• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN TEORI VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HABITS OF MIND SISWA KELAS (Penelitian Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Cicalengk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DENGAN TEORI VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HABITS OF MIND SISWA KELAS (Penelitian Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Cicalengk"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

DAN HABITS OF MIND SISWA KELAS V

(Penelitian Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Cicalengka 07)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Dasar

Konsentrasi Pendidikan Matematika

Oleh Yayan Paryana

1302194

(2)

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DAN TEORI VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HABITS MIND SISWA KELAS V

Oleh

Yayan Paryana

Universitas pendidikan Indonesia, 2015

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M..Pd) pada Prodi Pendidikan Dasar

© Yayan Paryana 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK

DENGAN TEORI VAN HIELE DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN

HABIT OF MINDS SISWA KELAS V

TESIS

(Penelitian Kuasi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Cicalengka 07)

Oleh Yayan Paryana

NIM. 1302194

Disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing

Prof. Dr. H. Tatang Herman, M.Ed. NIP. 196210111991011001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

DAN HABITSOF MIND SISWA KELAS V

(PenelitianKuasi Eksperimen dalam Pembelajaran pada Siswa Kelas V Sekolah DasarNegeri Cicalengka 07)

Yayan Paryana, 1302194

Abstrak

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode kuasi eksperimen. Desain penelitian menggunakan Nonequivalent [Pre-Test and Post-Test] Control Groups Design(NCGD). Penelitian ini menggunkan dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran langsunhg. Sampel penelitian yaitu siswa SDN Cicalengka 07 kelas V A sebanyak 40 siswa sebagai kelas kontrol dan siswa kelas V B sebanyak 40 siswa sebagai kelas eksperimen. Alat pengumpul data berupa lembar tes kemampuan berpikir kritis berbentuk uraian, skala sikap habits mind siswa, serta observasi aktivitas siswa. Pretest untuk mengukur kemampuan awal berpikir kritis habits of mindsiswa dan posttes untuk melihat kemampuan akhir. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap hasil tes berupa skor peretes, postes, dan gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan uji t. Analisis kualitatif dilakukan untuk menelaah aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan pertama peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari pada kemampu an berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Kedua p eningkatanhabits of mind siswa yang memperolehpembelajarandengan menggunakan pendekatan saintifik dengan teorivan Hiele lebih baik dari pada habits of mind siswa yang memperolehpembelajaran langsung.

Kata kunci: Pendekatan saintifik, geometri van Hile, kemampuan berpikir

(5)

THEORYWITH VAN HIELE IN LEARNING GEOMETRY FOR IMPROVED CRITICAL THINKING HABITS OF MIND AND CLASS V

(Quasi-Experimental Research in Learning in Class V Cicalengka State Elementary School 07)

Yayan Paryana, 1302194

Abstract

In this study, using a quantitative approach with quasi experimental method. The study design used Nonequivalent [Pre-Test and Post-Test] Control Groups Design (NCGD). This research using the two groups, the control group and the experimental group. The experimental group gained learning geometry with a scientific approach to the theory of van Hiele and thecontrol group gained dairec learning. The research sample are students of SDN Cicalengka 07 VA class of 40 students as control class and student class VB 40 students as a class experiment. Instrument collection tool in the form of sheet-shaped test critical thinking skills description, habitsof mind students' attitude scale, as well as student activity observation. Pretest to measure the initial ability of critical thinking habits of mind students and posttes to see the end ability.The instrument analyzed quantitatively and qualitatively. Quantitative analysis of the results of tests carried out in the form of scores hacker is, posttest, and normalized gain critical thinking skills by using the t test. Qualitative analysis was performed to examine the activity of students during the learning process. Based on data analysis we concluded the first increase in critical thinking skills students acquire scientific approach to learning with van Hiele theory better than the critical thinking skills students gain hands-on learning. Both the increase in habits of mind that students acquire learning by using scientific approach to the theory of van Hiele better than the habits of mind of students who received direct instruction.

Keywords: scientific approach, geometry van Hile, critical thinking

(6)

DAFTAR ISI

2. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ...12

3. Prinsip pendekatan saintifik ... 12

(7)

F. Hubungan antara Teori Van Hiele dengan Kemampuan

Berpikir Kritis … ... 45

G. Hubungan Antara Teori van Hiele dengan Habits of Mind …... 47

H. Hubungan Antara Pendekatan Saintifik, Teori van Hiele, Berpikir Kritis dan Habits of Mind… ... 47

(8)

1. Kemampuan Berpikir Kritis………..72

2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 80

3. Habits of Mind Siswa… ... 81

a. Hasil Pretes Habits of Mind Siswa ... 81

b. Hasil Postes Habits of Mind Siswa ... 85

4. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis ... 90

5. Pembahasan ... 91

a. Kemampuan Berpikir Kritis... 91

b. Habits of Mind ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Rekomendasi... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 102

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Dalam pembelajaran matematika di sekolah matematika dibagi atas beberapa sub pelajaran, diantaranya sub mata pelajaran geometri. Peranan geometri dalam pelajaran matematika sangat kuat, bukan saja geometri hanya

membina proses berpikir akan tetapi juga sangat mempengaruhi materi pelajaran lain dalam matematika. Menurut (Wahyudin, 2013, hlm. 134) geometri dapat

dilihat sebagai perekat konseptual yang menghubungkan bermacam-macam bidang berbeda dalam matematika. Misalnya, bangun-bangun di gambar dengan

di atas kertas berpetak dapat di analisis dengan menggunakan hubungan-hubungan aljabar. Namun pelajaran geometri termasuk pelajaran matematika yang sulit dan kurang disenangi oleh siswa. Geometri merupakan salah satu cabang matematika yang juga diajarkan di Sekolah Dasar. Menurut Kennedy (Nur‟aeni, 2010) Pembelajaran geometri dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan pemberian alasan serta

dapat mendukung banyak topik lain dalam matematika.

Salah satu manfaat pengajaran geometri adalah “Untuk meningkatkan berpikir logis dan kemampuan membuat generalisasi yang benar” (Ruseffendi, 1990, hlm. 24). Menurut Soedjadi dan Moesono (Kania, 2009) pembelajaran

matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap dan menumbuhkan kemampuan menggunakan dan menetapkan matematika. Pengajaran geometri menurut Susanta (dalam Aini, 2008) dapat melatih berpikir secara nalar, oleh karena itu geometri timbul dan berkembang karena proses berpikir.

Tujuan matematika yang dimuat KTSP pada SD/MI adalah sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat ,efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

(10)

gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. Mengkomunkasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran geometri bertujuan agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik.

Budiarto (2000, hlm. 439) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik. Dengan pembelajaran geometri anak mampu mengembangkan kemampuan pemecahan

masalah dan mendukung banyak topik lain dalam matematika. Suydam (dalam Clements & Battista, 1992, hlm. 421) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran

geometri adalah (1) mengembangkan kemampuan berpikir logis, (2) mengembangkan intuisi spasial mengenai dunia nyata, (3) menanamkan

pengetahuan yang dibutuhkan untuk matematika lanjut, dan (4) mengajarkan cara membaca dan menginterpretasikan argumen matematika.

Menurut Sabandar (2002, hlm. 467) tujuan pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan memberikan suatu sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun geometri serta penggolongan-penggolongan di antara bangun-bangun-bangun-bangun

tersebut. Oleh sebab itu harus disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bisa mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta

(11)

Dalam kurikulum matematika, geometri membuka peluang lebih banyak bagi siswa untuk melakukan eksplorasi, observasi, serta penemuan dalam tiap

tingkatan belajar, terutama jika tersedia kegiatan serta tugas-tugas yang menantang (Sabandar, 2002, hlm. 467).

Terdapat alasan mengapa geometri perlu di ajarkan, menurut Usiskin (Nur‟aeni , 2010). Pertama, geometri merupakan satu-satunya ilmu yang dapat mengaitkan matematika dengan bentuk fisik dunia nyata. Kedua, geometri satu-satunya yang memungkinkan ide-ide dari bidang matematika yang lain untuk di gambar. Ketiga, geometri dapat memberikan contoh yang tidak tunggal tentang sistem matematika. Dari apa yang telah dikemukakan, tampaknya logis bagi kita bahwa peran geometri dijajaran bidang studi matematika sangat kuat. Bukan saja karena geometri mampu membina proses berpikir siswa, tapi juga sangat

mendukung banyak topik lain dalam matematika. Jadi seharusnya siswa sekolah dasar khususnya memahami geometri dengan baik dan benar.

Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk

sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah (Purnomo,

1999, hlm. 6) dan perlu ditingkatkan (Bobango, 1993, hlm. 147). Di Amerika Serikat, hanya separuh dari siswa yang ada yang mengambil pelajaran geometri

formal (Bobango, 1993, hlm. 147). Selain itu, prestasi semua siswa dalam masalah yang berkaitan dengan geometri dan pengukuran masih rendah (Bobango, 1993, hlm.147). Selanjutnya rendahnya prestasi geometri siswa juga terjadi di Indonesia. Bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi

geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000, hlm. 3).

Abdussakir (Mulyana, 2003) menyatakan bahwa diantara berbagai cabang

(12)

perguruan tinggi. Kesulitan belajar ini menyebabkan pemahaman yang kurang sempurna terhadap konsep-konsep geometri yang pada akhirnya menghambat

proses belajar geometri selanjutnya. Herawati (l994, hlm.110) melaporkan hasil penelitiannya bahwa masih banyak siswa sekolah dasar yang belum memahami

konsep-konsep dasar geometri. Temuan Soejadi (Nur‟aeni, 2010), antara lain sebagai berikut: l) Siswa sukar mengenali dan memahami bangaun-bangun

geometri terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya, 2) Siswa sulit menyebutkan unsur unsur bangun ruang, misal siswa menyatakan bahwa pengertian rusuk bangun ruang sama dengan sisi bangun datar. Yus Irianto (l999, hlm. 107) melaporkan bahwa masih banyak siswa sekolah dasar kelas VI yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep geometri datar. Laporan Nur‟aeni (2000, hlm.3), menyebutkan bahwa masih banyak siswa kelas V sekolah dasar

melakukan kesalahan dalam menentukan unsur-unsur bangun ruang kubus dan balok. Lebih lanjut Nur‟aeni dkk. (2002, hlm. 5), melaporkan bahwa siswa kelas V masih banyak yang belum memahami konsep geometri datar segitiga dan segi empat.

Miskonsepsi siswa dalam geometri mengarah pada sebuah „gambaran

menyedihkan‟ dari pemahaman geometri mereka (Clements dan Batista, 1992). Beberapa contoh miskonsepsi tersebut adalah:

1. Sebuah sudut harus memiliki satu sinar horizontal

2. Sebuah sudut siku adalah sudut yang titik-titiknya siku-siku

3. Sebuah persegi adalah bukan persegi jika sisi alas tidak horizontal. 4. Tiap bentuk yang memiliki empat sisi adalah persegi.

5. Sebuah bentuk dapat berupa sebuah segitiga hanya jika bentuk tersebut adalah sama sisi.

6. Jumlah sudut segi empat adalah sama dengan luasnya

7. Luas segi empat dapat diperoleh dengan mentransformasikan menjadi persegi

panjang dengan ukuran yang sama.

Berkenaan dengan kesulitan siswa dalam mempelajari geometri, perlu

(13)

dikelas. Menurut Sabandar (2008, hlm.1), belajar matematika berkaitan erat dengan aktivitas dan proses belajar serta berpikir karena karakteristik matematika

merupakan suatu ilmu dan human activity, yaitu bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, yang menggunakan

istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Pola berpikir pada aktivitas matematika ini terbagi dua yaitu berpikir tingkat rendah (low-order

mathematical thinking) dan berpikir tingkat tinggi (high-orde rmathematica

lthinking). Anderson (2004) menyatakan bila berpikir kritis dikembangkan,

seseorang akan cenderung untuk mencari kebenaran, berpikir terbuka dan toleran terhadap ide-ide baru, dapat menganalisis masalah dengan baik, berpikir secara sistematis, penuh rasa ingin tahu.

Aktivitas seperti membandingkan, membuat kontradiksi, induksi,

generalisasi, mengurutkan mengkalisifikasikan, membuktikan, mengkaitkan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat pola, dirangkaikan secara berkesinambungan merupakan pengembangan berpikir kritis siswa yang dapat dilakukan di dalam kelas (Appelbaum, 2004). Tiga indikator berpikir kritis (Glazer, 2004) yaitu: 1) Pembuktian adalah kemampuan untuk membuktikan

suatu pernyataan secara deduktif (menggunakan teori-teori yang telah dipelajari sebelumnya), 2) Generalisasi adalah kemampuan untuk menghasilkan pola atas

persoalan yang dihadapi untuk kategori yang lebih luas, 3) Pemecahan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan

memeriksa kecukupan unsur yang diperlukan dalam soal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

Pada penerapan proses pembelajaran matematika dikelas, masih berpusat pada guru dengan model pembelajaran langung dan masih bersifat tradisional yang cenderung berkonsentrasi pada latihan penyelesaian soal yang bersifat

prosedural dan kurang dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Seperti dinyatakan oleh Silver (Turmudi, 2009) bahwa pada pembelajaran

(14)

dalam buku teks atau lembar kerja siswa (LKS) yang disediakan. Slavin (2006, hlm. 231) mendefinisikan direct instruction sebagai sebuah pendekatan mengajar

di mana pembelajaran berorientasi pada tujuan (pembelajaran) dan distrukturisasi oleh guru. Menurut Arends (1997), model pengajaran langsung adalah salah satu

pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan

procedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Lebih lanjut Arends (2001) Model pembelajaran langsung merupakan sebuah model pembelajaran yang bersifat teacher centered (berpusat pada guru). Saat melaksanakan model pembelajaran ini, guru harus mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah demi selangkah. Guru sebagai pusat

perhatian memiliki peran yang sangat dominan. Tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingin tahuan siswa. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa

untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran

langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.

Untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis dalam pembelajaran, guru juga perlu mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan (Sumarmo, 2000). Agar siswa terlibat aktif guru harus membantu memahami materi yang masih dianggap sulit oleh sebagian besar siswadan lemah

di serap oleh siswa adalah materi geometri. Alat peraga berfungsi untuk merangsang daya visualisasi siswa, sementara dari siswa sendiri merasa kesulitan

(15)

media yang memadai agar siswa dapat mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba serta menemukan prinsip prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk

kemudian meneruskannya dengan kegiatan formal dan menerapkannya apa yang dipelajari. Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang

tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta

sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran saintifik. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal

dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai jembatan emas pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran langsung.

Berkenaan dengan pembelajaran geometri terdapat suatu teori yang yaitu teori van Hiele (1958) yang menyatakan bahwa tingkat berpikir geometri siswa

secara berurutan melalui 5 tingkat/level, yaitu; level 0 (visualisasi), level 1 (analysis), level 2 (informal deduction), level 3 (deduction), level 4 (rigor).

Wirszup (1976) dan Hoffer (1979), tetap menggunakan lima tingkatan tersebut, namun melakukan penomoran ulang dimana level 0 menjadi level 1, level 1 menjadi level 2 dan seterusnya. Pada tahun 1986, Piere van Hiele mulai menggunakan skala 1 – 5, hingga sampai saat ini. Tingkatan tersebut yaitu; 1.

Recognition/Visualisasi 2. Analysis 3. Ordering/Deduktif Informal/Abstraksi, 4.

Deduction 5. Rigor. Tahap-tahap van Hiele yang harus dikuasai oleh siswa

merupakan indikator-indikator dari kemampuan berpikir kritis. Penulis meyakini dengan penerapan tahap pembelajaran van Hiele diharapkan dapat membantu

(16)

alternatif pembelajaran untuk membantu siswa SD khususnya dalam memahami konsep dasar geometri dan kemampuan berpikir kritis dalam matematik .

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya maka penulis akan melakukan

penelitian berjudul “Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Teori van Hiele Dalam Pembelajaran Geometri untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Habits of Mind Siswa Kelas V”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Teori van Hiele Dalam Pembelajaran Geometri untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Habits of Mind Siswa Kelas V”

Kemudian rumusan masalah di atas diuraikan menjadi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh

pembelajaran langsung?

2. Apakah peningkatan habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari pada habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di kemukakan maka penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui gambaran peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis siswa yang

memperoleh pembelajaran langsung.

(17)

Hiele lebih baik dari pada habits of mind siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan peningkatkan kemampuan berpikir kritis dan habits

of mind siswa melalui penerapan pendekatan saintifik dan teori van Hiele

dalam pembelajaran geometri. 2. Manfaat Praktis

a. Pendekatan pembelajaran saintifik dan teori van Hiele diharapakan mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan habits of mind siswa dan

memberikan pengalaman baru dalam belajar geometri.

b. Meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran matematika.

c. Dapat menambah wawasan bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran saintifik dan teori van Hiele yang sesuai tingkat perkembangan siswa.

d. Bagi sekolah, sebagai alternatif model pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan matematika khususnya berpikir kritis dan

habits of mind siswa dan sebagai pengenalan bagi guru dan calon guru

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, Sugiyono (2013, hlm. 8) menjelaskan pendekatan kuantitatif adalah pendekatan penelitian

yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode kuasi eksperimen. penelitian kuasi eksperimen merupakan penelitian eksperimen semu dimana

subjek penelitian tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2006, hlm. 52). Desain penelitian menggunakan

Non equivalent [Pre-Test and Post-Test] Control Groups Design (NCGD) dalam

rancangan ini kelompok eksperimen (A) dan kelompok kontrol (B) diseleksi tanpa prosedur penempatan acak (without random as-signment) pada dua kelompok

tersebut, sama sama dilakukan pre-test dan post-test hanya kelompok eksperimen saja yang di treatment (Creswell, 2014, hlm. 242). Jadi dari dua kelompok

penelitian yang ada yaitu kelas eksperimen maupun kelas kontrol dipilih tidak secara random, tetapi menerima keadaan subyek apa adanya. Kemudian kedua

kelas tersebut diberi pretes dan posttest dan hanya kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele. Sedangkan kelompok kontrol (kelas pembanding) menggunakan pembelajaran langsung yaitu kelompok siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele.

Adapun desain dasarnya adalah seperti yang divisualisasikan sebagai berikut:

(19)

O O

Keterangan:

O = Pretest dan postes kemampuan berpikir kritis dan habits of mind.

X = Penerapan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele dalam pembelajaran geometri .

B. Lakasi, Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitaian ini dilaksanakan di SDN Cicalengka 07yang terletak di Jl.

Raya Raya Timur Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat tahun pelajaran 2014-2015

2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Cicalengka 07 yang berjumlah 80 siswa.

3. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V A sebanyak 40 siswa sebagai kelas kontrol dan siswa kelas V B sebanyak 40 siswa sebagai kelas

eksperimen.

C. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik

(20)

2. Kemampuan berpikir kritis matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis siswa yang diperoleh melalui instrumen yang

memuat 4 kelompok keterampilan berpikir kritis. Ke 4 kelompok tersebut mengacu pada berpikir kritis menurut Waston dan Galser. Secara umum dari

beberapa pendapat tentang kemampuan berpikir kritis pada dasarnya mengembangkan kempuan kognitif siswa untuk bereaksi terhadap masalah

matematis yang meliputi: menyimpulkan dari fakta yang diobservasi (inferensi), mengemukakan pendapat dari suatu asumsi yang dianggap benar (rekognisi of

asumsi), mengambil dan menentukan kesimpulan dari beberapa kategori

(deduksi), membuat kesimpulan yang logis berdasarkan informasi (interpretasi) sehingga siswa mampu dalam mengambil sebuah keputusan yang harus percayai atau tindakan yang perlu dilakukan.

3. Teori van Hiele merupakan tahapan-tahapan pembelajaran geometri yang membatu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir geometri mereka. Tingkat berpikir geometri siswa secara berurutan melalui 5 tingkat/level yaitu:

a. visualisasi

Pada tahap ini siswa mengenal bentuk-bentuk geometri hanya sekedar

karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai

keseluruhan. Pada tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari

bentuk geometri yang dilihatnya itu. b. analysis

Dalam tahap ini anak mulai belajar suatu bentuk geometri secara keseluruhan ,namun belum mampu mengetahui adanya sipat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu dengan melakukan

pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antara

(21)

c. informal deduction

Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu

bangun geometri dan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi informal, dan dapat mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.

Meskipun demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri.

d. Deduction,

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsure-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai memahami dalil, selain itu pada tahap ini anak sudah

mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian

e. Rigor.

Pada tahap ini matematikawan bernalar secara secara formal dalam sistem matematika dan dapat menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan

definisi. Saling keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.

Tingkat berpikir geometri van Hiele yang terdiri dari 5 tingkat tersebut tidak semuanya diterapkan pada pembelajaran. Untuk siswa SD kelas V hanya di

terakan 3 tahap saja yaitu tahap visualisasi, tahap analysis dan tahap informal

deduction.

4. Habits of mind adalah kebiasaan berpikir sebagai kecenderungan untuk

berperilaku secara intelektual atau cerdas ketika menghadapi masalah, khususnya masalah yang tidak dengan segera diketahui solusinya. Kebiasaan berpikir tersebut meliputi:

1. Berteguh hati

2. Mengendalikan impulsivitas

(22)

5. Berpikir tentang berpikir (metakognitif) 6. Memeriksa akurasi

7. Mempertanyakan dan menemukan permasalahan 8. Menerapkan pengetahuan masa lalu di situasi baru

9. Berpikir dan berkomunikasi dengan jelas dan cermat 10. Mencari data dengan semua indra

11. Berkarya, berimajinasi, berinovasi

12. Menanggapi dengan kekaguman dan keheranan 13. Mengambil resiko yang bertanggung jawab 14. Melihat humor

15. Berpikir secara interdependen 16. Bersedia terus belajar.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiono, 2013, hlm.148). Pada dasarnya terdapat dua jenis instrument yaitu instrumen berbentuk tes untuk mengukur prestasi belajar dan instrument nontes untuk mengukur sikap. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis, sedangkan instrument non tes untuk mengukur habits mind siswa.

1. Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes kemampuan berpikir kritis ini ini berbentuk tes uraian sebanyak 5 soal yang diberikan pada awal sebelum pembelajaran dimulai berupa pretes kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan di akhir pembelajaran kepada kelompok eksperimen yang mendapatkan pembelajaran geometri dengan

pendekatan saintifik dan teori van Hiele dan kepada kelompok kontrol yang mendapatkan pembelajaran langsung. Dalam penyusunan tes kemampuan

berpikir kritis, terlebih dahulu menyusun kisi-kisi yang mencangkup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur beserta skor penilaian dan nomor butir soal,

(23)

Tes yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir matematis terdiri atas 5 soal uraian. Sebelum tes kemampuan berpikir kritis di gunakan

dilakukan uji coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah memenuhi persyaratan validitas, realibilitas, tingkat kesukaran, dan daya

pembeda (Safitri, 2013, hlm. 33). Adapun kriteria pemberian skornya berpedoman pada indikator dalam tabel berikut :

Tabel 3.1

Pedoman Pensekoran Kemampuan Berpikir Kritis

No Indikator Kemampuan Berpikir Kritis yang Diukur

1 Menyimpulkan dari beberapa katagori

1. a. 1) 5

15

1. a. 2) 5

1. a. 3) 5

2 Menyebutkan persamaan bangun datar

dari dua gambar berbeda. 2 5 5

3 Mengevaluasi sifat-sifat bangun datar 3. a 5 10

3. b 5

4 Mengemukakan hubungan anatara

bangun segiempat 4 5 5

5 Membuat pernyataan dari asumsi-asumsi yang diberikan

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan sebuah instrument (Arikunto, 2006, hlm.168). Sebuah tes disebut valid

(24)

1) Validitas Teoritik

Menurut Safitri (2013, hlm. 33) validitas teoritik menunjuk pada sebuah

kondisi bagi sebuah instrument yang memenuhi persayaratan valid berdasarkan katagori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan

penalaran yang berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh para ahli. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan

khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan (Arikunto, 2012, hlm. 82). Untuk instrument yang berbentuk tes, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan isi instrument dengan materi pelajaran yang telah diajarkan (Sugiono, 2013, hlm. 182). Validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrument dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan. Apakah soal pada instrumen penelitian telah

sesuai dengan indikator.

Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Instrumen yang memiliki validitas muka yang baik apabila instrument tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga tes

ttidak mengalami kesulitan dalam menjawab soal. 2) Validitas Empirik

Validitas empiris yaitu validitas yang diperoleh melalui observasi atau pengalaman. Menurut Arikunto (2013. hlm. 83) sebuah tes dikatakan memiliki

validitas empiris jka hasilnya sesuai dengan pengalaman. Menurut Riduan (Frahesti, 2013, hlm. 34) untuk mengetahui validitas empiris dihitung koefisien korelasi (rxy)dengan menggunakan rumus korelasi product momen yang dikemukakan oleh Pearson. Kegunaanya untuk mengetahui derajat hubungan anatara variabel bebas dengan variabel terikat. Rumus korelasi korelasi product dengan angka kasar (Arikunto, 2012, hlm. 87) sebagai berikut:

∑ ∑ ∑

√{( ∑ ∑ )} ∑ ∑ 51

Keetrangan :

(25)

n = Banyaknya subjek X= Skor untuk butir soal

Y= Skor total (dari subjek uji coba)

Penafsiran harga koefisien korelasi dialakukan dengan membandingkan harga kritik. Adapun harga kritik untuk untuk validitas adalah 0,3. Artinya

apabila rxy lebih besar atau sama dengan (rxy ≥ 0,3), nomor butir soal tersebut dapat dikatakan valid. Sebaliknya apabila (rxy < 0,3), nomor butir soal tersebut dikatakan tidak valid. Setelah instrumen memenuhi validitas isi dan validitas

muka kemudian soal kemampuan berpikir kritis diuji cobakan secara empiris kepada siswa kelas VI SDN Cicalengka 07 Kabupaten Bandung. Perhitungan

validitas butir soal menggunakan Microsoft Exsel 2007.

Untuk mengadakan interpetasi besarnya koefisien korelasi menurut

Suherman dan kusumah (1990) adalah sebagai berikut:

0,80 1,00 validitas butir soal tersebut sangat tinggi 0,60 0,80 validitas butir soal tersebut tinggi 0,40 0,60 validitas butir soal tersebut sedang 0,20 0,40 validitas butir soal tersebut rendah

0,00 0,20 validitas butir soal tersebut sangat rendah 0,00 validitas butir soal tersebut tidak valid

Untuk mengetahui signifikasi korelasi yang di dapat, selanjutnya diuji dengan menggunakan rumus uji t, yaitu:

Keterangan:

Daya pembeda uji –t = Jumlah subjek

= Koefisien korelasi

(26)

perhitungan koefisien korelasi setiap butir soal. Perhitungannya terdapat pada

Lampiran C.

Tabel 3.2

Validitas Butir Soal Hasil Uji Coba

Nomor Soal

Koefisien korelasi

) Validitas

r

tabel Keterangan

1.a. 1) 0,527 Sedang 0,324 Valid

1.a. 2) 0,387 Rendah 0,3,24 Valid

1.a. 3) 0,594 sedang 0,324 Valid

2. 0,426 Sedang 0,324 Valid

3. a 0,500 Sedang 0,324 Valid

3. b 0,418 Sedang 0,324 Valid

4. 0,448 Sedang 0,324 Valid

5. a 0,431 Sedang 0,324 Valid

5. b 0,423 Sedang 0,324 Valid

Dari hasil analisis validitas uji coba butir soal diperoleh dua katagori

validitas butir soal yaitu sedang dan rendah. Butir soal 1.a1), 1.a.3), 2, 3. a, 3.b, 4, 5.a, 5.b termasuk validitasnya sedang. Sedangkan nomor soal 1.a.2), termasuk dalam katagori validitas soal rendah. Karena maka seluruh butir soal dinyatakan valid.

b. Analisis Reabilitas

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila hasil pengukuran dengan alat tersebut adalah sama jika sekiranya pengukuran tersebut dilakukan pada orang

yang sama pada waktu yang berlainan atau pada kelompok orang yang berlainan

pada waktu yang sama.

Rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus Cronbach Alpha

(

)

Dengan :

r

11 = Nilai reliabilitas angket

(27)

St = Variansi soal K = Jumlah item soal

Kriteria penafsiran dan tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat reabilitas menurut Guilford sebagai berikut :

Untuk mengetahui instrument yang digunakan reliabel atau tidak maka di lakukan pengujian realibilitas dengan rumus alpha-cronbach dengan bantuan

Microsoft Exsel 2007. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah dengan

membandingkan rhitung dan rtable. Jika rhitung >r table maka soal reliabel, sedangkan

jika thitung < rtable maka soal tidak reliabel. Dari hasil perhitungan, diperoleh

koefisien realibilitas r sebesar 0,603. Koefisien ini menurut Guilford tergolong reabilitas tinggi. Perhitungan terdapat pada Lampiran C.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran menyatakan derajat tingkat kesukaran suatu butir soal.

Sebuah soal tidak boleh terlalu sulit untuk kemampuan siswa ataupun tidak boleh terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah atau terlalu sulit akan diganti setelah

dilakukan pengujian. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan indek kesukaran digunakan rumus yang digunakan ialah sebagai berikut:

TK =

(28)

Klasifikasi Interpretasi indeks Kesukaran

Untuk mengetahui tingkat kesukaransuatu butir soal di lakukan pengujian

realibilitas dengan bantuan program Microsoft Exsel 2007. Tabel 3.5 berikut adalah hasil perhitungan tingkat kesukaran setiap butir soal. Perhitungan terdapat

(29)

kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang menguasai materi yang ditanyakan dan siswa yang belum menguasai materi pertanyaan.

Keperluan perhitungan daya pembeda diambil 27 % kelompok atas dan 27 % kelompok bawah sedangkan 46 % kelompok tengah dipisahkan , selanjutnya

untuk mencari indeks daya pembeda soal soal uraian menggunakan persamaan berikut (Surapranata, 2006, hlm. 32)

D = PA - PB Keterangan

D = indeks daya pembeda

PA = Proporsi menjawab benar pada kelompok atas PB = Proporsi menjawab benar pada kelompok bawah

Selanjutnya daya pembeda yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunkan klasifikasi daya pembeda sebagai berikut:

Tabel 3.6

Kalsifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Interpretasi

D ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00< D ≤ 0,20 Jelek

0,20< D ≤ 0,40 Cukup

0,40< D ≤ 0,70 Baik

0,70< D ≤ 1,00 Sangat Baik

Arikunto, 2013:232

Untuk mengetahui daya pembeda soal di lakukan pengujian dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Tabel 3.7 berikut adalah hasil perhitungan daya pembeda setiap butir soal. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.

Tabel 3. 7

Daya Pembeda Hasil Tes Uji Coba Nomor Soal Daya Pembeda Keterangan

1.a. 1) 0,54 Baik

1.a. 2) 0,17 Jelek

1.a. 3) 0,54 Baik

(30)

3. a 0,50 Baik

3. b O,42 Baik

4. 0,25 Cukup

5. a 0,50 Baik

5. b 0,25 Cukup

Dari hasil analisis uji coba daya pembeda diperoleh tiga katagori tingkat daya pembeda soal yaitu baik , cukup dan jelek. Soal nomor 1.a.1), 1.a.3), 3.a, 3.b dan 5.a daya pembedanya dalam katagori baik. Sedangkan soal 2, 4 dan 5.b

daya pembedanya dalam katagori sedang. Sedangkan soal nomor 1.a 2) daya pembedanya dalam katagori jelek.

2. Angket Skala Habits of Mind Siswa

Angket sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap

pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan teori Van Hiele dan soal-soal berpikir kritis yang diberikan. Angket sikap siswa ini meliputi respon sikap siswa terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran dengan pendekatan

saintifik, terhadap pembelajaran dengan teori van Hiele dan terhadap soal-soal kemampuan berpikir kritis. Angket yang digunakan adalah model Likert.

Menurut Ruseffendi (2005) teknik skala Liker memberikan suatu nilai skala untuk tiap alternatif jawaban yang berjumlah empat kategori. Skala habits of

mind siswa diberikan sebagai bahan evaluasi secara kuantitatif mengenai

kebiasaan berprilaku positif siswa terhadap pemebelajaran. Skala habits of mind ini memuat pertanyaan-pertanyaan menyangkut kebiasaan berpikir positif siswa dan kemampuan siswa beradaptasi dengan pembelajaran yang berlangsung.

Butir pernyataan habits of mind kemampuan berpikir kritis terdiri dari 32 item terdiri dari 16 sikap positif dan 16 sikap negetif dengan 4 pilihan jawaban

yaitu Sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) pada tiap item pertanyaan. Pilihan jawaban netral (ragu-ragu) tidak

digunakan untuk menghindari jawaban aman dan mendorong siswa untuk melakukan keberpihakan jawaban. Skala ini diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah pembelajaran .

(31)

Yayan Paryana, 2015

PENERAPAN PEND EKATAN SAINTIFIK D ENGAN TEORI VAN HIELE D ALAM PEMBELAJARAN

Skala Sikap Habits Mind

Pernyataan Nilai Pernyataan Sikap Positif Negetif

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

Sebelum instrument digunakan dilakukan jugment terbatas pada tiga orang rekan guru kelas SD. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk meperoleh gambaran apakah pertanyaan-pertanyaan skala habits of mind dapat dipahami oleh siswa kelas V. Setelah skala habits of mind siswa layak untuk digunakan kemudian di uji coba tahap kedua terhadap 28 siswa kelas VI di luar sampel penelitian.

Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan dari skala habits

of mind dapat dipahami oleh siswa. Skala sikap ini diberikan sebelum dan setelah

pelaksanaan tes akhir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Skala sikap dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jawaban responden. Skor yang

diperoleh dari skala sikap kemudian diobservasi. Apabila terjadi perbedaan maka hasil observasilah yang digunakan. Data hasil skala sikap kemudian diolah

dengan bantuan MSI dan SPSS-20.

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian 1. Prosedur Penelitian

Studi Kepustakaan

Penyusunan, Uji Coba, dan Revisi Instrumen

Preetes Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

Pelaksanaan Pembelajaran dengan pendekatan saintifik

(32)

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian

Rincian langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Studi kepustakaan, peneliti menghimpun informasi dari berbagai sumber buku ilmiah maupun laporan penelitian.

2. Menentukan kelas dari subjek penelitian yang ada di SDN Cicalengka 07. Penentuan tidak dilakukan secara acak. Subyek yang terpilih yaitu kelas V-A

sebagai kelas kontrol dan V-B sebagai kelaseksperimen.

3. Menyiapkan instrumen dan perangkat pembelajaran yang akangunakan serta menguji cobakannya. Merevisi instrumen yang kurang sesuai dengan rencana penelitian.

4. Melaksanakan pre-test terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk melihat kemampuan awal siswa.

5. Pelaksanaan pembelajaran geometri terhadap kelas eksperimen dengan menggunakan pendekatan saintifik dan teori van Hiele dan pada kelas kontrol

(33)

6. Setelah pembelajaran dilaksanakan dilanjutkan dengan pemberian post-test kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

7. Melakukan pengumpulan data dan menganalisis data untuk mengetahui pengaruh pembelajaran geometri dengan pendekatan saintifik dan teori van

Hiele terhadap kemampuan berpikir kritis dan sikap habits mind siswa. 8. Menyimpulkan hasil analisis data yang diperoleh

2. Tahapan Penelitian a. Tahap Pesiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu mengidentifikasi masalah penelitian, pembuatan proposal penelitian, mengikuti

seminar proposal, dan perbaikan proposal hasil seminar. Pada tahap ini peneliti menyusun instrument penelitian berupa tes kemampuan berpikir kritis dan skala

sikap siswa. Setelah pemeriksaan instrument oleh pembimbing, kemudian dilakukan uji coba instrumen. Hasil uji coba tersebut kemudian dianalisis. Dari hasil analisis dipilih item-item tes yang memenuhi validasi dan reliabilitas, selanjutnya instrumen siap untuk dipergunakan sebagai alat ukur. Selain itu peneliti menyusun perangkat-pembelajaran, bahan ajar, dan alat peraga yang akan digunakan dalam pembelajaran di kelas eksperimen.

b. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan berikut : Memilih SD dan menetapkan populasi dan sampelnya, mengurus surat ijin penelitian,

memperkenalkan model pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele kepada guru kelas dan desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian, membuat kesepakatan bersama dengan guru kelas yang akan terlibat dalam penelitian, mengenai waktu dan jadwal pelajaran. Sebelumnya pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu diadakan pretes kemampuan berpikir kritis untuk

kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan tujuan untuk melihat hasil belajar

(34)

awal dan pertemuan terakhir pembelajaran selesai kepada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

c. Tahap Penarikan Kesimpulan

Setelah pelaksanaan penelitian terhadap pembelajaran telah selesai dilaksanakan, kegiatan berikutnya adalah mengolah data secara statistik untuk data kuantitatif.

analisis data hasil penelitian ini meliputi pengujian dengan menggunakan program SPSS 20. Untuk memperkuat kesimpulan yang dibuat maka dilakukan perhitungan indeks gain dan untuk uji hipotesis menggunakan uji t dari peretes

dan postes.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan yang

berkaitan dengan penelitian, maka diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

1. Tes

Teknik ini merupakan sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan

dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes (Widoyoko, 2012, hml. 57). Dalam

penelitian ini data didapat dengan pemberian tes kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tes digunakan untuk mengetahui pencapaian materi ajar sebelum

dan sesudah pelaksanaan pembelajaran geometri. Tes ini mencangkup tes awal (pretest) yang dilakukan untuk menjawab soal geometri sebelum perlakuan, dan sementara untuk mengetahui peningkatan pencapaian materi sebagai postest yang diberikan kepada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran geometri secara langsung dan kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajarn geometri dengan pendekatan saintifik dan teori van Hiele. Setelah data diperoleh kemudian

peretest dibandingkan dengan posttest untuk melihat peningakatan pembelajaran

geometri.

(35)

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui sikap habits of mind siswa terhadap pembelajaran matematika sebelum dan sesudah pembelajaran

dilaksanakan. Dalam penelitian ini data didapat dengan pemberian angket skala sikap habits of mind kepada siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tes skala

digunakan untuk mengetahui pencapaian sikap habits of mind siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan pembelajaran geometri. Tes ini mencengkup tes awal

(pretest) kepada kelas kontrol dan eksperimen sebelum perlakuan, dan postest diberikan kepada kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran langsung kemudian postes diberikan kepada kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran geometri menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele. Setelah data diperoleh kemudian peretest dibandingkan dengan posttest untuk melihat peningakatan sikap habits of mind .

3. Observasi

Sementara untuk mengetahui kesungguhan siswa terhadap habits of mind digunakan lembar observasi yang diisi selama proses pembelajaran berlangsung oleh observer (peneliti). Observasi dilakukan kepada kedua kelas yaitu kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran geometri secara langsung dan kelas eksperimen yang mendapatkan pembelajaran geometri dengan pendekatan

saintifik dengan teori van Hiele. Kegiatan observasi ini dilakukan untuk mengkorfirmasi kebenaran jawaban siswa yang diangket skala sikap habits of

mind. Observasi dilakukan pada beberapa soal skala habits of mind yang telah di

jawab oleh siswa kelas kontrol dan eksperimen yang diragukan kebenaran

jawabannya. Setelah data hasil observasi didapat kemudian data di bandingkan dengan hasil postes skala sikap habits mind siswa. Apabila ada data yang bertolak belakang dengan hasil angket maka hasil observasilah yang dipercaya dan digunakan. Indikator habits of mind yang di observasi adalah seperti tabel berikut.

Tabel 3.9

Observasi Indikator Habits of Mind

(36)

soal

1 Berteguh hati Saya mengerjakan soal yang sulit beberapa kali.

2 Mendengarkan dengan pengertian dan empati

Saya berusaha memahami jawaban orang lain.

4 Berpikir tentang berpikir Saya sulit belajar dari kesalahan

9 Berpikir tentang berpikir Saya tidak mengulangi kesalahan terdahulu

11 Menerapkan pengetahuan masa lalu di situasi baru

Saya memeriksa pekerjaan dengan cermat ketika akan menjelaskan kepada orang lain

15 Memeriksa akurasi Saya tidak hati-hati dan teliti menjawab soal matematika

17 Menerapkan pengetahuan masa lalu di situasi baru

Saya menjelaskan hasil pekerjaan kepada orang lain seadanya

20 Memeriksa akurasi Saya hati-hati dan teliti menjawab soal matematika

21 Menanggapi dengan kekeguman dan keheranan

Saya sedih ketika orang lain sudah punya jawaban sedangkan saya belum

23 Menanggapi dengan kekeguman dan keheranan

Saya kagum ketika kelompok lain dapat menjawab soal

25 Mengambil resiko yang bertanggung jawab

Saya akan memberikan pendapat walaupun tidak sesuai dengan materi

pelajaran

26 Bersedia terus belajar Saya malas memberi dan menerima saran dalam belajar

27 Berpikir secara interdependen Saya belajar terus menerus

G. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data, ada dua jenis data yang diperoleh,

yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Sehingga teknik penganalisaannya melalui dua jalur pula, yaitu kuantitatif dan jalur kualitatif.

(37)

Analisis kuantitatif adalah analisis uji statistik. Statistik yang digunakan pengujian data dalam penelitian ini adalah uji perbedaan rerata dengan

menggunakan Microsoft Excel dan SPSS-20. Proses pengujuannya melalui tahapan-tahapan uji prasyarat sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang kita peroleh

berasal dari populasi yang berdistribusi atau tidak. Langkah-langkah dalam pengujian normalitas dengan menggunakan SPSS-20 adalahsebagaiberikut:

H0 : Data berasal dari populasi berdistribusi normal

HA : Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal i) Menentukan level of signifikan. Diambil nilai α sebesar 0,05

ii) Menentukan uji statistic dengan Shapiro-Wilk.

iii) Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah tolak untuk H0

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-20 adalah: jika P-value (Sig) >α, maka Ho diterima. Dan Jika P-value (Sig) ≤ α maka Ho ditolak.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenistas ditujukan untuk mengetahui apakah dua buah distribusi atau lebih pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki

variasi-variasi yang sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan uji variasi-variasi dua buah peubah bebas karena sampel yang diselidiki saling bebas.

Berikut ini langkah-langkah yang akan dilakukan dalam uji homogenitas dengan menggunakan SPSS-20 adalah:

1) Merumuskanhipotesis

2) H0: = , varians kedua kelompok berasal dari populasi yang homogen

3) HA: ≠ , varians kedua kelompok berasal dari populasiti tidak homogen 4) Menentukan tingkat keberartian α sebesar 0,05

5) Menentukan uji statistik dengan menggunakan uji Levene Statistic.

(38)

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-20 adalah: jika P-value (Sig) > α maka H0, diterima. Dan jika P-value (Sig) ≤ α, maka H0 ditolak.

c. Uji Hipotesis

1) Uji Perbedaan Dua Rerata

Uji perbedaan dua rerata digunakan untuk menguji signifikasi perbedaan

rerata hasil tes kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan dua rerata dilakukan terhadap data hasil postes kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Berikut langkah-langkah yang dilakukan dalam uji

perbedaan dua rerata tersebut: a) Merumuskan hipotesis

H0: µ1 = µ2 HA :µ1>µ2

b) Menentukan taraf keberartian α = 0,05 c) Menentukan uji statistik

Jika data normal dan homogen, maka digunakan uji-t dengan uji

Independent Sample t-test, tetapi apabila data berdistribusi tidak normal,

maka pengujiannya menggunaka nuji non-parametrik untuk dua sample yang saling bebas pengganti uji-t yaitu uji Mann-Whitney

d) Menentukan kriteria pengujian, yaitu daerah terima untuk H0 dan daerah tolak untuk H0.

Kriteria pengujian dengan menggunakan SPSS-20 adalah :

Jika P-value (Sig 1-tailed) > α, maka H0 diterima dan jika P-value (Sig 1-tailed) >

α, maka H0 ditolak dengan P-value (Sig 1-tailed) =

(Whidiarso, tidak ada tahun)

2) Perhitungan Gain Ternormalisasi

Uji Gain dilakukan untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman kemampuan berpikir kritis dan sikap habits mind siswa selama proses

pembelajaran. Masing-masing kelas dilakukan uji gain. Data yang di olah yaitu data pretes dan data postes. Uji gain dilakukan dengan bantuan Microsoft Excell

(39)

(N)g =

(Hake dalam Mulyati, 2007) Keterangan:

(N) g = Gain ternormalisasi

postT = Skor postes

preT = Skor pretes

maxT = Skor maksimal

Kriteria mengenai besarnya gain ternormalisasi adalah sebagai berikut: g ≥ 0,7 = Gain tinggi

0,3< g < 0,7 = Gain sedang G ≥0,3 = Gain rendah

2. Analisis Kualitatif

Analisis kuantitatif yaitu analisis data skala sikap siswa yang dikumpulkan dari skala sikap kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = x 100%

Keterangan:

P= Persentase jawaban

f = frkeuensi responden

n = Banyak responden

Menurut Kuntjaraningrat (Maulana, 2007) interpretasi presentase jawaban siswa adalah sebagai berikut:

= 0 = Tak seorang pun

0 % = Sebagian kecil 25 % = Hampir setengahnya

= 50 = Setengahnya

50 % = Sebagian besar 75 % = Hampir seluruhnya

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai penelitian berjudul “ Pendekatan Saintifik dengan Teori van Hiele dalam Pembelajaran Geometri untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Habit of Minds Siswa Kelas V” adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari pada kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.

2. Peningkatan habit of minds siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele lebih baik dari

(41)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil simpulan penelitian , maka penulis memberikan saran

yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran yang menggunkan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele

lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih memonitor pemahamannya untuk bertanya pada diri sendiri dan terlibat secara aktif dalam matematika, merumuskan konsep-konsep matematika khusunya geometri. Bagi guru pembelajaran geometri yang menggunkan pendekatan saintifik hendaknya diaplikasikan dalam rangka meningkatkan kemamapuan berpikir krtitis siswa.

2. Saat ini pembelajaran matematika masih banyak yang menggunakan pembelajaran langsung. Kepada guru maupun calon guru , pembelajaran geometri dengan pendekatan saintifik dengan teori van Hiele hendaknya digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya geometri.

3. Pembelajaran geometri yang menggunakan pendekatan saintifik dengan teori

van Hiele dapat meningkatkan kemampaun berpikir kritis yang merupakan kemampuan berpikir tinhkat tinggi. Hendaknya ada peneliti lain yang

mencoba menerapkan pendekatan saintifik dalam pembelajaran geometri dan teori van Hiele dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika tingkat

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir, (2003). Pengembangan Paket Pembelajaran Berbantuan Komputar

Materi Irisan Dimensi Tiga. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.

Anne, T. (1999). The van Hiele Models of Geometric Thought. (Online) (Http://euler.slu.edu/teach material/van hiele model of geometry.html, diakses 14 Oktober 2005).

Argyropoulus, V. (2001). Investigating Levels of Understanding of Concept of

Geometric Shapeby Student with V.I. (Online)

(Http://www.iceui-europe.org/cracow2000/proceeddings/chapter04/04-10.doc,[14Oktober 2005).

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arnold, S. (1996). Challenge and Support:van Hiele.(Online) (Http://stmarys.nsw .edu.au/PAGES/c35.html (14 Oktober 2005)

Arends, R.I. (2008). Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baldwin, A.L. (1967). Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons.

Bennie Kate, An Analysis of the Geometric Understanding of Grade 9 Pupils

Using Fuys et al.’s Interpretation of the Van Hiele Theor (online) (http://academic.sun.ac.za/mathed/malati/Files/Geo981.pdfy, (diakses Minggu, 18-06-2014 pukul 10.129)

Burger, W.F. & Culpepper, B. (1993). Restructuring Geometri. Dalam Wilson Patricia S. (Ed). Research Ideas for the Classroom: High School Mathematics. New York: Mac Millan Publishing Company.

Budiarto, M.T. (2000). Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Dalam

prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika

Memasuki Millenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember.

Carin, A.A. & Sund, R.B. (1975). Teaching Science trough Discovery, 3rdEd. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

(43)

Costa, A.L. (1985). Teacher Behaviors that Enable Student Thingking (dalam)

Costa, a. L. (ed). Develoving Mind: a Reasours Book for Teaching Thingking.

Alexsandria: ASDC.

Depdikbud. (1994). GBPP Mata pelajaran matematika kurikulum 1994. Jakarta: Depdikbud.

Deporter, B. dan Hernacki, J. (2003). Quantum Learning Membiasakan Belajar

Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Ennis, R.H. (1985). Practical Strategies for the Direct Teaching of Skill. In A.L Costa (ed) Developping Mind: A resorce book for teaching thingking (hlm. 43-45). Alexandria: ASCD.

Ennis, R.H. (2000). A super Setream Lined Conseption of Critikal Thinking. [Online]. Diksesdari: http://www.critikal thinking.net/SSConcTApr3.html.

Filsaime, D. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan kreatif. Prestasi Pustaka Jakatra.

Facione, F.A. (1990). Critical thinking: A statement of expert Consensus for

Purposes of Educational Assessment and Insrtuktion. Millbrae: the

California Academic Press.

Gardner, H. (2003). Kecerdasan Majemuk (terjemahan Alexander Sindoro). Batam: Interlaksana.

Hosnan, (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad

21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Husnaeni. (2001). Membangun Konsep Segitiga Melalui Penerapan Teori van

Hiele pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan.

Malang: PPS UM.

John A. Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga, 2008).

Kemendiknas. (2010). Bahan Belajar Mandiri : Kajian Kritis. Dirjen PMPTP.

Liputo, Y. (1996). Kamus filsafat. Bandung: Rosda Karya.

Mahmudi, A. (2009). Stategi Matematika Habits of Mine (MHM) untuk

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kretif Matematika.

Mukhlesi Ety, Pemanpaatan Benda Benda Manipulatif untuk Meningkatkan

(44)

Kelas V Sekolah DasaR. Rhttp: (online)(//jurnal.upi.edu/file/7 Ety

Mukhlesi Yeni.pdf. [27 April 2014]

Mulyana, E. (2010). Kapita Selekta Matematika 1. Bandung. Pendidikan Matematika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ipa Universitas Pendidikan Indonesia.

Mulyana, E. (2003). Masalah Ketidak Tepatan 5 Istilah dan Simbul dalam

Geometri SLTP Kelas I. [Online]. Tersedia di http://file.upi.edu/

Direktori/FPMIPA /JUR. PEND. MATEMATIKA/195401211979031-E /Psikologi geometri.pdf [27 April 2014]

Mustakim, (2014). Implementasi Pembelajaran Pemecahan Masalah dengan

Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kretaif Matematik dan Prestasi Belajar Materi Bangun Datar Segiempat Kelas VII-A SMP Negeri 2 Patean Semester II Tahun Pelajaran 2013-2014.

Jurnal Pendidikan, Volume 16, Nomor 1, Maret 2015, 19-33.

Nur, M. & Wikandari, P.R. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan

Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas

Negeri Surabaya University Press.

Nur’aeni, E. Teori van Hiele dan Komunikasi Matematik. (online) (http://eprints uny.ac.id/6917/ (diakses Minggu, 18-06-2014 pukul 10.45).

Nur’aini, E. (2010). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Geometris Siswa

Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Berbasisi Teori van Hiele.

[Online] Tersedia di http://jurnal.upi.edu/66/view/190 /[18Desember 2014]

Nopriana, T. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Geometri van Hiele

Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Geometri dan Disposisi Matematis pada Siswa SMP: Tesis pada PPS UPI Bandung:

tidak diterbitkan.

Olive, J. (1991). Logo Programming and Geometric Understanding: An In-Depth Study. Journal for Research in Mathematics Education. 22(2): 90-111.

Purnomo, A. (1999). Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya dengan

Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Kodya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Gambar

Tabel 3.1 Pedoman Pensekoran Kemampuan Berpikir Kritis
Tabel 3.2 Validitas Butir Soal Hasil Uji Coba
Tabel 3.3 Klasifikasi Interprestasi Reabilitas
Tabel 3.5 Tingkat Kesukaran Soal Hasil Uji Coba
+3

Referensi

Dokumen terkait

BAB I Adalah bab Pendahuluan, isinya menjelaskan tentang Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, manfaat penelitian,

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Keaslian Penelitian ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Manfaat Teoritis ... Manfaat Praktis

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Identifikasi Masalah .... Pembatasan Masalah ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Manfaat Teoretis

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Batasan Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Batasan Istilah

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Rumusan Masalah ... Manfaat Penelitian ... Ruang Lingkup Penelitian ... Model Pembelajaran Brainstorming

Bab I pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional

Bab I Pendahuluan :Pada Bab ini meliputi: Latar Belakang Masalah, Definisi Operasional, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Hasil Penelitian ... Kajian Pustaka ... Model Pembelajaran Group Investigation