• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNALILMIAH KARYA KESEHATAN Volume01 Nomor 02 MEI 2021 E-ISSN : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JURNALILMIAH KARYA KESEHATAN Volume01 Nomor 02 MEI 2021 E-ISSN : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keja"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI | 2021 1

JURNALILMIAH KARYA KESEHATAN

https://stikesks-kendari.e-journal.id/jikk Volume01 | Nomor 02 | MEI | 2021

E-ISSN :

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

Ni Made Sriani1, I Wayan Romantika2, Riska Mayangsari3

1,2Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Karya Kesehatan

3Prodi Ilmu Gizi STIKes Karya Kesehatan

Korespodensi : Ni Made Sriani,

STIKes Karya Kesehatan

Dusun II Desa Wia-wia, Kecamatan Poli-polia Email: nimadesri@gmail.com

Kata Kunci : Stunting, Status ASI, Status Imunisasi, Pendapatan Keluarga Keywords: Stunting, Breastfeeding Status, Immunization Status, Family Income

Abstrak. Latar belakang: Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 30,8%. Hal ini Hal ini berarti pada tahun 2018 hampir 3 dari 10 anak balita mengalami stunting atau terlalu pendek dari usia merekadan 1 dari 10 balita mengalami kekurangan berat badan atau terlalu kurus dari usia mereka. TIngginya angka kejadian stunting perlu ditelusuri berbagai faktor yang berhubungan agar dapat dicegah sehingga agka kejadian stunting dapat diturunkan. Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Case-control. Populasi penelitian ini adalah balita di Desa Alakaya dan Mekarsari wilayah kerja Puskesmas Palangga berjumlah 63 orang. Tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 44 orang. Analisis yang digunakan yaitu Odd Ratio. Hasil analisis diperoleh status pemberian ASI (p=0,001) OR = 21,429, status imunisasi (p=0,026) (OR=4,500), pendapatan keluarga (p= 0,073). Kesimpulan: Faktor risiko kejadian stunting adalah status ASI ekslusif dan statusi imunisasi. Pendapatan keluarga bukan faktor risiko kejadian stunting.

Absctract. Background: The results of the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) showed a prevalence of stunting of 30.8%. This means that in 2018 almost 3 out of 10 children under five are stunted or too short for their age and 1 in 10 underweight or underweight for their age. The high incidence of stunting needs to be explored by various related factors so that it can be prevented so that the incidence of stunting can be reduced. Objective: This study was to determine the risk factors for stunting in the work area of Puskesmas Palangga. Methods:

This study is a quantitative study with a case-control approach. The populations of this study were children under five in the village of Alakaya and Mekarsari in the working area of Puskesmas Palangga totaling 63 people. The sampling technique used was purposive sampling with a total sample size of 44 people. The analysis used is the Odd Ratio. The analysis results obtained breastfeeding status (p = 0.001) OR = 21.429, immunization status (p = 0.026) (OR = 4.500), family income (p = 0.073). Conclusion: The risk factors for stunting are exclusive breastfeeding status and immunization status. Family income is not a risk factor for stunting.

(2)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 2

Pendahuluan

Stunti Nng menjadi salah satu masalah yang dihadapi negara miskin dan berkembang saat ini. Tercatat sekitar 162 juta anak balita yang mengalami stunting.

Apabila tren ini terus berlanjut diperkirakan pada tahun 2025 akan terdapat 127 juta balita yang mengalami stunting1. Sementara itu menurut United Nations Children's Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 2019 Sebnayak 55 negara krisis pangan, dari Negara tersebut terdapat 75 juta anak mengalami stunting dan 17 juta lainnya menderita kekurangan gizi. Dari jumlah tersebut lebih dari setengahnya yaitu sebanyak 56% terdapat di Asia dan di Afrika sekitar 37%2. Sama halnya di dunia, angka kejadian stunting di Indonesia masih cukup tinggi.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 30,8%3. Hal ini mengalami penurunan sebesar 3,1% dalam setahun terakhir. Hal ini berarti pada tahun 2018 hampir 3 dari 10 anak balita mengalami stunting atau terlalu pendek dari usia merekadan 1 dari 10 balita mengalami kekurangan berat badan atau terlalu kurus dari usia mereka4. WHO menyebutkan bahwa stunting menjadi masalah bila prevalensinya 20% atau lebih. Oleh karena itu di Indonesia stunting masih menjadi prioritas penangannya termasuk di di Provinsi Sulawesi tenggara5.

Provinsi Sulawesi Tenggara masih menjadi daerah dengan presentase stunting yang cukup tinggi. Pada tahun 2017 presentase balita pendek sebesar 21,20%, sangat pendek sebesar 15,20%. Sementara itu di tahun 2018 presentase balita pendek sebesar 18,60 dan sangat pendek sebesar 10,10% 6. Oleh karena tingginya presentase stunting maka perlu penanganan serius.

Dalam usaha penanganan maslah stunting perlu mengidentifikasi berbagai faktor penyebab sehingga solusi yang ditawarkan tepat. Hasil penelitian menunjukan bahwa banyak faktor yang

diperkirakan menjadi faktor risiko stunting pada anak diantaranya pendidikan ibu (p = 0,006), pendapatan orangtua (p=0,000), pekerjaan orangtua (0,006), pemberian ASI ekslusif (p=0,029)7. Sementra hasil penelitian lain menunjukkan bahwa faktor risiko stunting adalah sosial ekonomi rendah (p=0,000), tinggi badan ibu (0,000), pendidikan ibu dan pemberian imunisasi bukan faktor fisiko kejadian stunting7.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa di Kabupaten Konawe Selatan pada bulan juni terdapat 19.820 Balita.

Sebanyak 1.593 balita menderita stunting.

Sementara itu di wilayah kerja Puskesmas Palangga terdapat sebanyak 1.325 balita.

Sebanyak 92 balita menderita stunting.

Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Case- Control. Populasi penelitian ini adalah balita di Desa Alakaya dan Mekarsari wilayah kerja Puskesmas Palangga berjumlah 63 orang. Tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 44 orang.

Analisis yang digunakan yaitu Odd Ratio.

(3)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 3

Hasil Dan Pembahasan Karakteristik Responden

Berikut ini adalah tabel 1 distribusi responden berdasarkan Usia Ibu, Pendidikan Ibu, Usia anak dan Jenis Kelamin anak:

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Ibu, Pendidikan Ibu, Usia Anakn dan

Jenis Kelamin Anak Karakteristik Kelompok

Kasus

(n=22) Kontrol (n=22) Usia Ibu

(Tahun)

17-25 2 (9,1) 10 (45,5)

26-35 11 (50) 12 (54,5)

36-45 8 (36,4)

46-55 1 (4,5)

Pendidikan Ibu

SD 6 (27,3) 5 (27,7)

SMP 2 (9,1) 7 (31,8)

SMA 13 (59,1) 10 (45,5)

S1 1 (4,5)

Usia Anak (Bulan)

12-18 1 (4,5)

19-24 5 (22,7) 14 (63,6) 25-30 10 (45,5) 3 (13,6)

31-36 2 (9,1) 5 (22,7)

37-42 3 (13,6)

43-48 1 (4,5)

Jenis Kelamin Anak

Laki-laki 13 (59,1) 15 (68,2) Perempuan 9 (40,9) 7 (31,8)

Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian

Berikut ini adalah tabel 2 distribusi responden berdasarkan pemberian ASI ekslusif, pendapatan orangtu, dan status imunisasi:

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Asi Ekslusif, Pendapatan

Orangtu, Dan Status Imunisasi:

Variabel Kelompok

Kasus

(n=22) Kontrol (n=22) Status ASI

Ekslusif

Tidak 15 (68,2) 2 (9,1)

Ya 7 (31,8) 20 (90,9)

Status Imunisasi

Tidak

Lengkap 11 (50) 4 (18,2)

Lengkap 11 (50) 18 (81,1) Pendapatan

keluarga

<2.552.000,- 22 (100) 19 (86,4)

>2.552.000,- 3 (13,6)

(4)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 4

Hubungan Status ASI Ekslusif Dengan Kejadian Stunting

Berikut ini dalah tabel Tabel 3 hubungan status ASI ekslusif dengan kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga.

Tabel 3 Hubungan Status ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

Status ASI Ekslusif

Kejadian Stunting Jumlah

p/OR

Kasus Kontrol

n % n % n %

Tidak Ya 15 7 34,1 15,9 20 2 45,5 4,5 17 27 38,6 61,4 0,001/21,429 Status Imunisasi

0,026/4,500

Tidak Lengkap 11 25 4 9,1 15 34,1

Lengkap 11 25% 18 40,9 29 65,9

Pendapatan Keuarga

0,073

<2.552.000,- 22 50 19 7,9 22 50

>2.552.000,- 0 0 3 6,8 0 0

Faktor risiko riwayat ASI terhadap kejadian stunting

Hasil penelitian ini menunjukkan pada kelompok kasus sebagian besar tidak menerima ASI Ekslusif 34,1%, namun terdapat 15,9% menerima ASI ekslusif.

Balita yang menerima ASI eklusif namun mengalami stunting dikarenakan balita pernahmengalami penyakit infeksi dan memiliki riwayat imunisasi tidak lengkap.

Balita yang tidak ASI ekslusif lebih rentanmengalami kesakitan karena ASI mengandung: imunoglobulin, laktoferin, ion-ion (Na, Ca, K, Zn, Fe), vitamin (A, E, K, dan D), lemak dan rendah laktosa. Selain itu ASI mengandung semua nutrsi yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi, sehingga sagatbermanfaat untuk bayi 8.

Pada kelompok kontrol sebagian besar menerima ASI ekslusif yaitu sebanyak 45,5% namun terdapat 4,5% tidak menerima ASI ekslusif. Balita yang tidakmenerima ASI ekslusif namun tidak mengalami stunting karena orangtua memberikan asupan nutrisi yang cukup selain bersumber dari ASI.

Hasil uji menunjukkan nilai p value

= 0,001 dengan OR = 21,429. Hal ini menunjukan Ha diterima berarti riwayat ASI Ekslusif merupakan faktor risiko kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga. Nilai OR berarti balita yang tidak memperoleh ASI memiliki risiko 21,4 kali mengalami stunting disbanding balita yang menerima ASI ekslusif. Nilai CI Lower menunjukan 3,883 berarti setidaknya balita yang tidak menerima ASI ekslusif berisiko 3,8 kali menderita stunting disbanding balita yang memperoleh ASI ekslusif.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan ada hubungan pemberian ASI eksklusife dengan kejadian stunting dengan p – value 0,029 dan OR =2,551 7.

ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui kadar lemak 4–5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui dan juga terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi 9. ASI menjadi yang ideal untuk bayi. Aman, bersih, dan mengandung antibodi yang membantu melindungi dari banyak penyakit

(5)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 5

pada anak-anak. Air susu ibu menyediakan semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi untuk bulan-bulan pertama kehidupan, dan ASI terus menyediakan hingga setengah atau lebih dari kebutuhan gizi anak selama paruh kedua tahun pertama, dan hingga sepertiga selama yang kedua tahun kehidupan 10.

Fator risiko riwayat Imunisasi terhadap kejadian stunting

Pada kelompok kasus sebanyak 25%

imunisasinya tidak lengkap dan 25%

imunisasinya lngkap. Balita yang memperoleh imunisasi memiliki kekebalan terhadap penyakit sesuai dengan jenis imunisasi yang diperoleh sehingga kemungkinn mengalami kesakitan leih rendah. Namun tetap mengalami stunting dikarenakan balita tersebut tidak terpenuhi nutrsinya seperti ASI danmakanan tambhanya.

Pada kelompok kontrol sebagian besar 40,9% dan terdapat 9,1% imunisasi tidak lengkap memperoleh imunisasi lengkap. Balita yang tidakmemperoleh

imunisasilengkap namun

tidakmengalamistunting dikarenakan balita tersebut memperoleh nutrisi yang baik sehingga dapat bertumbuh dengan baik.

Hasil uji menunjukkan nilai p value 0,026 dengan OR = 4,500. Hal ini menunjukkan Ha diterima berarti status Imunisasi merupakan faktor risiko kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga. Nilai OR menunjukan bahwa balita yang tidak memperoleh imunisasi lengkap berisiko 4,5 kali dibandingkan balita yang tidak memperoleh imunisasi lengkap. Niai CI lower menunjukkan bahwa palingsedikit balita yang ditakmenerima imunisasi lengkap berisiko 1,145 kali dibanding balita yang menerimma imunisasi lengkapHasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 24 responden yang memperoleh

imunisasi lengkap sebanyak 18,4%

mengalami stunting. Hal ini dikarenakan faktor lain yaitu nutrisi yang tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan balita.

Imunisasi mencegah penyakit menular khususnya penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya bayi hingga remaja tetapi juga kepada dewasa 11. Imunisasi merupakan suatu proses memberikan kekebalan (antibodi) secara pasif seperti Hepatitis B imunoglobin pada bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B.

Sedangkan vaksinasi berasal dari kata

“vaccine” merupakan zat yang dapat menimbulkan kekebalan aktif seperti Polio, Bacille Calmette-Guerin (BCG), Difteri, Pertusis, Tetanus (DPT), Hepatitis B dan lain-lain 12.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang menyebutkan terdapat huungan status imunisasi dengan kejadian stunting dengan nilai –value = 0,040.

Dengan nilai OR 3,5 (CI 95%; 1,2 – 10,8), artinya anak balita yang mengalami stunting resikonya 4 kali lebih besar disebabkan oleh anak balita yang tidak mendapat imunisasi lengkap dibandingkan dengan anak balita yang mendapat imunisasi lengkap di Kota Banda Aceh13.

Imunisasi memberikan kekebalan buatan pada anak dari berbagi penyakit infeksi penyakit yang dapat menghambat pertumbuhan balita. Balita yang memperoleh imunisasi memiliki kekebalan tubuh lebih baik dari balita yang tidak memperoleh imunisasi lengkap. Hal ini sejalan dengan penelitian lain menyebutkan stunting pada anak balita menunjukkan terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak balita baik yang berada di pedesaan maupun yang berada di perkotaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang

(6)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 6

dilakukan di Karangasem yang menunjukkan bahwa penyakit infeksi dapat menggangu pertumbuhan linier dengan terlebih dahulu mempengaruhi status gizi anak balita 14.

Faktor risiko pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting

Hasil penelitia ini menunjukkan bahwa hanya 3 responden yang memiliki keluarga dengan pendapatan diatas UMR tidak ada yang mengalami stunting.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value = 0,073. Hal ini menunjukan H0

diterima berarti pendapatan keluarga bukan faktor risiko kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Palangga. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain yang menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada anak balita baik yang berada di daerah pedesaan maupun di perkotaan15.Peneliti lain juga mengungkapkan hal yang sama bahwa kejadian stunting pada anak balita di Kota Banda Aceh tahun 2010 disebabkan oleh pendapatan keluarga yang rendah13.

Pendapatan keluarga bukan faktor risiko kejadian stunting pada penelitian ini karena hampir seluruh responden memiliki pendapatan dibawah UMR. Hal ini menyebabkan seluruh responden mengalami masalah yang sama yaitu masalah ekonomi dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Adapun responden yang tidak mengalami stunting lebih diakibatkan oleh pemberian ASI ekslusif dan imunisasi sehingga pada masa bayi nutrisinya tercukupi dan memiliki kekebalan tubuh dari imunisasi.

Beberapa faktor penyebab masalah gizi adalah kemiskinan. Kemiskinan dinilai mempunyai peran penting yang bersifat timbal balik sebagai sumber permasalahan gizi yakni kemiskinan menyebabkan

kekurangan gizi sebaliknya individu yang kurang gizi akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses kemiskinan. Hal ini disebabkan apabila seseorang mengalami kurang gizi maka secara langsung akan menyebabkan hilangnya produktifitas kerja karena kekurang fisik, menurunnya fungsi kognitif.

16.

Meskipun secara statistic pendapatan keluarga bukan faktor risiko kejadian stunting namun secara deskriptif hasil penelitian ini menunjukkan keeratan hubungan antara pendapatan dengan kejadian stunting. Hal ini dapat dilihat bahwa hamper seluruh responden memiliki orangtua dengan penghasilan dibawah UMR. penghasilan yang rendah menjadikan keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar anak dengan baik. Tidak adanya hubungan antar variabelpada penelitian ini lebih diakibatkan tidakadanya faktor pembanding sehingga secara statistic tidak teranalisis denganbaik.

Simpulan Dan Saran

Riwayat ASI dan Imunisasi merupakan faktor risiko kejadian stunting.

Pendapatan keluarga buka factor risikon kejadian stunting. Bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor lain seperti BBLR, Tinggi ibu, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan.

Daftar Rujukan

1. WHO. Childhood stunting: challenges and opportunities. Department of Nutrition for Health and Development. 2013.

2. UNICEF. Global Report on Food Crises reveals scope of food crises as COVID-19 poses new risks to

vulnerable countries.

(7)

Ni Made Sriani, I Wayan Romantika, Riska Mayangsari. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Palangga

JURNAL ILMIAH KARYA KESEHATAN | VOLUME 01| NOMOR 02 |

MEI |2021 7

www.unicef.org. 2020.

3. Humas Litbangkes. Menggembirakan, Angka Stunting Turun 3,1% dalam Setahun. www.litbang.kemkes.go.id.

2019.

4. Indonesia U. Status Anak Dunia 2019. www.unicef.org/indonesia/id.

2019.

5. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.

6. Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi Profil Kesehatan 2018.

Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2018.

7. Dewi AP, Ariski TN, Kumalasari D.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada balita 24-36 Bulan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Wellness Heal Mag.

2019;1(2):231–7.

8. Manuaba IA, BGFM I. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:

EGC; 2010.

9. Overawati A, Asfuah S. Buku Ajar Gizi dan Kebidanan. Yogyakarta:

Nuha Medika; 2009.

10. WHO. Infant and Young Child Feeding. France: Word Healt Organization; 2009.

11. Kementerian Kesehatan RI. Situasi imunisasi di indonesia. Hari Imunisasi 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

12. Dompas R. Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12 Bulan. J Ilm Bidan. 2013;2(2).

13. Al-rahmad AH, Miko A, Hadi A.

Kajian Stunting Pada Anak Balita Ditinjau Dari Pemberian Asi Eksklusif , MP-Asi , Status Imunisasi

dan Karakteristik Keluarga di Kota Banda Aceh. J Kesehat Ilm Nasuwakes. 2013;6(2):169–84.

14. Suiraoka I KA, N L. Perbedaan Konsumsi Energi, Protein, Vitamin A dan Frekuensi Sakit Karena Infeksi Pada Anak Balita Status Gizi Pendek (Stunted) dan Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Karangasem. I JIG.

2011;2.

15. Aridiyah FO, Rohmawati N, Ririanty M. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan.

e-Jurnal Pustaka Kesehat. 2015;3(1).

16. BAPPENAS. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015.

BAPPENAS. 2015.

Gambar

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan  Usia Ibu, Pendidikan Ibu, Usia Anakn dan
Tabel 3 Hubungan Status ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting di Wilayah  Kerja Puskesmas  Palangga

Referensi

Dokumen terkait

Studi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail dari suatu status mengenai jumlah produksi hasil tangkapan ikan

Pelaksanaan pembelajaran siklus kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 17 Juli 2018. Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus ini hampir sama dengan kegiatan pada

Pada penelitian ini digunakan metode Preliminary Hazard Analysis untuk menentukan stasiun mana yang akan diidentifikasi bahayanya dengan menggunakan FMECA sesuai dengan

Penelitian yang digawangi oleh sebuah institusi mengemudi mengungkapkan bahwa anak- anak muda yang sering bermain game balapan ternyata lebih mahir dalam

Analisis Sistem: Analisis Sistem menurut Jogiyanto ( 2002 : 03) adalah “Suatu pengertian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponensnya dengan

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hal ini ditinjau berdasarkan hasil analisis penelitian, yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata risiko saham pada perusahaan dengan kategori non kandidat adalah