korban bullying akibat penolakan teman-teman menyebabkan individu menjadi korban penolakan teman atau kelompok selanjutnya. Korban bullying juga mempunyai sedikit teman yang dapat melindunginya dari ancaman menjadi korban bullying (Hodges, Boivin, Vitaro, & Bukowski, 1999; Schwartz, Dodge, Pettit, & Bates, 2000 dalam Alsaker and Helfenfinger, 2010).

Ditambahkan dalam penelitiannya Elliott, Malecki, & Demaray (2001), menyatakan bahwa korban bullying adalah individu yang tidak memiliki keterampilan berinteraksi dengan lingkungan, tidak memiliki keterampilan sosial, tidak memiliki rasa humor, memiliki "sikap" serius dan tidak santai memberi dan menerima dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa studi telah menemukan bahwa korban cenderung menampilkan perilaku tidak tegas, selain itu korban bullying dengan mudah menangis (Patterson, Littman, & Bricker, 1967; Perry, Willard, & Perry, 1990; Schwartz, Dodge, & Coie, 1993 dalam Alsaker and Helfenfinger, 2010). Penelitian lain menunjukkan bahwa korban bullying cenderung menampilkan kerentanan cemas dan mereka cenderung untuk menarik diri daripada mencoba untuk memasuki kelompok sebaya (Olweus, 1978; Troy & Sroufe, 1987 dalam Alsaker and Helfenfinger, 2010). Hal tersebut mendukung penelitian tentang hubungan keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying, sehingga individu yang tidak memiliki keterampilan sosial mengalami masalah dalam

berinteraksi dengan lingkungan atau teman sebaya dan memiliki menjadi korban bullying lebih besar.

Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, variabel keterampilan sosial memiliki rerata empirik (RE) sebesar 45,02 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 36 yang berarti keterampilan sosial pada subjek tergolong sedang. Kondisi ini dapat diinterpretasikan bahwa subjek memiliki beberapa aspek dalam keterampilan sosial. Hal ini senada dengan pendapat Rigio (1986), bahwa keterampilan sosial yang dimiliki yaitu mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, mampu menerima dan menginterpretasikan pesan – pesan verbal maupun non verbal dari orang lain, mampu mengontrol dan mengatur penampakan emosinya, dan mampu berinteraksi dengan orang lain.

(10)

6 bisa menyakiti korban, seperti melecehkan, menjulurkan lidah, mengejek, meremehkan, mengancam, memanggil dengan sebutan lain, dll.

Faktor internal individu lebih banyak memberikan kontribusi terhadap kecenderungan menjadi bullying, karena hampir semua perilaku individu bersumber pada dirinya sendiri, walaupun ada faktor eksternal yang mempengaruhi individu tetapi semua kembali pada diri individu masing – masing untuk menyikapi hal tersebut (Gresham & Reschly dalam Gimpel dan Marrell, 1998).

Sesuai dengan ungkapan Pleper dan Craig (2000), faktor yang menyebabkan individu menjadi korban bullying dari internal individu meliputi temperamen pencemas, self esteem rendah, cenderung tidak menyukai situasi sosial (social withdrawal), kurang memiliki rasa empati, kurang mampu bersikap asertif, sulit menyesuaikan diri, sulit mengekspresikan dirinya dan memiliki karakteristik fisik khusus pada anak lain, seperti warna kulit rambut yang berbeda atau kelainan fisik lainnya. Dari eksternal individu dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, biasanya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami masalah keluarga yang berat dan berasal dari strata ekonomi yang dipandang negatif oleh lingkungan. Dari hasil analisis penelititian ini, sumbangan efektif hubungan keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying di SD sebesar 2,3%. Dengan demikian, masih ada 97,7% faktor lain yang

dapat menyebabkan individu menjadi korban bullying, seperti faktor lingkungan sekolah dan faktor teman sebaya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpilan bahwa :

1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying. Artinya, semakin tinggi keterampilan sosial anak semakin rendah menjadi korban bullying, sebaliknya semakin rendah keterampilan sosial anak semakin tinggi menjadi korban bullying. Hal ini ditunjukkan dengan koefesien (r) sebesar -0,150 dengan p = 0,031 (p<0,05). Dengan demikian, Hα diterima dan H0 ditolak.

2. Tingkat keterampilan sosial pada siswa Sekolah Dasar tergolong sedang. Hal ini di tunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 45,02sedangkan rerata hipotetik (RH) sebesar 36.

3. Tingkat menjadi korban bullying pada siswa Sekolah Dasar tergolong sedang. Hal ini di tunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 7,91 sedangkan rerata hipotetik (RH) sebesar 12.

SARAN

(11)

7 diharapkan akan bemanfaat bagi beberapa pihak terkait. Saran-saran tersebut antara lain adalah:

1. Bagi orang tua

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keterampilan menjadi salah satu faktor anak menjadi korban bullying di Sekolah Dasar, dengan keterampilan sosial yang rendah anak akan menjadi korban bullying. Untuk menghindari anak menjadi korban bullying, diharapkan orang tua dapat menggali aspek-aspek keterampilan sosial dalam diri anak seperti aspek kerja sama (cooperation), yaitu mengajarkan anak untuk saling berbagi, saling menolong, membiarkan anak bermain ke rumah tetangga, membatasi anak untuk bermain secara individu, mengajari anak untuk belajar berkelompok, membantu orangtua, mematuhi aturan, aspek ketegasan (assertion), yaitu mengajari anak untuk selalu bercerita tentang apa yang terjadi ketika di sekolah, perasaan yang dialami, mengungkapkan keinginannya, berani mengenalkan diri sendiri, aspek empati (empathy), yaitu mengajari anak untuk dapat menghargai atau menghormati perasaan dan pendapat orang lain, mengajari anak untuk mengcapkan terima kasih dan maaf ketika melakukan kesalahan, aspek tanggung jawab (responsibility), yaitu mengajari anak untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, menyelesaikan semua tugasnya, dan aspek control diri (selft-control), yaitu mengajari anak untuk dapat mengatur emosi, menerima kritik dan saran.

2. Bagi para pendidik

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa keterampilan menjadi salah satu faktor anak menjadi korban bullying di Sekolah Dasar, dengan keterampilan sosial yang rendah anak akan menjadi korban bullying. Untuk menghindari anak menjadi korban bullying, diharapkan kepala sekolah dapat memberikan fasilitas untuk lebih mengasah atau menggali keterampilan–keterampilan terutama keterampilan sosial siswa sehingga mampu mengoptimalkan diri dalam bersosialisasi di sekolah seperti memberikan ektrakulikuler pramuka, mengadakan outbond, pengadaan media pembelajaran yang lebih bervariatif, memberi kesempatan pada guru untuk mengikuti pelatihan khususnya pelatihan mengenai keterampilan sosial anak.

Selain itu diharapkan mampu memberi masukan pada guru terutama guru Sekolah Dasar, guru kelas maupun guru BK dengan cara lebih banyak memberikan tugas kelompok dari pada individu, memberikan permainan yang membutuhkan kerja kelompok, mengajarkan anak agar dapat bercerita tentang apa yang ia inginkan, pikirkan dan rasakan, mengajarkan tanggung jawab dengan cara membuang sampah pada tempatnya, mengajari anak untuk saling menolong, membuatkan peer support, yaitu menunjuk beberapa siswa yang berpotensi menjadi sahabat untuk mendampingi teman-temannya yang berpotensi untuk menjadi korban bullying.

(12)

8 Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa hubungan keterampilan sosial dengan menjadi korban bullying memberikan sumbangan efektif sebesar 2,8% sehingga menjadi korban bullying juga dipengaruhi oleh faktor – faktor lain, bagi peneliti selanjutnya dapat mengkaitkan dengan faktor – faktor yang lain

DAFTAR PUSTAKA

Alasker, F. D. 2003.Quälgeister und. Ihre Opfer. Mobbing unter Kindern – und wie man damit umgeht [Bullies dan their victims. Bullying among children- and how to deal with it]. Bern: Verlag Hans Huber.

___________. 2007. Pathways to victimization and a multisetting intervention. Unpublished Report. Swiss National Science Foundation, NFP52

Alsaker & Helfenfinger. 2010. Social Behavior and Peer Relationships of victims, Bully-Victim, and Bullies in Kindergarten. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying : 3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak. Jakarta : PT Grasindo

Azwar, S. 2010. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelaja Offset

Bee, H. 1994. Lifespan Development. USA : Harper Collins College Publishers. Bierman,K., & Welsh, J.A .2000.

Assessing social dysfungtion : The contributions of laboratory and performance-based measures. Journal of Clinical Child Psychology, 29, 526-539

Buhs, E.S., Ladd, G.W., & Herald, S.L. 2006. Peer Exclusion and Victimization:Processes That Mediate the Realition Between Peer Group rejection and Cildren’s Classroom Engagement and Achivement? Journal of Educational Psychology, 98, 1-13.

Caldarella, P., & Merrell, KW . 1997. Common dimensions of social skills of children and adolescents: A taxonomy of positive behaviors. In: School psychology Review, 26 (2), 264-278.

Cartledge, G., & Milburn, J. F. 1995. Teaching social skills to children & youth Innovative approaches. Massachussetts : Allyn and Bacon

Coloroso, B. 2006. Penindas, Tertindas, dan Penonton. Resep Memutus Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah Hingga SMU. Jakarta : Serambi

(13)

9 Djuwita, R. 2006. “Kekerasan

Tersembunyi di Sekolah” : Aspek –aspek psikososial dari bullying. www.didplb.or.id. (online). Diakses 9 April 2012 __________. 2007. Bullying :

Kekerasan Terselubung di Sekolah. www.anakku.net. (online). Diakses 9 April

2012

Egan, S. K & Perry, D. G. 1998. Does low self-regard invite victimization? Developmental Psychology, 34, 299-309.

Elliott, S. N., & Gresham, F. M. 1991. Bullying : A Practical Guide to Coping for Schools. Exeter : Longman

Elliott, S. N., Malecki, C. K., & Demaray, M. K. 2001. New Directions in Social Skills Assessment and Intervention for Elementary and Middle School Students. In:Exceptionality,. Vol. 9 (1 & 2), 19-32.

Fox, C.L., & Boulton, M.J. 2005. The Social Skill Problems of Bullying : Selft, Peer and Teacher Perceptions. British Journal of Educational Psychology, 75, 313-328

Gimpel, G. A., & Merrel, K. W. 1998 .Social Skills of Children and Adolescents : Conceptualization,

Assessment, Treatment. Mahwah, NJ : Erlbaum

Goleman, D. 2002. Workhing with Emotional Intelegences. London : Bloomsbury Publishing Pic.

Gresham, F. M., & Elliot, S. N. 1990. The Social Skills Rating System. Cirle Pines, MN : American Guidance Service. Hadi, S. 2000. Metodologi Riset II.

Yogyakarta : Andi Offset ______. 2004. Metodologi Riset II.

Yogyakarta : Andi Offset Hertinjung, W. S., Susilowati.,

Wardhani, I. R. 201. Profil Kepribadian 16 PF pada Siswa Korban Bullying. Prosiding seminar. Seminar Nasional Psikologi Islami (Aplikasi Psikologi Islami dalam Pendidikan Karakter). (diterbitkan). Fakultas Psikologi : Universitas Muhammadiyah Surakarta Kabar Indonesia. 2008. BULLYING :

Kekerasan Teman Sebaya di Balik Pilar Sekolah. http://www.pewarta.kabarind onesia.blogspot.com.

(online). Diakses 9 April 2012

Kompasiana. 2010. http://kompasiana.com/. (online). Diakses 9 April 2012

(14)

10 Merrell, K.W. 2003. Behavioral,

social, and emotional assessment of children and adolescents. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates

Olweus, D. 2004. Bullying at school. Australia : Blackwell publishing.

Pepler, D & Craig, W. 2002. Making a Difference in Bullying. http://melissainstitute.com/do cuments/MakingADifference. pdf.(online). Diakses 30April 2012

Perry, D. G., Willard, J. C. & Perry, L. C. 1990. Peer’s perceptions of the consequences that victimized children provide aggresors. Child Development, 61, 1310-1325.

Perry, D. G., Perry, L. C. & Boldizar, J. P. 1990. Learning of aggression. In M. Lewis & S. Miller (Eds.), Handbook of developmental

psychopathology (pp. 135-146). New York: Plenum. Priyatna, A. 2010. Let’s End

Bullying : Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying. Jakarta : PT. Gramedia

Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” Di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA : Naskah Kognitif Tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01,

September. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Rigio, R. E. 1986. Assesment of Basic Social Skill. Journal of Personality and Pschology. Vol 51, no.3.

Salmivalli, C., & Peets, K. 2008. Bullies, Victims and bully-victim relationships. In K. Rubin, W. Bukowski & B. Laursen (Eds.). Handbook of peer interactions,

relationships, and groups (pp. 322-340). New York : Guilford Press.

Salmivalli, C. & Isaacs, J. 2005. Prospective relations among victimization, rejection, friendlessness, and children’s self-and peer-perceptions. Child

Development, 76, 1161-1171.

Schumaker, J.B., & Hazel, S.J. 1984. Social skills assessment and training for the learning disabled. In: Journal of Learning Disabilities , 17, 7, pp. 422-430.

Schwartz, D. dkk. 2005. Victimization in the Peer Group and Children’s Academic Functioning. Journal of Educational Psychology, 97, 425 - 435

Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : Grasindo.

(15)

11

Pendidikan di

Indonesia.http://www.sejiwa. org/en/index.php?option=co m_content&tas=view&id=5& itemid=1. (online). Diakses tanggal 13 April 2012

Sle & Rigby, K. 2007. Bullying in Schools: and what to do about it (Revised and updated. Australia: Acer Press

Smith, P.K., Pepler, D. & Rigby, K. 2007. Bullying in School : How Successful can Interventions be? Diakses 9 april 2012, dari www.cambrige.org

Sugiarto., Siagian, D., Sunaryanto, L.T., & Oetomo, D.S. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sugiyono. 2010. Metode penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta

Sulvian, K. 2000. The Anti-Bullying Handbook. United Kingdom : Oxford University Press. Suryabrata, S. 2006. Metodologi

Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Suryanto, S. B. 2007. Bullying bikin anak depresi dan bunuh diri. www.migas-indonesia.net. (online). Diakses 9 april 2012 Tarshis, T. P., & Huffman, L. C.

2007. Psychometric properties of the Peer Interactions in Primary School (PIPS) questionnaire. Journal of Developmental

and Behavioral Pediatrics, 28, 125-132

Verlinden, S., Hersen, M., & Thomas, J. (2000). Risk factor in school shootings. Clinical Psychology Review, 20, 3-56.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah

1) Negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang. 2) Negara

Fully online e-learning format, yaitu seluruh proses pembelajaran dilakukan secara online termasuk tatap muka antara pendidik dan peserta didika juga dilakukan secara

beberapa tahun silam dan baru dilaksanakan pengumpulan NDC sebanyak satu kali mengingat COP26, dimana negara akan mengumpulkan NDC kedua, diundur akibat pandemic

Namun demikian dari kebanyakan hasil penelitian tersebut lebih banyak membahas mengenai masalah perbaikan mekanisme pengadaan sebuah barang/material yang masih

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka diperlukan referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan dalam penelitian sebelumnya

105 Informed investor ialah investor yang dapat mengetahui segala kondisi pasar seperti halnya tahu kapan waktu yang tepat untuk order dan waktu untuk jual, dan uninformed

mengagungkan fashion, mungkin paradigma konstruktivisme, Metode ini mirip dengan tipe maskulin yang digunakan karena peneliti ingin mengetahui ada di tahun 1980-an,