• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Undang-Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Undang-Undang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Undang-Undang Desa) membawa harapan bagi keberlangsungan pemerintahan desa karena besarnya alokasi dana desa yang diberikan. Besarnya kewenangan pemerintahan desa melalui alokasi dana desa, dapat menjadi “bumerang” bagi pemerintahan desa. Sebagai upaya pencegahan terjadinya korupsi di desa dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan desa, dibutuhkan pengawalan dari masyarakat dalam bentuk partisipasi dalam mengakses Informasi Publik dalam pemerintahan desa.

Undang-Undang Desa membuka lebar akses masyarakat mendapatkan informasi mengenai pemerintahan desa. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya, Undang- Undang Desa yang diundangkan menjadi Undang-Undang No. 6/2014, menegaskan komitmen politik dan konstitusional bahwa negara melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kokoh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Misi besar Undang-Undang No. 6/2014 adalah konsep “Desa Mandiri”

kemandirian dikedepankan dalam Undang-Undang Desa karena dua hal.

Pertama, desa selama ini lemah dan tergantung, tidak memiliki kedudukan dan kewenangan yang jelas, atau lebih banyak menanggung kewajiban daripada

(2)

2

kewenangan dan menjadi obyek politisasi dan pembangunan serta tidak menjadi aset negara melainkan menjadi beban berat bagi negara. Kedua, sebaliknya Undang-Undang membawa semangat dan tujuan memperkuat desa, memperjelas kedudukan dan kewenangan desa, membuat desa sebagai subyek pembangunan, serta desa menjadi aset bagi negara yang mempunyai sumbangan terhadap cita-cita kesejahteraan rakyat.

Dari sisi norma dan hukum, kedudukan dan kewenangan desa merupakan jantung kemandirian desa. Undang-Undang No. 6/2014 telah memastikan kedudukan dan kewenangan desa jauh lebih jelas dan kuat daripada pengaturan dalam Undang-Undang No 32/2004.Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 disebutkan bahwa Pendapatan Desa bersumber dari:

1. Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;

2. Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

3. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;

4. Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;

5. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahKabupaten/Kota;

6. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan 7. Lain-lain pendapatan Desa yang sah.

Lebih lanjut pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 menyebutkan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas:

1. pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

(3)

3

2. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10 % (sepuluh perseratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;

3. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;

4. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;

5. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Berdasarkan sumber-sumber penerimaan desa tersebut, dapat dikatakan bahwa setiap desa di Indonesia dapat menjadi pondasi dalam pembangunan negara, dengan catatan apabila sumber-sumber penerimaan tersebut dapat dimaksimalkan dan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Salah satu bentuk sumber penerimaan desa yang berasal dari pemerintah tersebut adalah bantuan keuangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan implementasi UU No. 6/2014. Peraturan pemerintah yang diterbitkan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Undang-undangNomor 6 Tahun 2014 yang telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 selanjutnya disebut PP No.

47/2015. Peraturan pemerintah tersebut menjadi dasar penetapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 sebagai Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa selanjutnya disebut Permendagri No. 113/2014. Mekanisme yang diatur dalam permendagri tersebut, secara umum mengadopsi mekanisme pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang diatur dalam selanjutnya disebut Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

(4)

4

Kebijakan pemerintah yang ditetapkan melalui berbagai regulasi diatas menunjukkan bahwa pemerintah berupaya memberikan pedoman dan petunjuk yang jelas bagi pengelola keuangan desa, agar pengelolaan yang dilaksanakan dapat memberikan hasil yang optimal. Terkait dengan hal itu, IAI-KSAP (2015) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan desa sejatinya tidak hanya menyangkut ketersediaan peraturan pendukungnya dan sarana-prasarana, namun yang paling penting adalah adanya sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan komitmen yang handal. Keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan desa khususnya dalam pengelolaan keuangan desa menurut IAI- KSAP (2015) sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan aparat desa yang saat ini sebagian besar relatif rendah.

Permendagri No. 113/2014 mengatur bahwa pengelolaan keuangan desa terdiri dari tahapan kegiatan yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Regulasi ini menjadikan kepala desa memiliki kewenangan dan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola keuangan desa. Oleh karena itu, pengendalian besarnya anggaran dan kewenangan desa mutlak diperlukan agar dana publik tersebut tepat dan baik dalam pengelolaannya karena merupakan discretionary cost (Mardiasmo, 2009:

83). Akan tetapi, dalam kenyataannya belum semua desa di Indonesia mampu mengelola keungan desa secara optimal, sehingga perlu adanya monitor dan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kasus korupsi.

Pengelolaan dana desa memang perlu dimonitor agar tidak terjadi penyelewengan. Hal ini sudah terjadi di berbagai wilayah, diantaranya di

(5)

5

Kabupaten Sleman. Sebagai contoh kasus, tahun 2019 lalu pemerintah Kabupaten Sleman mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara Kepala Desa Banyurejo Tempel, RS.RS ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sleman atas dugaan kasus korupsi dana desa tahun 2015- 2016 dan telah dilakukan penahanan atas dirinya pada 23 September 2019 kemarin.Pemkab Sleman berupaya menghormati proses hukum yang berlangsung.Atas dasar itu, pemerintah menerapkan Perda No 5 tahun 2015 yang sudah dilakukan perubahan melalui Perda no 8 tahun 2017 tentang tata cara pemilihan dan pemberhentian kepala desa. Sesuai pasal 66, maka sekretaris desa akan diangkat menjadi pelaksana tugas (PLT) Kades.Adapun terkait kasus tersebut, pemkab Sleman telah melakukan penelitian dan terungkap bahwa pendampingan inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) sudah dilakukan sejak 2015 pada saat desa tidak bisa memenuhi kewajiban administrasi laporan keuangan.Pemkab menduga bahwa Kades tersebut lalai, karena pada saat pencairan dana tersebut dengan bendahara,tetapi pengeluaran-pengeluaran tidak dilengkapi dengan bukti nota.Pemkab Sleman mengemukakan bahwa dalam pertanggungjawaban anggaran di semua lini, dari tingkat yang terendah dsampai pusat harus ada bukti lampiran nota dan bukan kegiatan fiktif. Peristiwa tersebut menjadi peringatan kepada penyelenggara kegiatan yang menggunakan APBD atau APBN bahwa kewajiban administrasi keungan adalah yang penting dilaksanakan (Santo Ari, 2019:1).

(6)

6

Idealnya kegiatan monitor dan evaluasi dilakukan pada seluruh aspek, khususnya infrastruktur desa. Hal ini dilakukan agar pembangunan infrastruktur desa berjalan dengan lancar tanpa adanya dana penyelewengan. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi konektivitas infrastruktur desa melalui bantuan keuangan khusus (BKK) di desa perlu dilakukan.Monitoring dan evaluasi penting dilakukan untuk menilai kesesuaian suatu rencana program dengan realisasi pelaksanaan di lapangan (Mulyono, 2007:224). Akan tetapi, kegiatan tersebut di beberapa desa belum optimal.Sebagai contoh, monitoring dan evaluasi dana desa di Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman masih mengalami permasalahan seperti hasil monitoring dan evaluasi konektivitas infrastruktur belum dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat, selain itu monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten tidak menjangkau desa tersebut. Berpijak pada kondisi tersebut, maka diperlukan penelitian mengenai “Monitor dan Evaluasi Konektivitas Infrastruktur Desa Melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang dan batasan masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana monitor dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018?

(7)

7

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam monitor dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahaui proses monitor dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018.

2. Untuk mengetahaui faktor yang mempengaruhi dalam monitor dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih teori mengenai pemanfaatan dana desa sehingga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya maupun berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai salah satu bentuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

(8)

8

b. Salah satu usaha untuk mengetahui proses monitoring dan evaluasi konektivitas infrastruktur desa melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) di Desa Sumberadi sehingga diharapkan desa dan lembaga terkait dapat lebih maksimal dalam memanfaatkan dan mengelola dana desa.

c. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, sumbangan pemikiran dan informasi bagi pembaca, pihak yang diteliti, peneliti, maupun peneliti selanjutnya

E. Kerangka Teori 1. Studi Terdahulu

Judul Pengarang Th Teori yang Digunakan

Hasil Monitoring dan

Evaluasi Program Dana Desa (DD) Sesuai Dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Studi di Desa

Landungsari Kecamatan Dau Kabupaten Malang Jawa Timur)

Dewi Citra Larasati dan Muhammad

Okto Adhitama

2017 Teori evaluasi menurut Widodo 2013 terdiri dari:

Efektivitas, efisiensi, kecukupan, keadilan, responsivitas, transparansi

Hasil penelitian menunjukkan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengawasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, laporan setelah program dilaksanakan dan laporan tahunan, baik program yang bersifat fisik maupun non fisik. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui BPD. Mekanisme monitoring dan evaluasi dilihat dari ketersediaan dan penampilan (keterbukaan) berkas-berkas DD, kejelasan berkas-berkas DD, regulasi yang digunakan dalam pengelolaan DD, laporan

pertanggungjawaban serta melihat dampak yang ditimbulkan.

Implementasi Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Desa diKecamatan Batang Alai Selatan

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi KalimantanSelat an

Rapinorrahm an

2013 Teori implementasi Edward III yaitu komunikasi, sumber daya, sikap implementor, struktur birokrasi pelaksana

Implementasi Kebijakan Bantuan KeuanganKepada Desa di Kecamatan Batang Alai Selatan belum berjalan dengan seharusnya. Beberapa

ketidaksesuaian adalah Proses perencanaan yang tidak melibatkan partisapasi

masyarakat, belanja

desa dalam APBDes 71,4 persennya dihabiskan untuk belanja operasional pemerintah desa dan

28,6 persen saja untuk pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Keuangan

(9)

9

Judul Pengarang Th Teori yang Digunakan

Hasil

Kepada Desa di Kecamatan Batang Alai Selatan belum ke arah tujuan dari kebijakan ini.

Evaluasi Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Desa di Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu (Studi Kasus:

Desa Tambusai Utara Tahun 2013-2014)

Siti Aljannah 2017 Kerangka kerja logis terdiri dari 5 elemen utama, (Bappenas, 2004), 1.Masukan (Input)2.

Keluaran (Output)3. Hasil (Outcome)4.

Manfaat (Benefit)5.

Dampak (Impact)

Evaluasi Alokasi Dana Desa dalam menunjang pembangunan Desa di Desa Tambusai Utara tahun Anggaran 2013-2014 telah terlaksana, akan tetapi dalam

pengalokasian dana ADD belum sesuai.

penggunaan Alokasi Dana Desa Tambusai Utara lebih banyak digunakan untuk penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa sebesar 45% atau sebanyak Rp.

167.800.000, kemudian dana untuk operasional desa sebesar Rp. 43.680.000 atau sekitar 12% dari jumlah ADD yang telah ditentukan menurut Perda Kabupaten Rokan Hulu.

Faktor pendukung dalam pelaksanaan pengelolaan Alokasi Alokasi Dana Desa (ADD) salah satunya adalah Tingginya Pendapatan Asli Desa Tambusai Utara (PADES) yang mencapai Rp. 943.745.418 Kemudian faktor penghambat pelaksanan alokasi dana desa di Desa Tambusai Utara yaitu: rendahnya sumber daya manusia.

Pengelolaan Bantuan Keuangan Bersifat Khusus Dari Pemerintah Kabupaten Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Johan Satriajaya,

Lilik Handajani,

dan I Nyoman

Nugraha Ardana Putra

2018 Prinsip transparant, accountable, dan responsible (Nahruddin, 2014).

Terjadinya dysfunctional behavior dalam pengelolaan keuangan desa khususnya pada pengelolaan anggaran yang bersumber dari bantuan keuangan pemerintah kabupaten yang bersifat khusus, disebabkan adanya inkonsistensi dari pemerintah daerah memalui berbagai kebijakan yang di implementasikan. Kebijakan yang tidak sesuai dengan regulasi terkait dan tidak sesuai dengan karakteristik implementor menjadikan pengelola keuangan desa melakukan berbagai pensiasatan yang kemudian menjadi sebuah tindakan penyimpangan dan mengarah pada terjadinya fraud.

Alokasi Dana

Desa dan

Realisasi: Studi Kasus atas Efektivitas Penggunaan Dana Desa di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2016- 2017

Anggalih Bayu Muh Kamim, M.

Rusmul Khandiq dan Rama Shidqi P.

2017 Teori akutabilitas yang terdiri:

akuntabilitas fiskal,

akuntabilitassosi al, dan

akuntabilitas birokratik.

Praktik akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Sleman masih kurang baik. Meskipun Dana Desa dan Alokasi Dana Desa yang dianggarkan untuk masing-masing desa di Kabupaten Sleman semakin bertambah setiap tahun serta mampu meningkatkan aset desa, namun di sisi lain peningkatan tersebut tidak semerta- merta berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan dan pengangguran di masing- masing kecamatan.

(10)

10

Judul Pengarang Th Teori yang Digunakan

Hasil Evaluasi

Penggunaan Alokasi Dana Desa Dalam Pembangunan Desa di Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutai Timur

Aji Ratna Kusuma

2017 Teori Dunn (2003) terdiri dari efektivitas, kecukupan, efisiensi, perataan, responsifitas dan ketepatan

Penggunaan alokasi dana desa di Kecamatan Teluk Pandan lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastrutur desa,

pemberdayaan masyarakat, serta untuk program penanggulangan kemiskinan.

Efektivitas Program Bantuan Keuangan Khusus Dalam Mengentaskan Kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul

Rizal Khadafi dan Dyah

Mutiarin

2017 Tepat sasaran penerima manfaat, tepat jumlah, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat penggunaanya.

Secara umum APBD kabupaten

Gunungkidul masih sangat bergantung pada sektor pertanian. Angka penduduk miskin masih tinggi, begitu juga dengan

angka buta huruf yang masih menempati urutan kelima diantara Kabupaten lain yang berada dalam wilayah

administratif Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Melalui Program Klinik Konsultasi Pengelolaan Bantuan Keuangan Desa di Kabupaten Madiun

Tri Ayuni Anisah dan Muhammad Farid Ma’ruf

2019 Terdiri dari : Koordinasi, Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan, Tindak lanjut, Evaluasi.

Program klinik konsultasi pengelolaan bantuan keuangan desa di Kabupaten Madiun telah memenuhi keenam variabel tersebut dan sudah cukup baik dalam penerapannya, meskipun terdapat beberapa kendala dalam hal koordinasi, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Selain itu kurangnya kesiapan daerah atau Kabupaten dalam kerja sama serta monitoring tindak lanjut setelah program dijalankan, sehingga peneliti menyarankan untuk meningkatkan kerja sama serta koordinasi, perencanaan sampai monitoring setelah pelaksanaan pembinaan klinik konsultasi di setiap daerah atau Kabupaten.

Evaluasi Sistem Keuangan Desa Kabupaten Sragen Studi Kasus di Kecamatan Karangmalang

Supriyadi 2009 Teori efektivitas, akutabilitas dan efisiensi

Pelaksanaan sistem

keuangan desa di Kabupaten Sragen belum dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, antara lain sebagai berikut:

Pertama, belum terbentuknya bendahara desa secara legal melalui

keputusan kepala desa, selama ini bendahara desa dirangkap oleh kaur keuangan desa atau kaur umum. Kedua desa belum

melaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa), sehingga arah pembangunan desa

belum terlihat jelas untuk jangka waktu 1 tahun dan jangka waktu 5 tahun ke

(11)

11

Judul Pengarang Th Teori yang Digunakan

Hasil

depan. Ketiga, pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen yang mengelola adalah Badan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, seharusnya dikelola oleh Bagian Pemerintahan dan Pertanahan Setda Kabupaten Sragen.

Evaluasi Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Asas Transparan, Akuntabel, Partisipatif, Tertib dan Disiplin Anggaran”Studi Kasus di Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul

Stefanus Dimasias Aditya

2018 Transparansi, akuntabel dan partisipatif

Pengelolaan keuangan pemerintah desa Sambirejo telah sesuai dengan asas

transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran dengan terpenuhinya semua indikator. Meskipun begitu, masih terdapat beberapa kekurangan dan hambatan yang dihadapi pemerintah desa seperti kurangnya SDM yang berkompeten, kurangnya kedisiplinan dalam mengisi dokumen, cuaca dan bencana alam yang dapat mengganggu kegiatan pembangunan, serta peraturan dari pemerintah pusat yang dapat secara tiba-tiba berubah.

Evaluasi Penganggaran, Pengalokasian dan Pelaporan Dana Desa Sumber Salak Kec Ledokombo Kabupaten Jember

Anggik Agus Setiawan1, Norita Citra,

dan Ade puspito

2018 Terdiri dari:

transparan, partisipatif, disiplin, keadilan, keadilan, efisien dan efektifitas, Rasional dan terukur

Terdapat indikasi kesesuaian antara aturan yang telah ditetapkan mengenai dana desa dan pelaksanaannya, indikasi tersebut tampak pada pelaksanaan transfer penggunaan dan pelaporan dana desa.

Meskipun demikian dalam proses pencairan dana desa tidak sesuai dengan aturan karena mengalami keterlambatan. Dalam

implementasinya penggunaan dana desa cukup menunjang aktivitas penggunaan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk

menunjang pembangunan desa, di

implementasi dengan adanya perbaikan jalan sedangkan dalam pemberdayaan masyarakat dana desa digunakan untuk pendirian BUMDes dan bantuan PAUD implementasi tersebut ada yang berdampak produktivitas ekonomi dan sosial.

Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah

Elisabeth Siringo Ringo

2017 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang desa

Faktor penghambat dalam proses pengelolaan keuangan desa

Adi Jaya adalah terlambat nya transfer uang dari Pusat dan Kabupaten Lampung

Tengah ke desa Adi Jaya seharusnya uang di terima di awal bulan januari justru

desa Adi Jaya menerima uang dari pusat dan kabupaten di awal bulan juni,

perencanaan anggaran belanja desa yang masih kurang tepat sasaran, Kurangnya

(12)

12

Judul Pengarang Th Teori yang Digunakan

Hasil

musyawarah antar pengurus dan masyarakat untuk meninjau ulang anggaran

belanja desa sehingga dirasa anggaran yang sekarang masih belum tepat, masih

kurangnya faktor pengawasan yang dilakukan oleh tim pengawas dari Kabupaten

Lampung Tengah, Kurangnya keterlibatan petugas dan masyarakat dalam

menjaga fasilitas dan prasarana desa.

Evaluasi Program Alokasi Dana Desa di Desa Loa Janan Ulu Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara

Apriliana Somborarak

2014 Efektivitas Responsivitas Kecukupan

Efektifitas dari pelaksanaan ADD di Desa Loa Janan Ulu dapat dikatakan efektif dilihat dari hasil program yang sesuai dengan tujuan. Kemudian kecukupan dari Program ADD sudah dapat memecahkan

permasalahan yang ada. Responsivitas dari masyarakat cukup baik dengan adanya kegiatan Musrenbangdes dan ketepatan dari program ADD di Desa Loa Janan Ulu dianggap bermanfaat bagi masyarakat juga lembaga lainnya.

Implementasi Penatausahaan Keuangan Desa di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman:

Evaluasi Praktik Akuntabilitas

Jamila Lestyowati

2019 akuntabilitas dari:

perencanan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjaw aban

Penatausahaan keuangan desa sudah dilakukan melalui aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes). Tidak semua kegiatan penatausahaan dilakukan oleh pengelola keuangan desa, sebagian dilakukan oleh pendamping desa. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan penatausahaan keuangan desa, yaitu faktor Sumber Daya Manusia, lemahnya pemahaman terhadap peraturan, kurangnya pengawasan dan faktor sarana prasarana.

Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Alokasi Dana Desa

Faradillah Paratama

2018 Perencanaan\

Pelaksanaan

Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Alokasi Dana Desa(ADD) sudah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat terlihat dari tahap

persiapan berupa penyusunan rancangan ADD dalam Peraturan Desa tentang APBDes tiap Desa, aparat Pemerintahan Desa juga telah

melakukan musyawarah dalam hal perencanaan ADD. Beberapa hambatan dalam pelaksanaan ADD yang ditemui yakni penyaluran ADD tidak berjalan sebagaimana mestinya dikarenankan keterlambatan Desa dalam melakukan permohonan pencairan dana

ADD dan terlambatnya petunjuk teknis penyusunan APBDes dari Pemerintah Daerah. Sistem pencairan juga menjadi kendala apakah menggunakan sistem minimal atau proporsional.

(13)

13 2. Monitoring dan Evaluasi

a. Definisi Monitoring dan Evaluasi

Menurut Suryana (2010:2) definisi dari monitoring adalah kegiatan yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu program atau kebijakan yang dilaksanakan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan yang sudah direncanakan, untuk mengetahui hambatan yang ada dan bagaimana pelaksana program mengambil langkah untuk menyelesaian dan mengatasi hambatan tersebut. Dari seluruh proses implementasi, monitoring merupakan alat pengendali yang baik, monitoring dilaksanakan terhadap hasil perencanaan yang sedang berjalan. Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat pengendali yang baik dalam seluruh proses implementasi.

Evaluasi yaitu penilaian sistematis dan objektif dari sebuah proyek yang sedang berlangsung atau sudah selesai dilakukan, program atau kebijakan, desain atau rencana, penerapan dan hasil.

Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan efisiensi dan efektivitas pengembangan, keterkaitan dan pemenuhan tujuan, dampak yang timbul dan keberlanjutan. Sebuah evaluasi musti mengungkap dan memberikan informasi yang bermanfaat dan kredibel, sehingga memungkinkan melakukan penggabungan pelajaran ke dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan dari kedua pihak. Selain ituevaluasi

(14)

14

juga berpedoman pada proses penentuan nilai-nilai atau manfaat dari suatu kegiatan, program atau kebijakan.

Penekanan dalam monitoring adalah pada memeriksa kemajuan menuju pencapaian tujuan. Sebuah sistem pemantauan yang baik sehingga akan memberikan peringatan pada awal pelaksanaan, bahwa tujuan akhir akan tercapai seperti yang direncanakan. Pemantauan juga melibatkan proses perbandingan kinerja dibandingkan dengan apa yang direncanakan atau diharapkan.

Menurut Dunn (dalam Suryana, 2010:3) evaluasi (penilaian) adalah suatu proses yang berhubungan dekat dengan proses monitoring, dikarenakan data yang dihasilkan dari proses monitoring dapat dipergunakan dalam proses evaluasi. Evaluasi merupakan 1 bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perencanaan kegiatan hingga kegiatan tersebut dapat dikatakan lengkap apabila memasukkan proses evaluasi didalamnya.

Evaluasi dapat digunakan untuk mengontrol dan mengendalikam ketercapaian tujuan. Evaluasi seringkali disebut sebagai penilaian, pemberian angka, ataupun penafsiran. Evaluasi berkaitan erat dengan memberikan pandangan tentang manfaat dari suatu kebijakan dan evaluasi berkaitan erat dengan hasil informasi yang berupa nilai.

Menurut Winarno B, (2012:165) bahwa evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak

(15)

15

yang diinginkan. Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatanyang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan.

Menurut Ojha (dalam Muktiali, 2009:12) monitoring dan evaluasi adalah suatu kegiatan yang proses didalamnya berkesinambungan, terdiri dari pengumpulan data, proses danpemilihan informasi terkait penerapan proyek, progress dari proyek tersebut, efek dan dampak dari proyek tersebut.

Menurut Weiss (dalam Mulyono, 2007:224) monitoring dan evaluasi adalah suatu proses yang digunakan untuk menilai sejauh mana implementasi suatu kegiatan atau proyek, apakah sesuai rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Monitoring dan evaluasi juga digunakan untuk menentukan intervensi apa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan dampak dari kegiatan atau proyek tersebut. Secara praktis, monitoring dan evaluasi digunakan untuk mengetahui apakah sumber daya telah digunakan secara tepat sesuai rencana yang telah ditentukan, apakah proses yang digunakan sesuai syarat yang telah ditentukan, dan untuk mengukur pencapaian suatu target dan sasaran.

b. Tujuan Sistem Monitoring dan Evaluasi

Menurut Shapiro (dalam Mulyono, 2007:224) berikut merupakan tujuan dari sistem monitoring dan evaluasi:

1) Monitoring dan evaluasi digunakan untuk menyediakan informasi bagi keseluruhan tingkatan manajemen.

2) Mengetahui implementasi suatu program sebagai bagian dari akuntabilitas

(16)

16

3) Mengukur outcome dan impact terhadap keluaran dari suatu program/

proyek.

4) Menggugah pemahaman dan pelajaran yang mendalam untuk diaplikasikan sebagai tindak lanjut dari suatu implementasi program/

proyek.

c. Nilai – Nilai Monitoring dan Evaluasi

Menurut Public Service Commission (2008) nilai membantu untuk menentukan apa yang dianggap sebagai standar yang baik dari administrasi publik atau standar yang baik dari kinerja. Nilai meliputi konsep efektivitas, efisiensi, tanggap terhadap kebutuhan dan orientasi pembangunan. Bahkan, ini tidak hanya konsep tapi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang harus ditaati.

Menurut Public Service Commission (2008) nilai-nilai memberikan perspektif tambahan dari administrasi publik yang dapat dievaluasi.

Misalnya, prinsip tanggap terhadap kebutuhan, atau prinsip orientasi pembangunan mensyaratkan bahwa sifat dasar dari layanan umum sebagai instrumen untuk pengembangan harus dievaluasi.

d. Prinsip – Prinsip Monitoring dan Evaluasi

Menurut Panduan ANSSP Volume 6 Monitoring dan Evaluasi (dalam Muktiali, 2009:13) berikut merupakan prinsip – prinsip monitoring dan evaluasi:

1) Berdasar pada standar yang diketahui bersama

Monitoring dan evaluasi harus dilakukan sesuai standar, indikator, acuan dari segi keberhasilan, kegagalan, ketepatan, kesalahan yang telah ditetapkan dan diketahui bersama. Untuk itu sebelum suatu program

(17)

17

dijalankan perlu diterbitkan dan dipublikasikan standar, indikator, atau acuan tersebut.

2) Terbuka

Pihak yang melakukan monitoring dan evaluasi (subjek) dan pihak yang dilakukan monitoring dan evaluasi (objek) harus sama – sama tahu akan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan. Sementara itu, pihak luar juga diperbolehkan untuk mengetahui kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut asalkan tetap berdasar pada standar, indikator, dan acuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

3) Adil

Standar, indikator, dan acuan diberlakukan sama antar wilayah tanpa perbedaan. Untuk itu tidak adanya perbedaan perlakuan untuk semua wilayah, termasuk penggunaan bahan material kecuali dikarenakan faktor kondisi alam.

4) Berorientasi pada Solusi

Kegiatan monitoring dan evaluasi serta pembahasan hasilnya harus bisa menjadi alat untuk menemukan solusi atas permasalahan yang ada sehingga kedepannya akan terjadi peningkatan kinerja.

5) Partisipatif

Perumusan standar, indikator, acuan dan kegiatan monitoring dan evaluasi hingga pembahasan hasil harus dilakukan bersama oleh pihak yang memonitoring dan evaluasi serta pihak yang dimonitoring dan evaluasi. Sehingga hal kegiatan – kegiatan tersebut dapat menjadi agenda bersama.

(18)

18 6) Berjenjang

Monitoring dan evaluasi dilakukan berjenjang berdasarkan posisi jabatan, kedudukan, dan tingkat yang disandang seseorang. Hal itu termasuk monitoring dan evaluasi struktural, selain itu juga diperlukan monitoring dan evaluasi fungsional.

Menurut Batho Pele (dalam Public Service Commission 2008:34) ada delapan prinsip yang mana prinsip-prinsip ini memberikan lebih banyak perspektif di program layanan umum atau program pelayanan pemerintah yang dapat dievaluasi.

Berikut adalah delapan prinsip tersebut:

1) Konsultasi

Warga harus dikonsultasikan tentang tingkat dan kualitas pelayanan publik yang mereka terima dan sedapat mungkin, harus diberikan pilihan tentang layanan yang ditawarkan.

2) Standar Layanan

Warga harus diberitahu apa tingkat dan kualitas pelayanan publik yang akan mereka terima sehingga mereka menyadari apa yang diharapkan.

3) Mengakses

Semua warga negara harus memiliki akses yang sama ke layanan yang mereka berhak akses.

4) Kesopanan

Warga harus diperlakukan dengan sopan dan penuh pertimbangan.

5) Informasi

(19)

19

Warga harus diberikan informasi akurat dan penuh tentang layanan masyarakat yang berhak mereka terima.

6) Keterbukaan dan Transparansi

Warga harus diberitahu pelayanan program yang dijalankan, berapa harganya dan siapa yang bertanggung jawab.

7) Memperbaiki

Jika standar layanan yang dijanjikan tidak disampaikan haruslah ada permintaan maaf dan perbaikan lalu penjelasan lengkap, cepat, dan efektif, dan ketika keluhan dibuat, warga haruslah menerima respon positif.

8) Nilai Untuk Uang

Pelayanan publik harus disediakan secara ekonomis dan efisien dalam rangka memberikan yang terbaik untuk warga dengan nilai uang yang wajar.

Menurut Suryana (2010: 5) prinsip-prinsip monitoring ada 7 yaitu:

1) Monitoring musti dilaksanakan secara kontinu atau terus - menerus 2) Monitoring harus dijadikan alat pemancing untuk perbaikan suatu

kegiatan atau program dari organisasi

3) Monitoring harus bermanfaat bagi lembaga atau organisasi maupun bagi pemakai layanan atau produk.

4) Monitoring diharuskan dapat menjadi pemantik motivasi bagi pegawai dan sumber daya yang lain untuk bekerja lebih baik dan berprestasi

(20)

20

5) Monitoring diharuskan menitikberatkan pada produk hukum atau peraturan yang berlaku

6) Monitoring harus dilaksanakan secara obyektif

7) Monitoring musti berorientasi pada tujuan dari program yang dimonitoring.

Sedangkan menurut Fattah (dalam Suryana, 2010:5) ada 6 prinsip evaluasi yaitu:

1) Berkesinambungan, arti dari prinsip ini yaitu evaluasi dilaksanakan secara berlanjut dan kontinu

2) Menyeluruh, arti dari prinsip ini yaitu evaluasi harus dilakukan pada seluruh komponen dan aspek dari suatu program

3) Objektif, arti dari prinsip ini yaitu pelaksanaan evaluasi dilakukan secara objektif atau terbebas dari kepentingan pribadi maupun golongan 4) Sahih, maksud dari prinsip ini yaitu evaluasi harus mengandung

konsistensi dari yang benar-benar mengukur yang seharusnya diukur 5) Penggunaan kritis

6) Manfaat atau kegunaan.

e. Langkah – Langkah dalam Sistem Monitoring dan Evaluasi

Kusek dan Rist (2004:25) menjelaskan bahwa ada 10 langkah di dalam sistem monitoring dan evaluasi berbasis hasil, yaitu:

1) Melakukan penilaian terhadap kesiapan

2) Outcome untuk melakukan monitoring dan evaluasi 3) Meyeleksi indikator kunci untuk memantau hasil 4) Data dasar pada indikator

5) Merencanakan untuk kemajuan – memilih target hasil

(21)

21 6) Pemantauan untuk hasil

7) Peran evaluasi 8) Laporan temuan 9) Menggunakan temuan

10) Mempertahankan keberlanjutan sistem monitoring dan evaluasi dalam organisasi.

f. Elemen Monitoring dan Evaluasi

Menurut Ojha (dalam Muktiali, 2009:13) berikut 5 elemen penting dalam monitoring dan evaluasi:

1) Adanya indikator yang jelas sehingga menunjukkan adanya tujuan yang jelas

2) Indikator – indikator terdiri dari input, proses, output, impact

3) Teknik pengumpulan data dan manajemen datanya harus bisa dijelaskan dan dijustifikasi

4) Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan pembangunan kapasitas dan mengatur sistem institusional

5) Monitoring dan evaluasi dimasukkan ke dalam manajemen proyek.

g. Tiga Pertanyaan Mendasar dari Penyusunan Instrumen Monitoring dan Evaluasi

Menurut Ojha (dalam Muktiali, 2009:13) berikut merupakan tiga pertanyaan mendasar yang digunakan dalam penyusunan instrument monitoring dan evaluasi:

1) What

Yaitu apa yang akan dimonitoring dan dievaluasi.

(22)

22 2) How

Bagaimana instrumen dan metode yang akan digunakan untuk membangun indikator dan mengumpulkan informasi.

3) Who

Pertanyaan mengenai siapa yang akan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi berserta pihak yang akan terlibat didalamnya.

h. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Monitoring dan Evaluasi

Faktor – faktor yang mempengaruhi monitoring dan evaluasi adalah:

1) Pemerintah harus mengambil inisiatif dengan menciptakan kebijakan yang tepat atau sesuai dan menunjukkan kesediaan dan kapasitas untuk mengkontrol dan membimbing implementasi.

2) Infrastruktur, keuangan dan kapasitas SDM harus tersedia dan dikerahkan sesuai kebutuhan

3) Keterlibatan publik meningkatkan kualitas dan dampak dari monitoring dan evaluasi sehingga lebih banyak temuan yang bermanfaat.

i. Indikator Monitoring dan Evaluasi Dana Desa

Indikator monitoring dan evaluasi menurut William N. Dunn, 2003:610 adalah sebagai berikut:

1) Efektivitas yaitu apakah hasil yang diinginkan telah dicapai.

2) Efisiensi yaitu seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3) Kecukupan yaitu seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah.

(23)

23

4) Perataan yaitu apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda.

5) Responsivitas yaitu apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu.

6) Ketepatan yaitu apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai.

3. Desa

Menurut Collin (2004:257), dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a group of houses and shops in a country area, smaller than a town.”Menurut Widjaja (2008:9) Desa adalah suatu wilayah yang ditempati

oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak untuk menyelenggarakan rumah tangganya dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa melalui Pasal 1 disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisionalyang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa desa merupakan bagian dari wilayah kecamatan yang ditempati oleh kesatuan masyarakat hukum yang memiliki otonomi untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.

(24)

24

Desa memiliki wewenang yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 yakni:

a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa.

b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan Perundang-undangan diserahkan kepada Desa.

Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan pembangunan hingga di tingkat akar rumput maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk pembentukan desa, yakni:

a. Faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 Kepala Keluarga.

b. Faktor luas, yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat.

c. Faktor letak, yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun.

(25)

25

d. Faktor sarana dan prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa.

e. Faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat.

f. Faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.

Menurut Tim Visi Yustisia (2016:3), desa memiliki 7 sumber pendapatan dana yaitu:

a. Pendapatan Asli Desa b. Alokasi APBN

c. Dana sebagian dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/

kota yang jumlahnya paling sedikit 10 % dari PDRB tersebut.

d. Alokasi Dana Desa (ADD)

e. Jumlah ADD sekurang – kurangnya 10 % dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/ kota yang dikurangi oleh dana alokasi khusus (DAK)

f. Bantuan/ hibah keuangan dari APBD provinsi/ kabupaten/ kota g. Sumbangan dan hibah dari pihak luar (pihak ketiga)

h. Pendapatan lain – lain yang sah.

4. Pemerintahan Desa

Menurut pendangan R. Mac Iver (Miriam Budiarjo, 2000:151)pemerintahan adalah sebagai sesuatu organisasi dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan bagaimana manusia itu bisa diperintah.Pemerintahan

(26)

26

Desa merupakan suatu kegiatan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa yaitu Kepala Desa dan Perangkat Desa.Widjaja (2008: 3) memaparkan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan Pemerintah, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut kepada Bupati.

Blau dan Meyer dalam Indarwanto (2001: 16) memaparkan bahwa Pemerintah Desa adalah lapisan pemerintah terendah. Sedangkan menurut Bayu Suryaningrat (2000:68-69) yang dimaksud dengan pemerintah desa adalahsuatu lembaga yang melakukan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintah terendah langsung dibawah camat yaitu pemerintahan desa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Desa adalah kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa yaitu Kepela Desa dan Perangkat Desa.

Sedangkan menurut Kansil (1991:197) pemerintah desa merupakan penyelenggaraan dan penaggung jawab utama dibidang pemerintahan umum termasuk dalam pembinaan, ketentraman dan ketertiban. Pemerintah desa adalah perangkat atau alat kelengkapan yang berkedudukan dan memimpin pemerintahan di desa yang terdiri dari kepala desa beserta perangkat desa yang

(27)

27

mempunyai tugas dan kewajiban sebagai penyelenggaraan pemerintah desa termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban.

5. Definisi konsep

a. Dana desa adalah suatu dana yang diperuntukkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat, dan pembinaan masyarakat.

b. Bantuan Keuangan Khusus Kepada Desa yang selanjutnya disebut Bantuan Keuangan Khusus adalah bantuan yang diberikan kepada desa berupa uang yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah yang peruntukannya dan pengelolaannya ditetapkan oleh pemerintah daerah.

c. Monitoring dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) adalah suatu proses yang digunakan untuk menilai sejauh mana implementasi Bantuan Keuangan Khusus (BKK) apakah sesuai rencana yang telah ditetapkan atau tidak.

F. Definisi Operasional

Berdasarkan variabel penelitian di atas dapat dibuat definisi operasional sebagai berikut:

1. Monitoring dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018 diukur dengan indikator:

a. Efektivitas yaitu apakah hasil yang diinginkan telah dicapai.

(28)

28

b. Efisiensi yaitu seberapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

c. Kecukupan yaitu seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah.

d. Perataan yaitu apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda.

e. Responsivitas yaitu apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu.

f. Ketepatan yaitu apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai.

2. Faktor yang mempengaruhi monitoring dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur di Desa Sumberadi Kecmatan Mlati, Kabupaten Sleman Tahun 2018 antara lain:

a. Pemerintah.

b. Infrastruktur c. Keterlibatan publik.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penyusun adalah penelitian deskriptif kualitatif. Untuk itu peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Untuk mendapatkan kesimpulan yang objektif, penelitian kualitatif mencoba mendalami dan menerobos gejalanya yang menginterprestasikan masalahnya atau menyimpulkan kombinasi dari

(29)

29

berbagai permasalahan sebagaimana disajikan situasinya (Moleng, 2002:1).1

Adapun karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapakan fenomena sosial secara jelas dan cermat, maka metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hadari Nawawi memberikan pengertian metode deskriptif sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seorang, lembaga, kelompok/masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi 2001:63).

Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri metode penelitian deskriptif diatas, maka operasionalnya berkisar pada pengumpulan data yang selanjutnya disusun, diolah, dan ditafsirkan. Selanjutnya data yang telah diolah tersebut diberi makna yang rasional dengan mematuhi prinsip-prinsip logika untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan yang bersifat kritis.

2. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini guna untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penelitian ini dilakukan di Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman. Penelitian dilaksanakan di desa Sumberhadi karena Desa Sumberadi tidak mampu dan sudah kelebihan beban anggaran dalam dana desa sehingga tidak mampu menjalankan pembangunan infrastruktur.

(30)

30 3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data

1. Primer Wawancara

Waawancara akan dilakukan kepada nara sumber yang dianggap paham dan terlibat secara aktif dalam pengelolaan bantuan keuangan khusus, antara lain:

Kepala Desa, Sekertaris Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Bendahara Desa, bagian pembanguanan desa dan tokoh masyarakat

2. Sekunder

Website Resmi Diperoleh dengan mengunjungi website pemerintah Desa

Data Monografi

Desa Sumberadi Data diperoleh dari Pemerintah Desa Arsip atau

Dokumentasi Laporan Pengelolaan

Bantuan Keuangan

Khusus

Data diperoleh dari Desa

Peraturan Perundang- Undangan

Mengumpulkan terkait dengan peraturan perundang-undangan tentang Desa

Buku Literasi

Literasi berkaitan dengan Tata Kelola Keuangan Desa kemudian dikaji untuk mendalami penelitian yang sedang dilakukan

4. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Silalahi (2012:291) metode pengumpulan data adalah cara – cara yang digunakan dalam pengumpulan data darifenomena empiris. Teknik

(31)

31

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

a. Wawancara

Menurut Silalahi (2012:312) wawancara adalah suatu percakapan yang sistematis dan terstruktur antara pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara/ responden (interviewee) untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam suatu penelitian. Sedangkan menurut Mulyana (2010:180), wawancara adalah komunikasi dengan cara seseorang yang menginginkan memperoleh informasi, mengajukan berbagai pertanyaan kepada seseorang dalam artian informan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan kombinasi dari 2 jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur dengan artian wawancara tetap akan menggunakan pedoman wawancara yang berisi daftar pertanyaan namun tidak menutup kemungkinan peneliti akan mengajukan pertanyaan – pertanyaan lain diluar daftar pertanyaan namun tetap dalam konteks penelitian yang sedang dilakukan. Wawancara dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Variabel Dan Indikator Penelitian

No. Variabel Indikator

1 Monitoring dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur

a. Efektivitas yaitu apakah hasil yang diinginkan telah

dicapai.

b. Efisiensi yaitu seberapa banyak usaha yang

(32)

32

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

c. Kecukupan yaitu seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah.

d. Perataan yaitu apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda.

e. Responsivitas yaitu apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu.

f. Ketepatan yaitu apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai.

2 Faktor yang mempengaruhi monitoring dan evaluasi penggunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dalam pembangunan infrastruktur

a. Pemerintah.

b. Infrastruktur (jenis-jenis infrastruktur yang akan dibangun)

c. Keterlibatan publik b. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Dimana peneliti secara langsung melihat kondisi sebenarnya yang ada di lapangan, sehingga ini bermanfaat untuk mendukung dan melengkapi analisa data primer dan data sekunder.

c. Dokumentasi

Menurut Zuriah (2009:191) pengumpulan data melalui teknik dokumentasi adalah pengumpulan data melalui arsip, buku, tulisan, teori, hukum, pendapat, maupun dalil. Sedangkan menurut Mulyana (2010:195) pengumpulan data dapat menggunakan teknik dokumentasi yang

(33)

33

berbentuk analisis dari suatu dokumen seperti surat kabar, surat pribadi, artikel majalah, otobiografi, foto – foto, buletin, dan lain – lain.

Dokumentasi dapat menjadi sumber data utama atau primer, namun alangkah lebih baiknya apabila dilengkapi dengan data yang berasal dari wawancara.

5. Unit Analisa Data

Unit analisa data adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian yang lain, unit analisa diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus/ komponen yang diteliti. Unit analisa ini dilakukan oleh peneliti agar validitasdan reabilitas penelitian dapat terjaga.

Dalam penelitian ini unit analisa datanya adalah:Aparat Kecamatan Mlati, perangkat desa Sumberhadi dan tokoh masyarakat desa Sumberhadi, Mlati Sleman.

6. Teknik Analisa Data

Menurut Miles dan Huberman (dalam Silalahi, 2012:339), teknik analisa data terdiri dari 3 proses yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemusatan, pemilahan data, penyederhanaan suatu data kasar melalui cara membuang yang tidak perlu dan menggolongkan serta mengorganisasikan data sehingga nantinya dari data yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan dan diverifikasi.

(34)

34 b. Penyajian Data

Menyusun kumpulan informasi yang dapat berupa teks naratif, matriks, tabel, bagan, jaringan yang memungkinkan untuk ditarik suatu kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan

Sepanjang pengumpulan data, peneliti mencatat setiap temuan dan gejala di lapangan, pola – pola, alur sebab akibat, proposisi, konfigurasi yang mungkin sehingga akan dihasilkan suatu kesimpulan yang diverifikasi.

Alur penyajian data dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

(35)

35

Gambar 1. Alur Penyajian Data

Pemerintah Desa

Data Implementasi

BKK belum maksimal

Kesimpulan Monit & Evaluasi BKK

Masalah Penggunaan BKK Dana Desa

Teknik Penerapan

Literatur Review

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan peneliti atau penulis untuk meneliti (mengetahui) ada atau tidaknya pengaruh penerapan education games terhadap peningkatan hasil

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara

Hasil data warehouse yang didapatkan dalam Microsoft SQL Server 7.0 kemudian ditransfer ke dalam Microsoft Excel Pivot Table yang dapat dilihat pada gambar 7 sampai dengan gambar

bahwa untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang berasal dari

Berdasarkan data, sebesar 75% kabupaten di Indonesia pada tahun 2005 memiliki nilai jumlah penduduk miskin dibawah 114200.. Namun di tahun 2011, 75% kabupaten di Indonesia

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa apoteker di apotek milik PSA di Wilayah Surabaya Utara, dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian sudah memenuhi Peraturan

Berdasarkan analisis secara keseluruhan diketahui bahwa penerapan metode Computer Assisted Test (CAT) dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil berbasis Kompetensi di

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan, atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif dapat disebut sebagai data berupa angka dalam arti