MENGUNGKAP MISKONSEPSI TOPIK STOIKIOMETRI PADA SISWA KELAS X MELALUI TES DIAGNOSTIK TWO-TIER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia
Oleh:
Indah Rizki Anugrah 0905795
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
MENGUNGKAP MISKONSEPSI TOPIK STOIKIOMETRI PADA SISWA KELAS X MELALUI TES DIAGNOSTIK TWO-TIER
Oleh
Indah Rizki Anugrah
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Indah Rizki Anugrah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
INDAH RIZKI ANUGRAH
MENGUNGKAP MISKONSEPSI TOPIK STOIKIOMETRI PADA SISWA KELAS X MELALUI TES DIAGNOSTIK TWO-TIER
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Nahadi, M.Pd., M.Si. NIP: 197102041997021002
Pembimbing II
Dra. Wiwi Siswaningsih, M.Si. NIP: 196203011987032001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Mengungkap Miskonsepsi Topik Stoikiometri pada Siswa Kelas X Melalui Tes Diagnostik Two-Tier”.Stoikiometri merupakan salah satu materi paling dasar yang penting dipahami oleh siswa karena aplikasi topik ini digunakan pada topik-topik kimia lainnya, seperti asam-basa, laju reaksi dan kesetimbangan kimia. Dalam proses pembelajaran, tidak menutup kemungkinan siswa mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi yang tidak segera diluruskan akan bersifat persisten dan sulit diperbaiki. Oleh karena itu, miskonsepsi pada topik stoikiometri perlu diungkap melalui tes diagnostik. Instrumen diagnostik yang dipilih adalah two-tier karena memiliki keunggulan dibandingkan instrumen pilihan ganda biasa, yaitu dapat mengungkap alasan di balik opsi yang dipilih siswa dan dapat mengurangi tingkat error, yaitu kemungkinan siswa menebak jawaban. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap miskonsepsi pada topik stoikiometri hasil dari tes two-tier, menghasilkan instrumen two-tier untuk topik stoikiometri dan mengetahui kualitas tes two-tier yang dikembangkan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, dengan asumsi bahwa proses pengembangan instrumen two-tier dianggap sebagai tahap persiapan penelitian. Instrumen two-tier dikembangkan melalui tahap wawancara dan tes pilihan ganda beralasan bebas. Instrumen ini diujikan kepada siswa kelas X SMA. Instrumen
two-tier dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan
distraktornya. Sementara itu, hasil tes two-tier terhadap responden dianalisis dan diinterpretasikan miskonsepsinya dari jawaban yang tidak tepat. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri yang diungkap melalui tes two-tier mencakup hukum dasar dan konsep mol, sementara itu kualitas instrumen yang dikembangkan sudah baik.
ABSTRACT
The title of this research is “Identifying Xth Grade-Students’ Misconceptions in Stoichiometry Topic Through Two-Tier Diagnostic Test”. Stoichiometry is one of the most fundamental topic that need to be understood by students because it is used in other chemistry topic, e.g. acid and base, rate of reaction and chemical equilibrium. When students get their learning process in class, they can get misconceptions. If these misconceptions are not addressed immediately, they will persist and hard to be fixed. Therefore, we need to identify these misconceptions using diagnostic instument. The instrument chosen in this research is two-tier because it has some benefits rather than one-tiered multiple choices, i.e. it can reveal the reasoning of the first tier chosen by students and also it can decrease the measurement error (i.e. guessing the answer). The purposes of this research are: to identify stoichiometry misconceptions from two-tier test, make two-tier instrument for stoichiometry topic and find out the quality of the instrument. This research used descriptive-research method, assuming that the development of two-tier instrument is considered as the preparation step. The instrument was tested to X-Grade Senior High School students. Analysis of the instrument including the validity, reliability, distinguishing characteristic, difficulty level and the distractors. Meanwhile, the result of the test is analyzed and interpreted so the misconceptions can be identified. The findings of this research show that students’ misconceptions of stoichiometry topic that identified by two-tier instrument including basic law of chemistry and mol concept, while the quality of the instrument is good.
DAFTAR ISI
B. Identifikasi Dan Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Miskonsepsi ... 8
B. Tes Diagnostik ... 14
C. Tes Two-Tier ... 21
D. Topik Stoikiometri Pada Jenjang SMA... 25
E. Studi tentang Miskonsepi pada Topik Stoikiometri ... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Metode Penelitian... 31
B. Subyek Penelitian ... 34
C. Instrumen Penelitian... 34
D. Teknik Analisis ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Miskonsepsi Yang Terungkap Dari Tes Two-Tier Topik Stoikiometri ... 40
B. Pengembangan Tes Diagnostik Two-Tier Untuk Topik Stoikiometri 67 C. Kualitas Tes Diagnostik Two-Tier Untuk Topik Stoikiometri ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 82
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Pedoman Penafsiran Validitas dan Reliabilitas 37
3.2. Indeks Kesukaran Butir Soal 38
3.3. Indeks Daya Pembeda Soal menurut Cracker dan Algina 38
3.4. Kualitas Distraktor 39
4.1. Butir soal dan jawaban responden tentang hukum kekekalan massa 40 4.2. Butir soal dan jawaban responden tentang hukum perbandingan tetap 42 4.3. Butir soal dan jawaban responden tentang hukum kelipatan
perbandingan 45
4.4. Butir soal dan jawaban responden tentang hukum perbandingan
volume 46
4.5. Butir soal dan jawaban responden tentang hukum Avogadro 47 4.6. Butir soal dan jawaban responden tentang konversi jumlah mol
dengan jumlah partikel 51
4.7. Butir soal dan jawaban responden tentang pengkonversian jumlah
mol dengan massa 52
4.8. Butir soal dan jawaban responden tentang pengkonversian jumlah
mol dengan volume 53
4.9. Butir soal dan jawaban responden tentang rumus empirik 54 4.10. Butir soal dan jawaban responden tentang rumus molekul 56 4.11. Butir soal dan jawaban responden tentang rumus air kristal 57 4.12. Butir soal dan jawaban responden tentang kadar zat dalam senyawa 60 4.13. Butir soal dan jawaban responden tentang pereaksi pembatas 63 4.14. Butir soal dan jawaban responden tentang penentuan jumlah
hasil reaksi 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Posisi Tes Diagnostik (Depdiknas, 2007) 16
3.1. Alur Penelitian 32
4.1. Grafik Validitas Butir Soal Two-Tier 70
4.2. Grafik Persentase Validitas Butir Soal Two-Tier 70
4.3. Grafik Taraf Kesukaran Soal Two-Tier 71
4.4. Grafik Daya Pembeda Soal Two-Tier 72
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Halaman
1. Analisis SK-KD Untuk Pedoman Wawancara... 82
2. Hasil Validasi Isi Instrumen Wawancara ... 87
3. Pedoman Wawancara ... 91
4. Kisi-Kisi Tes Pilihan Ganda Beralasan Terbuka Topik Stoikiometri ... 94
5. Hasil Validasi Isi Instrumen Pilihan Ganda Beralasan Terbuka ... 96
6. Naskah Pilihan Ganda Beralasan Terbuka ... 109
7. Kisi-Kisi Tes Two-Tier Topik Stoikiometri ... 114
8. Hasil Validasi Instrumen Pilihan Ganda Two-Tier ... 116
9. Naskah Soal Pilihan Ganda Two-Tier ... 126
LAMPIRAN B 1. Transkrip Wawancara ... 130
2. Interpretasi Hasil Wawancara ... 148
3. Rekapitulasi Jawaban Siswa Dari Hasil Tes Two-Tier ... 152
4. Penskoran Jawaban Two-Tier ... 153
5. Rekapitulasi Jawaban Responden Tiap Butir Soal ... 155
6. Validitas Setiap Butir Soal Two-Tier... 167
7. Reliabilitas Soal Two-Tier ... 170
8. Tingkat Kesukaran Soal Two-Tier ... 171
9. Daya Pembeda Soal Two-Tier ... 172
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat meng-kondisikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya (Depdiknas, 2007). Hal ini tidak cukup dicapai melalui penggunaan model pembelajaran yang baik namun perlu ditunjang pula dengan sistem evaluasi yang baik. Pembelajaran akan efektif jika guru dapat mengetahui kesulitan dan miskonsepsi siswa karena proses pembelajarannya bertolak dari kebutuhan siswa sehingga hasil pembelajarannya menjadi lebih baik.
Pengembangan pada beberapa aspek yang berkaitan dengan bagaimana cara mengajar sesuai dengan kebutuhan bukanlah hal yang baru dalam konsep pendidikan dan pembelajaran (Martinez dan Young, 2011). Berbagai metode, pendekatan dan model dikembangkan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas. Konsep student center dewasa ini diyakini berbagai pihak sebagai konsep yang paling tepat dalam proses pembelajaran karena dapat mendorong siswa untuk belajar dengan mengoptimalkan segala potensinya. Konsep student center ini memiliki kaitan dengan teori konstruktivisme, dimana siswa akan mendapatkan pengetahuan hanya jika siswa sendiri yang membangun pengetahuan tersebut. Menurut Dahar (1989), pengetahuan tidak dapat diteruskan oleh guru dalam bentuk sudah jadi. Setiap anak harus membangun sendiri pengetahuan-pengetahuan tersebut. Namun implikasi dari hal ini adalah munculnya kemungkinan siswa membangun konsep yang salah ataupun tidak lengkap. Hal ini dapat menjadi sumber miskonsepsi siswa.
2
mengerjakan tes dengan hasil yang cukup baik, namun tetap tidak mengubah gagasan awal mereka yang bersinggungan terhadap topik tersebut meskipun bertolak belakang dengan konsep ilmiah yang diajarkan (Fetherstonhaugh dan Treagust, 1992).
Konsep siswa yang berbeda dari konsep yang secara umum diterima oleh pakar dalam Treagust (1988) disebut “misconception” (Helm, 1980), “preconception” (Novak 1977), “alternative framework” (Driver, 1981) atau “children’s science” (Gilbert et.al., 1982). Beberapa studi tentang miskonsepsi kimia menunjukkan ‘Many students have numerous chemical misconceptions, and it is widely accepted that if these are not addressed,
preferably early on, they will persist’ (Nakhleh, 1992; Schmidt, 1997; Coll
dan Taylor, 2001).
Konsep-konsep kimia yang diajarkan di SMA merupakan konsep-konsep yang saling berkaitan. Salah satu konsep-konsep dasar yang diajarkan kepada siswa adalah stoikiometri. Dalam standar isi, stoikiometri termasuk topik yang diberikan di kelas X semester ganjil. Ini menunjukkan bahwa stoikiometri merupakan salah satu konsep dasar kimia yang penting dipahami siswa sebelum mempelajari konsep kimia lainnya. Jika seorang siswa mengalami miskonsepsi pada topik stoikiometri, akibatnya siswa tersebut dapat mengalami hambatan dalam mempelajari konsep-konsep kimia lain yang memiliki kaitan langsung dengan topik stoikiometri, misalnya aplikasi perhitungan pada topik asam-basa, kesetimbangan kimia dan laju reaksi.
3
mempelajari konsep-konsep kimia lain dan jika tidak segera diremediasi, miskonsepsi ini dapat bersifat persisten dan sulit untuk diperbaiki.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, sangatlah penting untuk meluruskan miskonsepsi siswa agar pemahaman siswa menjadi benar dan tidak akan menimbulkan kesukaran dalam mempelajari konsep-konsep terkait. Namun untuk meluruskan miskonsepsi, guru terlebih dahulu harus mengetahui miskonsepsi yang dialami siswa. Miskonsepsi yang mungkin muncul dalam diri siswa sangat penting untuk diidentifikasi agar dapat dilakukan suatu pengukuran untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan pemahaman konsep sehingga dapat lebih diterima secara ilmiah (Tan, 2005). Untuk mengidentifikasi pemahaman siswa pada suatu konsep ada beberapa metode yang dapat digunakan misalnya peta konsep, wawancara dan instrumen diagnostik pilihan ganda two-tier (Treagust, 1995).
Pada dasarnya instrumen diagnostik yang digunakan untuk mengungkap miskonsepsi harus bersifat supply response agar didapatkan informasi lengkap dari jawaban siswa (Depdiknas, 2007). Menurut Cetin-Dindar dan Omer (2011), pada umumnya tes pilihan ganda lebih disukai pada kelas sains karena soal pilihan ganda lebih mudah diterapkan untuk mengevaluasi pemahaman siswa tentang subyek terkait. Tetapi tentunya evaluator akan kesulitan dalam menentukan apakah jawaban siswa tersebut benar-benar menggambarkan tingkat kemampuannya ataukah jawaban tersebut hanya tebakan saja. Instrumen lain yang dapat digunakan adalah wawancara. Menurut Cetin-Dindar dan Omer (2011), wawancara dapat memberikan informasi lebih rinci tentang miskonsepsi siswa, tetapi dibutuhkan waktu yang banyak dalam pelaksanaannya sampai didapat kesimpulan miskonsepsi apa saja yang dialami siswa.
4
wawancara dan tes pilihan ganda. Instrumen two-tier memiliki keunggulan dibandingkan tes berformat pilihan ganda biasa, yaitu dapat mengungkap alasan dibalik opsi yang dipilih siswa. Hal ini pun secara tidak langsung mengurangi tingkat error, yaitu kemungkinan siswa menebak jawaban karena pada tes two-tier ini jawaban siswa dianggap benar jika tier pertama dan kedua dijawab benar oleh siswa. Selain itu, untuk melakukan tes ini tidak dibutuhkan waktu sebanyak tes wawancara. Sementara itu, peta konsep tidak dipilih dalam penelitian ini karena inti dari topik stoikiometri bukan mengedepankan keterkaitan antarkonsep yang terdapat dalam topik stoikiometri, tetapi lebih menekankan pada aplikasi yang berupa perhitungan-perhitungan kimia.
Dari paparan di atas, peneliti berpendapat bahwa tes two-tier merupakan tes yang sesuai untuk mengungkapkan miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri. Peneliti berharap penelitian ini dapat mengungkapkan miskonsepsi-miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri melalui instrumen diagnostik two-tier yang dikembangkan.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: miskonsepsi topik stoikiometri apa yang dapat
diungkap dari siswa kelas X melalui tes diagnostik two-tier?
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka pertanyaan penelitian ditujukan pada:
1. Apa saja miskonsepsi siswa kelas X tentang topik stoikiometri yang dapat diungkap melalui tes diagnostik two-tier?
2. Bagaimana kontribusi hasil tahapan wawancara dan tes pilihan ganda beralasan terbuka terhadap pengembangan tes diagnostik two-tier? 3. Apakah instrumen two-tier yang dikembangkan telah memenuhi kriteria
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengungkap miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri dari hasil tes
two-tier.
2. Menghasilkan instrumen tes diagnostik two-tier untuk topik stoikiometri. 3. Mengetahui kualitas instrumen two-tier yang dikembangkan berdasarkan
validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan distraktornya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, tes diagnostik dapat menjadi sarana untuk mengetahui miskonsepsi yang dialami pada topik stoikiometri.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tes diagnostik yang dapat dilakukan sendiri oleh guru pada topik stoikiometri sehingga kualitas proses pembelajaran dapat ditingkatkan.
3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan penelitian pada kajian masalah serupa atau sebagai acuan dalam penelitian sejenis dengan topik berbeda.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Rincian urutan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I: Pendahuluan, merupakan bab awal dari skripsi ini. Pendahuluan terdiri dari sub bab :
a. Latar Belakang, yang berisi alasan rasional dan esensial dilakukannya penelitian pengembangan tes diagnostik two-tier untuk mengungkap miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri.
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah, yang dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya tentang masalah penelitian ini.
6
d. Manfaat penelitian, dilihat dari segi isu yaitu agar instrumen two-tier yang dihasilkan dan hasil miskonsepsi yang terungkap dapat digunakan untuk pihak-pihak terkait, misalnya siswa dan guru untuk meningkatkan kualitas peserta didik.
e. Struktur organisasi skripsi, berisi rincian urutan penulisan penelitian ini.
2. Bab II: Kajian Pustaka, berisi konsep dan teori yang berkaitan dengan tes diagnostik, two-tier, miskonsepsi dan konsep stoikiometri serta berisi pula hasil penelitian terdahulu mengenai miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri. Bab ini terdiri dari sub bab sebagai berikut :
a. Miskonsepsi, berisi definisi, ciri-ciri, penyebab dan cara mengungkap miskonsepsi.
b. Tes Diagnostik, berisi definisi, fungsi, karakteristik, pengembangan dan penafsiran tes diagnostik.
c. Two-tier, berisi definisi, cara pengembangan dan peninjauan
instrumen two-tier.
d. Topik Stoikiometri Pada Jenjang SMA, berisi ruang lingkup dan materi topik stoikiometri SMA.
e. Studi tentang Miskonsepi pada Topik Stoikiometri, merupakan hasil penelitian terdahulu tentang miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri.
3. Bab III: Metode Penelitian, yang terdiri dari sub bab sebagai berikut: a. Metode Penelitian, dimana pada penelitian ini metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif.
b. Subyek Penelitian, dimana pada penelitian ini subyek penelitian adalah miskonsepsi siswa kelas X pada topik stoikiometri.
c. Instrumen Penelitian, yang terdiri dari pedoman wawancara, pilihan ganda beralasan terbuka dan two-tier.
7
penelitian dan 2) analisis instrumen two-tier, mencakup validitas dan reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan distraktor.
4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang dibagi menjadi tiga sub bab yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu :
a. Miskonsepsi yang Terungkap dari Tes Two-tier Topik Stoikiometri. b. Pengembangan Tes Diagnostik Two-tier untuk Topik Stoikiometri,
berisi hasil dari setiap tahap pengembangan tes diagnostik two-tier, yaitu tahap wawancara, tes pilihan ganda beralasan terbuka dan tes
two-tier.
c. Kualitas Tes Diagnostik Two-tier untuk Topik Stoikiometri, yang dilihat dari validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan distraktornya.
5. Bab V : Kesimpulan dan Saran, yang terdiri dari sub bab :
a. Kesimpulan, yang disesuaikan dari tiga poin tujuan penelitian, yaitu miskonsepsi topik stoikiometri yang terungkap dari tes two-tier, tahap pengembangan tes diagnostik two-tier dan kualitas tes two-tier yang sudah dikembangkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri melalui tes diagnostik dengan tes two-tier. Merujuk pada tujuan penelitian di atas, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan mengumpulkan informasi mengenai status atau kondisi suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala apa adanya saat penelitian tersebut dilakukan, sehingga dalam penelitian ini tidak diberikan manipulasi pada subyek penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitian adalah miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri. Miskonsepsi ini diungkap melalui tes diagnostik
two-tier. Tes diagnostik didapat melalui tahap pengembangan. Adapun tahap
pengembangan tes diagnostik pada penelitian ini diasumsikan sebagai bagian dari tahap persiapan.
Tes pilihan ganda two-tier dikembangkan melalui tiga tahap menggunakan prosedur yang dijelaskan oleh Tüysüz (2009). Tahap pertama adalah mewawancara siswa tentang topik stoikiometri menggunakan pertanyaan terbuka. Tahap kedua adalah mengembangkan tes pilihan ganda beralasan terbuka dari hasil wawancara. Tahap ketiga adalah pengembangan tes two-tier dari hasil tes tahap kedua, yaitu tes pilihan ganda beralasan terbuka.
32
Gambar 3.1. Alur penelitian. Analisis SK-KD untuk topik stoikiometri
kelas X SMA
Penyusunan instrumen wawancara
Judgment instrumen Revisi
Pelaksanaan wawancara
Pembuatan soal pilihan ganda beralasan terbuka berdasarkan hasil wawancara
Pelaksanaan tes pilihan ganda
Analisis dan interpretasi data hasil tes
two-tier
Studi kepustakaan tentang tes diagnostik, miskonsepsi, pilihan ganda two-tier
33
Alur penelitian di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Tahap pendahuluan
1) Studi kepustakaan tentang tes diagnostik, miskonsepsi, two-tier dan stoikiometri sebagai landasan dalam penelitian ini. Studi kepustakaan tentang miskonsepsi topik stoikiometri dilakukan dari penelitian–penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik penelitian dalam negeri maupun luar negeri sebagai dasar pembuatan instrumen diagnostik.
2) Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar topik stoikiometri sebagai acuan untuk pembuatan pedoman wawancara. b. Tahap persiapan dan pelaksanaan
Tahap persiapan dalam penelitian ini adalah berupa pengembangan instrumen penelitian, yaitu two-tier. Pengembangan instrumen ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1) Wawancara semi terstruktur. Pedoman wawancara dikembangkan dari hasil analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar topik stoikiometri. Instrumen pedoman wawancara divalidasi kontennya oleh ahli (dosen kimia). Wawancara dilakukan terhadap enam orang siswa yang dipilih secara acak yaitu dua orang dari kelompok tinggi, dua orang dari kelompok sedang dan dua orang dari kelompok rendah. Data hasil wawancara dianalisis dan diinterpretasikan untuk pengembangan tes pilihan ganda beralasan terbuka.
34
3) Tes two-tier dikembangkan berdasarkan jawaban-jawaban yang tidak tepat dari siswa pada tes pilihan ganda beralasan terbuka. Jumlah soal yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 15 butir soal. Tes two-tier ini memiliki format tes pilihan ganda dengan jumlah opsi sebanyak lima sebagai tier pertama dengan ditambah satu set pernyataan berjumlah lima opsi sebagai tier kedua yang mengungkapkan alasan dan/atau hubungan dengan opsi-opsi pada tier pertama. Tidak ada instrumen spesifik untuk mengukur kualitas two-tier. Tes two-tier divalidasi format dan kontennya oleh ahli (dosen kimia). Tes ini diujikan kepada 30 orang siswa.
c. Tahap analisis
Tahap analisis mencakup dua hal, yaitu analisis miskonsepsi yang dilakukan setelah mendapat data hasil tes two-tier mencakup interpretasi miskonsepsi siswa dari jawaban-jawaban yang tidak tepat dan analisis instrumen two-tier yang telah dikembangkan..
B. Subyek Penelitian
Subyek pada penelitian ini adalah miskonsepsi siswa kelas X pada topik stoikiometri.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik
two-tier. Tes ini dikembangkan melalui tiga tahap, yaitu:
1. Pedoman wawancara
35
2. Pilihan ganda dengan alasan terbuka
Pilihan ganda adalah tahap kedua dari pengembangan tes two-tier. Jumlah butir soal yang dikembangkan adalah 25 butir dengan jumlah opsi sebanyak lima. Distraktor pada opsi-opsi yang terdapat pada soal dibuat dari data wawancara dan studi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada soal ini, siswa diminta untuk memberikan alasan atas opsi yang dipilihnya. Jawaban yang tidak tepat dijadikan dasar untuk mengembangkan tier kedua pada soal two-tier.
3. Two-tier
Jumlah soal berformat two-tier yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah 15 butir soal. Tes two-tier ini memiliki format tes pilihan ganda dengan jumlah opsi sebanyak lima dengan satu set pernyataan yang mengungkapkan alasan dan/atau hubungan dengan opsi yang dipilih, dimana jumlah pernyataan tier kedua ini juga sebanyak lima.
D. Teknik Analisis
Teknik analisis dibagi menjadi dua, yaitu: 1) analisis serta interpretasi miskonsepsi dari hasil tes two-tier dan 2) analisis instrumen two-tier.
Data yang didapat dari hasil tes two-tier dianalisis dan diinterpretasikan miskonsepsi yang terkandung dalam jawaban-jawaban tersebut sehingga menghasilkan poin-poin miskonsepsi siswa pada topik stoikiometri. Setiap jawaban dari masing-masing pokok uji ditentukan jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Jawaban-jawaban salah yang dipilih siswa dianalisis miskonsepsinya kemudian dibuat dalam poin-poin sehingga didapatkan miskonsepsi siswa secara keseluruhan pada topik stoikiometri.
1. Data Hasil Wawancara
36
b. Menganalisis jawaban-jawaban setiap responden wawancara.
c. Menyusun data hasil wawancara untuk dijadikan opsi dalam pilihan ganda beralasan terbuka.
2. Data Hasil Tes Pilihan Ganda Beralasan Terbuka
Langkah-langkah analisis data hasil tes pilihan ganda beralasan terbuka adalah:
a. Memeriksa jawaban setiap responden.
b. Menyusun data jawaban alasan bebas siswa yang tidak tepat untuk dijadikan opsi pada tier kedua untuk tes two-tier.
3. Data Hasil Tes Two-tier
Langkah-langkah analisis data hasil tes two-tier adalah:
a. Merekapitulasi setiap jawaban responden dan mengubahnya menjadi skor.
b. Menghitung validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan indeks distraktornya.
c. Menginterpretasikan jawaban-jawaban yang tidak tepat yang termasuk ke dalam miskonsepsi-miskonsepsi.
d. Menyusun semua miskonsepsi yang didapatkan dari hasil interpretasi.
Sementara itu, analisis instrumen two-tier mencakup validitas dan reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan distraktor. Nilai validitas butir soal diketahui dengan menghitung koefisien korelasi melalui rumus :
∑ ∑ ∑
37
kelompok butir bernomor ganjil dan kelompok butir bernomor genap. Nilai reliabilitas diukur dengan menggunakan rumus Spearman-Brown berikut:
Keterangan: : reliabilitas tes
: korelasi antara skor-skor setiap belahan tes dengan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
∑ ∑ ∑
Dari perhitungan ini, hasilnya ditafsirkan berdasarkan tabel di bawah ini: Tabel 3.1. Pedoman Penafsiran Validitas dan Reliabilitas (Arifin, 2009)
Koefisien Korelasi Tafsiran
Selain itu, analisis yang dilakukan adalah analisis tingkat kesukaran, daya pembeda dan distraktor pada instrumen pilihan ganda dan two-tier. Merujuk pada Sudjana (2011) tingkat kesukaran dihitung dengan:
Keterangan: I = indeks kesulitan tiap butir soal
B = banyaknya siswa yang menjawab benar N = banyaknya siswa
38
Tabel 3.2. Indeks Kesukaran Butir Soal (Sudjana, 2011)
Indeks Kategori
0,00 – 0, 30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
Sedangkan untuk menghitung daya pembeda menurut Firman (2000) adalah dengan mengambil 25% nilai tertinggi sebagai kelompok tinggi dan 25% nilai terendah sebagai kelompok rendah kemudian menghitung daya pembeda dengan rumus:
Keterangan:
D = daya pembeda
= jumlah siswa kelompok tinggi yang menjawab benar NT = jumlah siswa kelompok tinggi
= jumlah siswa kelompok rendah yang menjawab benar NR = jumlah siswa kelompok rendah
dengan kriteria sebagai berikut (Puspitasari, 2009):
Tabel 3.3. Indeks Daya Pembeda Soal menurut Cracker dan Algina (Kusaeri dan Suprananto, 2012)
Rentang Daya Beda Kriteria 0,40 – 1,00 Sangat memuaskan
0,30 – 0,39 Memuaskan
0,20 – 0,29 Tidak memuaskan 0,00 – 0,19 Sangat tidak memuaskan
Dan untuk menganalisis distraktor digunakan perhitungan menurut Arifin (2009):
39
P = jumlah penserta yang memilih pengecoh N = jumlah peserta didik yang ikut tes
B = jumlah peserta didik yang menjawab benar setiap soal n = jumlah altenatif jawaban
dengan pengelompokan kualitas distraktor sebagai berikut: Tabel 3.4. Kualitas Distraktor (Arifin, 2009)
IP (%) Kualitas Distraktor
76 – 125 Sangat baik
51 – 75 atau 126 – 150 Baik 26 – 50 atau 151 – 175 Kurang Baik
0 – 25 atau 176 – 200 Jelek
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Miskonsepsi Hasil Dari Tes Two-tier
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan, miskonsepsi yang terungkap dari tes diagnostik melalui two-tier adalah:
1. Menggunakan perbandingan massa-massa unsur penyusun senyawa dalam penggunaan hukum kekekalan massa.
2. Menentukan massa pereaksi yang bereaksi dengan cara mengalikan massa pereaksi terhadap perbandingan unsur tersebut dengan unsur lain. 3. Dalam menerapkan hukum perbandingan tetap, pereaksi yang massanya
paling sedikit dijadikan sebagai penentu penghitungan.
4. Menghitung perbandingan unsur X pada dua senyawa berbeda dengan cara membandingkan persentase unsur lain yang bukan X.
5. Menghitung perbandingan unsur X pada dua senyawa berbeda dengan cara membandingkan persentase unsur X tanpa menyamakan terlebih dahulu unsur selain X nya.
6. Pada persamaan reaksi gas, kekekalan massa direpresentasikan dengan koefisien, sehingga jumlah koefisien sebelum dan setelah bereaksi harus sama.
7. Pada persamaan reaksi gas, volume juga dianggap merepresentasikan massa sehingga volume sebelum bereaksi pun harus sama dengan setelah bereaksi.
8. Pada persamaan reaksi gas, nilai koefisien menunjukkan nilai volume, sehingga nilai koefisien suatu zat sama dengan nilai volume zat tersebut. 9. Dalam sebuah persamaan reaksi, jumlah atom merepresentasikan jumlah
76
10.Jumlah mol suatu ion sama dengan nilai muatannya.
11.Indeks unsur suatu senyawa tidak perlu diikutsertakan saat menghitung massa atom relatif dari massa dan mol yang diketahui.
12.Tidak dapat membedakan penggunaan rumus PV= nRT dan V= mol x 22,4 L dalam menghitung volume suatu zat.
13.Tidak melibatkan koefisien saat menghitung mol suatu zat dari mol zat lain yang diketahui.
14.Mencari rumus air kristal dengan cara membandingkan massa kristal anhidrat dan massa air.
15.Menghitung kadar suatu unsur dalam senyawa dengan membagi jumlah atom unsur tersebut dengan jumlah total atom-atom dalam senyawa tersebut.
16.Menghitung kadar suatu unsur dalam senyawa dengan membagi Ar unsur tersebut dengan Mr senyawa tanpa melibatkan indeks yang menunjukkan jumlah atom unsur tersebut.
17.Pada suatu persamaan reaksi yang salah satu pereaksinya berlebih, pereaksi pembatas adalah pereaksi yang massanya paling kecil.
18.Pada suhu dan tekanan yang sama, dua senyawa berbeda akan memiliki jumlah yang sama, berapapun massa senyawa tersebut.
19.Perbandingan mol merepresentasikan perbandingan massanya, sehingga dua senyawa yang jumlah molnya sama akan memiliki massa yang sama pula.
2. Instrumen Two-tier untuk Topik Stoikiometri
Instrumen two-tier untuk topik stoikiometri dikembangkan melalui tiga tahap, yaitu:
a. Wawancara semi terstruktur
77
tidak tepatnya penggunaan data-data yang diberikan dalam mengaplikasikan hukum-hukum dasar kimia dalam perhitungan kimia
b. Tes pilihan ganda beralasan
Instrumen pilihan ganda disusun berdasarkan hasil tahap wawancara. Dalam pelaksanaan tesnya, responden mengisi alasan dari opsi yang dipilihnya. Jawaban-jawaban yang tidak tepat digunakan untuk menyusun tier kedua pada instrumen two-tier.
c. Penyusunan instrumen two-tier
Instrumen two-tier dikembangkan berdasarkan jawaban-jawaban tidak tepat dari responden pada tahap tes pilihan ganda beralasan bebas. Instrumen two-tier ini berupa pertanyaan pilihan ganda dengan lima pilihan tier pertama disertai dengan lima pilihan tambahan yang menyatakan alasan dan/atau hubungan dari pilihan pada tier pertama.
Instrumen two-tier hasil pengembangan ini berjumlah 15 butir dengan jumlah tier pertama dan kedua masing-masing adalah lima set pernyataan untuk setiap butir soalnya.
3. Kualitas Instrumen Two-tier
78
B. Saran
1. Agar tes diagnostik ini kualitasnya lebih baik lagi, maka diperlukan perbaikan lagi baik dari segi karakteristik butir soalnya (validitas, reliabilitas, daya pembedanya, tingkat kesukaran dan indeks distraktor) maupun dari jumlah soal agar miskonsepsi dapat digali lebih banyak lagi. 2. Penggunaan tes diagnostik ini digunakan secara luas oleh guru agar
miskonsepsi siswa dapat diketahui sehingga proses remediasi dapat dilakukan dengan efektif.
3. Tes diagnostik yang digunakan guru sebaiknya berupa two-tier karena dapat memperkecil kemungkinan siswa menebak jawaban sehingga hasil interpretasi jawaban siswa lebih akurat.
79
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cetin-Dindar, A dan Omer Geban (2011). “Development of a three-tier test to
assess high school students’ understanding of acids and bases”. Procedia Social and Behavioral Sciences. Vol. 15 (2011) 600-604.
Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F. dan Mocerino, M. (2007). “The Development of A Two-Tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Ability to Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation”. Chem. Educ.
Res Practice, 8 No. 3, 293-307.
Chang, R. (2010). Chemistry 10th edition. New York: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Dahar, R. W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Kimia. Jakarta: Depkdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Kimia SMA. Jakarta: Depkdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Tes Diagnostik. Jakarta: Depdiknas. Fach, M., de Boer, Tanja dan Parchmann, Ilka. (2007). “Results of an Interview
Study as Basis for The Development of Stepped Supporting Tools for Stoichiometric Problems”. Chemistry Education Research and Practice. 8
(1), 13-31.
Farisa, R. (2009). Penggunaan Animasi Komputer dalam Mengatasi Miskonsepsi Siswa SMA Kelas XII pada Pokok Bahasan Sel Volta. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Makmun, A. S. (2003). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Martinez, R. dan Young, A. (2011). “Response to Intervention: How Is It Practiced and Perceived?”. International Journal of Special Education. 26
80
Nurazizah. (2012). Analisis Miskonsepsi Tumbuhan Tingkat Tinggi pada Buku
Teks IPA SMP Negeri Se-Kota Medan. Tesis Master pada Pascasarjana
UNIMED.
Permana, I. (2009). Memahami Kimia SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Puspitasari, D. (2009). Remediasi Miskonsepsi Siswa SMA Kelas X pada Bahan Kajian Struktur Atom Melalui Penggunaan Software Multimedia Interaktif. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sari, Rr. L. P. dan Purtadi, S. (2009). “Penilaian Berkarakter Kimia Berbasis Demonstrasi Untuk Mengungkap Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi Kimia pada Siswa SMA”. Makalah pada Seminar Nasional Kimia.
Sudjana, N. (2011). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tan, K. D., Taber, K., Goh, N. K. dan Chia, L. S. (2005). “The Ionization Energy Diagnostic Instrument: A Two-Tier Multiple-Choice Instrument to Determine High School Students’ Understanding of Ionisation Energy”.
Chem. Educ. Res. Pract. 6 No. 4, 180-197.
Tan, K. D., Goh, N. K., Chia, L. S. dan Treagust, D. F. (2002). “Development and Application of A Two-Tier Multiple Choice Diagnostic Instrument to Assess High School Student’s Understanding of Inorganic Chemistry Qualitative Analysis”. Journal of Research in Science Teaching. 39 No. 4, 283-301.
Tan, K. D. dan Treagust, D. F. (1999). “Evaluating Student’s Understanding of Chemical Bonding”. School Science Review. 81 No. 294, 75-83.
Treagust, D. F. (1988). “Development and Use of Diagnostic Test to Evaluate Students Misconception in Science”. International Journal of Science. 10
No. 2, 159-169.
Treagust, D.F. (1995). “Diagnostic Assessment of Students’ Science Knowledge”. In: Glynn, S.M, Duit, R. (Eds.), “Learning Science in The Schools: Research Reforming Practice”. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. pp. 327-346.
81
Tüysüz, C. (2009). “Development of Two-Tier Diagnostic Instrument and Assess Students’ Understanding in Chemistry”. Scientific Research and Essay. 4
No 6, 626-631.