• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian, yaitu : anatomi payudara, ASI, laktasi dan keefektifan proses menyusui.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian, yaitu : anatomi payudara, ASI, laktasi dan keefektifan proses menyusui."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-konsep yang terkait dengan penelitian ini dikelompokan menjadi 4 bagian, yaitu : anatomi payudara, ASI, laktasi dan keefektifan proses menyusui.

1. Anatomi Payudara

Payudara pada perempuan merupakan suatu kelenjar eksokrin berukuran besar yang tersusun oleh sekitar 18 segmen yang berisi lemak, jaringan penyambung yang sangat banyak mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf (Bobak, 2005). Payudara berkembang pada saat pubertas, perkembangan ini distimulasi oleh estrogen yang diproduksi selama siklus haid. Pertumbuhan yang jauh lebih besar terjadi pada saat kehamilan, dan kelenjar payudara berkembang secara sempurna untuk pembentukan air susu. Pada umumnya diameter payudara berkisar 10 – 12 cm dengan berat rata-rata 600 – 800 gram pada masa menyusui (Soetjiningsih, 1997 ; Maryunani, 2009).

Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV,sedangkan secara horizontal payudara terletak mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis (Maryunani, 2009).

Dilihat dari penampang luarnya, payudara terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu korpus mammae (badan), areola, dan puting susu atau papilla (Maryunani, 2009).

Korpus mammae merupakan bagian yang paling besar dari payudara yang terdiri dari jaringan parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur

(2)

yang terdiri dari duktus laktiferus yang berfungsi menyalurkan ASI dari alveoli ke sinus laktiferus, sinus laktiferus/ampula yang berfungsi sebagai kantung penyimpanan ASI, dan alveoli yang berfungsi sebagai kantung penghasil ASI.

Stroma terdiri dari jaringan lemak dan penyangga. Jaringan lemak disekeliling alveoli dan sekitar duktus laktiferus menentukan besar kecilnya ukuran payudara.

Di sekeliling alveoli juga terdapat otot polos, yang akan berkontraksi memeras keluar ASI. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009).

Areola merupakan daerah berpigmentasi lebih yang mengelilingi puting susu. Pada areola terdapat kelenjar-kelenjar kecil yaitu kelenjar Montgomery yang menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga kesehatan kulit disekitar areola dan puting susu agar tetap lunak dan lentur selama menyusui (IDAI, 2008).

Puting susu atau papilla merupakan bagian yang menonjol di puncak payudara. Pada puting susu terdapat lubang –lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf yang penting pada proses menyusui, pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Puting susu mengandung serat-serat otot polos yang dapat berkontraksi sewaktu ada rangsangan menyusu sehingga menyebabkan duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan puting susu ereksi (Maryunani, 2009).

2. ASI 2.1 Defenisi

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresi oleh payudara ibu sebagai makanan utama

(3)

bagi bayi (Soetjiningsih, 1997). ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologis maupun spiritual.

ASI mengandung nutrisi, hormon, antibodi, anti alergi, serta anti inflamasi.

Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin,2003).

2.2 Manfaat ASI

Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh susu formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui (Moody dkk, 2006).

Menurut Ross (2006), manfaat pemberian ASI pada bayi yaitu : ASI mengandung nutrisi seimbang yang sangat sempurna bagi tumbuh kembang bayi, mudah dicerna oleh bayi, mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit, baik untuk perkembangan rahang bayi, meningkatkan kemampuan penglihatan bayi dan mengurangi timbulnya serangan jantung pada bayi.

Sedangkan pada ibu yaitu : pemberian ASI membantu uterus berkontraksi yang mempercepat pengeluaran darah, dapat menurunkan berat badan ibu setelah melahirkan, merupakan cara kontrasepsi alami yang efektif, dan dapat memberikan rasa tenang pada ibu saat menyusui.

2.3 Keberhasilan menyusui

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui eksklusif selama 6 bulan pertama. Menurut IDAI (2008), berikut merupakan beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar dapat menyusui secara eksklusif, antara lain :

(4)

1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah lahir dalam 1 jam pertama kehidupannya (inisiasi menyusu dini). Bayi memiliki refleks menghisap yang sangat kuat pada saat itu. Proses menyusui dimulai dengan membiarkan bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit ke kulit. Hal ini akan merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin ibu dan bayi serta perkembangan bayi.

2. Ibu harus meyakini bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayinya. Tidak ada makanan atau cairan lainnya yang diberikan karena akan menghambat keberhasilan proses menyusui.

3. Menyusui bayi sesuai kebutuhan sampai puas. Bila bayi sudah merasa puas, maka ia akan melepaskan puting dengan sendirinya.

4. Ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke mulut bayi secara efektif.

3. Laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui, mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI ( Soetjiningsih, 1997). Laktasi akan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fisiologi laktasi , mekanisme menyusui dan konsep ASI.

3.1 Fisiologi Laktasi

Produksi ASI merupakan suatu interaksi kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan hormon-hormon. Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron menurun, hal ini memungkinkan naiknya kadar prolaktin yang

(5)

merupakan awal produksi ASI. Ketika bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks yang menyebabkan ASI keluar. Hal ini disebut dengan refleks pembentukan atau refleks prolaktin yang dirangsang oleh hormon prolaktin dan refleks oksitosin atau yang disebut juga dengan “let-down reflex” (Roesli, 2000 ; Maryunani, 2009).

3.1.1 Pembentukan ASI (Refleks Prolaktin)

Hisapan bayi pada payudara akan merangsang ujung saraf sensoris disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus menghasilkan ASI. Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah payudara dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk diminum berikutnya. Sedangkan untuk minum yang sekarang bayi mengambil ASI yang ada pada sinus laktiferus . Semakin sering bayi menyusu maka semakin banyak ASI yang diproduksi. (IDAI, 2008 ; Maryunani, 2009 ; Sulistyawati, 2009).

Ditambahkan oleh Sulistyawati (2009) bahwa pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaaan-keadaan seperti : stress atau pengaruh psikis, anastesi, rangsangan puting susu, hubungan kelamin dan pengaruh obat- obatan.

3.1.2 Refleks Oksitosin (Let-down Reflex)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofifis.

Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf di sekitar payudara dirangsang oleh hisapan bayi. Oksitosin dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang akan

(6)

merangsang kontraksi otot disekeliling alveoli dan memeras ASI keluar dari sinus laktiferus (IDAI, 2008)

Beberapa keadaan dapat meningkatkan produksi oksitosin diantaranya yaitu : ibu dalam keadaan tenang, ibu mendengar tangisan atau celotehan bayinya, ayah menggendong bayi, ayah membantu mengganti popok dan memandikan bayi serta perasaan dan curahan kasih sayang ibu terhadap bayinya (Sulistyawati, 2009).

3.2 Mekanisme Menyusui

Dalam mekanisme menyusui terdapat 3 refleks pada bayi yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses menyusui (Bobak, 2005), yaitu :

a) Refleks Mencari / Menangkap (Rooting reflex)

Menurut Riordan (2005), istilah refleks mencari / menangkap (rooting reflex) merupakan gambaran perilaku bayi untuk menoleh, membuka mulut dan

berusaha mencari puting untuk menyusu kearah datangnya rangsangan . Rangsangan ini dapat berupa sentuhan di pipi bayi atau payudara ibu yang menempel pada sisi mulut bayi. Pada akhirnya bayi akan mampu membuka mulut dengan lebar dan menarik puting susu masuk ke dalam mulutnya.

b) Refleks Mengisap (Sucking Reflex)

Refleks mengisap pada bayi akan timbul bilamana puting susu ibu merangsang langit-langit (palatum) dalam mulut bayi. Untuk dapat merangsang langit-langit bagian belakang mulut bayi dengan sempurna, maka sebagian besar areola ibu sedapat mungkin harus masuk ke dalam mulut bayi. Dengan demikian,

(7)

sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah, serta langit-langit sehingga air susu dapat diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi (Maryunani, 2009).

c) Refleks Menelan (Swallowing reflex)

Pada saat menelan, bagian belakang lidah akan terangkat dan menekan bagian posterior dinding faring. Laring kemudian bergerak ke atas dan ke depan untuk menutup trakea dan mendorong ASI masuk ke dalam kerongkongan, sehingga memulai refleks menelan pada bayi. Setelah itu, laring akan kembali ke posisi sebelumnya. Volume ASI yang cukup dibutuhkan untuk memicu refleks menelan. Refleks menelan dapat diamati selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir. Menelan dapat diamati dari gerakan rahang bayi yang berirama dan gerakan otot-otot tenggorokan (Riordan, 2005).

4. Keefektifan Proses Menyusui 4.1 Defenisi

Proses menyusui bukan hanya perilaku tunggal bayi menghisap payudara ibu, tetapi merupakan serangkaian perilaku yang bisa digambarkan, dikaji, dan diukur (Riordan, 2005). Menurut Association of Women Health, Obstentric and Neonatal Nurses (2000), proses menyusui merupakan proses dimana bayi

menerima ASI. Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan efektif apabila selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan bebas dari rasa sakit.

Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer

(8)

ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

4.2 Indikator Keefektifan Proses Menyusui

Seiring dengan perkembangan promosi pemberian ASI, banyak peneliti yang meneliti hal-hal yang dibutuhkan untuk mengkaji kualitas proses menyusui dan menggambarkan indikator yang berhubungan dengan keefektifan maupun ketidakefektifan proses menyusui. Hal ini bermanfaat bagi pengkajian proses menyusui, pengkajian pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyusui, memprediksi kesulitan-kesulitan pada proses menyusui, juga menyediakan tindak lanjut perawatan bagi pasangan ibu dan bayi yang membutuhkan bantuan (Mulder, 2006).

4.2.1 Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT)

Pada hasil penelitian Mattews (1988), tentang Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT) dikemukakan bahwa terdapat empat indikator yang

digunakan dalam pengkajian proses menyusui. Keempat indikator tersebut meliputi kesiapan bayi untuk menyusu, refleks rooting, lamanya waktu yang dibutuhkan bayi untuk mulai menyusu dan pola hisapan bayi pada payudara. Pada masing-masing indikator diberikan nilai dari 0 – 3. Total nilai keseluruhan berkisar 0 – 12. Proses menyusui dikatakan efektif apabila penilaian mencapai angka 9 – 12. Pencapaian penilaian tersebut digambarkan dari kesiapan bayi untuk menyusu dengan tanpa paksaan atau rangsangan untuk memulai proses menyusu, refleks rooting bayi yang efektif, waktu yang singkat untuk langsung dapat menyusu, dan pola hisapan yang baik dan teratur (Lawrance, 2011).

(9)

4.2.2 Mother-Baby Assesment Tool (MBA)

Menurut Mulford (1992), keefektifan proses menyusui dinilai dari tiap tahapan proses menyusui, baik dari ibu maupun bayi. Dalam sistem penilaian Mother-Baby Assesment Tool (MBA), tahapan menyusui terbagi atas tahapan

isyarat kesediaaan menyusui, posisi ibu dan bayi, perlekatan bayi pada payudara, transfer ASI dan tahap mengakhiri proses menyusui.

Proses menyusui dikatakan efektif apabila dalam tahapan isyarat kesediaan menyusui, ibu dapat melihat dan mendengar isyarat bayi. Ibu dapat memeluk bayi, berbicara pada bayi dan memberi rangsangan pada bayi ketika bayi masih mengantuk. Isyarat kesediaan bayi untuk menyusu dapat dilihat dari kesiagaan bayi, refleks rooting, refleks suckling,dan isyarat bayi melalui suara juga tangisan (Riordan, 2006).

Pada posisi, ibu akan menggendong bayi pada posisi tubuh yang baik dengan kepala ,bahu dan bagian belakang tubuh bayi ditopang. Pada perlekatan, bayi akan melekat pada payudara, dengan mulut terbuka lebar dan areola berada di dalam mulut bayi. Transfer ASI dapat diobservasi dari refleks menelan bayi yang dapat didengar dan pada tahap mengakhiri proses menyusu, bayi akan melepas sendiri payudara sebagai tanda terpenuhinya kebutuhan bayi akan ASI (Cadwell, 2006 : Lawrance, 2011).

4.2.3 LACTH Assesment Tool

Menurut Jensen dkk (1994), terdapat lima indikator dalam mengevaluasi keefektifan proses menyusui. Indikator - indikator tersebut terangkum dalam alat

(10)

pengkajian LACTH yang meliputi perlekatan bayi pada payudara (Lacth), terdengarnya suara menelan pada saat transfer ASI (Audible Swallowing), jenis puting susu ibu (Type of Nipple), keadaan puting selama proses menyusui berlangsung (Comfort Nipple), dan kemampuan ibu memegang bayi saat proses menyusui (Hold).

Proses menyusui dikatakan efektif apabila pada perlekatan, lidah bayi berada di bawah payudara, hisapan bayi teratur, dan bibir bagian bawah terputar keluar. Keadaan puting selama proses menyusui dinilai dari puting tetap lunak, tanpa memar dan lecet. Kemampuan ibu dalam memegang bayi terlihat dari ada atau tidaknya bantuan yang diberikan dalam upaya mempertahankan posisi bayi selama proses menyusui (Lawrance, 2011).

4.2.4 Attributes of Effective Breastfeeding

Seiring dengan perkembangan penelitian tentang pengkajian proses menyusui, Mulder (2006) dalam penelitiannya mencoba menganalisis konsep keefektifan proses menyusui yang telah ada. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dari konsep – konsep yang telah ada terdapat empat indikator yang paling sering muncul dalam menggambarkan keefektifan proses menyusui.

Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi. Menurutnya terdapat empat indikator dalam proses menyusui yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi :

(11)

a. Posisi Tubuh (Body Position)

Posisi tubuh antara ibu dan bayi sangat mempengaruhi keberhasilan proses menyusui. Posisi yang tidak benar dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada ibu maupun bayi. Posisi tubuh ibu saat menyusui antara lain posisi berbaring miring dan posisi duduk. Posisi berbaring miring biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi sesar. Posisi ini amat baik untuk pemberian ASI pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri. Pada posisi duduk, ibu dapat memilih posisi tangan seperti memegang bola, posisi tangan transisi, dan posisi crisscross hold. Pada posisi tubuh yang benar, ibu akan terlihat nyaman dan tidak tegang, sedangkan ketidaknyamanan posisi ibu dapat terlihat dari bahu ibu yang tegang dan badan ibu cenderung condong ke arah bayi (Sulistyawati, 2009).

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel pada perut ibu. Kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus. Sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher, tetapi seluruh bagian punggung bayi. Badan bayi akkan cenderung condong ke arah ibu. (IDAI, 2008).

Menurut WHO dan UNICEF (2003) dalam penilaian proses menyusui terkait posisi tubuh dengan Observasi BREAST, posisi tubuh yang benar bercirikan ibu terlihat santai dan nyaman, badan bayi menempel pada perut ibu, kepala lurus menghadap payudara dengan hidung menghadap ke puting,kepala dan badan bayi berada pada satu garis lurus,badan bayi condong ke arah ibu dan punggung bayi disanggah dengan baik. Sedangkan posisi tubuh yang tidak benar

(12)

bercirikan badan bayi menjauhi badan ibu, leher bayi terputar dan cenderung ke depan,badan bayi tidak menghadap ke badan ibu, dan hanya bagian kepala dan leher saja yang ditopang.

b. Perlekatan yang tepat (Latch)

Perlekatan merupakan ciri yang paling sering dihubungkan dengan keefektifan proses menyusui. Perlekatan menggambarkan posisi mulut, lidah dan bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Posisi tubuh yang benar akan menghasilkan perlekatan yang maksimal. Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Perlekatan yang kurang maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola (Mulder, 2006).

Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik pertemuan). Untuk mendapatkan perlekatan yang maksimal, setelah berada pada posisi tubuh yang benar, sentuh bibir bayi dengan puting. Ketika mulut bayi terbuka lebar secepatnya dekatkan bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi. Sasarannya adalah memposisikan bibir bawah paling sedikit 1,5 cm dari pangkal puting susu. Bayi harus mengulum sebagian besar areola di dalam mulutnya. Hal ini akan memungkinkan bayi menarik sebagian dari jaringan payudara masuk ke dalam mulutnya dengan lidah dan rahang bawah.

Bila diposisikan dengan benar, jaringan puting susu, payudara dan sinus laktiferus

(13)

akan berada dalam rongga mulut bayi,sehingga lidah dan langit-langit dapat memeras ASI secara sempurna. Puting susu akan masuk sejauh langit-langit lunak bayi dan bersentuhan dengan langit-langit tersebut. Sentuhan ini akan merangsang refleks menghisap pada bayi. (IDAI, 2008 ; Sulistyawati, 2009).

Dalam penilaian proses menyusui terkait perlekatan dengan Observasi BREAST, menurut WHO dan UNICEF (2003) ada beberapa tanda yang

mencirikan perlekatan yang baik, yaitu : bayi tidak hanya mengisap puting tetapi payudara, mulut bayi terbuka lebar, dagu menempel pada payudara, bibir bagian bawah terputar keluar, lidah berlekuk disekitar payudara, lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah, dan ibu tidak merasa nyeri saat bayi menyusu. Sedangkan pada perlekatan yang tidak baik terlihat mulut bayi tidak terbuka lebar, bibir mencucu, lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat dan terasa sakit pada puting saat proses menyusui.

c. Hisapan yang efektif (Effective Sucking)

Hisapan yang efektif merupakan prasyarat proses menyusui yang efektif.

Perlekatan yang tepat dapat memicu hisapan yang baik. Pada posisi perlekatan yang tepat, rahang bawah bayi akan menutup pada jaringan payudara, penghisapan akan terjadi, dan puting susu akan ditangkap dengan baik dalam rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan secara berulang-ulang seperti memeras secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus laktiferus.

Pergerakan cairan selama menyusui terjadi dari daerah bertekanan tinggi di payudara yang diciptakan oleh volume ASI dan refleks pengeluaran ASI ke

(14)

daerah bertekanan rendah yaitu mulut bayi. Hisapan yang baik adalah hisapan menggunakan lidah dan rahang. Hal ini terlihat dari pipi bayi yang membulat pada saat proses menyusui. Hisapan bayi yang efektif pada payudara berirama dan selaras, hal ini ditandai dengan pola hisapan lambat dan dalam yang diselingi dengan jeda atau istirahat ( Mulder, 2006 ; IDAI 2008 ; Walker, 2011).

d. Transfer ASI (Milk transfer)

Transfer (perpindahan) ASI terjadi ketika cairan ASI melewati puting masuk ke dalam mulut dan ditelan oleh bayi. Hal ini dipengaruhi oleh refleks pengeluaran (letdown reflex) dan hormon oksitosin. Transfer ASI dapat dirasakan oleh ibu seperti sensasi kesemutan pada payudara saat ASI keluar melewati puting dan akan ada ASI yang menetes di payudara ibu di bagian yang berlawanan dengan payudara yang digunakan menyusui, sedangkan pada bayi dapat diamati pada saat terlihat dan terdengar bunyi menelan (Cadwell, 2006 : Walker, 2011).

4.3 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Keefektifan Proses Menyusui

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan proses menyusui terdiri dari:

4.3.1 Usia gestasi

Usia gestasi dan berat lahir mempengaruhi intake ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ (Aritonang, 2007).

(15)

4.3.2 Anatomi payudara ibu

Anatomi payudara ibu juga sangat mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui. Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang, maka sel-sel yang berfungsi memproduksi ASI akan berkurang. Hal ini mengakibatkan produksi ASI yang kurang dari kebutuhan (Maryunani, 2009).

4.3.3 Pemberian susu formula

Pemberian susu formula secara bergantian dengan menyusu pada ibu dapat mengakibatkan bayi bingung puting (nipple confusion). Hal ini terjadi karena mekanisme menyusu yang berbeda antara keduanya. Menyusu pada puting ibu memerlukan usaha yang lebih daripada minum pada botol, yaitu bayi harus mempergunakan otot pipi, gusi, langit-langit dan lidahnya. Sementara itu, menyusu dengan botol membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah mempunyai lubang diujungnya, sehingga bayi dapat menelan susu yg terus mengalir tanpa dihisap (Maryunani, 2009).

4.3.4 Faktor psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi pengeluaran ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let-down atau refleks pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara ain perasaan dan curahan kasih sayang ibu pada bayinya, mendengar celoteh atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang.

Sedangkan kondisi ibu dalam keadaan sedih, kesal, kecewa, kurang percaya diri, cemas terhadap bentuk payudara dan tubuh, dan takut ASI tidak mencukupi

(16)

kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit sewaktu menyusui (Derek & Jones, 2005 : Maryunani, 2009).

4.3.5 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan akan keterampilan dan teknik menyusui yang benar akan sangat membantu ibu memahami proses menyusui dan pentingnya posisi dan perlekatan yang baik pada payudara terhadap produksi ASI. Pemahaman akan hal ini dapat meminimalkan resiko lecet/nyeri puting, abses dan mastitis pada payudara (IDAI, 2008).

4.3.6 Dukungan keluarga

Kemauan ibu untuk memberikan ASI salah satunya dipengaruhi oleh dukungan keluarga (suami). Bentuk dukungan suami ini mencakup sebagai tim penyemangat, membantu mengatasi masalah dalam pemberian ASI, ikut merawat bayi, mendampingi ibu menyusui walau tengah malam, melayani ibu menyusui, dan menyediakan anggaran ekstra (Meiliasari, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 7% responden kepala keluarga masuk dalam kategori tidak setuju karena mereka beranggapan banyak masyarakat saat ini yang sudah tidak peduli dengan kebudayaan

Penelitian yang dilakukan oleh Novianingsih Budiman yang berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Internet Terhadap Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Apabila dilihat dari hasil analisis terhadap angket praktikalitas oleh guru/praktisi, maka dapat disimpulkan bahwa modul yang berjudul “Terampil Menulis Naskah

Menurut Njurumana dan Butarbutar (2008) potensi sumberdaya lahan yang tersedia dengan daya adaptasi alamiah untuk jenis tanaman hasil hutan bukan kayu dapat

Kekuatan hubungan yang dapat dilihat dengan besarnya HR dan kesintasan pada kelompok jenis kemoterapi menguatkan dugaan adanya hubungan sebab akibat antara jenis kemoterapi

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Abdul kahar, dkk (2012), bahwa terdapat pengaruh jarak TPA terhadap jumlah total coliform air sumur penduduk,

Kepala BNN Kota Malang yang sekaligus alumni ITN Malang ini juga memberikan apresiasi kepada ITN karena pada tahun ini menyelenggarakan tes urine bagi seluruh mahasiswa

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat